Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas Surat Al-Baqarah ayat 45:
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Wasta‘īnū bis shabri was
shalāti, wa innahā la kabīratun illā ‘alal khāsyi‘īna.
Artinya, “Jadikan sabar dan shalat sebagai penolong kalian. Sungguh hal itu teramat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (Surat Al-Baqarah ayat 45).
Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 45
Imam Jalaluddin dalam Kitab Tafsirul Jalalain mengatakan, “Jadikan sabar (menahan diri dari segala yang tidak diridhai) dan shalat sebagai penolong (atas masalah) kalian.” Kata “shalat” disebut secara khusus sebagai tanda pentingnya urusan ibadah shalat. Sebuah hadits meriwayatkan, Rasulullah SAW bila dirundung oleh sebuah persoalan segera melakukan shalat.
Sebagian ulama, kata Imam Jalaluddin, mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 45 ditujukan untuk Yahudi Madinah ketika enggan beriman karena terhalangi oleh kerakusan dan mabuk kekuasaan. Mereka kemudian diperintahkan untuk bersabar, yaitu ibadah puasa yang dapat mengendurkan syahwat; dan melakukan ibadah shalat yang dapat membuahkan kekhusukan dan mengikis kesombongan.
Sungguh, kata Imam Jalaluddin, ibadah shalat itu memang teramat sulit dan berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang tenteram jiwanya pada ketaatan.
Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 45 berkaitan dengan ayat sebelumnya, Surat Al-Baqarah ayat 44.
اَتَأْمُرُوْنَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ اَنْفُسَكُمْ وَاَنْتُمْ تَتْلُوْنَ الْكِتٰبَ ۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
“Mengapa kamu menyuruh orang
lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri, padahal
kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?”
Setelah diperintahkan tugas berat yaitu meninggalkan kekuasaan dan berpaling dari kerakusan pada harta duniawi, kalangan Ahli Kitab diberikan resep obat pada Surat Al-Baqarah ayat 45.
Surat Al-Baqarah ayat 45 dimaknai sebagai berikut, “Jadikan penantian atas keberhasilan dan kemudahan sebagai bentuk tawakal kepada Allah; puasa yang melatih kesabaran dari hal yang membatalkan dan meredakan syahwat serta pembersihan jiwa; dan ibadah shalat yang menjadi wasilah dan sandaran sebagai penolong kalian.”
Al-Baidhawi menyebutkan keutamaan ibadah sembahyang. Ibadah sembahyang lima waktu mengandung berbagai jenis ibadah baik rohani maupun jasmani. Sembahyang lima waktu terdiri atas bersuci, tutup aurat, tawajuh ke Ka’bah, fokus pada ibadah, menyatakan tunduk secara jasmani, mengikhlaskan niat, memerangi setan, munajat dengan Allah, membaca Al-Qur’an, melafalkan kalimat syahadat, menahan diri sejenak dari makan sehingga mereka diijabah untuk menerima kebaikan akhirat dan mengatasi musibah.
Sebuah riwayat menyebutkan bahwa ketika dirundung sebuah masalah Rasulullah SAW berlindung kepada shalat. Tetapi shalat di sini, kata Imam Al-Baidhawi, dapat juga dimaknai dengan doa.
Kata “innahā” atau “hal itu” dapat merujuk pada shalat secara khusus, perlindungan diri dengan sabar dan shalat, atau ketentuan perintah dan larangan terhadap mereka secara umum. Sedangkan “khusyu‘” adalah ketundukan secara jasmani. Sementara “khudhu‘” adalah ketundukan batin.
Imam Al-Baghowi dalam Kitab Ma’alimut Tanzil fit Tafsir wat Ta’wil mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 45 menganjurkan shalat dan sabar sebagai penolong dalam menghadapi berbagai jenis ujian. Sebagian ulama mengatakan, keduanya dapat menjadi penolong dalam meraih kebahagiaan akhirat.
Sabar, kata Imam Al-Baghowi, adalah upaya menahan diri dari segala maksiat. Tetapi ada juga ulama yang memaknainya sebagai kesabaran dalam menjalankan kewajiban agama. Sementara Imam Mujahid memaknai sabar sebagai ibadah puasa sebagaimana sebutan, “Bulan Ramadhan bulan sabar.” Sedangkan sembahyang dapat menimbulkan cinta seseorang pada akhirat.
Imam Al-Baghowi mengutip ulama yang memaknai anjuran sabar sebagai penolong dalam menjalankan ibadah sembahyang karena huruf “wawu” dimaknai “‘alā” sebagaimana keterangan pada Surat Thaha ayat 132, “Perintahkan keluargamu untuk sembahyang dan bersabarlah dalam menjalankannya.”
Husen bin Fadhal, kutip Imam Al-Baghowi, memaknai “al-khāsyi‘īna” sebagai orang-orang beriman. Al-Hasan memaknainya sebagai orang-orang yang takut. Ada ulama yang menafsirkannya sebagai orang-orang yang taat. Muqatil bin Hayyan memaknainya sebagai orang-orang yang tawadhu’.
Khusyuk, kata Al-Baghowi, asalnya berarti tenteram sebagaimana keterangan Surat Thaha ayat 108, “Suara-suara tunduk tenteram kepada Zat yang maha rahman.” Jadi orang yang khusysuk adalah orang yang tenang tenteram bergantung pada ketaatan terhadap Allah.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengutip Ibnu Jarir yang memaknai Surat Al-Baqarah ayat 45, “Wahai pemuka agama Ahli Kitab, jadikanlah kesabaran menahan diri dan ibadah sembahyang yang dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar serta dapat mendekatkan diri kepada Allah sebagai penolong kalian dalam menjalankan perintah-Nya.”
Semua itu, kata Ibnu Jarir sebagaimana dikutip oleh Imam Ibnu Katsir, teramat suli dan berat kecuali bagi orang yang tunduk pasrah kepada Allah, orang yang tenang tenteram dalam menjalankan perintah-Nya, dan orang yang merendahkan diri karena takut kepada-Nya.
Surat Al-Baqarah ayat 45 secara zahir meski konteksnya ditujukan untuk mengingatkan Bani Israil Madinah tidak ditujukan khusus untuk mereka saja. Surat Al-Baqarah ayat 45 secara makna zahirnya ditujukan secara umum bagi Bani Israil Madinah dan masyarakat selain mereka. Wallahu a’lam.
BACA ARTIKRL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- TAFSIR SURAT AL-FIL AYAT 1-2
- TAFSIR SURAT AL-BAQARAH AYAT 45
- PENYERANGAN PASUKAN GAJAH KE KA'BAH
- HIKMAH KEKALAHAN TENTARA GAJAH SAAT MENYERAH KA'BAH
- KHUTBAH JUM'AT TENTANG HIKMAH MORALITAS DALAM MAULID NABI
- KHUTBAH JUM'AT PESAN PENTING MAULID NABI MUHAMMAD SAW
- LAFADZ BACAAN DZIKIR SETELAH SHALAT
- SUSUNAN BACAAN TAHLIL, DOA LENGKAP, DAN TERJEMAHANYA
- TEKS MAULID AD-DIBA'I KARYA IMAM ABDURRAHMAN AD-DIBA'I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar