JERITAN PERTAMA KETIKA BAYI
BARU LAHIR
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu
berkata : Bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
صِيَاحُ
الْمَوْلُوْدِ حِيْنَ يَقَعُ، وفي روايَةٍ يُولَدُ، نَزْغَةٌ مِنْ الشَّيْطَانِ
“Jeritan anak ketika dilahirkan
adalah (karena) tusukan dari syaitan” [1] Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda.
مَا
مِنْ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ إِلاَّ نَخَسَهُ الشَّيْطَانُ فَيَسْتَحِلُ صَارَخًا
مِنَ نَخْسَةِ الشَّيْطَانَ إِلاَّ ابْنُ مَرْيَمَ وَأُمَّهُ
“Tidak ada seorang anakpun yang
lahir melainkan syaitan menusuknya hingga menjeritlah si anak akibat tusukan
syaithan itu kecuali putra Maryam (Isa) dan ibunya (Maryam)”
Kemudian Abu Hurairah berkata :
Bacalah bila kalian mau (ayat yang berbunyi).
وَإِنِّي أُعِيْذُهَا بِكَ وَذُرِّيَتَهَا مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
“Dan aku meminta perlindungan
untuknya kepada-Mu dan juga untuk anak keturunannya dari syaitah yang terkutuk” [2]
Anak kecil ini belum mengenal
dunia sedikitpun, namun syaitan sudah menyatakan permusuhan dengan menusuknya.
[3] Lalu bagaimana keadaan si anak jika ia telah dapat berbicara dan merasakan
segala sesuatu. Bagaimana keadaannya jika telah bergerak syahwatnya untuk
mencari dunia atau selainnya.
Maka penyesatan dan upaya penyimpangan
yang dilakukan syaitan ini harus dihalangi, karena itulah syari’at datang untuk
melindungi manusia sejak mudanya, bahkan sejak lahir ke dunia ini hingga nanti
menemui Tuhannya. Kami akan mengumpulkan semua tahapan kehidupan manusia secara
ringkas. Sejak anak manusia belum melewati tujuh hari pertama dari umurnya,
penetap syaria’at telah menerangkan jalan-jalan penjagaan bagi anak tersebut
dan menjelaskan perkara-perkara yang seharusnya dilakukan sepanjang tujuh hari
(dari awal kelahiran anak) Maka siapa yang mencintai anaknya dan ingin
menjaganya dari syaitan, hendaklah ia mengikuti metodenya sayyidil mursalin dan
beliau bagi kita adalah sebaik-baik pemberi nasihat.
Beliau sebagaimana diceritakan
oleh Abu Dzar Al-ghifari Radhiyallahu ‘anhu : “Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada seekor burungpun
yang membolak-balikkan sayapnya di udara melainkan beliau sebutkan ilmunya
kepada kami”. Abu Dzar Radhiyallahu anhu berkata : Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
مَا بَقِيَ شَيْءٌ يُقَرِبُ مِنَ الْجَنَّة
وَيُبَاعِدُ عَنِ النَّارِ إلَّا وَقَدْ بُيِنَ لَكُمْ
“Tidak ada sesuatu yang dapat
mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan pada
kalian” [4] Termasuk upaya penjagaan terhadap anak dari gangguan
syaithan adalah doa seorang suami ketika mendatangi istrinya.
بِسْــــمِ اللهِ اَللّهُـــمَّ جَانِبْـنَا
الشَّيْــطَانَ وَ جَانِبِ الشَّيْــطَانَ مَا رَزَقْتَـنَا
“Dengan nama Allah, Ya Allah
jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau
rezkikan kepada kami” Maka bila Allah tetapkan lahirnya anak dari
hubungan keduanya itu maka syaitan tidak akan membahayakannya selamanya” [5]
KABAR GEMBIRA DENGAN KELAHIRAN
ANAK
Al-Qur’an telah menyebutkan
kabar gembira tentang kelahiran anak dalam banyak ayat dalam rangka mengajarkan
kaum muslimin tentang kebiaasaan ini, karena padanya ada pengaruh yang penting
untuk menumbuhkan kasih sayang dan cinta di hati-hati kaum muslimin. [6] Allah
Ta’ala berfirman.
يَا
زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَىٰ لَمْ نَجْعَلْ لَهُ
مِنْ قَبْلُ سَمِيًّا
“Wahai Zakaria, sesungguhnya
Kami memberi kabar gembira padamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama
Yahya” [Maryam/19 : 7]
فَبَشَّرْنَاهُ
بِغُلَامٍ حَلِيمٍ
“Maka berilah kabar gembira
padanya dengan kelahiran anak yang sangat penyabar”
[Ash-Shafaat/37 : 101]
قَالُوا
لَا تَوْجَلْ إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
“Mereka (para malaikat) berkata
: Janganlah kamu merasa takut, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu
dengan (kelahiran seorang) anak laki-laki (yang akan menjadi) orang yang alim” [Al-Hijr/15
: 53]
فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ
يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَىٰ مُصَدِّقًا
بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ
“Kemudian malaikat (Jibril)
memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab
(katanya): ‘Sesungguhnya Allah menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang
puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah, menjadi
ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan
orang-orang saleh” [Ali-Imran/3 : 39]
Seharusnya kita kaum muslimin
mencintai kebaikan bagi saudara-saudara kita. Kita turut bahagia dengan
kebahagiaan mereka dan turut sedih dengan kesedihan mereka. jika kita memang
orang muslim yang sebenar-benarnya, maka kita merasa seperti satu jasad. Bila
salah satu anggotanya merasa sakit, maka semua anggota lainnya terpanggil untuk
bergadang dan merasa demam. Sebagaimana hal ini dimisalkan oleh Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya. Akan tetapi di mana kita dari hal
yang demikian itu? Sementara permusuhan dan kebencian telah menyala-nyala di
kalangan kaum muslimin sendiri dan hasad menjalar di tengah mereka dan kebaikan
telah menipis. Hanya kepada Allahlah tempat mengadu.
UCAPAN SELAMAT DAN KETERANGAN
SALAF TENTANGNYA
Tidak ada satu haditspun dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah mengucapkan selamat bagi
keluarga yang kelahiran. Yang ada hanyalah atsar yang diriwayatkan dari
tabi’in, di antaranya.
1. Dari Al-Hasan Al-Bashri
Rahimahullah. Ada seseorang bertanya kepadanya tentang ucapan selamat tersebut
; “Bagaimana cara aku mengucapkannya ?” Kata Al-Hasan: Ucapkanlah.
جَعَلَهُ اللّهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى
أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Semoga Allah menjadikannya
barakah atas kalian dan atas ummat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [7]
2. Dari Hammad bin Ziyad ia
berkata : “Ayyub As-Sikhtiyani bila memberi ucapan selamat kepada seseorang
yang kelahiran anak ia berkata :
جَعَلَهُ اللّهُ مُبَارَكًا عَلَيْكَ وَعَلَى
أُمَّةٍ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Semoga Allah menjadikannya
barakah atas kalian dan atas ummat Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [8]
Atsar semisal ini jauh lebih
baik dibanding ucapan selamat yang banyak diamalkan manusia pada hari ini.
Namun bersamaan dengan itu kita tidak boleh melazimkan ucapan selamat ini
(seperti tersebut dalam atsar di atas), berbeda bila ada satu hadits (yang
shahih) yang menerangkan tentangnya. Dan kita tidak menjadikan ucapan tersebut
seperti dzikir-dzikir yang tsabit dalam As-Sunnah (yakni kita tidak terus
menerus mengamalkannya karena tidak ada satu hadits pun yang menyebutkan hal
ini). Siapa yang mengucapkannya kadang-kadang maka tidak apa-apa dan siapa yang
tidak mengucapkannya maka tidak ada masalah.
Baca juga artikel yang lain:
- Shalat Tarawih
- Pengertian Anak Yatim dan Piatu
- Adab Berdo'a
- Adab Jamuan
- Adab Suami Istri
- Adab Ziarah Kubur
- Adab Makan dan Minum
- Adab-adab Membaca Al-Qur'an
- Keutamaan-keutamaan Hari Jum'at
- Pengertian Bid'ah
- Gembira dengan Kelahiran Anak
- Nabi Berdakwah Ke Thaif
- Berzina dengan Seseorang yang Bersuami/Beristri
- Keutamaan Menyantuni Anak Yatim
- Maha Penyembuh
______
Footnote
[1]. Dikeluarkan oleh
Al-Bukhari (3248), Muslim (15/128 Nawawi) dan At-Thabrani dalam As-Shaghir
(29), dan riwayat yang lain darinya dan Ibnu HIbban (6150-6201-6202)
[2]. Dikeluarkan oleh
Al-Bukhari (3/110 –As-Sindi), Muslim (15/128 Nawawi) dan Abu Ya’la 5971]
[3]. Lihat Syrahu Shahih Muslim
oleh Imam An-Nawawi tentang hadits ini (15/129-130)
[4]. Dikeluarkan oleh
Ath-Thabrani dalam Al-Kabir (1647) dan Ash-Shaghir (1/268), Ahmad dalam
Al-Musnad (5/153-162) baris pertama darinya
[5]. Dikeluarkan oleh
Al-Bukhari (9/228 Fathul Bari), Muslim (10/1434 Nawawi) dan selain keduanya.
[6]. Dinukil dari kitab Ukhti
Muslimah Kaifa Tastaqbilin Mauludikil Jadid, penulis Nasyat Al-Mishri
[7]. Hadits hasan. Dikeluarkan
oleh At-Thabrani dalam Kitab Ad-Du’a (2/1243) dengan sanad yang rijalnya
(rawi-rawinya) tsiqah (orang kepercayaan) selain syaikhnya (gurunya)
At-Thabrani yakni Yahya bin Utsman bin Shalih, kata Al-Hafidh tentangnya : “Ia
shaduq, tertuduh tasyayyu’ (kesyiah-syiahan), dan sebagian ulama menganggapnya
layyin (lemah) karena keadaannya yang meriwayatkan dari selain asalnya”.
Berkata Ibnu Abi Hatim dalam Al-Jarh wa At-Ta’dil (9/175) : “Aku menulis
(hadits) darinya dan juga ayahku, dan mereka memperbincangkannnya”. Dalam
Al-Mizan, Ad-Dzahabi berkata : “Ia shaduq Insya Allah’.Berkata Al-Mundziri
dalam At-Targhib (2/17) : “Dia tsiqah dan padanya ada perbincangan”. Kami
katakan : orang yang semisal Yahya ini haditsnya tidak turun dari derajat
Hasan.
[8]. Dikeluarkan oleh
At-Thabrani dalam Kitab Ad-Du’a (2/1244) dengan sanad yang lemah. Namun atsar
yang lemah ini mendukung atsar sebelumnya. Wallahu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar