DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN...........................................................................1
BAB II
PEMBAHASAN..............................................................................2
A. Pengertian Qadariyah..................................................................2
B. Sejarah Aliran Qadariyah ............................................................3
C. Doktrin- doktrin Aliran Qadariyah..............................................4
D. Sekte, Tokoh, dan pemikiran Aliran Qadariyah..........................7
E. Perkembangan pemikiran Aliran Qadariyah
dalam Dinamika Kontemporer.........................................................9
BAB III
PENUTUP.......................................................................................11
A. Kesimpulan...............................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan pemikiran manusia selalu searah dengan perjalanan zaman. Dan tak dapat dipungkiri perkembangan pemikiran manusia satu dengan yang lain banyak menuai perbedaan. Dari perbedaan itulah suatu golongan akan dapat muncul dikarenakan jika bentuk pemikiran mereka terdapat kesamaan. Dalam hal ini manusia sebagai umat yang beragama tentunya memiliki banyak hal yang dapat memberi landasan hidup dari pemikiran rasionalnya. Dan untuk mempertahankan dasar tersebut mereka memiliki banyak argumentasi/kalam yang menguatkan pemahaman mereka. Dalam perbedaan kalam yang disinkronkan pada umat islam yang awalnya, menurut Harun Nasution, dipicu oleh persoalan politik menyangkut peristiwa pembunuhan ‘Ustman bin Affan’ yang berbuntut pada penolakan Mu’awiyah atas kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Maka dari itu, perbedaan paham agama mereka bermunculan yang pada awalnya mereka dalah satu umat dan memisah diri seperti anak panah lepas dari busurnya. Aliran teologi dalam islampun mengalir pada sejumlah masyarakat islam. Dari paham yang menegaskan pendosa adalah kafir, pendosa masih tetap mukmin. Dua aliran yang timbul pula setelah berbagai aliran itu adalah Qadariyah dan Jabariyah.
Dari paparan diatas menarik perhatian kami untuk menjelaskan secara terperinci mengenai aliran Qadariyah yang ada dalam makalah seerhana ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Qadariyah
Qadariyah secara etimologi berasal dari kata qadara yang berarti kekuatan atau kemampuan. Adapun menurut pengertian terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan.[1] Hal ini dapat diartikan bahwasanya paham aliran Qadariyah menilai segala sesuatu yang tercipta dari diri manusia adalah bergantung pada kehendak mereka sendiri, sehingga secara tidak langsung kebebasan dalam diri seseorang menjadi hak mutlak.
Dalam hal ini Harun Nasution menegaskan bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.[2]
Adapun secara definitif, Syeikh Abdurrahman Shiddiq mengungkapkan bahwa qadariyah adalah paham yang menetapkan(Itsbat) semua perbuatan manusia atau hamba ini terwujud dengan qudrat yang bersifat baharu. Dalam paham ini manusialah, katanya lebih lanjut, yang menciptakan segala perbuatannya melalui ikhtiar, baik yang bersifat mubasyarah maupun tawallud, yakni dengan daya dan qudrat yang dijanjikan Allah Ta‘la padanya.[3]
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persepsi akan paham Qadariyah memang dikembalikan pada pangkal keyakinan paham itu sendiri, yang megukuhkan kebebasan dan tanggung jawab manusia atas segala perbuatannya.
B. Sejarah Aliran Qadariyah
Aliran- aliran dalam agama tentunya memiliki latar belakang yang berbeda-beda dan landasan yang tidak serupa. Seperti sejarah lahirnya paham Qadariyah, munculnya paham ini masih menjadi perdebatan. Menurut Ahmad Amin, ada ahli teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqy.[4] Ma’bad adalah seorang taba‘i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri.[5]
Adapun Ghailan adalah seorang orator yang berasal dari Damaskus dan ayahya menjadi maula Usman bin Afan.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat Al-qur’an.
Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri dan ada pula ayat yang menunjukkan bahwa segala yang terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia . Dari perbedaan pendapat inilah lahir aliran Qadaryiah dan Jabariyah. Aliran Qadariyah berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunya qudrah (kekuatan atas perbuatannya). Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang dimiliki manusia, kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang menentukannya adalah kehendak Allah semata .
Sejarah lahirnya aliran Qadariyah tidak dapat diketahui secara pasti dan masih merupakan sebuah perdebatan. Akan tetepi menurut Ahmad Amin, ada sebagian pakar teologi yang mengatakan bahwa Qadariyah pertama kali dimunculkan oleh Ma’bad al-Jauhani dan Ghilan ad-Dimasyqi sekitar tahun 70 H/689M. Ma’bad adalah seorang taba‘i yang dapat dipercaya dan pernah berguru pada Hasan Al-Basri, Adapun Ghailan adalah seorang orator yang berasal dari Damaskus dan ayahya menjadi maula Usman bin Afan.[6]
Iftiraq (perpecahan) itu sendiri mulai terjadi setelah Utsman bin Affan Radhiyallahu 'anhu terbunuh. Pada masa kekhalifahan Utsman, belum terjadi perpecahan yang serius. Namun ketika meletus fitnah di antara kaum muslimin pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, barulah muncul kelompok Khawarij dan Syi'ah. Sementara pada masa kekhalifahan Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu dan Umar Radhiyallahu 'anhu, bahkan pada masa kekhalifahan Utsman Radhiyallahu 'anhu, belum terjadi sama sekali perpecahan yang sebenarnya. Selanjutnya, para sahabat justru melakukan penentangan terhadap perpecahan yang timbul. Janganlah dikira para sahabat mengabaikan atau tidak tahu menahu tentang fenomena negatif ini. Dan jangan pula disangka mereka kurang tanggap terhadap masalah perpecahan ini, baik seputar masalah pemikiran, keyakinan, pendirian maupun perbuatan. Bahkan mereka tampil terdepan menentang perpecahan dengan gigih. Mereka telah teruji dengan baik dalam sepak terjang menghadapi perpecahan tersebut dengan segala tekad dan kekuatan.
Ditinjau dari segi politik kehadiran mazhab Qadariyah sebagai isyarat menentang politik Bani Umayyah, karena itu kehadiran Qadariyah dalam wilayah kekuasaanya selalu mendapat tekanan, bahkan pada zaman Abdul Malik bin Marwan pengaruh Qadariyah dapat dikatakan lenyap tapi hanya untuk sementara saja, sebab dalam perkembangan selanjutnya ajaran Qadariyah itu tertampung dalam faham Mu’tazilah.
C. Doktrin- doktrin Aliran Qadariyah
Secara definitive, Syeikh Abdurrahman Shiddiq mengungkapkan bahwa qodariyah adalah paham yang menetapkan (itsbat) semua perbuatan manusia atau hamba terwujud dengan qodrat yang bersifat baru. Dalam hal ini, manusialah yang menciptakan segala perbuatannya melalui ikhtiar, dengan daya dan qodrat yang dijadikan Allah Ta’ala kepadanya.[7]
Ajaran Qadariyah menerangkan bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau menjauhi perbuatan-perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri. Tokoh an-Nazzam menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat berkuasa atas segala perbuatannya.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Menurut Ahmad Amin dalam kitabnya Fajr al-islam halaman 297-298. Pokok-pokok ajaran Qodariyah itu adalah:
1. Orang yang berdosa besar itu bukan kafir dan bukan mukmin, tapi fasiq dan masuk neraka.
2. Alla2h SAW tidak menciptakan amal perbuatan manusia. Manusia sendirilah yang menciptakan amal perbuatannya. Jika amalnya baik akan masuk surge dan jika amalnya jelek, ia akan masuk neraka. Oleh karena itu maka Allah SWT. Berhak disebut adil. Bahwa Allah itu Esa atau satu dalam arti Allah tidak memiliki sifat0sifat azaly, seperti ilmu, qudrat,hayat, mendengar, dan melihat yang bukan dengan Dzat-Nya sendiri. Menurut mereka, Allah itu mengetahui,
3. Bahwa akal manusia mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, walaupun Allah tidak menurunkan agama. Sebab segala sesuatu ada memiliki sifat yang menyebabkan baik atau buruk. Misalnya, benar itu memilik sifat-sifat sendiri yang menyebabkan baik. Dan sebaliknya bohong itu juga memiliki sifat sendiri yang menyebabkannya menjadi buruk.
Berikut ini adalah Dalil-dalil yang mendukung aliran Qodariyah:
1. QS. Al-Kahfi (18:29)
وَقُلِ ٱلْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ ۖ فَمَن شَآءَ فَلْيُؤْمِن وَمَن شَآءَ فَلْيَكْفُرْ ۚ
Artinya :
Dan katakanlah (wahai Muhamad): " kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barangsiapa ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir”.
2. QS. Fussilat (41:40)
ٱعْمَلُوا۟ مَا شِئْتُمْ ۖ إِنَّهُۥ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya :
“berbuatlah sesuai apa yang kamu kehendaki. Sesungguhnya Allah maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”
3. QS. Ali Imron (3:165)
أَوَلَمَّآ أَصَٰبَتْكُم مُّصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُم مِّثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّىٰ هَٰذَا ۖ قُلْ هُوَ مِنْ عِندِ أَنفُسِكُمْ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
Artinya :
“dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), Padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?" Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.Ali Imran :165)
4. QS. Ar-Ra’d (13:11)
إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمْ
Artinya :
:“Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan [Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.] yang ada pada diri mereka sendiri”. (QS.Ar-Ra’d :11)
Tuhan tidak akan merubah keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-sebab kemunduran mereka. Artinya bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri. Manusia tidak dikendalikan seperti wayang yang digerakkan oleh dalang tetapi dapat memilih sesuai keinginannya sendiri.[8]
5. QS An Nisa’ (4:111)
وَمَن يَكْسِبْ إِثْمًا فَإِنَّمَا يَكْسِبُهُۥ عَلَىٰ نَفْسِهِۦ ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya :
“Barangsiapa yang mengerjakan dosa, maka sesungguhnya ia mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Bijaksana”.
Sungguhpun demikian aliran tersebut tidaklah berjalan mulus begitu saja tanpa adanya tantangan-tantangan. Banyak kritik yang dituju padanya, namun para pengikutnya rupanya tidak begitu surut, sebab faham qodariyah dianggap lebih rasional yang lambat laun diteruskan oleh muktazilah yang berupaya menjunjung tinggi martabat manusia sebaga kholifah fi al-ardl, yang akan mempertanggungjawabkan segala perbuatannya.
D. Sekte, Tokoh, dan pemikiran Aliran Qadariyah
1. Sekte Qodariyah
Seperti faham dalam ilmu kalam lainnya, faham Qadariyah pun terpecah menjadi beberapa kelompok. Banyak pendapat tentang perpecahan Qadariyah ini, diantaranya dikatakan bahwa faham Qadariyah terpecah menjadi dua puluh kelompok be¬sar, yang setiap kelompok dari me¬reka mengkafirkan kelompok yang lain¬nya. Dua puluh aliran dari Qadariyah itu adalah Washiliyah, ‘Amru¬wiyah, Hudzaliyah, Nazhamiyah, Murda¬riyah, Ma‘mariyah, Tsamamiyah, Jahizhi¬yah, Khabithiyah, Himariyah, Khiyathi¬yah, Syahamiyah, Ashhab Shalih Qub¬bah, Marisiyah, Ka‘biyah, Jubbaiyah, Bahsyamiyah, Murjiah Qadariyah. Dari Bahsyamiyah lahir pula aliran besar, yakni Khabithiyah dan Himariyah.
Dan sesungguhnya Qadariyah terpecah-pecah menjadi golongan yang banyak, tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah, setiap golongan membuat madzhab (ajaran) tersendiri dan kemudian memisahkan diri dari golongan yang sebelumnya. Inilah keadaan ahlul bid’ah yang mana mereka selalu dalam perpecahan dan selalu menciptakan pemikiran-pemikiran dan penyimpangan-penyimpangan yang berbeda dan saling berlawanan.
Namun berapa banyak pun jumlah golongan dari hasil perpecahan penganut faham Qadariyah, tetap saja hal ini berujung dan bersumber pada tiga pemahaman.
Golongan Qadariyah yang pertama adalah mereka yang mengetahui qadha dan qadar serta mengakui bahwa hal itu selaras dengan perintah dan larangan, mereka berkata jika Allah berkehendak, tentu kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukanNya, dan kami tidak mengharamkan apapun.
Yang kedua, Qadariyah majusiah, adalah mereka yang menjadikan Allah berserikat dalam penciptaan-penciptaan-Nya, sebagai mana golongan-golongan pertama menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah dalam beribadat kepadanya, sesungguhnya dosa-dosa yangterjadi pada seseorang bukanlah menurut kehendak Allah, kadang kala merekaberkata Allah juga tidak mengetahuinya.
Dan yang ketiga Qadariyah Iblisiyah, mereka membenarkan bahwa Alah merupakan sumber terjadinya kedua perkara (pahala dan dosa) Adapun yang menjadikan kelebihan dari paham ini membuat manusia menjadi kreatif dan dinamis, tidak mudah putus asa, ingin maju dan berkembang sesuai dengan tuntutan zaman, namun demikian mengeliminasi kekuasaan Allah juga tidak dapat dibenarkan oleh paham lainnya (Ahlussunah wal jamaah).
Sedangkan dalam segi pengamalan Qadariyah terbagi dua, yaitu: Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menolak takdir, dan Qadariyah yang ghuluw (berlebihan) dalam menetapkan takdir.
2. Tokoh dan Pemikiran Aliran Qodariyah
a. Ajaran Ma’bad al-Juhani
Perbuatan manusia diciptakan atas kehendaknya sendiri. Oleh karena itu ia bertanggungjawab atas segala perbuatannya. Tuhan sama sekali tidak ikut berperan serta dalam perbuatan manusia, bahkan Tuhan tidak tahu sebelumnya apa yang akan dilakukan oleh manusia, kecuali setelah perbuatan itu dilakukan barulah Tuhan mengetahuinya.
b. Ajaran Ghailan al-Dimasqi
Diantara pokok-pokok ajaran Ghailan al-Dimasqi yaitu :
1) Manusia menentukan perbuatannya dengan kemampuannya dan mampu berbuat baik dan buruk tanpa campur tangan Tuhan.
2) Iman adalah mengetahui dan mengakui Allah dan Rosulnya, sedangkan amal perbuatan tidak mempengaruhi iman. Iman juga merupakan hak semua orang, asal berpegang teguh pada al-Qur’an dan al-sunnah
3) Al-qur’an adalah makhluk
4) Allah tidak memiliki sifat
Paham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyah berbeda dengan konsep yang umum yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Paham ini dikemukakan oleh Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasqi yaitu paham Takdir. Menurut Qodariyah, takdir adalah ketentuan Allah yang diciptkannya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak zaman azali, yaitu hukum-hukum yang terdapat dalam al-qur’an dan sunnatullah. Secara alamiah manusia mempunyai takdir yan tidak dapat dirubah. Manusia dalam bentk fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hokum alam. Misalnya, manusia tidak ditakdirkan oleh Tuhan mempunyai sirip seperti ikan yang dapat berenang secara bebas dilautan, atau manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah yang mampu membawa barang berates kilogram. Akan tetapi, manusia ditakdirkan mempunyai daya pikir yang kreatif.
Keyakinan tauhid tanpa penalaran bukan termasuk iman. Maksudnya, keimanan didapat melalui penalaran dan pembuktian. Salah seorang pemuka Qodariyah yang lain, al-Nadhdham, mengemukakan bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa camur tangan tuhan.
E. Perkembangan pemikiran Aliran Qadariyah dalam Dinamika Kontemporer
Pemikiran Aliran Qodariyah adalah manusia bebas berbuat apa saja yang mereka kehendaki. Dalam dinamika kontemporer, pemikiran tersebut terus berkembang dengan maksud agar manusia selalu berikhtiar dalam menjalani proses hidupnya. Di sisi lain, manusia juga diberi akal untuk berfikir hal-hal yang baik dan tidak baik. Dengan demikian apapun yang dikehendaki manusia mereka harus berfikir bagaimana proses untuk mewujudkan kehendak tersebut. tentunya dalam manifestasi keinginannya ia harus melihat perihal apa yang akan menimpa dirinya selepas melakukan hal tersebut. hingga kini pola pemikirannya masih digunakan dapat digunakan dalam bentuk hak
Baca juga artikel yang lain:
- Adab Suami Istri
- Aliran Qadariyyah
- Pembaharuan Pemikiran Islam Muhammad Abduh
- Pembaharuan Pemikiran Islam Muhammad bin Abdul Wahhab
- Ilmu Kalam
- Aqidah Islimiyyah
- Aliran Mu'tazilah
- Aliran Syi'ah
- Aliran Jabariyah
- Ahli Sunnah Wal Jama'ah
- Aliran Khawarij
- Aliran Ahmadiyah
BAB III
KESIMPULAN
Dalam islam timbul dua aliran teologi yang salah satunya dikenal dengan nama Qadariyah. Aliran ini memiliki paham yang menggaris besarkan manusia mempunyai kemerdekaan dan kebebasan secara mutlak dalam kehendak dan segala perbuatannya baik itu jahat maupun baik sehingga ketika mereka berbuat baik maka yang diterima sesuai dengan apa yang mereka perbuat.
Tokoh-tokoh pemuka aliran Qodariyah adalah Ma’bad al-Juhani dan Ghailan al-Dimasqi. Mereka memaparkan pendapat bahwa manusialah yang mengatur segala perbuatannya tanpa campur tangan dari Tuhan.
Dalam aliran qodariyah terdapat beberapa sekte yang masing-masingnya mempunyai pedoman sendiri-sendiri namun mereka tetap berpegang teguh pada al-Qur’an dan sunnatullah
Dalam dinamika kontemporer, pemikiran aliran ini dapat kita ambil sisi positifnya yaitu kita selalu berusaha dalam melakukan suatu hal. Hidup kita, kita yang mengaturnya. Nasib kit, kita yang bisa mengubahnya. Namun, kita harus ingat bahwa semua hal yang kita perbuat tetap akan kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Daftar pustaka
Muhammad Nazir,2004. Dialektika Teologi Islam . Pekanbaru:Suska Press
Rochimah dkk,2014. Ilmu Kalam. Surabaya: UINSA Press
Rosihan Anwar,2001. Ilmu Kalam . Bandung: Pustaka Setia
[1] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.70
[2] Ibid ,dalam Nasution,Teologi Islam..h.31
[3] Muhammad Nazir, Dialektika Teologi Islam(Bandung: Penerbit Nuansa, 2004),h.114
[4] Ibid, h.71, dalam Ahmad Amin, Fajr Al-Islam, maktabah An-Nahdhah Al
[5] Ibid.
[6] Rosihan Anwar, Ilmu Kalam (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h.71
[7] Muhammad Nazir, Dialektika Teologi Islam (Pekanbaru:Suska Press, 2004) h. 114
[8] Rochimah dkk, Ilmu Kalam, (Surabaya: UINSA Press, 2014) h 128
Tidak ada komentar:
Posting Komentar