HOME

23 Januari, 2022

Akhlak Pribadi sebagai Makhluk, Diri Sendiri, Masyarakat, Keluarga

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Manusia adalah makhluk yang sempurna, yakni memiliki akal dan nafsu. Sebagai makhluk yang sempurna, manusia tentunya harus lebih tinggi derajatnya disbanding sengan hewan manupun malaikat. Diturunkannya agama islam adalah juga untuk mengajarkan bagaimana akhlak yang baik dalam kehidupan ini. Serta diturunkannya Nabi Muhammad SAW tujuan utamanya adalah menyempurnakan akhlak. Sebagai manusia tentunya kita tidak hanya hidup sendiri, tetapi kita hidup berdampingan dengan makhluk yang lain. Untuk itu perlu dipelajari bagaimana berakhlak kepada makhluk yang lain, diri sendiri, anggota masyarakat, keluarga, dan di lingkungan sekitar. Untuk itu kita sebagai manusia dituntut  untuk beakhlak kepada siapapun seperti halnya yang telah disyari’atkan dalam agama islam, agar kita menjadi manusia yang insan kamil.

B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana akhlak pribadi sebagai makhluk ?

2.      Bagaimana akhlak pribadi sebagai dirinya sendiri ?

3.      Bagaimana akhlak pribadi sebagai anggota masyarakat ?

4.      Bagaimana akhlak pribadi dalam keluarga ?

5.      Bagaimana akhlak pribadi dalam proses belajar mengajar ?                                                            

C.    Tujuan Penulisan

1.      Dapat memahami akhlak pribadi sebagai makhluk.

2.      Dapat memahami akhlak pribadi sebagai dirinya sendiri.

3.      Dapat memahami akhlak pribadi sebagai anggota masyarakat.

4.      Dapat memahami akhlak pribadi dalam keluarga.

5.      Dapat memahami akhlak pribadi dalam proses belajar mengajar.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Akhlak Pribadi Sebagai Makhluk

Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW bersabda :

“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling baik budi pekertinya.” (HR. At-Tirmidzi).[1]

Sedangkan manusia yang unggul adalah mereka yang berakhlak baik. Hal ini selaras dengan sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya yang paling unggul diantara kamu adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Bukhari).[2]

Sebagai manusia juga harus berakhlak baik kepada alam disekitar yakni :

1.      Memelihara keseimbangan kehidupan

QS. Al-A’raf aayt 56  yang artinya :

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbua baik.”

2.      Memanfaatkan alam sesuai denga kebutuhan

Seperti dalam QS. Ar-Ruum: 41 yang artinya :

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut dsebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagiaan dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

3.      Memperbaiki kerusakan alam

Cara menjaga dan memperbaiki kerusakan alam diantaranya dengan tidak membuang sampah sembarangan, tidak menebang hutan secara liar, mengolah limbah industri dengan baik agar tidak menimbulkan pencemaran, melakukan reboisasi, dan lain sebagainya.[3]

B.  Akhlak Pribadi Sebagai Dirinya Sendiri

Sebagai pribadi muslim kita harus berbuat baik kepada sesama manusia, seperti yang telah dijelaskan dalam QS. An-Nisaa : 36[4]

“Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua ibu bapakmu, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahaya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.”

Setiap manusia pasti tidak bisa hidup tanpa orang lain, oleh karena itu setiap pribadi harus bisa bergaul dengan makhluk disekitarnya. Dan pastinya tentu sesorang akan berinteraksi dengan lawan jenisnya. Adapun adab bergaul dengan lawan jenis diantaranya :

1. Menjaga Pandangan

Dalam sebuah hadis disebutkan :

“Tidaklah seorang muslim sedang melihat keindahan wanita kemudian ia menundukkan pandangannya, kecuali Allah akan menggantinya dengan ibadah yang ia dapatkan kemanisannya.” (HR.Ahmad).

Dalam hadis lain disebutkan:

“semua mata pada hari kiamat akan menangis, kecuali mata yang menundukkan atas apa yang diharamkan oleh Allah, mata yang terjaga di jalan Allah dan mata yang menangis karena takut kepada Allah.” (HR. Ibnu Abi Dunya)

Pada masa modern ini tentunya kegiatan komunikasi semakin canggih seperti facebook dan twitter, dimana didalamnya memajang foto lawan jenis. Alangkah baiknya foto tersebut diganti dengan gambar makhluk yang tidak bernyawa, begitupun jika kita melakukan obrolan langsung di dunia maya. Hal tersebut akan menimbulkan syahwat.[5] Tentunya pada saat ini seseorang sulit menghindari hal tersebut, oleh karena itu yang terpenting seseorang dapat menjaga syahwatnya.

2.  Menutup aurat secara sempurna

3. Bagi wanita tidak melembutkan suara di hadapan laki-laki bukan mahram.

Allah berfirman dalam QS.  Al-Ahzab: 32) yang artinya :

“Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa . Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.”

Maksud dari “tunduk” disini adalah berbicara dengan sikap yang menimbulkan keberanian orang bertindak yang tidak baik terhadap mereka. Sedangkan yang dimaksud dengan “ada penyakit dalam hatinya” disini adalah orang yang memiliki niat buruk seperti melakukan zina.

Dari ayat diatas sangat berbanding terbalik, di zaman ini kalau diterapkan dalam obrolan chatting adalah dengan kata-kata lembut atau mendayu-dayu dari wanita yang menimbulkan godaan pada pria, seperti kata “sayang”.

4. Dilarang bagi wanita berpergian sendiri tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari

Dalam sebuah hadis dijelaskan :

“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : tidak halal bai seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk berpergian yang memakan waktu sehari semalam kecuali bersama mahramnya.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam tarjamah Riyadush Shalihin)

5. Dilarang berkhalwat antara laki-laki dengan perempuan

Dalam sebuah hadis dijelaskan :

“Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : Raasulullah SAW beersabda : Janganlah sekali-kali salah seorang diantara kalian bersunyi-sunyi dengan perempuan, kecuali disertai muhrim.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam tarjamah Riyadush Shalihin)

6. Laki-laki dilarang berhias Menyerupai perempuan begitupun sebaliknya

Dalam sebuah hadis dijelaskan :

“Dari Ibnu Abbas r.a, ia berkata : Rasulullah SAW melaknat kaum laki-laki yang suka menyerupai kaum wanita dan melaknat kaum wanita yang suka meyerupai kaum laki-laki.” (HR. Bukhari Muslim dikutip Imam Nawawi dalam tarjamah Riyadush Shalihin.)[6]

C.    Akhlak Pribadi Sebagai Anggota Masyarakat

Ada beberapa hadis Rasulullah tentang cara bergaul yang baik. Dengan sanad hasan, Ibnu Mrdawih meriwayatkan bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah SAW tentang akhlak yang baik, kemudian ia membacakan Q.S. Al-A’raf, 7:199 yang artinya.

“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh”  

Kemudian Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Yaitu hendaknya engkau menyambungkan hubungan orang yang memutuskan hubungan denganmu, memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu dan memaafkan orang yang membuat zhalim kepadamu.”

Kemudian Imam Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abu Dzarr ra:

“Seorang laki-laki berkata kepada Rasulullah SAW, ‘berilah aku wasiat’, beliau bersabda,’bertakwalah kepada Allah kapan saja dan dimana saja kamu berada’, lelaki itu berkata,’tambahlah, beliau bersabda,’balaslah keburukan itu dengan kebaikan, niscaya  kebaikan itu akan menghapus keburukannya’, lelaki itu berkata,’tambahlah’, beliau bersabda,’pergaulilah manusia dengan akhlak yang baik’.”[7]

Akhlak yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat diantaranya yaitu :

1.    Berbuat baik kepada tetangga

2.    Suka menolong orang lain

3.    Menjadikan masyarakat sebagai media berdakwah

4.    Berperan aktif dan mempunyai nilai positif bagi masyarakat

Adapun masyarakat yang dikehendaki dalam islam yaitu tuhidullah (mengesakan Allah), ukhuwwah (persaudaraan), ta’awun (tolong-menolong), Musyawarah, ummatan wasathan (umat yang harmonis), istiqomah (teguh pendirian), jihad (membela yang benar), dan sebagainya.[8]

Salah satu contoh berakhlak baik sebagai anggota masyarakat adalah berbuat baik kepada tetangga, seperti sabda Rasulullah SAW :

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memulikan tamunya.”(HR. Bukhari Muslim).

“Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman!Seorang sahabat bertanya : siapa dia (yang tidak beriman itu)Ya Rasulallah ? Beliau menjawab :Orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya”. (HR. Mutafaqun Alaih).

“Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari keburukannya”.(HR. Muslim).

Dari beberapa hadis diatas terlihat, bahwa kita dalam bertetangga harus dengan akhlak baik. Sehingga sanggat penting keberadaan tetangga, seperti sbda Nabi SAW :

“Tetangga sebelah rumah, kawan sebelum jalan, dan bekal sebelum perjalanan”. (HR. Khathib).

“Apabila engkau membuat suatu masakan, maka perbanyaklah kuahnya. Kemudian undanglah tetanggamu atau engkau dapat membaginya kepada mereka”. (HR. Muslim).

“Berapa banyak tetangga yang bergantung dengan tetangganya pada hari kiamat. Ia berkata , Wahai Rabb, orang ini menutup pintunya di hadapanku dan tidak pernah memberikan bantuan”.[9]

Sebagai anggota masyarakat seseorang juga harus bersikap adil, seperti yang disabdakan Nabi SAW :

“Apakah kamu menengahi dengan hukuman yang telah ditetapkan oleh Allah,Wahai Usamah? Demi Allah, sekalipun Fathimah binti Muhammad mencuri,saya akan memotong tangannya”. (HR. Bukhari no. 3288)[10]

D.    Akhlak Pribadi Dalam Keluarga

Dalam hal ini kita sebagai anggota keluarga harus berakhlak yang baik agar keharmonisan dalam keluarga tetap terjaga dan menjadi contoh bagi anggota keluarga yang lainnya. At-tirmidzi meriwayatkan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasululloh SAW bersabda:

“Tidak ada suatu pemberian yang diberikan oleh seorang ayah kepada anaknya yang lebih utama daripada pemberian budi pekerti yang baik.”

Dari Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., bahwa Rasululloh SAW bersabda:

“Muliakanlah anak-anak kalian dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik.”

Dalam hadis lain juga disebuatkan. Abdur Razzaq, sa’I bin Mansyur dan lainnya meriwayatkan hadis Ali ra:

“Ajarkanlah kebaikan kepada anak-anak kamu dan keluarga kamu dan didiklah mereka dengan budi pekerti yang baik.”

Al-Baihaqi meriwayatkan hadis dari Ibnu Abbad ra, dari Rasululloh SAW bersabda:

“Diantara hak orang tua kepada anaknya adalah mendidiknya dengan budi pekerti yang baik dan memberinya nama yang baik.”

Dari rentetan hadis diatas dapat disimpulkan bahwa dalam keluarga baik kita sebagai orang tua atau anak, dianjurkan untuk berakhlak baik dan hal tersebut merupakan suatu  kewajiban sekaligus hak, dimana anak berhak memperoleh pengajaran akhlak yang baik begitupun orang tua berhak mendapatkan pengajaran yang baik dari anaknya.

Rasulullah telah bersabda bagaimana cara mendidik anak yaitu yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban meriwayatkan dari Anas ra.

“Seorang anak itu diaqiqoh pada hari ketujuh dari kelahirannya, diberi nama dan hilangkan penyakitnya (dicukur rambutnya). Jika sudah menginjak usia enam tahun, maka ia diberi pendidikan. Jika sudah samapai usia Sembilan tahun, maka ia dipisahkan tempat tidurnya. Jika sudah sampai usia tiga belas tahun, maka ia dipukul (bila tidak mau melakukan) shalat dan puasa. Dan jika telah sampai usia enam belas tahun, maka ayahnya mengawinkannya, lalu mendekatkan anaknya itu dengan tangannya dan berkata kepadanya, “Aku telah mendidikmu, mengajarimu, dan mengawinkan kamu. Aku berlindung kepada Allah SWT dari fitnah (yang disebabkan)mu, dan dari adzab yang (disebabkan oleh)mu (juga).””

Dari hadis tersebut dapat dilihat bahwa keluarga memiliki tanggung jawab yang sangat besar dalam mendidik moral seseorang terutama ayah dan ibu.  Dalam hal ini mereka harus mendidik anak-anaknya untuk berlaku benar, jujur, istiqomah, menghormati orang lain, menghindarkan dari perkataan-perkataan yang kotor dan lain sebagainya.[11]

Sebagai anak juga harus memiliki akhlak yang baik terhadap orang tuanya, seperti dalam firman Allah yang artinya :[12]

“Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada duaibubapaknya, ibunya yang mengandungnya dalam keadaan lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kamu kembali.Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuan tentang itu, maka janganlah kamu megikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian kepada-Kulah kamu kembali, maka Kuberitahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman : 14-15).

Hak-hak orang tua yang harus dilakukan seorang anak antara lain :

1.    Anak harus patuh kepada setiap perintah dan larangannya selama hal tersebut sesuai dengan ajaran islam.

2.    Anak harus memuliakan dan menghormatinya dalam segala kondisi dan kesempatan.

3.    Anak harus melakukan tugas terbaik terhadap kedua orang tuanya.[13]

E.     Akhlak Pribadi Dalam Proses Belajar Mengajar

Ada beberapa macam pendidikan pada anak yaitu :

1.         Pendidikan anak dengan akidah yang kuat

Anak yang dari kecil sudah di didik dan diajarkan tentang landasan agama maka akan berpotensi melakukan hal-hal yang mulia, karena mereka sudah terbiasa dengan hal-hal yang baik.

2.         Pendidikan anak jauh dari akidah

Anak yang dari kecil lemah dalam pemahaman tentang ajaran islam, dapat maka dia akan tumbuh menjadi orang fasik, menyimpang dan sesat.[14]

Jika kita dalam posisi sebagai guru, maka kita harus mempunyai sifat dibawah ini :[15]

1.    Guru itu bersih jiwa dan raganya

2.    Bersifat ikhlas

3.    Harus menjaga kehormatannya

4.    Memiliki ilmu dan metode mengajar

5.    Harus tahu tabi’at atau karakter murid

6.    Memiliki kasih sayang kepada muridnya

7.    Memiliki watak yang baik.

Menghormati seorang guru itu wajib. Salah satu contoh imam Syafi’i beliau berkata : “saya tidak dapat membolak-balik lembaran kitab dengan suara keras di hadapan guru saya, supaya guru saya jangan sampai terganggu. Saya pun tidak bisa meminum air di hadapan guru saya, sebagai rasa hormt dan takzim kepadanya.” [16]

Kewajiban murid terhadap gurunya yaitu :

1.      Berusaha untuk menghormati guru

Ada beberapa hadis yang menjelaskan :

“Muliakanlah orang-orang yang kamu belajar daripadanya.” (HR. Abu    Hasan Al-Mawardi)

“Muliakanlah guru-guru agama, karena barang siapa memuliakan mereka, maka berarti mereka memuliakan akau.” (HR. Abu Hasan Al-Mawardi)

Al-Ghazali mengatakan : “tidak layak bagi seorang murid berlaku sombong terhadap gurunya, dan sebaliknya harus ada hubungan yang baikantara guru dan murid. Ilmu itu tiddak akan didapat kecuali dengan rasa rendah diri.”

2.      Mendengarkan dan memperhatikan perkataan guru

3.      Seorang murid harus taat kepada guru seperti taatnya kepada orang tua.[17]

Dalam mendidik anak, ada beberapa hal sifat yang harus dihindarkan dari anak didik yaitu :

1.    Suka berbohong

Kebohongan ini merupakan sifat yang buruk dan dimurkai oleh Allah. Imam Muslim dan lainnya telah meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. Bahwa Rasululloh saw bersabda :

“ada tiga macam manusia yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat, tidak akan disucikan dan tidak akan diperhatikan, dan mereka mendapat adzab yang sangat pedih yaitu kakek-kakek yang berzina, raja yang pendusta, dan orag kekuranga yang sombong.”

Rasulullah SAW telah mengingatkan pada manusia, meskipun bohong itu hanya sekedar permainan atau buukan itupun dilarang,  Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abid Dunya dari Abu Hurairah ra. Dari Rasuullah SAW beliau bersabda :

“Barang siapa berkata kepada seorang anak kecil, ‘kemarilah dan ambilah sesuau’, lalu ia tdak memberinya, maka perbuatan itu adalah suatu dusta.”

2.    Suka mencuri

Dalam hal ini seperti orang tua yang mudah percaya denga uang yang dimiliki oleh anaknya, padahal belum tentu itu berasal dari jalan yang halal seperti pemberian temannya dan lain sebagainya.

3.      Suka mencelah atau mencemooh

Nabi melarang sifat mencelah ini, terdapat beberaa hadis yang menjelaskannya diantaranya :

“Mencela orang Muslim itu adalah perbuatan fusuq. Sedangkan mebunuhnya adalah perbuatan kufur.” (HR. Bukhari Muslim dan lainnya)

Dalam hadis lain juga dijelaskan :

“Sesungguhnya dosa terbesar diantara dosa-dosa besar adalah jika seseorang mengutuk kedua orang tuanya. Dikatakan, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang itu dikatakan mengutuk kedua orang tuanya?’ Beliau menjawab, ‘Apabila seseorang mrncela bapak orang lain, sehingga orang itu mencela bapaknya lagi. Dan apabila ia mencela ibunya, sehingga ia mencela ibunya lagi.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

4.      Kenakalan dan penyimpangan

Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya yaitu faktor westernisasi (kebarat-baratan). Di xaman sekarang anak-ank lebih suka dengan gaya paaian, gaya berbicara dan tingkah lakunya orang barat. Tentunya hal ini membuat seseorang tak lagi dapat mengenali sifat kepribadiannya sendiri.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan moral pada anak didik diantaranya :

1.    Orang tua yang tidak memperhatikan pergaulan anaknya.

2.    Sila kebebasan yang terlalu, sehingga anak tidak ada yang mengontrol.

3.    Penanaman pondasi islam dan penerapanya yang kurang di kehidupan seorang anak.[18]

Baca juga artikel yang lain:

  1. Pengertian Bid'ah
  2. Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
  3. Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
  4. Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
  5. Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
  6. Studi Al-Qur'an
  7. Studi Fikih (Hukum Islam)
  8. Urgensi Pengantar Studi Islam
  9. Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
  10. Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf
  11. Akhlak Pribadi sebagai Makhluk dan Anggota Masyarakat
  12. Tipologi Tasawuf
  13. Akhlak Tasawuf
  14. Pendidikan Akhlak
  15. Thareqat di Indonesia
  16. Konsep Baik dan Buruk, Hak dan Kewajiban dalam Akhlak
  17. Ma’rifat dan Mahabbah dalam Tasawuf
  18. Nafsu dan Penyakit Hati
  19. Pengertian Tasawuf
  20. Akhlak Pribadi sebagai Makhluk, Diri Sendiri, Masyarakat, Keluarga

BAB III

KESIMPULAN

Sebagai manusia juga harus berakhlak baik kepada alam disekitar yakni memelihara keseimbangan kehidupan, memanfaatkan alam sesuai denga kebutuhan, memperbaiki kerusakan alam.

Adab bergaul dengan lawan jenis diantaranya menjaga pandangan, menutup aurat secara sempurna, bagi wanita tidak melembutkan suara di hadapan laki-laki bukan mahram, dilarang bagi wanita berpergian sendiri tanpa mahramnya sejauh perjalanan satu hari, dilarang berkhalwat antara laki-laki dengan perempuan, laki-laki dilarang berhias Menyerupai perempuan begitupun sebaliknya

Akhlak yang seharusnya diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat diantaranya yaitu berbuat baik kepada tetangga, suka menolong orang lain, menjadikan masyarakat sebagai media berdakwah, berperan aktif dan mempunyai nilai positif bagi masyarakat

Hak-hak orang tua yang harus dilakukan seorang anak antara lain anak harus patuh kepada setiap perintah dan larangannya selama hal tersebut sesuai dengan ajaran islam, anak harus memuliakan dan menghormatinya dalam segala kondisi dan kesempatan, anak harus melakukan tugas terbaik terhadap kedua orang tuanya.

Ada beberapa macam pendidikan pada anak yaitu pendidikan anak dengan akidah yang kuat dan pendidikan anak jauh dari akidah

Jika kita dalam posisi sebagai guru, maka kita harus mempunyai sifat yaitu guru itu bersih jiwa dan raganya, bersifat ikhlas, harus menjaga kehormatannya, memiliki ilmu dan metode mengajar, harus tahu tabi’at atau karakter murid, memiliki kasih sayang kepada muridnya, memiliki watak yang baik. Sedangkan kewajiban murid terhadap gurunya yaitu berusaha untuk menghormati guru, mendengarkan dan memperhatikan perkataan guru, seorang murid harus taat kepada guru seperti taatnya kepada orang tua.

Dalam mendidik anak, ada beberapa hal sifat yang harus dihindarkan dari anak didik yaitu suka berbohong, suka mencuri, mencelah atau mencemooh, kenakalan dan penyimpangan.

Faktor-faktor yang menyebabkan penyimpangan moral pada anak didik diantaranya orang tua yang tidak memperhatikan pergaulan anaknya, memberi kebebasan yang terlalu, sehingga anak tidak ada yang mengontrol, penanaman pondasi islam dan penerapanya yang kurang di kehidupan seorang anak.


DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Nur. 2015. Akidah Akhlak dan Pembelajarannya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Abdurrahman, Muhammad. 2016. AKHLAK : Menjadi Seorang Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta : Rajawali Pers, cet.1.


Footnood

[1] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.129.

[2] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.154.

[3] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.185-187.

[4] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.133.

[5] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.173-175.

[6] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.175-178.

[7]  Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h. 22-23.

[8] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.181-184.

[9] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.216-220.

[10] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.255.

[11] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.5-7.

[12] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.133.

[13] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.137.

[14] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.1-2.

[15] Buku 2 h.191-192

[16] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.188.

[17] Muhammad Abdurrahman, AKHLAK : Menjadi seorang Muslim Berakhlak Mulia, (Jakarta : Rajawali Pers, cet.1, 2016), h.193-194.

[18] Nur Hidayat, Akidah Akhlak dan Pembelajarannya, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2015), h.8-21.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...