HOME

23 Januari, 2022

Tasawuf

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Tasawuf.

Tasawuf adalah ilmu untuk mengetahui cara menyucikan jiwa, menjernikan akhlak, membangun dhahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang abadi yang merupakan gerakan zuhud (meninggalkan urusan duniawi).

Sedangkan arti tasawuf dalam buku mempertajam mata hati (dalam melihat Allah). Menurut Syekh Ahmad ibn Athaillah yang diterjemahkan oleh Abu Jihaduddin Rafqi al-Hānif :

1.      Berasal dari kata suffah (صفة) artinya segolongan sahabat-sahabat Nabi yang menyisihkan dirinya di serambi masjid Nabawi, karena di serambi itu para sahabat selalu duduk bersama-sama Rasulullah untuk mendengarkan fatwa-fatwa beliau untuk disampaikan kepada orang lain yang belum menerima fatwa itu.

2.      Berasal dari kata sūfatun (صوفة) artinya bulu binatang, sebab orang yang memasuki tasawuf itu memakai baju dari bulu binatang dan tidak senang memakai pakaian yang indah-indah sebagaimana yang dipakai oleh kebanyakan orang.

3.      Berasal dari kata sūuf al sufa’ (صوفة الصفا) artinya bulu yang terlembut, dengan dimaksud bahwa orang sufi itu bersifat lembut-lembut.

4.      Berasal dari kata safa’ (صفا) artinya suci, bersih. Karena orang-orang yang mengamalkan tasawuf itu, selalu suci bersih lahir dan bathin dan selalu meninggalkan perbuatan-perbuatan yang kotor yang dapat menyebabkan kemurkaan Allah.

Pengertian-pengertian tasawuf diatas maka dapat disimpulkan bahwa nama-nama dan istilah menurut bahasa adalah arti simbolik yang bermakna kebersihan dan kesucian untuk senantisa berhubungan dengan Allah.

Setelah mengetahui pengertian tasawuf beradaskan akar katanya (secara etimologis), maka akan dibahas pula pengertian tasawuf secara terminologi (secara istilah). Dalam hal ini, para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda pula,[1] diantaranya:

1.   Syekh Zakaria al Anshari berkata bahwa tassawuf adalah ilmu yang dengannya dapat diketahui tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti serta pembangunan lahir dan batin untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.

2.   Syekh Ahmad Zaruq membedakan antara tasawuf, fiqh dan ilmu tauhid. Tasawuf diartikan sebagai ilmu yang bertujuan memperbaiki hati dan memfokuskannya hanya untuk Allah semata. Fiqih merupakan ilmu yang bertujuan untuk memperbaiki amal, memelihara aturan dan menampakkan hikmah dari setiap hukum. Sedangkan ilmu tauhid diartikan sebagai ilmu yang bertujuan untuk mewujudkan dari dalil dan menghiasi iman dan keyakinan[2]

3.  Abu Hasan Asy Syadzilli mendefinisikan tasawuf untuk melatih jiwa agar tekun beribadah dan mengembalikannya kepada hukum-hukum keTuhanan.

4.   Ibnu Ujaibah mengartikan tasawuf sebagai ilmu yang dengannnya diketahui cara untuk mencapai Allah, membersihkan batin dari akhlak tercela dan menghiasinya dengan akhlak terpuji. Bahkan beliau membagi tasawuf dalam 3 kategori, awalnya tasawuf merupakan ilmu, tengahnya amal, dan akhirnya merupakan karunia. Atau bisa didefinisikan sebagai tiang penyangga untuk penjernihan hati dari kotoran materi, dan pondasinya adalah hubungan manusia dengan Sang Pencipta yang Agung. Jadi seeorang sufi merupakan orang yang hati dan interaksi yang murni hanya untuk Allah, sehingga Allah memberinya karamah[3]

5.   Utsman Al Makki menyatakan bahwa tasawuf adalah keadaan dimana seorang hamba setiap waktu melakukan suatu perbuatan (amal) yang lebih baik dari waktu yang sebelumnya.

6.  Syekh Abdul Qadir Al Jaelani berpendapat bahwa tasawuf adalah mensucikan hati dan melepasskan nafsu dari pangkalnya dengan kholwat, riyadhah, dan terus menerus berdzikir dengan dilandasi iman yang benar, mahabbah, taubat dan ikhlas[4]

7.   Abul Qasim Al Qusyairi mengatakan tasawuf adalah menjabarkan ajaran-ajaran Al Qur’an dan As Sunanh, berjuang dalam mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat, serta menjauhi dalam hal-hal yang meringan-ringankan ibadah.

8.  Abdul Wahhab As Sya’roni menyebutkan, bahwa ilmu tasawuf adalah ilmu pengetahuan yang dilimpahkan ke dalam hati para wali dikala hati mereka telah disinari oleh cahaya Al Qur’an dan Sunnah Nabi[5]

9.   Dan ada pendapat lain yang menyatakan bahwa tasawuf adalah pencapaian karakter mulia melalui penyucian hati atau pengetahuan yang membawa sang penempuh mendaki pengetahuan tanpa akhir tentang Allah SWT[6]

10.  Sedangkan ilmu tasawuf dapat diartikan sebagai ilmu untuk mengetahui keadaan jiwa manusia, terpuji atau tercela, bagaimana cara menyucikan jiwa dari berbagai sifat yang tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji dan bagaimana cara mencapai jalan menuju Allah[7]


B.    Obyek Studi Ilmu Tasawuf.

Objek ilmu tasawuf meliputi dua aspek yaitu obyek material dan obyek formal

Objek material, menurut al-Kurdi yang menjadi objek kajian ilmu tasawuf adalah amalan hati (batin) dan perasaan dalam hal membersihkan atau menyucikan diri. Sedangkan menurut Ibn ‘Ata-illah dalam kitabnya al-Hikam mengemukakan bahwa objek ilmu tasawuf adalah al-Nufus wa al-Qulub wa al-Arwah (masalah jiwa, hati dan ruh). Dari pendapat Amin al-Kurdi dan Ibn ‘Ata-illah tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah hal-ihwal batin, yang menyangkut jiwa, hati dan ruh.

Obyek formalnya, menurut Asmaran yang menjadi obyek kajian ilmu tasawuf adalah aspek esoteris yang berorientasi kepada pembinaan moral dan ibadah . Dari sini dapat diambil pengertian bahwa yang menjadi obyek forma dari ilmu tasawuf itu adalah segala usaha yang dilakukan untuk tujuan membentuk kepribadian yang baik dan bersih hingga dekat dengan Allah Swt.


C.                 Asal-usul Ajaran Tasawuf.

Kalau kita perhatikan, pertumbuhan tasawuf pada mulanya dapatlah dipandang bahwa tahannuts Rasulullah di gua Hiro’, merupakan awal tasawuf pada diri nabi SAW. Tetapi karena tahannuts terjadi sebelum al-Qur’an diturunkan, maka tahannuts tidak dapat dijadikan awal tasawuf Islam. Hanya peri hidup Rasul setelah turun al-Qur’an lah yang kita pandang awal tasawuf Islam.

Tahannuts Rasulullah SAW di gua Hira’ memang untuk mensucikan rohani, tetapi karena hal itu bukan dari ajaran Allah yang diturunkan setelah datangya syariat Islam, maka tahannuts Rasul di gua Hira’ tidak dapat dijadikan sebagai sumber tasawuf Islam.

Setelah Muhammad menjadi Rasul maka mulailah beliau mengajak manusia membersihkan rohaninya dari kotoran-kotaran syirik dan kotoran-kotoran nafsu amarah yang tidak sesuai dengan fitrah aslinya. Beliau berdakwah menyeru manusia memperteguh tauhid dan mempertinggi akhlaknya untuk mencapai keridhaan Allah.

Peri hidup Muhammad SAW sudah cukup menjadi suri teladan para sufi yang ingin menempuh jalan kebenaran. Rasulullah menempuh hidupnya yang penuh liku-liku dengan iman yang mantap dan ketabahan yang bergelora.

Jiwa Rasulullah telah ditempa dengan ajaran-ajaran kerohanian yang murni datang dari Illahi. Tidaklah salah cerita Sa’id ibn Hisyam : “ Aku datang menemui Ibu ‘Aisyah lalu aku tanyakan tentang akhlak Rasulullah SAW. Ibu ‘Aisyah menjawab :” Bisakah engkau membaca al-Qur’an ?”, kataku : “ada” ujar beliau : “Akhlak Rasulullah adalah al-Qur”an itu.

Rasulullah Saw tidak membenci dunia, tetapi beliau tidak mau terpengaruh terhadap urusan dunia. Sabda Rasulullah SAW : ”sesungguhnya ada hak kewajibanmu terhadap dirimu, maka puasalah kamu  dan berbuka, bangunlah untuk beribadah pada malam hari dan tidur, karena aku bangun beribadah pada malam hari dan tidur, aku berpuasa dan juga berbuka , aku makan daging dan lemak, dan aku datangi perempuan-perempuan. Barang siapa tidak suka kepada sunnahku itu, maka tidaklah dia termasuk sebagian dari umatku. Kemudian dihimpunkannya orang banyak lalu beliau berkhutbah dihadapan mereka, katanya: Apakah halnya dengan beberapa kaum, mereka mengharamkan perempuan, makanan, wangi-wangian, tidur, dan syahwat dunia ?. ketahuilah bahwa aku tidak menyuruh kamu menjadi pendeta-pendeta dan rahib-rahib. Maka sesungguhnya tidak ada dalam agamaku meningglkan makan daging dan meninggalkan perempuan dan tidak pula membuat-buat ibadah. Dan bahwasannya perlawatan umatku ialah puasa dan rubbaniyah (kebiasan) mereka ialah jihad. Sembahlah Allah dan jangan sekutukan sesuatu dengan Dia. Kerjakanlah haji serta umrah, dirikanlah shalat, keluarkanlah zakat, puasalah di bulan Ramadhan, dan tetaplah atas yang demikian, niscaya kamu akan dimantapkan. Sesungguhnya orang-orang yang dahulu daripada kamu binasa sebab memberat-beratkan urusan agama. Mereka berat-beratkan atas diri mereka lalu Allah memberatkannya. Maka itulah peninggalan-peninggalan mereka pada gereja-gereja dan tempat-tempat peribadatan.”

Demikianlah patokan dari Rasulullah tentang pandangan hidup seorang muslim. Dunia boleh dimanfaatkan tetapi jangan sampai terpengaruh oleh godaannya. Orang yang mengingkari patokan diatas merupakan orang yang sesat dan bukan termasuk umat Muhammad. Jadi ciri khas tasawuf di masa Rasul ialah berpegang teguhnya kaum muslimin dengan al-Qur’an dan sunnahnya.

Demikian halnya yang terjadi masa sahabat, yang mencontoh langsung cara hidup Rasul dan mereka adalah manusia-manusia yang berakhlak mulia dan membaktikan hidupnya untuk kepentingan agama.

Diwaktu Rasul masih hidup, Abu Bakar yang hartawan itu telah mengurbankan harta bendanya secara keseluruhan untuk kepentingan agama. Pernah Rasul bertanya kepadanya :”apalagi yang engkau buat wahai Abu Bakar?” Abu Bakar menjawab :”Cukup bagiku Allah dan Rasulnya.”

Umar bin Khattab merupakan seorang sahabat yang berbudi tinggi, dia menyediakan malamnya untuk beribadah, dan siangnya untuk urusan negara. Meskipun ia seorang pemimpin negara, namun pakaiannya biasa-biasa saja, rendah hati, wara’ dan berbudi luhur.

Utsman bin Affan adalah seorang yang dermawan. Beliau telah memberikan sebagian dari hartanya untuk kepentingan agama. Apabila dia berada dirumah, maka Al Qur’an tidak pernah lepas dari tangannya. Beliau acap kali mentilawahkan Al Qur’an dan memahami kandungannya sampai larut malam.

Sedangkan Ali bin Abi Thallib terkenal akan tawadhu’nya, beliau tidak malu memakai pakaian yang baertambal-tambal, bahkan ia sendiri yang menambal pakainnya. Sekali waktu ia pernah menjinjing daging dari pasar, lalu ada seseorang yang bertanya :”apakah tuan tidak malu membawa daging itu ya Amirul Mu’minin?” Beliau menjawab :” yang kubawa ini merupakan barang halal, apa yang kumalukan terhadapnya ?.”

Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpukan bahwa para sahabat tetap berpegang teguh terhadap ajaran Al Qur’an dan meneladani Rasul yang baru saja menghilang dari tengah-tengah mereka. Dan ciri-ciri tasawuf pada masa sahabat adalah :

1.       Memegang teguh ajaran kerohanian yang dipetik dari Al Qur’an.

2.      Meneladani perihidup Rasulullah SAW sepenuhnya.

Para tabi’in yang dekat dengan sahabat-sahabat nabi, terutama denga sahabat-sahabat besar dan Huzaifah bin Al Yaman, mendapatkan ajaran tassawuf secara langsung dari beliau-beliau itu. Dan mereka dapat meneladani perihidup para sahabat-sahabat nabi.

Munculnya istilah tasawuf baru dimulai pada pertengahan abad 3 H, oleh Abu Hasyim al Kufy dengan meletakkan al sufi dibelakang namany, sebagaimana dikatakan oleh Nicholson bahwa sebelum Hasyim ada ahli yang mendahuluinya dalam zuhud, wara’, tawakal dan dalam hal mahabbah, akan tetapi dia adalah yang pertama kali diberi gelar al sufi.

Hasan Al Basri merupakan orang pertama yang merintis ilmu tasawuf dan mengajarkan ilmu ini di masjid Basrah. Ajaran-ajaran tasawuf beliau senantiasa berlandaskan Al Qur’an dan Al Hadis, karena beliau memanglah ahli hadis dan ahli fiqih yang memiliki madzab sendiri. Pandangan yang amat teguh dipegangnya adalah zuhud, raja’ dan khauf. Hasan tidaklah terpengaruh oleh gangguan mata benda duniawi yang telah mulai menulari sebagian kaum muslimin dimasa itu. Beliau tidak suka menjadi seorang pejabat, karena takut terganggu urusan agamanya.

Ajaran zuhud yang dilandasi oleh raja’ dan khauf  membawa Hasan Al Basri menjadi seorang yang taat dalam beribadah. Ia selalu mengharapkan keridhaan dan maghfirah dari Allah dan senantiasa takut kalau iabdah yang telah dilaksanakan masih amat kurang menurut pandangan Allah. Bertitik tolak dari inilah, ia memandang remeh segala harta benda dunia.

Disamping adanya madarasah Hasan Al Basri di Basrah, mungul pula madrasah tasawuf di Madinah di bawah asuhan Sa’id bin Musayyab. Beliau mendapat banyak didikan dari sahabat Abu Hurairah. Ia dikenal dengan zuhud dan wara’.

­Di Kuffah, muncullah madarasah Sufyah Ats Tsauri. Beliau adalah seorang sufi yang teguh akan pendiriannya dalam menghadapi raja-raja ayng diktator dimasanya, dan beliau termashur dengan zuhud dan banyak beribadah. Beliau juga seorang pemuka ahli hadis yang mendapat julukan nama “Amirul Mu’minin fil Hadits” dan dalam bidang fiqih, beliau memiliki madzab sendiri.

Ada juga sufi perempuan yang bernama Rabi’ah Al Adawiyyah. Corak tasawuf Rabi’ah ini masih mirip dengan tasawuf pada periode awal masa tabi’in. Dan mahabbahlah yang mendorong beliau mengabdikan dirinya sepanjang hari kepada mahbub-Nya Allah SWT.

Selain para sufi diatas, timbul pula shufiyah yang antara lain, Malik bin Dinar, Tsabit al Banani, Ayyub As Saktayani, Muhammad bin Wasi’, Thaus, Rabi bin Khaitsam, Ibrahim bin Adham dan lain sebagainya.

Tasawuf dimasa tabi’in ini masih menurut jiwa al Qur’an dan Menurut praktek hidup Rasulullah SAW yang ditiru dan dileadani oleh para sahabat nabi. Dari para sahabat inilah para tabi’in meneladani cara hidup Rasul. Dan di masa tabi’in ini pelajaran tasawuf sudah mulai diajarkan sebagai sebuah disiplin ilmu.

Pada hakikatnya, tasawuf merupakan bagian dari syariat Islam, yakni wujud dari ihsan, salah satu dari tiga kerangka ajaran Islam (iman, Islam, dan ihsan). Oleh karena itu perilaku tasawuf harus tetap berada dalam kerangka syariat Islam. Iman dalam perkembangan disiplin ilmunya menjelma menjadi ilmu aqidah atau ilmu kalam, dimana didalamnya terdapat enam ajaran rukun iman dengan segala rangkaiannya. Sedangkan Islam, menjelma menjadi hukum dan rukun Islam yang masing-masing terdiri atas lima perkara, serta masalah-masalah yang berkaitan dengannya. Sementar Ihsan, menjelma menjadi ilmu tasawuf, yakni suatu bentuk spiritualitas Islam dengan berbagai varian yang tertuju pada satu tujuan, yakni kesadaran dan ”komunikasi” langsung dengan Allah SWT. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim yang melukiskan tentang dialog Rasulullah dengan malaikat Jibril mengenai sendi-sendi agama Islam. Setelah Rasul menjelaskan tentang keimanan dan keIslaman, maka ketika Rasulullah SAW ditanya tentang ihsan, maka beliau menjawab: “ Hendaknya engkau menyembah Allah dengan seakan-akan engkau melihat-Nya. Maka jika tidak bias melihat-Nya, ketauhilah bahwa sesungguhnya Dia melihatmu.”

Inti dari pernyataan Rasulullah SAW adalah pentingnya kesadaran dalam beribadah, sekaligus penghayatan yang mendalam terhadap ajaran Islam. Melalui kesadaran dan penghayatan, maka segala sesuatu yang diperbuat oleh seorang Muslim maupun yang terjadi pada dirinya merupakan kehendak Allah SWT. Pada gilirannya kesadaran dan penghayatan ini dalam istilah tasawuf akan melahiran sikap taubat, wara’ (kehati-hatian), zuhud (tidak terpaut terhadap materi), sabar, qana’ah (menerima keadaan), ridha, tawakal, mahabbah (cinta), ma’rifatullah (mengenal Allah dan lain sebagainya, yang pada akhirnya akan membentuk nilai-nilai akhlaq al karimah (budi pekerti yang mulia).


D. Sumber dan Dasar Tasawuf

Di kalangan orientalis Barat terdapat pendapat yang mengatakan bahwa sumber tasawuf  terdiri dari lima, yaitu[8]:

1. Unsur Islam

Ajaran Islam mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Dan pada unsur kehidupan uang bersifat bathiniyah itulah lahir tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah.

Al-Qur’an antara lain berbicara tentang kemungkinan manusia dengan Tuhan dapat saling mencintai (mahabbah) adalah dalam surat al-Maidah ayat ke 54. Adapun perintah agar manusia bertaubat adalah terdapat pada surah at-Tahrim ayat ke 8. Dan petunjuk bahwa manusia senantiasa bertemu dengan Tuhan dimanapun mereka berada terdapat dalam surah al-Baqarah ayat ke 110. Dan masiih banyak lainnya.

Sedangkan contoh praktek sufi oleh Nabi Muhammad dapat kita lihat ketika Nabi memilih untuk bertafakkur di gua Hira menjelang datangnya wahyu. Beliau menjahui pola hidup kedendaan dimana waktu itu orang Arab terbenam didalamnya, seperti dalam praktek perdagangan yang menggunakan segala cara yang menghalalkan.

2. Unsur Luar Islam

Dalam berbagai literatur yang ditulis oleh orientalis Barat sering dijumpai bahwa uraian yang menjelaskan bahwa tasawuf Islam dipengaruhi oleh adanya unsur agama Masehi, unsur Yunani, unsur Hindu Budha dan Unsur Persia. Hal ini secara akademik bisa saja diterima, namun secara aqidah perlu kehati-hatian. Para Orientalis Barat menyimpulkan bahwa adanya unsur luar Islam masuk kedalam Tasawuf disebabkan karena secara historis agama-agama tersebut telah ada sebelum Islam, bahkan banyak dikenal oleh masyarakat Arab yang kemudian masuk Islam.

Unsur-unsur luar Islam yang diduga mempengaruhi Tasawuf Islam selajutnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Unsur Masehi

Von Kromyer berpendapat bahwa Tasawuf adalah buah dari unsur agama Nasrani yang terdapat pada zaman Jahiliyah. Hal ini diperkuat oleh Gold Ziher yang mengatakan bahwa setiap fakir dalam Islam Islam adalah meruapakan cabang dari agama Nasrani. Selanjutnya Noldicker mengatakan bahwa pakaian wol kasar yang kelak digunakan para sufi sebagai lambang kesederhanaan hidup merupakan pakaian yang biasa dipakai oleh para pendeta. Sedangkan Nicholson mengatakan bahwa istilah-istilah Tasawuf itu berasal dari berasal dari agama Nasrani dan bahkan ada yang berpendapat bahwa aliran tasawuf berasal dari agama Nasrani.

b. Unsur Yunani

Kebudayaan Yunani yaitu filsafatnya telah masuk pada dunia di mana perkembangannya dimulai pada akhir Daulah Umayyah dan puncaknya pada Daulah Abbasiyah metode berfikir filsafat Yunani ini juga telah ikut mempengaruhi pola berpikir sebagian orang Islam yang ingin berhubungan dengan Tuhan. kalau pada bagian uraian dimulai perkembangan tasawuf ini baru dalam taraf amaliah atau akhlak dalam pengaruh filsafat Yunani ini maka uraian uraian tentang tasawuf itu pun telah berubah menjadi tasawuf filsafat. 

Apabila diperhatikan memang cara kerja dari filsafat itu adalah segala sesuatu diukur menurut akal pikiran.  Tetapi dengan munculnya filsafat aliran neoplatonis menggambarkan bahwa hakikat yang tertinggi dan hanya dapat dicapai lewat yang diletakkan Allah pada hati setiap hamba setelah seseorang itu membersihkan dirinya dari pengaruh materi.  Ungkapan neoplatonis yaitu ‘kenal lah dirimu dengan dirimu’ diambil oleh para sufi dan di antara sufi berkata ‘siapa yang mengenal dirinya maka dia mengenal Tuhannya’.

c. Unsur Hindu Budha

Antara tasawuf dan sistem kepercayaan agama Hindu dapat dilihat adanya hubungan seperti sikap Fakir.  Al-Birowi  mencatat bahwa ada persamaan antara cara ibadah dan mujahadah tasawuf dengan Hindu.  kemudian pula paham reinkarnasi yaitu perpindahan roh dari satu badan kepada yang lain, cara pelepasan dari dunia versi hindu atau bunda dengan persatuan diri dengan jalan mengingat Allah.

Salah satu mah qomat sufiah al-Fana  tampaknya ada persamaan dengan ajaran tentang nirwana dalam agama hindu.  Gold Ziher mengatakan bahwa ada hubungan persamaan antara tokoh Sidharta gautama dengan ibrahim bin adham tokoh sufi.

Menurut Qomar kailani pendapat pendapat ini terlalu ekstrim sekali karena kalau diterima bahwa ajaran tasawuf itu berasal dari hindu atau udah berarti pada zaman nabi Muhammad telah berkembang adanya ajaran hindu budha itu ke mekah padahal sepanjang sejarah belum ada kesimpulan seperti itu.

d. Unsur Persia

Sebenarnya antara arab dan persia itu sudah ada hubungan sejak lama yaitu hubungan dalam bidang politikو pemikiran kemasyarakatan, dan sastra. Akan tetapi belum ditemukan hal yang kuat yang menyatakan bahwa kehidupan rohani persia dalam masuk ke tanah Arab. Yang jelas adalah kehidupan kerohanian Arab masuk ke persia itu terjadi melalui ahli-ahli tasawuf di dunia ini. Namun barangkali ada persamaan antara istilah zuhud di arab dengan zuhud menurut agama Manu dan agama Mazdaq dan hakikat Muhammad menyerupai paham Harmuz yaitu tuhan kebaikan dalam agama Zarathustra.


E. Hakikat Tasawuf dan Korelasinya dengan Ilmu Pengetahuan

Tasawuf bertujuan untuk memperoleh suatu hubungan khusus langsung dari tuhan. Hubungan yang dimaksud mempunyai makna dengan penuh kesadaran bahwa manusia sedang berada di hadirat tuhan.  Kesadaran tersebut akan menuju kontak komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan Tuhan hal ini melalui cara bahwa manusia perlu menghasilkan diri keberadaannya yang dekat dengan tuhan akan berbentuk ijtihad yaitu bersatu dengan tuhan demikian ini menjadi inti persoalan-persoalan yaitu sufi semua baik pada agama islam maupun di luarnya.

Tasawuf atau mistisme dalam islam ber resensi pada hidup dan berkembang mulai dari bentuk hidup atau kezuhudan yaitu menjauhi kemewahan duniawi dalam bentuk tasawuf amali kemudian tasawuf falsafi. Tasawuf tasawuf inilah yang merupakan kunci kesempurnaan amalia ajaran islam. Memang di samping aspek tasawuf dalam islam ada aspek lain yaitu apa yang disebut dengan akidah dan syariat atau dengan kata lain bahwa yang dimaksud agama adalah terdiri dari islam iman dan hiasan di mana ketiga aspek tersebut merupakan atau kesatuan.

Untuk mengetahui hukum Islam kita harus lari kepada syariah atau fakta untuk mengetahui rukun iman kita harus selalu pada Ushuluddin atau akidah dan untuk mengetahui kesempurnaan Ihsan kita masuk ke dalam tasawuf Oleh karena itu tasawuf ada kalanya membawa orang menjadi sesat dan musyrik Apabila seseorang berdasar bertambah bertauhid dan bersyariat. [9]

Korelasi dengan Ilmu Pengetahuan

Ilmu yang di zaman Yunani kuno diberi Citra akan diidentikkan dengan filsafat dan di zaman abad pertengahan dikembangkan atas dasar dan diarahkan untuk kepentingan agama. Baru memperoleh sifat kemandiriannya semenjak adanya gerakan renaissance dan aufklarung. Semenjak itu pula manusia merasa bebas tidak mempunyai komitmen dengan apa dan siapapun selain komitmen dengan dirinya sendiri untuk mempertahankan kebebasan dan kemandirian nya dalam menentukan cara dan sarana menuju kehidupan yang hendak dicapai.

Diperlukan tuntunan agar ilmu dalam yang dimiliki manusia itu dapat memberikan kedamaian dan kebahagiaan bagi umat manusia.Karena itu selama perkembangan ilmu itu dikendalikan oleh kemauan bebas manusia sendiri selama itu pula mereka diliputi oleh rasa takut resah dan cemas dalam mengarungi hari-hari mereka dan dalam menata masa depan. Di sini tasawuf yang berorientasi untuk membersihkan jiwa manusia dari keserakahan hawa nafsu merupakan alternatif yang dapat dijadikan sebagai solusi krisis dunia modern. Jadi sejarah lahirnya dapat dipandang bahwa ilmu telah mampu memberikan sesuatu kepada umat manusia namun secara batiniyah belum mampu menyentuhnya dan di sini letak ajaran tasawuf untuk mengisi kekurangan itu.[10]

Baca juga artikel yang lain:

  1. Pengertian Bid'ah
  2. Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
  3. Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
  4. Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
  5. Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
  6. Studi Al-Qur'an
  7. Studi Fikih (Hukum Islam)
  8. Urgensi Pengantar Studi Islam
  9. Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
  10. Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf
  11. Akhlak Pribadi sebagai Makhluk dan Anggota Masyarakat
  12. Tipologi Tasawuf
  13. Akhlak Tasawuf
  14. Pendidikan Akhlak
  15. Thareqat di Indonesia
  16. Konsep Baik dan Buruk, Hak dan Kewajiban dalam Akhlak
  17. Ma’rifat dan Mahabbah dalam Tasawuf
  18. Nafsu dan Penyakit Hati
  19. Pengertian Tasawuf
  20. Akhlak Pribadi sebagai Makhluk, Diri Sendiri, Masyarakat, Keluarga

 Footnood

[1] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), 6.

[2] Saifuddin Amandan dan Abdul Qadir Isa, Tasawuf Revolusi Mental, Zikir Mengolah Jiwa dan Raga, (Banten: Ruhama, 2014), 77.

[3] Amin Syukur, Sufi Healing, Terapi dengan Metode Tasawuf, (Jakarta :Erlangga, 2012), 51.

[4] Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), 11

[5] Yunasril Ali, Pengantar Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1987), 7.

[6] Amatullah Armstrong, Khazanah Istilah Sufi, Kunci Memasuki Dunia Tasawuf, (Bandung : Mizan, 1996), 289-290.

[7] Cecep Alba, Tasawuf dan Tarekat, Dimensi Esoteris Ajaran Islam, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), 12.

[8] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 1996), 181.

[9] Mustofa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung; Pustaka Setia,1999), 206.

[10] Asmaran, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta;PT Raja Grafindo Persada, 1993), 24-27.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...