HOME

23 Januari, 2022

Nafsu dan Penyakit Hati

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik atau buruk. Baik dan buruk merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Pernyataan tersebut dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk sehingga dapat dilatar belakangi sesuatu yang mutlak dan relatif.

Pernyataan-pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban dan dapat dijadikan rumusan masalah sehingga para pembaca menilai sesuatu itu baik atau buruk memiliki indikator tang pasti. Untuk itu dijadikan pembahasan masalah adalah bagaimana ukuran menilai baik dan buruk menurut pandangan islam.

B.     RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Apakah yang dimaksud dengan nafsu?

2.      Berapa penyakit hati yang dimiliki manusia?

3.      Bagaiman cara mengobati penyakit hati manusia?

4.      Bagaimana konsekuensi Akhlak Madzmumah dalam Kehidupan Muslim?

C.     TUJUAN

Makalah ini bertujuan untuk:

1.      Untuk mengethui apa itu nafsu.

2.      Untuk mengetahui macam-macam penyakit hati.

3.      Untuk mengetahui bagaimana mengobati penyakit hati.

4.      Untuk mengetahui konsekuensi Akhlak Madzmumah dalam Kehidupan Muslim.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Pengertian Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah

Akhlak adalah sesuatu yang erat dengan perbuatan manusia. Mempersoalkan baik dan buruk perbuatan manusia memang dinamis dan sulit dipecahkan.[1] Dalam kehidupan sehari-hari akhlak atau perbuatan manusia terbagi menjadi dua, yaitu akhlak mahmudah dan akhlak madzmumah.

Akhlak mahmudah disebut juga sebagai akhlak terpuji. Akhlak terpuji erat kaitannya dengan kebaikan atau perbuatan baik. Menurut Ali bin Abi Thalib sesuatu yang baik memiliki pengertian menjauhkan diri dari larangan, mencari sesuatu yang halal dan memberikan kelonggaran pada keluarga. [2]

Akhlak madzmumah disebut juga akhlak tercela. Akhlak ini erat kaitannya dengan keburukan atau perbuatan buruk. Keburukan adalah sesuatu yang rendah, hina, menyusahkan dan dibenci manusia. Sesuatu yang memperlambat suatu kebaikan.[3]

B.     Macam-Macam Akhlak Mahmudah dan Akhlak Madzmumah

1.       Amanah

Amanah secara bahasa berarti kejujuran, kesetiaan, dan kepercayaan, menurut istilah amanah adalah sifat, sikap, dan perbuatan seseorang yang terpercaya atau jujur dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang dibebankan di atas pudaknya. “al-Amin” adalah sebutan bagi orang yang dapat dipercaya, orang yang jujur atau setia.

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. (QS. An-Nisa: 58).

Sifat amanah erat sekali hubungannya dengan iman. Seorang yang beriman pasti dapat memegang teguh amanah. Bentuk-bentuk amanah yang harus dijaga dan dipertanggung jawabkan oleh setiap muslim, antara lain jabatan/pekerjaan, harta kekayaan, istri, anak, keluarga, dan lain sebagainya.

2.      Ikhlas

Ikhlas menurut bahasa berati suci, bersih, murni, atau tidak tercampur dengan apapun. Sedangkan menurut istilah ikhlas adalah mengerjakan suatu perbuatan (amal atau ibadah) semata-mata hanya mengharap keridhoan Allah SWT. Amal ibadah tanpa keikhlasan menjadi tidak bermakna.dalam surat An-Nisa: 146 menyatakan:

Artinya: Kecuali orang-orang yang taubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh kepada agama Allah dan tulus ikhlas mengerjakan agama mereka karena Allah (QS. An-Nisa: 146).

Ikhlas berkedudukan sebagai inti dari suatu ibadah. Artinya tanpa keikhlasan, maka amal ibadah yang dikerjakan oleh seseorang akan menjadi sia-sia, sebab tidak bermakna di hadapan Allah.

3.      Sabar

Sabar dapat didefinisikan dengan tahan menderita dan menerima cobaan dengan hati ridha serta menyerahkan diri kepada Allah SWT setelah berusaha. Menurut Al-Muhasibi, ciri utama sabar adalah tidak mengadu kepada siapa pun ketika mendapat musibah dari Allah.[4]

Sabar terbagi tiga macam yaitu sebagai berikut:

a.   Sabar dari maksiat, artinya bersabar diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dilarang agama.

b.   Sabar karena taat kepada Allah artinya sabar untuk tetap melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya dengan senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada-Nya.

c.   Sabar karena musibah, artinya sabar ketika ditimpa kemalangan dan ujian, serta cobaan dari Allah.

4.   Tawakal

Hakikat tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah ‘Azza wa Jalla membersihkannya dari ikhtiar yang keliru, dan tetap menapaki kawasan-kawasan hukum dan ketentuan. Tawakal merupakan gambaran keteguhan hati dalam menggantungkan diri hanya kepada Allah SWT.[5] Al-Ghazali mengaitkan tawakal dengan tauhid, dengan penekanan bahwa tauhid sangat berfungsi sebagai landasan tawakal.

Tawakal adalah  kesungguhan  hati dalam bersandar kepada Allah SWT untuk mendapatkan kemaslahatan serta mencegah kemudaratan, baik menyangkut urusan dunia maupun akhirat. Allah berfirman:

Artinya: Kemudian apabila engkau telah membulatkan tekad maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang-prang yang bertawakal. (Ali Imran: 159)

5.      Pemaaf

Istilah pemaaf berasal dari bahasa Arab “al-afwu” yang berarti memberi maaf, berlapang dada terhadap kesalahan atau kekeliruan orang lain dan tidak memiliki atau menyimpan rasa dendam dan sakit hati kepada orang yang berbuat kesalahan kepadanya. [6]Memberi maaf  merupakan perbuatan yang sangat berat, tetapi sangat mulia. Memberi maaf harus dilakukan dengan cara yang ikhlas, bersifat lahir batin dan bukan karena terpaksa.

Memberi maaf  harus dilakukan oleh setiap muslim pasa setiap kesempatan, baik dalam lingkungan keluarga, antar keluarga, linkungan kerja maupun dalam kehidupan masyarakat yang yang lebih luas (bertetangga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara) tanpa menunggu permintaan maaf dari pihak lainnya.

6.       Kasih saying

Kasih sayang (ramah) merupakan salah satu sifat asli (fitrah) yang dibawa oleh manusia sejak lahir ke dunia, perlu dijaga, dipelihara, dan dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Hal-hal yang dapat menghilangkan kasih sayang dalam diri seseorang antara lain: kebencian, kemarahan, iri hati, dengki, dendam, permusuhan, dan lain sebagainya.

Kasih sayang adalah perasaan belas kasih yang tumbuh dalam hati seseorang yang mendorong orang tersebut untuk memakukan sesuatu yang baik. Kasih sayang terhadap makhluk Allah yang lain, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan alam yang ada disekitarnya. Kasih sayang dapat juga muncul karena ia melihat kesalahan atau kesesatan yang dilakukan oleh seseorang, sehungga ia tergerak untuk menolong dengan mengingatkan atau paling tidak mendoakan agar orang tersebut diberi petunjuk oleh Allah sehingga dapat sadar dan insaf atas kesalahannya.

Kasih sayang yang tertanam dalam jiwa seseorang akan melahirkan sifat-sifat terpuji lai, seperti ramah, pemaaf, terbuka, toleran, pemurah, senagng menolong, senang kepada perdamaian, senagn kepada persaudaraan, selalu berusaha menyambung tali silaturahim dan lain sebagainya.

7.      Adil

Adil berasal dari bahasa Arab “al-‘Adl” mempunyai pengertian meletakkan sesuatu pada tempatnya. Keadilan akan menjaga kedamaian, ketentraman, keharmonisan hubungan, dan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya ketidakadilan akan menimbulkan ketidak percayaan, ketidak senangan, kebencian, dendam, permusuhan, peperangan dan lain sebagainya.[7]

انّ الله يأمركم بالعدل والاحسا ن

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan. (QS. Al-Nahl: 90).

Sifat adil dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu:

a.       Berlaku adil dalam menetapkan hukum.

b.      Berlaku adil terhadap istri.

c.       Berlaku adil pada anak-anaknya.

d.      Berlaku adil dalam kesaksian, baik dalam bentuk kata-kata atau tulisan.


e.       Berlaku adil dalam  mendamaikan orang-orang yang sedang berselisih.

Keadilan akan menciptakan ketenangan, ketentraman, dan kedamaian dalam kehidupan dirinya, keluarganya, dan masyarakat di sekitarnya.

8.      Taubat

Taubat secara bahasa berarti kembali. Secara istilah berarti kembai kepada kesucian atau kebenaran setelah seseorang melakukan perbuatan dosa atau  maksiat. Jadi, taubat adalah  tekad yang sunguh-sungguh untuk meninggalkan perbuatan dosa dan kemudian berketetapan hati untuk tidak lagi melakukan perbuatan perbuatan tersebut.

Agar taubat yang dilakukan oleh seseorang dapat berhasil, maka diperlukan persyaratan:

a.       Menyadari kesalahan yang telah dilakukan.

b.      Menghentikan kesalahan tersebut setelah sadar.

c.       Memohon ampun kepada Allah atas kesalahan tersebut.

d.      Memohon perlindungan Alla agar tidak mengulang kesalahan tersebut.

e.       Segera mengganti kesalahan yang dilakukan dengan melakukan kebaikan. [8]

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan semurni-murninya. (QS. At-Tahrim: 8).

Agar taubat seseorang diterima oleh Allah, maka ia harus mengikuti taubat itu dengan melakukan perbuatan baik.

9.      Raja’

Raja’ secara bahasa berarti harapan. Secara istilah raja’ dapat diartikan denga sikap yang penuh keyakinan (optimisme) bahwa Allah adalah tempat segala harapan dan Allah akan memberikan rahmat dan karunia yang paling baik untuk dirinya. Sifat raja’ akan membangkitkan sikap optimisme dan sikap tidak kenal putus asa dalam menghadapi dan memecahkan setiap masalah yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Sifat raja’ akan mendorosetiap muslim untukberserah diri sepenuhnya hanya kepada Allah dan kemudian mengaharap pertolongan, perlindungan, rahmat dan ridho-Nya.

10.  Kufur

Kufur secara bahasa berarti menutupi. Kufur merupakan kata sifat dari kafir. Jadi, kafir adalah orangnya, sedangkan kufur adalah sifatnya. Menurut syara’, kufur adalah tidak beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, baik dengan mendustakan atau tidak mendustakan.[9]

Kufur ada dua jenis, yaitu kufur  besar dan kufur kecil. Kufur besar  adalah perbuatan yang menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam dan abadi dalam neraka. Kufur besar ada lima macam, yaitu berikut di bawah ini. [10]

a.   Kufur karena mendustakan para rasul. Dalilnya adalah Q.S. Al-Ankabut: 68

b.  Kufur karena enggan dan sombong, padahal tahu kebenaran risalah para rasul. Dalinya adalah Q.S. Al-Baqarah: 34

c.  Kufur karena ragu, yaitu ragu-ragu terhadap kebenaran para rasul. Dalilnya adalah Q.S. Al-Kahf: 35-38

d. Kufur karena berpaling, yaitu berpaling secara menyeluruh dari agama dan apa yang dibawa para rasul. Dalilnya adalah Q.S. Al-Ahqaf: 3

e.  Kufur karena nifak, yakni nifak  i’tikad, menampakkan keimanan dan menyembunyikan kekufuran. Dalilnya adalah Q.S. Al-Munafiqun: 3

11.  Nifak dan Fasik

Secara bahasa, nifak berarti lubang tempat keluarnya yarbu (binatang sejenis tikus) dari sarangnya.

Nifak menurut syara’,  artinya menampakkan Islam dan kebaikan, tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Dengan kata lain, nifak adalah menampakkan sesuatu yang bertentangan dengan apa yang terkandung di dalam hati. Atas dasar itu, Allah SWT mengingatkan bahwa orang-orang munafik itu adalah orang-orang fasik (Q.S. At-Taubah: 67), yaitu mereka yang keluar dari syara’.

Nifak terbagi menjadi dua macam, yaitu nifak  I’tiqadi dan nifak ‘amali. Nifak i’tiqadi adalah  nifak besar yang pelakunya menampakkan keislaman, tetapi menyembunyikan kekufuran dalam hatinya. Jenis nifak ini menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam dan abadi dalam neraka. Allah SWT menyifati pelakunya dengan sifat-sifat buruk: kafir, tidak memiliki iman, mengolok-olok Islam dan pemeluknya, dan cenderung kepada musuh Allah SWT.

Nifak i’tiqadi ini ada enam macam, yaitu sebagai berikut.

a.       Mendustakan Rasulullah SAW.

b.      Mendustakan sebagian apa yang dibawa Rasulullah SAW.

c.       Membenci Rasulullah SAW.

d.      Membenci sebagian apa yang dibawa Rasulullah SAW.

e.       Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah SAW.

f.       Membenci kemenangan agama Rasulullah.

Nifak ‘amali, yaitu melakukan sesuatu yang merupakan perbuatan orang  munafik, tetapi dalam hatinya masih terdapat iman. Nifak ini tidak mengeluarkan pelakunya dari agama Islam, tetapi merupakan washilah (perantara) kepada yang demikian. Pelakunya berada dalam keadaan iman-nifak. Jika perbuatan nifaknya lebih banyak, hal itu bisa menjerumuskan ke dalam nifak yang sesungguhnya.

Perbedaan antara nifak besar dan nifak kecil dapat dijelaskan sebagai berikut.

a.  Nifak besar menyebabkan pelakunya keluar dari agama Islam, sedangkan nifak kecil tidak demikian.

b.  Nifak besar berarti bertolak belakang antara apa yang disembunyikan dan apa yang ditampakkan mengenai keyakinan, sedangkan nifak kecil bertolak belakang antara apa yang disembunyikan dan apa yang ditampakkan mengenai perbuatan semata, bukan keyakinan.

c.   Nifak besar tidak akan keluar dari seorang mukmin, sedangkan nifak kecil terkadang keluar darinya.

d. Pelaku nifak besar umumnya tidak bertobat kepada Allah SWT, sedangkan pelaku nifak kecil terkadang bertobat kepadanya.

12.  Takabur dan Ujub

Allah SWT mencela perbuatan takabur dalam beberapa firman-Nya, di antaranya:

Q.S. Al-A’raf: 146 dan Q.S. Al-Mu’minun: 60

Takabur terbagi dalam dua bagian, yaitu batin dan lahir. Takbur batin adalah perilaku dan akhlak diri, sedangkan takabur lahir adalah perbuatan-perbuatan buruk yang muncul dari takabur batin. Perbuatan-perbuatan buruk yang muncul dari takabur batin sangat banyak sehingga tidak  dapat disebutkan satu per satu.

Dilihat dari subjeknya, takabur terbagi menjadi tiga bagian.

Pertama, takabur kepada Allah SWT. Inilah takabur yang paling berat dan keji. Ini seperti yang Fir’aun lakukan, ia mengaku sebagai Tuhan dan merasa dirinya dapat memerangi Tuhan langit.

Kedua, takabur kepada rasul, yaitu tidak mau mengamalkan ajaran Nabi Muhammad SAW serta menghina dan menyepelekan ajarannya. Ini seperti perilaku orang-orang kafir Quraisy yang menentang dakwah Nabi Muhammad SAW.

Ketiga, takabur terhadap sesama manusia, yaitu menganggap orang lain remeh dan hina. Meskipun tingkatannya lebih rendah dari yang pertama dan kedua, kesombingan jenis ketiga ini tetap saja merupakan perilaku yang sangat dicela karena kesombongan, keagungan, dan kemuliaan tidak layak, kecuali bagi Allah, Tuhan semesta alam. Dalam sebuah hadis qudsi, Allah berfirman:

“Kesombongan  adalah  selendang-Ku  dan kemuliaan adalah pakaian-Ku. Siapa yang mengambil salah satunya dari-Ku maka akan Aku campakkan dia ke dalam neraka.”

Al-Ghazali menuturksn bahwa seseorang tidak takabur atau ujub kecuali ketika ia merasa memiliki kesempurnaan, baik berkaitan dengan agama atau dunia. Berkaitan dengan agama, misalnya, ia takabur karena merasa paling dekat dengan Allah SWT dibandingkan dengan lainnya. Adapun berkaitan dengan dunia, ia merasa dirinya, misalnya, lebih kaya atau terhormat daripada yang lainnya.

13.  Dengki

Dalam bahasa Arab, dengki disebut hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan tidak sewajarnya. Adapun menurut Imam Al-Ghazali, dengki adalah membenci kenikmatan yang diberikan Allah SWT kepada orang lain dan ingin agar orang tersebut kehilangan kenikmatan itu.

Di antara beberapa dalil yang mencela perbuatan dengki adalah sebagai berikut.

a.       Allah SWT berfirman dalam Q.S. An-Nisa’: 54

b.      Sabda Rasulullah SAW.

“Jauhilah sifat dengki karena dengki itu melalap kebaikan sebagaimana api memakan kayu.”

“Janganlah kamu saling mendengki, saling membenci, dan saling merugikan. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara.”

Al-Ghazali membagi dengki pada empat tingkat. Pertama, menginginkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain, meskipun kenikmatan itu tidak berpindah kepada dirinya. Kedua, menginginkan lenyapnya kenikmatan dari orang lain karena dia sendiri menginginkannya. Ketiga, tidak menginginkan kenikmatan itu sendiri, tetapi menginginkan kenikmatan serupa. Jika gagal memperolehnya, dia berusaha merusak kenikmatan orang lain. Keempat, menginginkan kenikmatan serupa. Jika gagal memperolehnya, dia tidak ingin lenyapnya keinginan itu dari orang lain. Sikap keempat ini diperbolehkan dalam urusan agama.

Oleh karena itu, apabila penyakit dengki ini mulai bersarang di dalam hati, maka perlu kita obati. Adapun cara mengobatinya adalah dengan cara berikut.

a.   Minta maaf kepada orang yang didengki (dihasadi), walaupun terasa berat.

b.   Menyadari dan mengingat bahwa semua nikmat yang diberikan Allah SWT kepada umat Islam yang dikehendaki-Nya, sudah pasti tidak merugikan orang lain.

14.  Gibah (Mengumpat)

Gibah atau mengumpat memiliki beberapa definisi.

a.  Menurut Raghib Al-Ashfahani, gibah adalah membicarakan aib orang lain dan tidak ada keperluan dalam penyebutannya.

b. Menurut Al-Ghazali, gibah adalah menuturkan sesuatu yang berkaitan dengan orang lain, yang apabila penuturan itu sampai padayang bersangkutan, ia tidak menyukainya.

c.   Menurut Ibnu Atsir, gibah adalah membicarakan keburukan orang lain yang tidak pada tempatnya walaupun keburukan itu memang ada padanya.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut dan kesepakatan para ulama, maka gibah hukumnya haram. Adapun dasar larangan berbuat gibah adalah sebagai berikut. Firman Allah SWT Q.S. Al-Hujurat: 12, Q.S. Al-Humazah: , Q.S. Al-Qalam: 11

Al-Qathani menuturkan beberapa sebab kemunculan perbuatan gibah.

a.       Melampiaskan kebencian.

b.      Dengki kepada seseorang.

c.       Keinginan meninggikan status sendiri dan merendahkan status orang lain.

d.      Bergaul dengan orang-orang tidak baik.

e.       Bangga menjadi ahli maksiat.

f.       Menganggap remeh orang lain

15.  Riya’

Kata riya’ diambil dari dasar ar-ru’yah, yang artinya memancing perhatian orang lain agar dinilai sebagai orang baik. Riya’ adalah memperlihatkan diri kepada orang lain. Maksudnya beramal bukan karena Allah SWT, tetapi karena manusia. Riya’ erat hubungannya dengan takabur.

Sifat riya’ dapat muncul dalam beberapa bentuk kegiatan seperti berikut ini.

a.       Riya’ dalam beribadah

Riya’ dalam beribadah maksudnya memperlihatkan kekhusukan apabila di tengah-tengah jamaah karena ada orang yang melihatnya.

b.      Riya’ dalam berbagi kegiatan atau pekerjaan (Firman Allah Q.S. Al-Anfal: 47)

c.       Riya’ dalam berderma atau bersedekah. (Firman Allah Q.S. Al-Baqarah: 264)

d.      Riya’ dalam berpakaian.


C.     Pembagian Nafsu Manusia, Penyakit Hati dan obatnya dalam Akhlak Madzmumah

1.      Nafsu manusia

Nafsu dalam ensklopedi Indonesia, berarti diri seseorang, roh, jiwa, tubuh, nyawa, niat dan kehendak. Maka secara istilah nafsu adalah pendorong yang mewujudkan berbagai keinginan seperti keinginan makan, minum, berpakaian, bersenang-senang, berumah tangga, hubungan biologis, ingin pangkat, jabatan atau kemewahan dunia. Adapun rem untuk nafsu adalah ajaran agama, sebab agama memberi petunjuk kepada kebaikan yang berguna dan bermanfaat. Selain itu Islam memberi peringatan tentang larangan mengikuti hawa nafsu, sebagai mana dalam al-Qur’an surat an-nisa’ ayat 135 yang artinya:

“Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” 

Nafsu adalah organ rohani yang bersar pengaruhnya dan paling banyak di antara anggota rohani yang mengeluarkan instruksi kepada anggota jasmani untuk berbuat atau bertindak. Jika nafsu seseorang itu baik, maka ia akan melahirkan akhlak yang baik. Sebaliknya jika nafsu seseorang itu buruk maka ia akan melahirkan akhlak yang buruk pula.

Adapun dorongan-dorongan nafsu itu ada tiga macam, yaitu sebagai berikut:

a.       Nafsu amarah

Nafsu amarah adalah jiwa yang belum mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, belum memperoleh tuntunan, belum menentukan mana yang manfaat, mana yang mudarat. Allah berfirman dalam surat as-Sajadah ayat 13 yang artinya: Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap- tiap jiwa petunjuk, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari padaKu: "Sesungguhnya akan Aku penuhi neraka jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama." 

b.      Nafsu Lawwamah (Nafsu Hewaniah) 

Nafsu lawwamah adalah jiwa yang mempunyai rasa insaf dan menyesal sesudah melakukan sesuatu pelanggaran. Nafsu lawwamah dapat melihat dirinya dengan keadaan sadar, dapat membedakan baik dan buruk, hanya rentan dengan kejahatan. 

c.       Nafsu Muthmainnah (Nafsu fitrah Manusia)

Nafsu Muthmainnah adalah jiwa yang mendapat tuntunan, bimbingan dan pemeliharaan yang baik. Ia dapat mendatangkan ketenangan jiwa, perbuatan baik dan membentengi serangan kekejian dan kejahatan.

2.      Penyakit hati dan obatnya

Penyakit hati adalah perasaan tidak enak yang muncul di dalam diri manusia sehingga menyebabkan hatinya menjadi terasa tidak tenang, gelisah, dan waswas. Perasaan tidak enak itu mirip seperti sebuah virus yang menyerang komputer, ia muncul karena adanya sesuatu yang tidak beres di dalam hati dan pikiran manusia, tidak peduli laki-perempuan, tua-muda, besar-kecil, maupun kaya-miskin.[11]

Menurut para muallaf, orang-orang yang hatinya sedang sakit itu biasanya sering mengalami kesulitan untuk mengendalikan emosinya. Sebab, emosi orang yang sedang sakit itu sangat tidak stabil. Karena itu ia gampang sekali goyah. Hal itu terjadi karena orang yang hatinya sedang sakit itu sering mengalami kesulitan dalam melihat hakikat dan suatu persoalan atau situasi yang sedang terjadi di hadapannya. Akibatnya, ia gampang sekali terpancing emosi, dan terkadang larut dalam situasi yang sedang terjadi.[12]

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit hati adalah suatu penyakit yang menimbulkan perasaan tidak enak dalam jiwa seseorang yang disebabkan oleh virus (bisikan setan dan hawa nafsu) sehingga menyebabkan hati menjadi keras bahkan mati. Orang yang terkena penyakit hati ini biasanya tidak bisa dinasehati dan menganggap semua perbuatannya paling benar. 

a.       Macam-macam Penyakit Hati

1)      Syirik

Syirik secara bahasa adalah menyamakan dua hal, sedangkan menurut,istilah, terdiri atas defenisi umum dan defenisi khusus. Defenisi umum adalah menyamakan sesuatu dengan Allah SWT dalam hal-hal yang secara khusus dimiliki Allah SWT. 

Syirik ada dua macam, yaitu syirik akbar (syirik besar) dan syirik ashgar(syirik kecil). Syirik akbar adalah menjadikan sekutu selain Allah SWT. Lalu menyembahnya. Pelakunya keluar dari islam dan segala amal baiknya terhapus. Jika mati dalam keadaan seperti itu, ia akan abadi dalam neraka jahannam. Siksanya tidak akan diringankan sedikit pun. Adapun syirik ashgar adalah setiap perbuatan yang menjadi perantara menuju syirik akbar, atau atau perbuatan yang dicap syirik oleh nash, tetapi tidak sampai mencapai derajat syirik akbar[13]

Syirik merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya, sebab syirik pada hakikatnya adalah menempatkan kepercayaan yang salah dalam hati yang diciptakan Allah SWT sebagai tempat yang tepat bagi keyakinan atau keimanan yang benar.

2)      Sombong

Sombong adalah sifat, prilaku yang merasa diri lebih baik dari orang lain. Kesombongan adalah warisan dari iblis yang menolak mengikuti perintah Allah SWT untuk bersujud (hormat) kepada Nabi karena merasa lebih baik dan lebih mulia dari Adam.

Sifat sombong ataupun kesombongan hanyalah pantas dimiliki Allah SWT tidak boleh dimiliki oleh manusia, karena hanya Allah SWT yang berkuasa dan memiliki semua alam semista ini beserta isinya termasuk manusia.

Sombong merupakan penyakit hati yang sangat buruk. Nabi SAW. bersabda : “Siapa yang didalam lubuk hatinya terdapat satu dzarrah saja dari kesombongan (Al-kibr), Allah SWT mengharamkan baginya masuk surga.”

3)      Riya’

Kata Riya’ diambil dari kata dasar Ar-Ru’yah, yang artinya memancing perhatian orang lain agar dinilai sebagai orang baik. Riya’ merupakan salah satu penyakit hati yang harus dihindari dan dibuang jauh-jauh dalam jiwa kaum muslimin, karena riya’ dapat menggugurkan amal ibadah. Riya’ adalah memperlihatkan diri kepada orang lain. Maksudnya beramal bukan karena Allah SWT tetapi karena manusia. Oleh karena itu orang riya’ itu melakukan ibadah pada saat ada orang lain melihatnya.[14]

Riya’ juga termasuk pada syirik, akan tetapi tidak sampai mengeluarkan pelakunya, karena termasuk pada syirik ashghar (syirik kecil), tetapi termasuk pada kedzaliman, yaitu dzalim kepada Allah SWT. Dengan demikian riya’ harus dihindari. Allah SWT melarang makhluq-Nya bersifat riya’.

4)      Ujub

Ujub adalah sikap berbangga diri. Ujub juga termasuk sifat buruk, hati yang ujub mula-mula muncul dalam bentuk kekaguman pada diri sendiri. Jika sudah begitu, semua selain dirinya seolah harus tunduk kepadanya.

Ujub merupakan sifat yang melekat dalam diri seseorang karena merasa dirinyalah yang paling sempurna diantara makhluk yang lain, contohnya: berbangga diri karena mendapat juara kelas berkat usahanya sendiri. Tidak merasa bahwa yang memberikan semua itu adalah Allah SWT.

5)      Dengki

Dengki dalam bahasa arab disebut dengan hasad, yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah setelah memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain, kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh dengan tidak sewajarnya.

Penyakit dengki ini umumnya muncul akibat seseorang tidak mampu memperoleh sesuatu (jabatan, kedudukan, pangkat, dan sebagainya) yang diperebutkan dalam kehidupan. Lalu hatinya dongkol, geram, dan ingin berbuat sesuatu yang mengakibatkan binasanya orang tersebut. [15]

Dari pengertian diatas kita dapat menyimpulkan bahwa penyakit dengki itu adalah suatu penyakit hati yang tidak bisa menerima jika nikmat Allah SWT diberikan pada orang lain dan menginginkan nikmat tersebut hilang dari orang tersebut dan berindah padanya.

b.      Cara Mengobati Penyakit Hati

1)      Mengekang atau mengembalikan hawa nafsu diri sendiri. Hawa nafsu selalu mengajak kepada kejahatan dan kemaksiatan. Al Nafs al Ammarah. Nafsu jenis ini disebutkan dalam surat yusuf ayat 53: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan). Karena sesungguhnya nafs itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali yg diberi rahmat oleh tuhanku yang maha pengasih dan maha penyayang.”

2)      Waspada dan berlindung kepada Allah SWT dari godaan syetan yang terkutuk. syetan adalah makhluk Allah SWT yang berusaha agar segenap anak cucu adam berada dalam kesesatan dan durhaka kepada Allah SWT. Untuk itu, kita di anjurkan untuk berlindung kepada Allah SWT untuk terhindar dari bujuk rayu syetan sehingga kita menang dengan rayuan syetan tersebut.

3)      Beristiqomah dalam taat kepada Allah SWT, melalui serangkain ibadah, dzikir (tahlil; kalimat lailahaillahu, tasbih; kalimat subhanallah, tahmid; kalimat Alhamdulillah, takbir; kalimat Allahu akbar, hauqalah; kalimat laa haula wala quwwata illa billah, dan al kalimat al thayyibah lainnya), shalat (wajib dan sunnat), puasa (wajib dan sunnat), dan memperbanyak shalawat kepada nabi Muhammad saw.

Dengan memperbanyak dan membiasakan hal diatas maka iman seorang akan kokoh dan mantab serta dapat membendung godaan syetan dan kehendak nafsu yang tidak terkendali sehingga dapat terhindar dari penyakit-penyakit hati yang disebut diatas. 


D.    Konsekuensi Akhlak Madzmumah dalam Kehidupan Muslim

Adapun bahaya yang ditimbulkan oleh maksiat atau perbuatan dosa itu seperti di sebutkan oleh Ibnu Qoyyim rahimullah, sebagai berikut:

1.  Terhalangnya ilmu agama karena ilmu itu cahaya yang diberikan Allah di dalam hati, dan maksiat mematikan itu.

2.   Terhalangnya rezeki, seperti dalam hadits riwayat Imam Ahmad, "Seorang    hamba bisa terhalang rezekinya karena dosa yang menimpanya."

3.    Perasaan alienasi pada diri si pendosa yang tiada tandingannya dan tiada terasa kelezatan.

4.   Kegelapan yang dialami oleh tukang maksiat di dalam hatinya seperti perasaan di kegelapan malam.

5.    Terhalangnya ketaatan.

6.    Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahannya.

7.   Maksiat akan melahirkan maksiat lain lagi, demikian kata ulama salaf: Hukum kejahatan adalah kejahatan lagi sebagaimana kebaikan akan melahirkan kebaikan lagi.

8.    Orang yang melakukan dosa akan terus berjalan ke dalam dosanya sampai dia merasa dirinya hina. Itu pertanda-tanda kehancuran.

9.     Kemaksiatan menyebabkan kehinaan. Dan kebaikan melahirkan kebanggaan dan kejayaan.

10.   Maksiat merusak akal, sedang kebaikan membangun akal.

Baca juga artikel yang lain:

  1. Pengertian Bid'ah
  2. Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
  3. Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
  4. Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
  5. Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
  6. Studi Al-Qur'an
  7. Studi Fikih (Hukum Islam)
  8. Urgensi Pengantar Studi Islam
  9. Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
  10. Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf
  11. Akhlak Pribadi sebagai Makhluk dan Anggota Masyarakat
  12. Tipologi Tasawuf
  13. Akhlak Tasawuf
  14. Pendidikan Akhlak
  15. Thareqat di Indonesia
  16. Konsep Baik dan Buruk, Hak dan Kewajiban dalam Akhlak
  17. Ma’rifat dan Mahabbah dalam Tasawuf
  18. Nafsu dan Penyakit Hati
  19. Pengertian Tasawuf
  20. Akhlak Pribadi sebagai Makhluk, Diri Sendiri, Masyarakat, Keluarga

Footnote

[1] Musthofa, Akhlak Tasawuf . (Bandung: Pustaka Setia, 2006) hal 61

[2] M. Sayoti, Ilmu Akhlak,  (Bandung: Lisan, 1987) hal 38

[3] Ibid, 39

[4] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, Akhlak Taswuf (Bandung, Pustaka Setia 2003) hal 134

[5] Ibid, 134

[6]  Imam Suraji, Etikadalam Persepktif Al-Quran dan Hadist (Jakarta: PT.Pustaka Al-Husna Baru, 2006) hal 253

[7] Ibid, 258

[8] Ibid, 263

[9] Ibid, 125

[10] Ibid, 125

[11]Ahmad Barozi dan Abu Azka Fathin Mazayasya, Penyakit Hati dan Penyembuhannya, (Yogyakarta: Darul Hikmah, 2008), 19.

[12] Ibid, 21

[13] Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010), 123

[14] Ibid, 137

[15]Rif’at Syauqi Nawawi, Kepribadian Qur’ani, (Jakarta: Amzah, 2014), 203.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...