BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Untuk mendekatkan diri pada tuhan maka harus menempuh jalan ikhtiar,salah satu jalan ikhtiar yaitu dengan mendalami lebih jauh ilmu tasawuf ,untuk mengetahui sesuatu maka pasti ada ilmunya,banyak dikalangan orang awam yang kurang mengetahui tentang ilmu mengenal tuhan (Tarekat).
Seorang penganut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktik eksoteris atau duniawi Islam. Dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk tariqah, melalui praktik spritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai haqiqah ( hakikat, atau kebenaran hakiki ).
Bila ditinjau dari sisi lain, tarikat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan ( persaudaraan ), dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah.
B. Rumusan Masalah
Dari penulisan latar belakang diatas, maka akan dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Thareqat?
2. Apa Faktor Timbulnya Thareqat?
3. Bagaimana Pelaksanaan Thareqat?
4. Jelaksan Macam-macam Thareqat di Indonesia?
C. Tujuan
Ada beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Thareqat.
2. Untuk Mengetahui Faktor Timbulnya Thareqat.
3. Untuk Mengetahui Pelaksanaan Thareqat.
4. Untuk Mengetahui Macam-macam Thareqat di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thareqat.
Ada beberapa definisi terkait maksalah thareqat, yang pertama dalam tinjauan etimologi bahwa tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu al-thariq, jamaknya al-thuruq merupakan isim musytaraq, yang secara etimologi berarti jalan, tempat, atau metode.[1]
Sedangkan menurut terminology ada beberapa ahli yang mendefinisikan tentang thareqat, diantaranya menurut Abu Bakar Aceh, thareqat adalah petunjuk dalam melaksanakan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan diajarkan oleh Rasul, dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai pada guru-guru, sambung-menyambung dan rantai-berantai. Atau suatu cara mengajar dan mendidik, yang akhirnya meluas menjadi kumpulan kekeluargaan yang mengikat penganut-penganut sufi,untuk memudahkan menerima ajaran dan latihan-latihan dari para pemimpin dalam suatu ikatan.
Harun Nasution mendefinisikan thareqat sebagai jalan yang harus ditempuh oleh seorang sufi, dengan tujuan untuk berada sedekat mungkin dengan Allah SWT.[2]
Syekh Muhammad Amin Kurdy mendefinisikan thareqat sebagai pengalaman syari’at dan dengan tekun melaksanakan ibadah dan menjauhkan diri dari sikap mempermudah pada apa yang memang tidak boleh dipermudah.[3]
Zamakhsyari Dhofier memberikan definisi terhadap thareqat sebagai suatu istilah generic, perkataan thareqat berarti “jalan menuju surga” dimana waktu melakukan amalan-amalan thareqat tersebut si pelaku berusaha mengangkat dirinya melampaui batas-batas kediriannya sebagai manusia dan mendekatkan dirinya ke sisi Allah SWT.[4]
Dari beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa thareqat adalah melakukan pengalaman yang berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam berthareqat yakni kedekatan diri kepada Allah (taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan thareqat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dan dikerjakan oleh para shabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.[5]
B. Faktor Timbulnya Thareqat
Pada mulanya thareqat melalui oleh seorang sufi secara individual, namun seiring dengan perjalannnya, thareqat diajarkan baik secara individual maupun secara kolektif. Pengajaran thareqat pada orang lain ini sudah dimulai sejak al Hallaj (858-922 M) dan dilakukan pula oleh sufi-sufi besar lainnya. Dengan demikian timbullah dalam sejarah Islam kumpulan sufi yang mempunyai syaikh yang menganut thareqat tertentu sebagai amalannya dan mempunyai pengikut.[6]
Sistem hubungan antara mursyid dan murid menjadi pondasi bagi pertumbuhan thareqat sebagai sebuah organisasi dan jaringan.[7] Fungsi mursyid yang sedemikian sentral sebagai pembimbing rohani dalam rangka menjalani maqamat, menjadikan murid secara alami menerima otoritas dan bimbingannya. Penerimaan ini tampak didasarkan atas keyakinan bahwa setiap manusia mempunyai kemungkinan yang inheren dalam dirinya berupa kemampuan untuk mewjudkan proses dalam pengalaman “bersatu” dengan Tuhan akan tetapi, potensi ini terpendam dan dapat terwujud hanya dengan iluminasi tertentu yang dianugerahkan oleh Tuhan tanpa bimbingan dari seorang mursyid.[8]
Amalan thareqat merupakan aspek yang inheren dalam tradisi sufi tanpa harus dihubungkan dengan tradisi thareqat tertentu. Sesungguhnya, sebelum timbulnya organisasi-organisasi thareqat (jauh sebelum abad ke 15), dalam masyarakat Islam telah berkembang amalan-amalan thareqat yang semata-mata merupakan aliran-aliran doktrin tasawuf. Organisasi-organisasi thareqat pada taraf awal pertumbuhannya merupakan kelanjutan faham-faham tasawuf yang berkembang mulai abad ke 9, dan oleh karena itu istilah thareqat teteap dipakai sesuai dengan arti aslinya, yaitu suatu cara atau jalan yang ideal menuju kesisi Allah dengan menekankan pentingnya aspek-aspek doktrin disamping pelaksanaan praktek-praktek spiritual yang tidak menyeleweng dari contoh-contoh yang diberikan oleh para Nabi dan para sahabat.[9]
C. Pelaksanaan Thareqat
Tarekat merupakan jalan yang harus dilalui untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. maka orang yang menjalankan tarekat tersebut harus menjalankan syariat dan murinya harus memenuhi beberapa unsure-unsur berikut:
1. Mempelajari ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan syariat agama.
2. Mengamati dan berusaha semaksimal mungkin untuk mengikuti jejak dari guru serta melaksanakan perintahnya dan menjauhi larangannya.
3. Tidak mencari-cari keringanan dalam beramal agar tercapai kesempurnaan yang hakiki.
4. Berbuat dan mengisi waktu seefisien mungkin dengan segala Wirid dan do’a guna pemantapan dan kekhusuan dalam mencapai maqomat (stasion) yang lebih tinggi.
5. Mengekang hawa nafsu agar terhindar dari kesalahan yang dapat menodai amal.
Dan tata cara pelaksanaan tarekat yakni berikut penjelasannya:
a. Zikir, yaitu ingat yang terus menerus kepada Allah dalam hati serta menyebutkan namanya dengan lisan. Zikir ini berguna sebagai alat control bagi hati, ucapan dan perbuatan agar tidak menyimpang dari garis yang sudah ditetapkan Allah.
b. Ratib, yaitu mengucap lafal la ilaha illa Allah dengan gaya, gerak dan irama tertentu.
c. Musik, yaitu dalam membacakan wirid-wirid dan syair-syair tertentu diiringi dengan bunyi-bunyian (instrumentalia) seperti memukul rabana.
d. Menari, yaitu gerak yang dilakukan mengiringi wirid-wirid dan bacaan-bacaan tertentu untuk menimbulkan kekhidmatan.
e. Bernafas, yaitu mengatur cara bernafas pada waktu melakukan zikir yang tertentu.
D. Macam-macam Thareqat di Indonesia
Thareqat berkembang secara pesat di hampir seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Perkembangan thareqat yang pesat membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah, karena perkembangan thareqat juga merupakan perkembangan dakwah Islam. Diantara thareqat-thareqat yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut :
1. Thareqat Qadiriyah
Thareqat qadiriyah didirikan oleh Syaikh Abdul Qadir Al jaelani (470-561 H / 1077-1166 M )[10] beliau terkenal dnegan kekuatan ma’rifatnya. Dasar-dasar pokoknya ialah tinggi cita-citanya, menjaga kehormatan, baik pelayanan, kekuatan pendirian, dan membesarkan nikmat Tuhan.
Menurut thareqat ini, siapa yang tinggi cita-citanya, naiklah martabatnya. Siapa yang memelihara kehormatannya, siapa yang baik khidmatnya, kekallah ia dalam petunjuk. Siapa yang membesarkan Allah (karena ni’matnya) dia akan mendapatkan tambahan nikmat dari-Nya. Diantara amalan-amalan thareqat qadiriyah adalah dzikir yang paling penting diantara aliran-aliran yang lain.
2. Thareqat Rifa’iyah
Thareqat ini didirikan oleh Ahmad bin Ali bin Abbas al Rifa’i. beliau wafat di Umm Abidah pada tanggal 22 Jumadil Awal 578 H/ 23 September 1106 M.
Para penganut thareqat ini terkenal dengan keramat dan ketinggian fatwanya. Di Aceh, thareqat Rifa’iyah terkenal dengan tradisi tabuhan Rafa’ kemudian di Sumatra ada pemain debus. Thareqat ini mampu mempunyai tiga prinsip yaitu tidak meminta sesuatu, tidak menolak sesuatu, dan tidak menunggu sesuatu.
Cara berdzikit thareqat rifa’iyah ini dilakukan dengan besama-sama dan diiringi oleh suara gendang yang bertalu-talu. Dzikir tersebut dilakukan sampai mencapai suatu keadaan.
3. Thareqat naqsabandiayah
Thareqat ini didirikan oleh ulama’ tasawuf terkenal yaitu Muhammad bin Muhammad Baha’ al din al uwaisi al Buhkhori Naqsabandi (717-791 H/ 1318-1389 M) dilahirkan disebuah desa qashrul arifah, dekat dari bukhara tempat kelahiran imam al bukhari.[11] Beliau dikenal dengan keahliannya melukiskan kehidupan yang ghaib dan menyelam dalam lautan dan kesatuan dan kefanaan.
Thareqat naqsabandiyah mempunyai kedudukan yang istimewa karena berasal dari Abu Bakar. Thareqat ini mengajarkan tentang adab dan dzikir, tawasul dalam thareqat, adap suluk, tentang salik dan maqam-Nya, juga tentang ribath.
Dzikir dalam thareqat naqsabandiyah adalah dengan mengingat Allah dan menyebut asma Allah berulang-ulang atau mengucapkan kalimat laa ilaaha illallah dengan tujuan untuk mencapai kesadaran akan Allah yang lebih langsung dan permanen. Bagi penganut thareqat ini dzikir umumnya dilakukan dengan diam (dzikir khafi: diam/tersembunyi).
Thareqat naqsabandiyah memiliki dua macam dzikir, yang pertama dzikir ism al dzat, mengingat nama Yang Hakiki dengan mengucap nama Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali dihitung dengan tasbih dengan memusatkan kepada Allah semata. Kedua, dzikir tauhid artinya mengingat keesaan. Dzikir ini dilakukan dengan perlahan diiringi dengan pengaturan nafas. Selain dua dzikir tersebut ada dzikir yang peringkatnya lebih tinggi namanya dzikr lathaif, dzikir ini mengharuskan pelaku dzikir memusatkan kesadarannya dan membayangkan nama Allah itu smapai bergetar dan memancarkan panas berturut-turur pada tujuh titik halus pada tubuh.
4. Thareqat Sammaniyah
Thareqat ini didirikan oleh Muhammad bin Abd al Karim al Madani al Syafi’I al Samman (1130-1189 H/1718-1775 M). ia lahir di Madinah dari keluarga Quraisy, di kalangan murid dan Pengikutnya beliau lebih dikenal dengan nama al Sammani atau Muhammad Samman.[12]
Para pengikut thareqat ini biasanya berdzikir dengan suara keras dan melengking. Sewaktu melantunkan dzikir laa ilaha illallah dalam intensitas yang semakin cepat maka yang terdengar dari mulut mereka hanya “Hu” yang artinya “Dia Allah”. Thareqat sammaniyah mengajari oara pengikutnya untuk memperbanyak dzikir dan sholat, menolong orang miskin, tidak diperbudak kesenangan duniawi, dan beriman secara tulus hanya kepada Allah.
5. Thareqat Khalwatiyah
Thareqat ini didirikan oleh Zhahiruddin dan Syaikh Qasim al Khalwati di Khurasan. Thareqat khalwatiyah merupakan cabang dari thareqat suhrawardi yang didirikan oleh Abd Qadir Suhrawardi yang wafat pada tahun 1167 M. amalan thareqat khalwatiyah mempu mentransformasi jiwa dari tingkat yang rendah dari tingkat yang lebih sempurna melalui tujuh tingkatan nafs.
6. Thareqat al Hadad
Thareqat ini didirikan oleh Sayyid Abdullah bin Alwi bin Muhammad al Hadad. Ia lahir di Tarim, sebuah kota yang terletak di Hadramaut, pada tanggal 5 Shafar 1044 H. ia banyak mengarang kitab dalam ilmu tasawuf diantaranya Nsaih al Diniyah (nasehat-nasehat agama), dan al Muawannah fi suluk thariq al akhirah (pandangan mencapai hidup di akhirat).
7. Thareqat Khalidiyah
Thareqat ini adalah salah satu cabang dari thareqat Naqsabandiyah di Turki, yang berdiri pada abad XIX. Pokok-pokok thareqat khalidiyah dibangun oleh syaikh Sulaiman Zuhdi al Khalidi. Thareqat ini berisi tentang adab dan dzikir, tawasul dalam thareqat, adab suluk, tentang saik dan maqamnya, tentang ribath dan beberapa fatwa pendek dai syaikh sulaiman az zuhdi al khalidi mengenai beberapa persoalan yang diterima dari bermacam-macam daerah.
Thareqat ini banyak berkembang di Indonesia dan mempunyai syaikh khalifah dan mursyid yang diketahui dari beberapa surat yang berasal dari Banjarmasin dan daerah-daerah lain yang dimuat dalam kitab kecil yang berisi fatwa Sulaiman az Zuhdi al Khalidi.
Baca juga artikel yang lain:
- Pengertian Bid'ah
- Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
- Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
- Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
- Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
- Studi Al-Qur'an
- Studi Fikih (Hukum Islam)
- Urgensi Pengantar Studi Islam
- Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
- Maqamat dan Ahwal dalam Tasawuf
- Akhlak Pribadi sebagai Makhluk dan Anggota Masyarakat
- Tipologi Tasawuf
- Akhlak Tasawuf
- Pendidikan Akhlak
- Thareqat di Indonesia
- Konsep Baik dan Buruk, Hak dan Kewajiban dalam Akhlak
- Ma’rifat dan Mahabbah dalam Tasawuf
- Nafsu dan Penyakit Hati
- Pengertian Tasawuf
- Akhlak Pribadi sebagai Makhluk, Diri Sendiri, Masyarakat, Keluarga
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Definisi tentang thareqat, banyak para ahli mendefinisikan thareqat, diantaranya adalah Syaikh Amin al Kurdi, Harun Nasution hingga Zamakhsyarie Dhofier, masing-masing mempunyai definisi yang berbeda namun jika ditarik inti dari thareqat maka ada kesamaan dari beberapa definisi tersebut, yakni melakukan pengalaman berdasarkan syari’at yang disertai dengan ketekunan dalam beribadah sehingga sampai pada kedekatan diri dengan Allah. Hal inilah yang menjadi tujuan utama dalam berthareqat yakni kedekatan diri kepada Allah (Taqarrub ila al Allah). Jadi, amalan thareqat merupakan sebuah amalan ibadah sesuai dengan ajaran yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Dan dikerjakan oleh para sahabat, tabi’in, dan tabi’ tabi’in secara turun temurun hingga kepada para ulama’ yang menyambung hingga pada masa kini.
Thareqat yang berkembang di Indonesia hingga sekarang cukup banyak, sebagaimana yang disebutkan diatas, yaitu thareqat qadiriyah, thareqat Rifa’iyah, thareqat naqsabandiyah, thareqat sammaniyah, thareqat khalwatiyah, thareqat al hadad, dan thareqat khalidiyah.
B. Saran
Setelah kita mempelajari dan mengetahui isi dalam makalah ini, diharapkan kita dapat mengaplikasikan ilmunya yang positif dalam kehidupan sehari-hari, sehingga ilmu kita bermanfaat.
Demikianlah yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dikareakan terbatasnya pengetahuan dan kurangnya refrensi. Semoga makalah ini berguna bagi penyusun dan para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Rusli, Ris’an. Tasawuf dan Tareqat. Jakarta: Rajawali Press. 2013
Rifa’I, A Bachrun dan Mud’is, Hasan. Filsafat Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia. 2010
Dhofier, Zamakhsyari. Tradsis Pesantren. Jakarta: LP3ES. 2011
Amin, Samsul Munir. Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah. 2015
Bruinessen, Martin Van. Thareqat Naqsabandiyah di Indonesia. Bandung: Mizan. 2006
Mulyati, Sri. Thareqat-tareqat Muktabarah di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2006
Azra, Azyumardi. Jaringan Ulama’ Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad Xvii & Xviii: Akar Pembaruan Islam di Indonesia. Jakarta: Prenada. 2004
Footnood
[1] Ris’an Rusli, Tasawuf dan Tareqat, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hal. 184
[2] Ibid, hal. 185
[3] A. Bachrun Rifa’i dan Hasan Mud’is, Filsafat Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 233
[4] Zamakhsyari Dhofier, Tradsis Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 2011), hal. 212
[5] Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2015), hal. 290
[6] Ibid, hal. 298
[7] Martin Van Bruinessen, Thareqat Naqsabandiyah di Indonesia, (Bandung: Mizan, 2006), hal. 17
[8] Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, (Jakarta: Amzah, 2015), hal. 290
[9] Zamakhsyari Dhofier, Tadris Pesantren, (Jakarta: LP3ES, 2011), hal. 213
[10] Sri Mulyati, Thareqat-tareqat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 34
[11] Sri Mulyati, Thareqat-tareqat Muktabarah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), hal. 89
[12] Azyumardi Azra, Jaringan Ulama’ Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad Xvii & Xviii: Akar Pembaruan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada, 2004), hal. 159
Tidak ada komentar:
Posting Komentar