DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... iv
A. Latar Belakang .................................................................................................... iv
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. iv
C. Tujuan ................................................................................................................. v
D. Manfaat ............................................................................................................... v
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 1
A. Pengertian Konsep Manusia ................................................................................ 1
B. Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme ....................................................2
C. Konsep Manusia Menurut Aliran Islam .............................................................. 4
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 8
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 8
B. Saran .................................................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu makhluk Allah yang ada dimuka bumi ini. Berbeda dengan makhluk lainnya seperti binatang, tumbuhan dan malaikat. Keberadaan manusia dimuka bumi menempati posisi utama sebagai khalifah. Sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi...” (QS. Al-Baqarah:2:30). Sebagai seorang khalifah, maka tugas manusia dimuka bumi ini adalah memakmurkan alam semesta ini “Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya” (QS. Hud:11:61).[1]
Tuhan menciptakan manusia dengan bentuk raga yang sebaik-baiknya dan rupa yang seindah-indahnya, dilengkapi dengan berbagai organ psikofisik yang istimewa seperti panca indera dan hati agar manusia bersyukur kepada Allah yang telah menganugerahi keistimewaan-keistimewaan itu. Secara lebih rinci, keistimewaan-kesitimewaan yang dianugerahkan Allah kepada manusia antara lain ialah kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta dan dirinya sendiri.[2]
Para filosof sebelum Socrates sampai Psikologi modern saat ini berpendapat bahwa manusia selain merupakan makhluk biologis yang sama dengan makhluk lainnya adalah juga makhluk yang mempunyai sifat-sifat tersendiri yang khas. Oleh karena itu, dalam mempelajari konsep manusia harus mempunyai sudut pandang yang khusus pula.[3]
Maka dalam makalah ini akan dibahas tentang “Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam” guna mempermudah pemahaman kita.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manusia?
2. Bagaimana konsep manusia menurut aliran humanisme?
3. Bagaimana konsep manusia menurut aliran islam?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari manusia.
2. Untuk mengetahui konsep manusia menurut aliran humanisme.
3. Untuk mengetahui konsep manusia menurut aliran islam.
D. Manfaat
Dengan penulisan makalah ini pemakalah berharap dapat meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman pada mata kuliah Psikologi Agama tentang konsep manusia menurut aliran himanisme dan islam bagi pemakalah pada khususnya dan teman-teman pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme
Di kalanngan ilmuan Psikologi seringkali muncul suatu pertanyaan tentang hakikat manusia yang sesungguhnya dan setiap kali hal itu muncul selalu saja tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Dalam ranah ilmu pengetahuan pendapat ahli dalam memaknai manusia yang berpendapat bahwa manusia dan bintang keduanya sama. Manusia adalah sebuah mesin yang diberi makan dan menghasilkan pikiran.[4] Humanisme adalah salah satu aliran dalam dunia psikologi. Abraham Maslow (1908-1970) dipandang sebagai bapak dari psikologi humanistik. Gerakan psikologi humanistik mulai di Amerika pada tahun 1950.[5] Ia mengajukan teori tentang hierarchy of needs. Kebutuhan-kebutuhan (needs) tersebut, yaitu kebutuhan-kebutuhan fisiologis (the physiological needs), kebutuhan akan rasa aman (the safety needs), kebutuhan akan rasa cinta dan memiliki (the belongingness and love needs), kebutuhan akan penghargaan (the esteem needs), dan kebutuhan untuk aktualisasi diri (the needs for self-actualization). Apabila kebutuhan yang satu telah terpenuhi, maka kebutuhan lain lebih tinggi menuntut untuk dipenuhi.
Aliran psikologi ini merupakan gerakan psikologi yang merasa tidak puas dengan psikologi behavioristik dan psikoanalisis, dan mencari alternatif psikologi yang fokusnya adalah manusia dengan ciri-ciri eksistensinya.[6]
Psikologi humanistik adalah aliran psikologi yang menekankan kekuatan dan keistimewaan manusia. Manusia lahir dengan citra yang baik dan dipersiapkan untuk berbuat yang baik pula. Orientasi aliran ini lebih menekankan pada pola-pola kemanusiaan, sehingga ia lebih dikenal sebagai aliran yang berpaham humanisme. Aliran ini banyak mengutuk aliran-aliran lainnya yang muncul sebelumnya, yang sering mengeksperimentasikan tingkah laku hewan untuk kemudian hasilnya digunakan memahami fenomena psikologi manusia. Upaya seperti itu boleh dikatakan sebagai upaya dehumanisasi yang menafikan citra manusia.[7]
Psikologi ini memusatkan perhatiannya untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang melekat pada eksistensi manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan pribadi, sikap etis, rasa estetika, dan lain-lain. kualitas-kualitas ini merupakan ciri khas manusia, dan tidak dimiliki oleh makhluk lain, misalnya binatang. Psikologi humanistik juga memandang bahwa manusia sebagai pemilik otoritas atas dirinya sendiri. Asumsi ini menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sadar, mandiri, pelaku aktif, yang dapat menentukan hampir segala tingkah lakunya.[8] Ia adalah makhluk dengan julukan the self determining being yang mampu sepenuhnya menentukan tujuan-tujuan yang paling diinginkannya dan cara-cara mencapai tujuan itu yang dianggapnya paling tepat.
B. Tokoh Aliran Humanisme
1. David A. Kolb
David A. Kolb lahir pada tahun 1939. dan ia dibesarkan di kota New York. Ia memperoleh gelar sarjana pada tahun 1961 dari Knox College. Dia kemudian melanjutkan untuk mendapatkan gelar Ph.D. dalam psikologi sosial dari Universitas Harvard. Hari ini, dia adalah Profesor Perilaku Organisasi dalam Weatherhead School of Management di Case Western Reserve University.
Kolb telah menulis beberapa artikel dan buku yang telah diterbitkan. diantaranya:
1. The Critique of Pure Modernity: Hegel, Heidegger, and After, 1987
2. Postmodern Sophistications: Philosophy, Architecture, and Tradition, 1990
3. New Perspectives on Hegel's Philosophy of Religion, 1992
4. Socrates in the Labyrinth: Hypertext, Argument, Philosophy, 1994
5. Sprawling Places, 2008
6. "On the Objective and Subjective Grounding of Knowledge", translation, with introduction and notes, of an essay by the Neo-Kantian Paul Natorp, in the Journal of the British Society for Phenomenology, 1981.
7. "Language and Metalanguage in Aquinas", in the Journal of Religion, 1981, "Socrates and Stories", in Spring, 1981.
8. "Sellars on the Measure of All Things", in Philosophical Studies, 1979.
9. "Ontological Priorities: A Critique of the Announced Goals of Descriptive Metaphysics", in Metaphilosophy, 1975.
10. "Time and the Timeless in Greek Thought", in Philosophy East-West, 1974.
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahapan, yaitu:[9]
a. Pengalaman konkret: pada tahap dini, seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, ia belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu. Inilah yang terjadi pada tahap awal proses belajar.
b. Pengamatan aktif dan reflektif: siswa lambat laun mampu mengadakan pengamatan aktif terhadap kejadian itu, serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.
c. Konseptualisasi: siswa mulai belajar membuat abstraksi atau “teori” tentang hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat atuan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda tetapi mempunyai landasan aturan yang sama.
d. Eksperimentasi aktif: pada tahap ini siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia matematika, misalnya siswa tidak hanya memahami asal-usul sebuah rumus, tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya.
2. Carl Rogers
Carl Ransom Rogers (1902-1987) lahir di Oak Park, Illinois pada tanggal 8 Januari 1902 di sebuah keluarga Protestan yang fundamentalis. Kepindahan dari kota ke daerah pertanian diusianya yang ke-12, membuat ia senang akan ilmu pertanian. Ia pun belajar pertanian di Universitas Wisconsin. Setelah lulus pada tahun 1924, ia masuk ke Union Theology Seminary di Big Apple dan selama masa studinya ia juga menjadi seorang pastor di sebuah gereja kecil. Meskipun belajar di seminari, ia malah ikut kuliah di Teacher College yang bertetangga dengan seminarinya.
Tahun 1927, Rogers bekerja di Institute for Child Guindance dan mengunakan psikoanalisa Freud dalam terapinya meskipun ia sendiri tidak menyetujui teori Freud. Pada masa ini, Rogers juga banyak dipengaruhi oleh Otto Rank dan John Dewey yang memperkenalkan terapi klinis. Perbedaan teori yang didapatkannya justru membuatnya menemukang benang merah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan teorinya kelak.
Tahun 1957, Rogers pindah ke Universitas Wisconsin untuk mengembangkan idenya tentang psikiatri. Setelah mendapat gelar doktor, Rogers menjadi profesor psikologi di Universitas Universitas Negeri Ohio. Kepindahan dari lingkungan klinis ke lingkungan akademik membuat Rogers mengembangkan metode client-centered psychotherapy. Disini dia lebih senang menggunakan istilah klien terhadap orang yang berkonsultasi dibandingkan memakai istilah pasien.
Carl Rogers mengemukakan bahwa siswa yang belajar hendaknya tidak dipaksa, melainkan dibiarkan belajar bebas, siswa diharapkan dapat mengambil keputusan sendiri dan berani bertanggungjawab atas keputusan-keputusan yang diambilnya sendiri. Dalam pandangan Rogers, konsep diri merupakan hal terpenting dalam kepribadian, dan konsep diri ini juga mencakup kesemua aspek pemikiran, perasaan, serta keyakinan yang disadari oleh manusia dalam konsep dirinya.
3. Abraham Maslow
Abraham Maslow dilahirkan di Brooklyn, New York, pada tahun 1908 dan wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun. Maslow dibesarkan dalam keluarga Yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh bersaudara. Masa muda Maslow berjalan dengan tidak menyenangkan karena hubungannya yang buruk dengan kedua orangtuanya. Semasa kanak-kanak dan remaja Maslow merasa bahwa dirinya amat menderita dengan perlakuan orang tuanya, terutama ibunya.Keluarga Maslow amat berharap bahwa ia dapat meraih sukses melalui dunia pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang Hukum tetapi kemudian tidak dilanjutkannya. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin, dimana ia memperoleh gelar Bachelor tahun 1930, Master tahun 1931, dan Ph.D pada tahun 1934.
Abraham Maslow dikenal sebagai pelopor aliran psikologi humanistik. Maslow percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin. Teorinya yang sangat terkenal sampai dengan hari ini adalah teori tentang Hierarchy of Needs (Hirarki Kebutuhan). Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki, mulai dari yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Dalam teori psikologinya, yakni semakin tinggi need achievement yang dimiliki seseorang semakin serius ia menggeluti sesuatu itu.
Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslov yang dikutip dalam buku Wasty Soemanto ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi (Soemanto, 2006).[10]
Teori Maslow yang terkenal adalah teori kebutuhan. Kebutuhan pada diri manusia selalu menuntut pemenuhan, dimulai dari tahapan yang paling dasar secara hierarkis menuju pada kebutuhan yang paling tinggi Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis. Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
4. Arthur Combs
Bersama dengan Donald Snygg (1904-1967) mereka mencurahkan banyak perhatian pada dunia pendidikan. Meaning (makna atau arti) adalah konsep dasar yang sering digunakan. Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dati ketidakmampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
5. Jurgen Habermas
Jurgen Habermas lahir pada 18 Juni 1929 di Dusseldorf Jerman. Pengalaman pahitnya sewaktu remaja yang ditandai dengan dua peristiwa besar Perang Dunia II dan hidup di bawah tekanan rezim nasional-sosialis Adolf Hitler, mengantarkannya untuk mengintrodusisasi pentingnya demokrasi dalam pemikiran politiknya.
Awal pendidikannya dimulai dengan mempelajari filsafat di Universitas Gottingen dan Bonn dan mulai bergabung ke dalam Institute Fur Sozialforschung pada tahun 1956, yaitu lima tahun setelah Institut itu didirikan kembali di bawah kepemimpinan Adorno. Waktu itu ia berusia 27 tahun dan mengawali karier akademisnya sebagai asisten Theodor Adorno (seorang filsuf Jerman terkemuka di Institute for Social Research) antara tahun 1958-1959. Gelar Ph.D, didapatkannya setelah berhasil menyelesaikan dan mempertahankan disertasinya yang berjudul Das Absolut und die Geschichte (Yang Absolut dan Sejarah) yang kemudian diterbitkan menjadi buku pada tahun 1954 dan berisi tentang pertentangan antara yang Mutlak dan Sejarah dalam pemikiran Schelling.
Habermas melibatkan diri dalam kesibukan-kesibukan Institut, ia mempersiapkan sebuah Habilitationsschrift yang berjudul Strukturwandel der Oeffentlichkeit (Perubahan dalam Struktur Pendapat Umum, 1962), dan menjadi salah satu karya yang termasyhur diantara karya-karya awalnya sebagai anggota Institut. Habilitation itu dilaksanakan di Mainz pada tahun 1961, sementara pada tahun itu juga memberikan kuliah di Universitas Heidelberg sampai pada tahun 1964, dan setelah mengakhiri tugas mengajarnya, ia kembali ke Universitas Frankfurt dan menggantikan kedudukan Horkheimer dalam mengajar sosiologi dan filsafat.
Satu hal yang penting dalam memahami posisinya sebagai pemikir Marxis adalah peranannya di kalangan mahasiswa Frankfrut, seperti halnya Adorno dan Hokheimer, Habermas melibatkan diri dalam gerakan-gerakan mahasiswa kiri Jerman (new left), meskipun keterlibatannya hanya sejauh sebagai seorang pemikir Marxis. Ia terutama menjadi popular di kalangan kelompok yang menamakan dirinya Sozialistischer Deutsche Studentenbund (Kelompok Mahasiwa Sosialis Jerman). Habermas mendapat reputasi sebagai pemikir baru yang diharapkan dapat melanjutkan tradisi pemikiran Horkheimer, Adorno dan Marcuse, namun sejak tahun 1970-an, hubungan baiknya dengan gerakan ini mengendur sejak gerakan ini mulai melancarkan aksi-aksi dengan cara kekerasan yang tidak dapat ditolerir, seperti para pendahulunya. Hebermas juga melontarkan kritikannya kepada gerakan-gerakan itu, ia mengecamnya sebagai gerakan “Revolusi Palsu”, “bentuk-bentuk pemerasan yang diulangi kembali”, “Picik” dan kontraproduktif.
C. Konsep Manusia Menurut Aliran Islam
Psikologi Islami membangun teori dan konsep tentang manusia bersumber dari kitab suci Al-Qur’an. Wawasan Islami mengenai manusia sangat banyak sumbernya (dalam Al-Qur’an), antara lain dapat disimpulkan dari riwayat Nabi Adam a.s. yaitu:
1. Manusia mempunyai derajat tinggi sebagai khalifah Allah,
2. Manusia tidak menanggung dosa asal atau dosa turunan,
3. Manusia merupakan kesatuan dari empat dimensi (fisik-biologi, mental-psikis, sosio-kultural, dan spiritual),
4. Dimensi spiritual memungkinkan manusia mengadakan hubungan dan mengenal Tuhan melalui cara-cara yang diajarkan-Nya
5. Manusia memiliki kebebasan berkehendak,
6. Manusia memiliki akal sebagai kemampuan khusus dan dengan akalnya itu mengembangkan ilmu (dan teknologi) serta peradaban,
7. Manusia tidak dibiarkan hidup tanpa bimbingan dan petunjuk-Nya.[11]
Al-Qur’an memberikan penjelasan tentang manusia meliputi istilah al-basyar, al-ins, al-insan, al-unas, an-nas, bani adam, al-nafs, al-‘aql, al-qalb, ar-ruh, dan al-fitrah.
1. Al Basyar, Istilah ini menunjukkan makna bahwa manusia adalah anak keturunan Nabi Adam as dan makhluk fisik yang juga membutuhkan makan serta minum. Kata 'basyar' sendiri disebutkan sebanyak 36 kali dalam bentuk tunggal dan hanya sekali dalam bentuk 'mutsanna' atau 'jama'. Sebagai makhluk yang bersifat fisik, manusia tidak jauh berbeda dengan makhluk biologis lainnya. Kehidupan manusia terikat dengan kaidah prinsip kehidupan biologis seperti berkembang biak.
2. Al Ins, meiliki arti tidak liar atau tidak biadab. Istilah Al Ins berkebalikan dengan istilah al jins atau jin yang bersifat metafisik dan liar. Jin hidup bebas di alam yang tidak dapat dirasakan dengan panca indra. Berbeda dengan manusia yang disebut menggunakan istilah al ins. manusia adalah makhluk yang tidak liar, artinya jelas dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kata Al Ins disebutkan sebanyak 18 kali dalam Alquran, masing-masing dalam 17 ayat dan 9 surat.
3. Al Insan, memiliki arti melihat, mengetahui, dan minta izin. Istilah ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kemampuan menalar dan berpikir dibanding dengan makhluk lainnya. Manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang dilihatnya, mengetahui yang benar dan yang salah, serta dapat meminta izin ketika menggunakan sesuatu yang bukan miliknya. Manusia dalam istilah ini merupakan makhluk yang dapat dididik, memiliki potensi yang dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
4. Al-Unas,
5. An Nas, menunjukkan fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia harus menjaga hubungan baik dengan manusia lainnya. Dari awal terciptanya, seorang manusia berawal dari sepasang laki-laki dan wanita. Ini menunjukkan bahwa manusia harus hidup bersaudara dan saling membantu.
6. Bani Adam. Manusia dalam istilah ini memiliki arti keturunan Adam. Istilah ini digunakan untuk menyebut manusia bila dilihat dari asal keturunannya. Istilah 'Bani Adam' disebutkan sebanyak 7 kali dalam 7 ayat Alquran. Penggunaan kata 'Bani Adam' menunjuk pada arti manusia secara umum. Terdapat tiga aspek yang perlu dikaji bila melihat manusia dengan istilah ini. Pertama, berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah, misalnya dengan berpakaian yang menutup aurat. Kedua, saling mengingatkan dengan manusia lain agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa. Ketiga, memanfaatkan semua yang ada di alam untuk beribadah.
7. Al-nafs, di dalam al-Qur’an surat al-Dzuriyat ayat 21 Allah berfirman: “Dan tentang anfus kalian, apakah kalian tidak memperhatikan (“untuk menganalisisnya”). Seruan Allah ini mengisyaratkan bahwa betapa pentingnya menganalisis diri pribadi (anfus) manusia. Di dalam al-Qur’an telah cukup banyak diterangkan tentang konsep manusia. Salah satu yang diterangkan dalam al-Qur’an adalah tentang rahasia-rahasia yang ada dalam diri manusia (anfus), sebagaimana firman Allah dalam surat Fushilat ayat 53, yang artinya: “Kami perlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami pada seluruh ufuk dan di dalam “anfus”mu sendiri, sehingga jelas bahwasannya al-Qur’an itu benar”.
8. Al-‘aql,
9. Al-qalb,
10. Ar-ruh,
11. Al-fitrah
Dari keseluruhan konsep ini, manusia memiliki tiga aspek pembentuk totalitas manusia yang secara tegas dapat dibedakan, namun secara pasti tidak dapat dipisahkan. Ketiga aspek itu adalah aspek jismiah (fisik, biologis), aspek nafsiah (psikis, psikologi), dan aspek ruhaniah (spiritual).[12
1. Aspek Jismiah
Aspek jismiah adalah organ fisik dan biologis manusia dengan segala perangkat-perangkatnya. Organ fisik biologis manusia adalah organ fisik yang paling sempurna di antara semua makhluk hidup. Sistem konstruksi susunan fisik-biologis manusia berupa susunan sel, kelenjar, alat pencernaan, susunan saraf sentral, urat, darah, tulang, sum-sum, kulit, rambut, organ-organ dalam, jantung, paru-paru, ginjal, hati, dan sebagainya. Dengan kemampuan seluruh daya kehidupan ini manusia dapat merasakan berbagai perasaan, seperti rasa sakit, panas, dingin, manis, pahit, haus, lapar dan lain sebagainya.
Aspek jismiah ini memiliki dua sifat dasar. Pertama, berupa bentuk konkret, berupa tubuh yang nampak. Kedua, berupa bentuk abstrak berupa nyawa yang menjadin sarana kehidupan tubuh. Aspek abstrak inilah yang mampuberinteraksi dengan aspek nafsiah dan ruhaniah manusia.
2. Aspek Nafsiah
Aspek nafsiah adalah keseluruhan kualitas khas kemanusiaan, berupa pikiran, perasaan, kemauan, dan kebebasan. Aspek ini merupakan persentuhan antara aspek jismiah dan ruhaniah. Keduanya saling berbeda danberlawanan, tetapi saling membutuhkan. Sebab aspek jismiah akan hilang daya hidupnya apabila tidak memiliki aspek ruhaniah, aspek ruhaniaah tidak akan mewujud secara konkret tanpa aspek jismiah. Disinilah aspek nafsiah berada, yaitu berada di antara dua aspek yang berbeda itu dan berusaha mewadahi kedua kepentingan yang berbeda. Aspek nafsiah ini memiliki tiga dimensi utama, yaitu dimensi al-nafsu, al-‘aql, dan al-qalb. Ketiga dimensi inilah yang menjadi sarana bagi aspek nafsiah untuk mewujudkan peran dan fungsinya.
3. Aspek Ruhaniah
Aspek ini adalah aspek psikis manusia yang bersifat spiritual dan transendental. Bersifat spiritual karena ia merupakan potensi luhur batin manusia. Potensi luhur batin itu merupakan sifat dasar dalam diri manusia yang berasal dari ruh ceptaan Allah. Sifat spiritual ini muncul dari dimensi ar-ruh. Bersifat transendental katena merupakan dimensi psikis manusia yang mengatur hubungan manusia dengan Allah. Fungsi ini muncul dari dimensi al-fitrah.[13]
Secara Bahasa, kata al-basyar berasal dari kata basyara-basyran. Di antara makna dari kata tersebut adalah mengupas. Pemaknaan kata mengupas tersebut, jika kita merujuk kepada makna yang diberikan oleh al-Ashfahani di dalam mufradatal-alFazhal-Qur’an dikarenakan kata basyar bisa menjadi al-bisyrah atau al-basyarah yang artinya kulit yang tampak. Beberapa ahli bahasa kemudian menjelaskan kenapa manusia disebut dengan kata basyar, karena secara fisik kulit manusia lebih tampak dari pada rambut/bulu-bulunya. Berbeda dengan hewan yang lebat bulunya atau sama sekali tidak memiliki bulu.[14]
Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam melihat akar dari kata an-Nas. Beberapa di antara mereka, menyatakan bahwa al-Nas berasal dari kata unas yang berasal dari kata anisa yang artinya jinak-menjinakkan/ramah. Hilangnya hamzah pada kata tersebut disebabkan karena masuknya alif lam. Berbeda dengan pemaknaan tersebut, ahli bahasa lain berpendapat bahwa asal kata an-Nas adalah nasiya artinya lupa.[15]
Al-Isfahani di dalam kitabnya menyebutkan kata al-Ins memiliki akar kata yang sama dengan al-Insan. Meski demikian, bagi al-Ashfahani al-Ins dan al-Insan memberikan penekanan yang sama sekali berbeda. Secara bahasa keduanya memang berasal dari alif nun dan sin, tetapi jika di lihat pada penggunaan katanya di dalam konteks ayat-ayat maka al-Ins, oleh beliau diartikan khilaful jinni (makhluk yang berbeda dari jin).[16]
Manusia dikendalikan oleh iman. Secara garis besar pembinaan manusia agar menjadi manusia dilakukan dengan cara mengisi qalbu dengan mempertebal iman. Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa qalbu memiliki dua perangkat, yaitu perangkat dzahir dan perangkat batin. Perangkat dzahir adalah seluruh anggota badan yang terlihat oleh pandangan-pandangan dzahir (al-abshar) yaitu: tangan, kaki, mata, telinga, lidah, dan seluruh anggota badan dzahir. Sedangkan perangkat batin adalah seluruh perangkat dalam jiwa manusia yang hanya terlihat oleh pandangan-pandangan mata batin (al-bashdir) seperti daya tangkap alat-alat indera, syahwat dan marah.[17]
Kesimpulannya adalah manusia menurut pandangan aliran Islam adalah makhluk biologis, psikologis, dan rohaniah. Inti dari manusia adalah iman. Letak iman manusia berada pada qalbudan dibutuhkan pembinaan terhadap qalbu manusia untuk menjadikan manusia yang baik.[18]
Baca juga artikel yang lain:
- Ulumul Hadist (Ilmu-ilmu Hadist)
- Pengertian Bid'ah
- Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
- Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
- Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
- Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
- Studi Al-Qur'an
- Studi Fikih (Hukum Islam)
- Urgensi Pengantar Studi Islam
- Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Yang dimaksud dari manusia adalah makhluk pedagogik dan juga khalifah Allah di muka bumi. Predikat tersebut pantas melekat pada makhluk sebagus, seindah, secerdas, dan segenius manusia. Akan tetapi keragaman sudut pandang tentang manusia mencerminkan perbedaan paradigma yang dijadikan dasar perseptual dan konseptual mengenai apa dan siapa manusia itu. Yang mampu menentukan kepercayaan yang harus diterima dan ditolak.
2. Menurut aliran humanisme, manusia sebagai pemilik otoritas atas dirinya sendiri. Psikologi ini memusatkan perhatiannya untuk menelaah kualitas-kualitas insani, yakni sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang melekat pada eksistensi manusia, seperti kemampuan abstraksi, daya analisis dan sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi diri, makna hidup, pengembangan pribadi, sikap etis, rasa estetika, dan lain-lain. kualitas-kualitas ini merupakan ciri khas manusia, dan tidak dimiliki oleh makhluk lain, misalnya binatang.
3. Manusia menurut pandangan aliran Islam adalah makhluk biologis, psikologis, dan rohaniah. Inti dari manusia adalah iman. Letak iman manusia berada pada qalbudan dibutuhkan pembinaan terhadap qalbu manusia untuk menjadikan manusia yang baik.
B. Saran
Apabila dalam penulisan makalah kami, ada hal-hal yang kurang tepat atau keliru, maka kami mohon untuk memberikan saran. Sehingga kedepannya kami dapat lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Basit, Abdul. 2013. Filsafat Dakwah. Jakarta: PT Rajawali Press.
Al-Rasyidin dan Nizar. 2005. Filsafat Pendidikan Islam. Ciputat: Ciputat Press.
Farida. 2011. Psikologi Pasien. Kudus: NORA MEDIA ENTERPRISE.
Baharuddin dan Makin. 2017. Pendidikan Humanistik. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Daulay, Nurussakinah. 2014. Pengantar Psikologi dan Pandangan Al-Qur’an tentang Psikologi. Jakarta: PRENAMEDIA GROUP.
H. Thouless, Robert. 1992. Pengantar Psikologi Agama. Jakarta: CV Rajawali.
Madjid, Nurcholis. 1992. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.
Tufiq, Muhammad Izzudin. 2006. Panduan Lengkap dan Praktis Psikologi Islam. Jakarta: Gema Insani.
Prawira, Purwa Atmaja. 2012. Psikologi Umum dengan Perspektif Baru. Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA.
Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
Mujib, Abdul. 2002. Nuansa-Nuansa Psikologi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Baharuddin. 2005. Aktualisasi Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ancok, Djamaludin dan Fuad Nashori Suroso. 1995. Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Mujib, Abdul. 1999. Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis. Jakarta: Darul Falah.
Ashfahani, Al Raghibal. 1412. Mufradatal-Alfazhal-Qur’an. Beirut: DarulIlmi.
Foodnoote
[1] Abdul Basit, Filsafat Dakwah (Jakarta: PT Rajawali Press, 2013), 87.
[2] Al-Rasyidin dan Nizar, Filsafat Pendidikan Islam (Ciputat: Ciputat Press, 2005), 17.
[3] Farida, Psikologi Pasien (Kudus: NORA MEDIA ENTERPRISE, 2011), 41.
[4] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Umum dengan Perspektif Baru (Jogjakarta: AR-RUZZ MEDIA, 2012), 198.
[5]Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi dan Pandangan Al-Qur’an tentang Psikologi (Jakarta: PRENAMEDIA GROUP, 2014), 140.
[6] Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum (Yogyakarta: Andi, 2002), 63-65.
[7] Abdul Mujib, Nuansa-nuansa Psikologi Islam (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2002), 75.
[8] Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 83.
[9][9][9] Asep Jamaludin, Teori Belajar dan Pembelajaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 35
[10] Rohmalina Wahab, Psikologi Belajar (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 57
[11] Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 156.
[12] Abdul Mujib, Fitrah dan Kepribadian Islam: Sebuah Pendekatan Psikologis (Jakarta: Darul Falah, 1999), 40.
[13] Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), 61-74.
[14] Al Raghibal-Ashfahani, Mufradatal-Alfazhal-Qur’an (Beirut: DarulIlmi, 1412), 124.
[15] Ibid.,828.
[16] Ibid.,94.
[17] Nurussakinah Daulay, Pengantar Psikologi dan Pandangan Al-Qur’an tentang Psikologi (Jakarta: PRENAMEDIA GROUP, 2014), 87.
[18] Ibid.,98.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar