HOME

19 Januari, 2022

Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tidak puasnya manusia dalam mencari ilmu dan mecari kebenaran dalam kehidupan, membuat banyaknya pemahaman-pemahaman yang beragam. Hal ini mendorong manusia untuk mentelaah ilmu lebih dalam. Manusia pun berlomba untuk mempengaruhi manusia lainnya agar berpikir sama dengannya. Suatu keinginan mencari kebenaran timbul dari sebuah pemikiran manusia tersebut. Kebenaran yang dicari dan didapatkan manusia tersebut terkadang membuat keraguan oleh manusia lainnya, manusia lainnya melakukan pengujian dan mencari kebenaran tersebut, dan hal ini berlanjut terus menerus.

Keinginan manusia mencari kebenaran terhadap sesuatu, membuat ilmu  pengetahuan berkembang hingga seperti saat ini. Teknologi yang ada pada saat ini merupakan hasil dari perkembangan dan pengaplikasian ilmu pada saat ini. Banyak manfaat dari ilmu yang didapatkan pada saat ini, tetapi ilmu juga sebagai  penyebab munculnya kemudaratan di muka bumi. Sebagai contoh, pada negara-negara maju yang mengembangkan ilmu untuk mencari senjata pemusnah massal sebagai alat agar negaranya ditakuti oleh negara lain. Dalam penggunaan ilmu diperlukan sesuatu untuk mengatur pemakaian ilmu untuk keberlangsungan hidup manusia. Sesuatu yang diperlukan untuk  pengatur penggunaan itu adalah sesuatu yang membuat ilmu itu ada. Sesuatu yang membuat ilmu itu adalah Allah SWT yang menciptakan semesta alam dan semua kejadian yang ada dimuka bumi dan menurunkan agama untuk mengatur segala yang ada dibumi. Ini membuat sebagian manusia menelusuri keterkaitan dan kebenaran ilmu dengan agama.

Oleh karena itu, dalam makalah ini kami mengangkat masalah hubungan antara ilmu dengan agama. Dengan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang kami miliki, kami mencoba merangkum berbagai tulisan yang berkaitan ilmu dengan agama.


B.     Rumusan Masalah Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah :

1. Apa pengertian ilmu dan agama ?

2. Bagaimana pandangan antara ilmu dan agama ?

3. Bagaimana hubungan antara ilmu dan agama ?


C.     Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :

1.   Mengetahui pengertian ilmu dan agama.

2.   Mengetahui pandangan antara ilmu dan agama.

3.   Mengetahui hubungan antara ilmu dan agama.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Ilmu Pengetahuan

Pengertian ilmu, kata ilmu merupakan terjemah dari kata science, yang secara etimologi berasal dari kata latin scire, yang artinya to know. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam, yang sifatnya kuantitatif dan objektif.[1]

Ilmu pengetahuan adalah suatu sistem pengetahuan dari berbagai pengetahuan, mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu, yang disusun sedemikian rupa menurut asas-asas tertentu, hingga menjadi kesatuan atau sistem dari berbagai pengetahuan. James menjelaskan, ilmu pengetahuan adalah rangkaian konsep dan kerangka konseptual yang saling berkaitan dan telah berkembang sebagai hasil percobaan dan pengamatan.[2] Ilmu pengetahuan tidak dipahami sebagai pencarian kepastian, melainkan sebagai penyeledikan yang berkesinambungan.

Pengertian pengetahuan secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminology ialah menurut Gazalba, pengetahuan adalah apa yang di ketahui atau usaha pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan pandai.Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.[3]

Ilmu pengetahuan juga bisa merupakan upaya menyingkap realitas secara tepat dengan merumuskan objek material dan objek formal.Upaya penyingkapan realitas dengan memakai dua perumusan tersebut adakalanya menggunakan rasio dan empiris atau mensintesikan keduanya sebagai ukuran sebuah kebenaran (kebenaran ilmiah). Penyingkapan ilmu pengetahuan ini telah banyak mengungkap rahasia alam semesta dan mengeksploitasinya untuk kepentingan manusia.

Dewasa ini, ilmu pengetahuan yang bercorak empiristik dengan metode kuantitatif (matematis) lebih dominan menduduki dialektika kehidupan masyarakat. Hal ini besar kemungkinan karena banyak dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran positivistiknya Auguste Comte yang mengajukan tiga tahapan pembebasan ilmu pengetahuan.[4] Pertama, menurut Auguste Comte ilmu pengetahuan harus terlepas dari lingkungan teologik yang bersifat mistis. Kedua, ilmu pengetahuan harus bebas dari lingkungan metafisik yang bersifat abstrak. Ketiga, ilmu pengetahuan harus menemukan otonominya sendiri dalam lingkungan positifistik.


B.     Pengertian Agama

Agama disebut dengan istilah din. Dalam bahasa Semit, din berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, menundukkan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. Bila lafal din disebutkan dalam rangkaian din-ullah, maka dipandang datangnya agama itu dari Allah, bila disebut dinunnabi dipandang nabilah yang melahirkan dan menyiarkan, bila disebut dinul-ummah, karena dipandang manusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan. Ad-din bisa juga berarti syari‟ah: yaitu nama bagi peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang telah disyari‟atkan oleh Allah selengkapnya atau prinsip-prinsipnya saja, dan dibedakan kepada kaum muslimin untuk melaksanakannya, dalam mengikat hubungan mereka dengan Allah dan dengan manusia. Ad-din berarti millah, yaitu mengikat.

Maksud agama ialah untuk mempersatukan segala pemeluk-pemeluknya, dan mengikat mereka dalam suatu ikatan yang erat sehingga merupakan batu  pembangunan, atau mengingat bahwa, hukum-hukum agama itu dibukukan atau didewankan. Ad-din berarti nasihat, seperti dalam hadis dari Tamim ad-Dari R.A.  bahwa Nabi SAW bersabda: Ad-dinu nasihah. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, bagi siapa?” Beliau menjelaskan: “Bagi Allah dan kitab-Nya, bagi Rasul-Nya dan bagi para pemimpin muslimin dan bagi seluruh muslimin.” (HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa‟i dan Ahmad). Jadi agama adalah sesuatu yang diturunkan Pencipta manusia melalui utusannya yang mengajarkan cara dan aturan hidup serta apa yang ada di alam semesta.

Menurut Edgar sheffield   Brightiman agama ialah suatau unsur mengenai pengalaman-pengalaman yang dipandang nilai yang tertinggi, pengabdian kepada suatu kekuasaan-kekuasaan yang di percaya sebagai sesuatau yang terjadi asal muala yang menambah dan melestarikan nilai-nilai, dan  sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan serta pengabdian tersebut, baik dengan jalan melakukan upacara-upacara yang simbolis maupun melalui perbuatan-perbuatan yang lain yang bersifat perseorangan, dan kemasyarakatan.[5]

Jadi, agama adalah keseluruhan pendapat tentang Tuhan, dunia, hidup dan mati, tingkah laku, serta baik buruknya yang berlandaskan wahyu. Wahyu adalah penerangan Tuhan secara istimewa kepada manusia secara langsung atau tidak langsung. Agama merupakan kumpulan apa yang diturunkan Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul melalui wahyu untuk merealisasikan kesempurnaan manusia kepada Tuhan.


C.    Pandangan Antara Ilmu dan Agama

Pandangan antara Ilmu dan Agama Dalam kehidupan sekarang yang banyak terpenuhi dan terpuaskan oleh ilmu pengetahuan, beberapa orang beranggapan bahwa ilmu yang telah didapat tidak terkait dengan agama. Banyak pemikiran dan penyimpulan tanpa dilandasi oleh kepastian pasti membuat hubungan antara ilmu (sains) dengan agama memiliki tolak belakang. Pemikiran-pemikiran seperti ini sebenarnya salah agama adalah pedoman hidup setiap manusia yang telah diatur dan dibuat oleh Sang Pencita. Sebagaimana pemisalan sebuah telepon genggam yang dirancang manusia, terdapat panduan yang harus ditaati dan dipahami agar telepon genggam tersebut dapat dijalankan dan digunakan dengan baik serta sesuai dengan keinginan si  perancang. Begitu juga manusia yang diciptakan Allah SWT terdapat panduan atau pedoman berupa Al-Qur‟an dan Hadist yang harus ditaati agar kehidupan manusia berjalan sesuai dengan ketetapan Allah SWT sebagai Sang Pencipta. Apabila gedung paling tinggi di dunia sekarang yang ada di Dubai sekarang yang namanya „Burj Dubai dibutuhkan arsitek, tenaga sipil, kontraktor yang mendesainnya, serta tenaga ahli dan tenaga kerja yang banyak untuk membangunnya agar kelihatan indah dipandang mata dan tahan dalam jangka waktu yang lama. Bangunan ini pun perlu hitungan matematis untuk mengetaahui sejauh mana kekuatan dari bangunan ini dan memiliki panduan dan peraturan agar  bangunan ini tetap terjaga.

Mengamati alam semesta yang luas, banyak fenomena yang luar biasa, dimana setiap planet dapat berputar pada porosnya dan tidak bertabrakan, setiap planet memiliki gravitasi dan cahaya yang berbeda-beda, pergantian siang dan malam, adanya makhluk hidup dan hal-hal yang luar biasa lainnya. Tidak mungkin tidak ada yang mengatur dan menciptakannya. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur‟an sebagai pedoman manusia "Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi,  pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang  bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu 5 dengan air itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakanlanda-tanda bagi orang-orang yang mengerti". (QS. 2/ Al-Baqoroh: 164)


D.    Hubungan Antara Ilmu dan Agama

Dalam kitabnya Minhajul Abidin, Al-Ghazali mengatakan ilmu adalah imamnya amal dan amal adalah makmumnya. Ilmu adalah pemimpin dan pengamalan adalah pengikutnya. Ilmu ibarat permata yang harus digali dan terus dicari oleh semua orang.[8]

Dari segi akal, ilmu merupakan keutamaan yang harus dimiliki dan diraih oleh manusia demi mendekatkan diri kepada tuhannya. Orang yang berilmu, ilmunya akan mengantarkannya menuju jalan kebenaran dan kebahagiaan baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Al-Ghazali membagi ilmu terpuji dan ilmu tercela. Ilmu terpuji adalah ilmu yang dapat mengantarkan seseorang kepada kebenaran dan kebahagiaan disisi Tuhan. Ilmu fiqih, tauhid, dan ilmu-ilmu agama lainnya dikategorikan dalam kategori ini. Ilmu tercela adalah ilmu yang menyebabkan berbagai kerusakan baik kerusakan individual maupun kerusakan social. Sihir, mantra, ramalan dan sebagianya masuk dalam kategori ini. Dalam mempelajari ilmu Astronomi (perbintangan), hendaklah dibatasi dengan pembahasan dan pendalaman dalam mencari suatu arahan dan mencari kiblat. Dalam ilmu kimia hendaklah dibatasi dengan ilmu kedokteran secukupnya.[6]

Disisi lain, Al-Ghazali juga membagi ilmu menjadi ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah. Ilmu fardhu ain adalah ilmu yang dapat menyelamatkan dari kebinasaan dan memperoleh derajat yang tinggi. Sementara ilmu-ilmu yang lebih dari itu adalah fardhu kifayah bukan fardhu ain.[7]

Secara filosofis al-Ghazali emmbagi ilmu kedalam ilmu syar’yah dan ilmu aqliyah. Oleh al-Ghazali ilmu yang terakhir ini disebut juga ilmu ghairu syar’iyah. Ilmu nonfilosofis menurutnya dipandang sinonim dengan ilmu religious, karena dia menganggap ilmu itu berkembang dalam suatu peradaban yang memiliki syari’ah (hukum wahyu).[8]

Tidak hanya berhenti pada pandangan akan pembagian ilmu, al-Ghazali juga membagi ilmu-ilmu berdasarkan kadar kepentingannya. Kadar kepentingan dalam tingkatan ilmu diukur dari kedekatannya dengan akhirat. Seperti ilmu syariat lebih utama dari pada ilmu yang lainnya. Hal ini menurut al-Ghazali, karena segala macam ilmu termasuk dalam af’al (perbuatan-perbuatan) Allah dan sifat-Nya.

Al-Ghazali bahkan beranggapan bahwa ilmu pengetahuan yang dapat digali dari al-Qur’an tidak dapat dihitung. Al-Ghazali sangat gigih berupaya menjadilan al-Qur’an sebagai sumer segala macam ilmu pengetahuan, baik yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Dia mengklaim bahwa semua jenis ilmu pengetahuan dapat digali dari al-Quran. [9]

Hubungan antara ilmu dan agama adalah pandangan yang telah lama dikemukakan oleh para ulama, filosof dan teologi. Masalah ini telah diungkapkan dari sudut pandang yang berbeda-beda dalam telogi dan filsafat ilmu-ilmu social dan filsafat ilmu.

Sebagai Hujjatul Islam, al-Ghazali tidak mentabukan adanya hubungan antara ilmu dan agama. Dalam kitabnya Mukhtashar ihya’Ulumuddin, beliau berkata “iman itu telanjang pakaiannya adalah takwa perhiasannya adalah rasa malu dan buahnya adalah ilmu.” Ilmu dan ibadah adalah dua mata rantai yang saling terkait. Pada dasarnya segala sesuatu yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan dan kita pelajarai adalah hanya untuk ilmu dan ibadah. Bagi al-Ghazali, ilmu dan agama sangat terikat dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Dalam mendeskripsikan hubungan keduanya, beliau menggunakan logikanya dengan mencoba memahami sebuah pohon. Pada sebuah pohon, ilmu merupakan pohonnya dan agama merupakan buahnya. Maka jika kita beragama dan  beribadah sesuai tuntutannya tanpa dibekali ilmu, ilmu tersebut akan lenyap bagaikan debu ditiup angin, buah pun tidak dapat diraih. Sebaliknya, jika pohon itu hanya mampu memberi daun dan tidak bias menghasilkan sebuah buah maka eksistensi pohon itu menjadi kurang sempurna.[10]

Menurut Muhammad Abduh, agama merupakan sebuah produk Tuhan. Tuhan juga mengajarkannya kepada umat manusia, dan membimbing manusia untuk menjalankanya. Agama merupakan alat untuk akal dan logika, bagi orang-orang yang ingin kabar gembira dan sedih. agama menurut sebagian orang merupakan sesuatu hal yang menyangkut hati; suatu hal yang sangat berarti; suatu hal  yang menuntun jiwa untuk menemukan keyakinan. Agama dengan eksistensinya telah membuatnya berbeda dengan segala apa yang pernah ada, membuatnya berbeda dengan dengan segala yang pernah dimiliki manusia. Agama membuat orang melakukan aktifitas yang harus bersesuaian dengan apa yang diajarkannya, baik tuntunan itu berat ataupun ringan.

Agama menjadikan kehidupan manusia lebih teratur dalam kehidupannya, karena segala dorongan dan keinginannya menjadi lebih terarah. Agama menjadi pemimpin roh jiwa manusia. Ia juga berperan aktif membimbing manusia untuk memahami ajaran-ajaranya. Diibaratkan seorang manusia layaknya seorang yang berada diujung pedang, jika salah maka orang tersebut mati olehnya, tetapi agama agama datang sebagai penyelamat. Apapun yang terjadi pada manusia, ia tidak akan bisa terlepas dari agama. Sangat mustahil memisahkan kehidupan manusia dari agama. Seperti halnya menghilangkan luka bekas operasi dari kulit manusia.[11]       

Bagi kalangan barat, agama adalah penghalang kemajuan. Oleh karena itu, mereka beranggapan, jika ingin maju maka agama tidak boleh lagi mengatur hal-hal yang berhubungan dengan dunia. Seorang Karl marx mengatakan bahwa agama adalah candu masyarakat, candu merupakan zat yang dapat menimbulkan halusianasi yang membius. Marks mendefinisikan bahwa setiap pemikiran tentang agama dan tuhan sangat berbahaya bagi kehidupan manusia. sebagai seorang materialisme, Marks sama sekali tidak percaya adanya Tuhan dan secara tegas ia ingin memerangi semua agama. Dalam pernyataan Marks, sebenarnya yang dimaksud dengan candu masyarakat merupakan kritik terhadap realitas yang tidak berpihak pada kaum lemah. Misalnya orang yang sedang kelaparan hanya membutuhkan nasi atau sepotong roti untuk mengisi perutnya, bukan membutuhkan siraman rohani ataupun khutbah yang berisikan tentang kesabaran, namun tidak memperdulikan tentang realitas sosial

Dalam pandangan saintis, agama dan ilmu pengetahuan mempunyai perbedaan. Bidang kajian agama adalah metafisik, sedangkan bidang kajian sains / ilmu pengetahuan adalah alam empiris. Sumber agama dari tuhan, sedangkan ilmu pengetahuan dari alam.

Dari segi tujuan, agama berfungsi sebagai pembimbing umat manusia agar hidup tenang dan bahagia didunia dan di akhirat. Adapun sains / ilmu pengetahuan berfungsi sebagai sarana mempermudah aktifitas manusia di dunia. Kebahagiaan di dunia, menurut agama adalah persyaratan untuk mencapai kebahagaian di akhirat.

Menurut Amstal, bahwa agama cenderung mengedepankan moralitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan, eksklusif dan subjektif. Sementara ilmu pengetahuan selalu mencari yang baru, tidak terikat dengan etika, progesif, bersifat inklusif, dan objektif. Meskipun keduanya memiliki perbedaan, juga memiliki kesamaan, yaitu bertujuan memberi ketenangan. Agama memberikan ketenangan dari segi batin karena ada janji kehidupan setelah mati, Sedangkan ilmu memberi ketenangan dan sekaligus kemudahan bagi kehidupan di dunia.[12]  Misalnya, Tsunami dalam Konteks agama adalah cobaan Tuhan dan sekaligus rancangan-Nya tentang alam secara keseluruhan. Oleh karena itu, manusia harus bersabar atas cobaan tersebut dan mencari hikmah yang terkandung dibalik Tsunami. Adapun menurut ilmu pengetahuan, Tsunami terjadi akibat pergeseran lempengan bumi, oleh karena itu para ilmuwan harus mencari ilmu pengetahuan untuk mendeteksi kapan tsunami akan terjadi dan bahkan kalau perlu mencari cara mengatasinya.

Karekteristik agama dan ilmu pengetahuan tidak selau harus dilihat dalam Konteks yang berseberangan, tetapi juga perlu dipikirkan bagaimana keduanya bersinergi dalam membantu kehidupan manusia yang lebih layak. Osman Bakar mengatakan bahwa epistemology, metafisika, teologi dan psikologi memiliki peran penting dalam mengembangkan intelektual untuk merumuskan berbagai hubungan konseptual agama dan ilmu pengetahuan.[13] Peran utamanya adalah memberikan rumusan-rumusan konseptual kepada para ilmuan secara rasional yang bisa dibenarkan dengan ilmiah dan dapat dipertanggung jawabkan untuk digunakan sebagai premis-premis dari berbagai jenis sains. Misalnya kosmologi, dengan adanya kosmologi dapat membantu meringankan dan mengkonseptualkan dasar-dasar ilmu pengetahuan seperti fisika dan biologi.

Ilmu pengetahuan yang dipahami dalam arti pendek sebagai pengetahuan objektif, tersusun, dan teratur. Ilmu pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari agama. Sebut saja al-Quran, al-Quran merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas. Ia merupakan sumber rujukan bagi agama dan segala pengembangan ilmu pengetahuan. Ia merupakan sumber utama inspirasi pandangan orang islam tentang keterpaduan ilmu pengetahuan dan agama. Manusia memperoleh pengetahuan dari berbagai sumber dan melalui banyak cara dan jalan, tetapi semua pengetahuan pada akhirnya berasal dari Tuhan. Dalam pandangan al-Quran, pengetahuan tentang benda-benda menjadi mungkin karena Tuhan memberikan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengetahui. Para ahli filsafat dan ilmuan muslim berkeyakinan bahwa dalam tindakan berpikir dan mengetahui, akal manusia mendapatkan pencerahan dari Tuhan Yang Maha mengetahui sesuatu yang belum diketahui dan akan diketahui dengan lantaran model dan metode bagaimana memperolehnya.[14]

Al-Quran bukanlah kitab ilmu pengetahuan, tetapi ia memberikan pengetahuan tentang prinsip-prinsip ilmu pengetahuan yang selalu dihubungkan dengan pengetahuan metafisik dan spiritual. Panggilan al-Quran untuk “membaca dengan Nama Tuhanmu” telah dipahami dengan pengertian bahwa pencarian pengetahuan, termasuk didalamnya pengetahuan ilmiah yang didasarkan pada pengetahuan tentang realitas Tuhan. Hal ini dipertegas oleh Ibnu Sina yang menyatakan, Ilmu pengetahuan disebut ilmu pengetahuan yang sejati jika menghubungkan pengetahuan tentang dunia dengan pengetahuan Prinsip Tuhan.[15]

Agama dan ilmu pengetahuan memang berbeda metode yang digunakan, karena masing-masing berbeda fungsinya. Dalam ilmu pengetahuan kita berusaha menemukan makna pengalaman secara lahiriyah, sedangkan dalam agama lebih menekankan pengalaman yang bersifat ruhaniah sehingga menumbuhkan kesadaran dan pengertian keagamaan yang mendalam. Dalam beberapa hal, ini mungkin dapat dideskripsikan oleh ilmu pengetahuan kita, tetapi tidak dapat diukur dan dinyatakan dengan rumus-rumus ilmu pasti.[16]

Sekalipun demikian, ada satu hal yang sudah jelas, bahwa kehidupan jasmani dan rohani tetap dikuasai oleh satu tata aturan hukum yang universal. Ini berarti, baik agama maupun ilmu pengetahuan, yaitu Allah. Keduanya saling melengkapi dan membantu manusia dalam bidangnya masing-masing dengan caranya sendiri.[17]

Fungsi agama dan ilmu pengetahuan dapat dikiaskan seperti hubungan mata dan mikroskop. Mikroskop telah membantu indera mata kita yang terbatas, sehingga dapat melihat bakteri-bakteri yang terlalu kecil untuk dilihat oleh mata telanjang. Demikian pula benda langit yang sangat kecil dilihat dengan mata telanjang, ini bisa dibantu dengan teleskop karena terlalu jauh. Demikian halnya dengan wahyu Ilahi, telah membantu akal untuk memecahkan masalah-masalah rumit yang diamati oleh indera.[18] Jika ini hanya dilakukan oleh akal maka akan menyesatkan manusia.    

Antara agama dan ilmu pengetahuan tak ada pertentangan, just ru keduanya saling mengisi. Ilmu pengetahuan tak dapat menggantikan peran agama, karena agama memberikan kasih sayang, harapan, cahaya, dan kekuatan, agama meninggikan nilai kita, membantu mewujudkan keinginan kita. Begitu pula agama juga tak dapat menggantikan peran ilmu pengetahuan, melalui ilmu pengetahuan kita dapat mengenal alam, kita dapat mengetahui hukum alam, dan kita pun dapat mengenal siapa diri kita sendiri.

Dan agama tanpa ilmu pengetahuan berakhir dengan kemandekan dan prasangka buta, dan tak dapat mencapai tujuan. Kalau tak ada ilmu pengetahuan, agama menjadi alat bagi orang-orang pandai yang munafik.

Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah seperti sebilah pedang tajam di tangan pemabuk yang kejam. Juga ibarat lampu di tangan pencuri, yang digunakan untuk membantu si pencuri mencuri barang yang berharga di tengah malam.

Baca juga artikel yang lain:

  1. Ulumul Hadist (Ilmu-ilmu Hadist)
  2. Pengertian Bid'ah
  3. Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
  4. Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
  5. Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
  6. Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
  7. Studi Al-Qur'an
  8. Studi Fikih (Hukum Islam)
  9. Urgensi Pengantar Studi Islam
  10. Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Agama islam banyak memberikan penegasan mengenai ilmu pengetahuan baik secara nyata maupuan tersamar, seperti yang tersebut dala surat al-mujadalah ayat 11. Jelas bahwa pada prinsipnya kita diperintah oleh allah untuk membaca bukan saja membaca secara sempit atau membaca secara harfiah.

Agama dan ilmu dalam berberapa hal berbeda,namun pada sisi tertentu memiliki kesamaan. Agama lebih mengedepankan moalitas dan menjaga tradisi yang sudah mapan (ritual), Cenderung eksklusif, dan subjektif. Sementara ilmu selalu mencari yang baru, Tidak terlalu terikat dengan etika, Progresif, bersifat inklusif, dan objekif. 

Agama selaras dengan ilmu pengetahuan. Tidak ada pertentangan antara agama dengan ilmu pengetahuan. Agama tidak mengekang ilmu pengetahuan. Agama hanyalah mengatur agar ilmu pengetahuan tidak melewati batas-batas norma dan etika yang adanya. Di dalam agama, untuk hal-hal yang sifatnya bukan ibadah umum terdapat kaidah ”segala hal itu diperbolehkan kecuali yang dilarang.” Dengan demikian ilmu pengetahuan dapat terus berkembang dan bermanfaat bagi umat manusia.

Ilmu pengetahuan tanpa agama bagaikan sebilah pedang yang tajam di tangan pemabuk yang kejam, yang artinya orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi tanpa dilandasi dengan agama orang tersebut tidak bisa mengendalikan agama dan ilmu pengetahuan saling berkaitan dan saling mengisi.


DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddun. Logika Material FilsafatIlmuPengetahuan. Jakarta: RinekaCipta

Qadir. Ilmu Pengetahuan dan Metodenya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Bakhtiar Amsal. Filasafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada

The Liang Gie. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty

Syafi’i kencana inu.  filsafat Kehidupan. Jakarta: Bumi Aksara

al-Ghazali. Ihya’ulumuddin Mukhtashar.  Bairut. Bandung : Mizan

al-Ghazali. Mukhtashar

Baktiar Amtsal. Filsafat Ilmu. Jakarta : Rajawali Pers

Sibawaihi. Eskatologi al-Ghazali dan Rahman Fadzlur. Yogyakarta: Islamika

Abduh Muhammad. Islam Ilmu Pengetahuan dan Msyarakat Madani. Jakarta: Raja Grafindo

Bakhtiar Amtsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada

Bakar Osma. DR. Tawhid and Science. Islamic perspective on Religion and Science. Malaysia: sdn BHR

Soedewo. Ilmu pengetahuan dan Agama. Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah


Foodnoot

[1] Burhanuddun. Logika Material FilsafatIlmuPengetahuan.(RinekaCipta, Cet. Ke- I. Jakarta. 1997).Hlm. 29-30 

[2] Qadir, Ilmu Pengetahuan dan Metodenya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1938), 37.

[3] Amsal Bakhtiar. Filasafat Ilmu. (Pt. Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-10. Jakarta. 2011). Hlm.85

[4] The Liang Gie, Pengantar Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Liberty, 2004), 39.

[5] Inu kencana Syafi’i.  filsafat Kehidupan.( Bumi Aksara,  Cet,. Ke-1. Jakarta, 1995). hlm.55. 

[6] al-Ghazali, Mukhtashar Ihya’ Ulumiuddin ( Bairut : Muassasah al-Kutub as-Tsaqafiah, 1990) trj. Irwan Kurniawan ( Bandung : Mizan, 1997), hlm. 32

[7] al-Ghazali, Mukhtashar…, hlm.26.

[8] Amtsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2004 ), hlm. 123.

[9] Sibawaihi, Eskatologi al-Ghazali dan Fadzlur Rahman (Yogyakarta : Islamika, 2004), hlm. 169.

[10] Lihat : Minhajul Abidin, trj hlm. 17

[11] Muhammad Abduh, Islam; Ilmu Pengetahuan dan Msyarakat Madani,terj olehHaris Fadillah (Jakarta: Raja Grafindo, 2004) hal.4.

[12] Amtsal Bakhtiar,  Filsafat Ilmu, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hal.230-231

[13] Osma Bakar, DR, Tawhid and Science; Islamic perspective on Religion and Science,  (Malaysia: sdn BHR, 2008), hal.60.

[14]  Ibid, hal.149.

[15]  Ibid, hal.150.

[16] Soedewo, Ilmu pengetahuan dan Agama, (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 2007),  59.

[17] Ibid,. 60.

[18]  Ibid,. 61.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...