HOME

08 Agustus, 2023

ADAB DUDUK BERSAMA TEMAN-TEMAN

 


BERIKUT BEBERAPA ADAB DUDUK BERSAMA TEMAN-TEMAN MENURUT ISLAM;

·         Ibnul Jauzi rahimahullah pernah berkata: Sesungguhnya aku melihat kebiasaan orang yang sudah menyebar (di kalangan masyarakat) bahwa mereka menyia-nyiakan waktu, mereka saling menziarahi satu sama lain namun mereka tidak melapaskan diri dari omongan yang tidak bermanfaat dan prilaku menggunjing, paling tidak yang terjadi adalah menyia-nyiakan waktu. Padahal ulama salaf sangat mewaspai hal teresbut. Al-Fudhail berkata: Aku mengetahui orang yang mengevaluasi perkataannya dari juma't yang satu kepada jum'at yang lain".[1]

·         Memilih teman yang diakui keistiqomahannya di dalam menjalankan tuntunan agama, berkahlaq baik dan amanah baik secara lahir dan bathin, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

اَلرَّجُلُ عَلىَ دِيْنِ خَلِيْلِهِ فَلْيَنْظُـرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَاِللْ

"Seseorang tergantung pada agama temannya, maka hendaklah salah seorang di antara kalian melihat siapakah orang yang layak ditemaninya".[2] Dan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

لاَ تُصَاحِبْ إِلاَّ مُؤْمِنًا وَلاَ يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلاَّ تَقِيٌّ

"Janganlah engkau berteman kecuali dengan orang yang beriman dan jangan pula memakan makananmu kecuali orang yang bertaqwa".[3] Hendaklah teman duduk tersebut orang yang alim, penyantun dan bertaqwa.

·         Selayaknya dorongan utama dalam bersaudara dan bershahabat adalah karena Allah sehingga terbentuk perasaan saling mencintai hanya karena Allah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

إِنَّ اللهَ يَقُوْلُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: أَيْنَ الْمُتَحَابُوْنَ بِجَلاَلِي اَلْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِليِّّّ

"Allah berkata pada hari kaiamat: Di manakah orang-orang yang saling mencintai karena Aku Yang Maha Tinggi, pada hari ini Aku menaungi mereka pada hari tidak ada naungan kecuali naunganKu".[4] Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ وَجَبَتْ مَحَبَّتِي لِلْمُتََحابِيْنَ فِيَّ وَالْمُتَجَالِسِيْنَ فِيَّ وَالْمُتَزَاوِرِيْنَ فِيَّ وَالْمُتَبَاذِلِيْنَ فِيَّ

"Allat Tabaraka Wa Ta'ala berfirman cintaKu wajib bagi orang-orang yang saling mencintai karena Aku, duduk berkumpul karena Aku, saling menziarahi karena Aku, dan saling menziarahi karena Aku serta saling berkorban karena Aku".[5]

·         Dianjurkan bagi orang yang mencintai saudaranya untuk mengungkapkan cintanya tersebut kepadanya. Sebagaimana diriwayatkan bahwa seorang lelaki berada di sisi Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu lewatlah seorang lelaki lain lalu orang yang berada di sisi Rasulullah tersebut berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya saya mencintai orang ini, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam berkata: “Tidakkah kau memberitahukannya?” “Belum”Jawab orang tersebut. Lalu lelaki tersebut berkata: Aku akan memberitahukannya”. Lalu dia mengejarnya, kemudian berkata kepadanya: “Saya mencintaimu karena Allah”. Dan lelaki tersebut menjawabnya:أَحَبَّكَ اللهُ الَّذِي أَحْبَبْتَـنِي فِيْهِ

“Semoga Allah mencintaimu karena engkau mencintaiku karenaNya”.[6]

·         Agar orang-orang yang mencintai karena Allah saling ada rasa keterikatan baik jiwa dan hati mereka dari waktu ke waktu.

·         Wajah tersenyum, bersikap lembut dan saling mencintai antar saudara, berdasarkan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوْفَ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ"

“Janganlah kamu meremehkan kebaikan sekalipun sedikit sekalipun engkau bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri-seri”[7] Dan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

وَتَبَسُّمُكَ فِي وَجْهِ أَخِيْكَ صَدَقَةٌ   Dan senyummu di hadapan wajah saudaramu adalah shadaqah”.[8] Dan Beliau bersabda:

 لََنْ تَسَعُوْا النَّاسَ بِأَمْوَاِلكُمْ فَلْيَسَعَهُمْ بَسْطَةَ اْلَوجْهِ    

"Kalian tidak akan meliputi manusia dengan harta-hartamu hendaklah   kalian meliputi mereka dengan kecerahan wajahmu”.[9]

·         Selalu menjaga untuk saling menasehati antara saudara dan Nabi shallallahu alaihi wasallam telah membai’at para shahabatnya atas yang demikian itu. Sebagaimana diceritakan Jarir bin Abdullah: “Aku telah membai’at Rasulullah shallallahu alaihi wasallam untuk mendirikan shalat, menunaikan zakat dan memberikan nasehat bagi setiap muslim”.[10]Dan dari Mu’adz bin Jabal rdhiallahu anhu berkata: “Jauhilah setiap teman yang tidak memberikan manfaat ilmu apapun bagimu”.[11]

·         Menyuruh mereka untuk mengerjakan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar serta menjelaskan kebenaran kepada mereka.

·         Tidak menipu mereka atau bersikap mengambil simpati dengan mengorbankan agama Allah.

·         Mengikuti jalan yang mereka tempuh tanpa bermaksiat kepada Allah Ta’ala dan menjauhi perbuatan yang menyimpang dalam tindakan-tindakan yang bersifat duniawi.

·         Kerja sama di antara suadara, dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:               وَاللهُ فَِي عَوْنَ اْلعَبْدَ مَا كَانَ اْلعَبْ ُفيِ عَوْنِ أَخِيْهِ

“Sesungguhnya Allah akan menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya”.[12]

·         Saling bersifat merendah diri di antara mereka, dan tidak bersifat sombong dan angkuh atas yang lain, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

إِنَّ اللهَ أَوْحَى إِلَيَّ أَنْ تَوَاضَعُـوْا حَتىَّ لاَ َيفْخَـرَ أَحَـدٌ عَلىَ أَحَـٍد

“Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian saling bersikap merendah diri sehingga tidak ada yang merasa bangga atas orang lain”.[13] Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:             وَمَا َتوَاضَعَ عَبْدٌ ِللهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللهُ 

“Dan tidaklah seseorang bersikap merendah diri karena Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya”.

·         Berakhlaq yang baik kepada saudara, seperti wajah yang berseri, sabar atas kekeliruannya dan memendam amarah….

·         Dianjurkan bersikap berlapang dada, berdasakan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: وَاسْلُلْ سَخِيْمَةَ- الحقد والضغينة-قَلْبِي “Dan cabutlah kedengkian hatiku”.[14]

·         Berbaik sangka kepada suadara dan tidak memata-matai kesalahan mereka, menafsirkan perkataan mereka atas makna yang paling baik dan menerima permohonan maafnya.

·         Memaafkan kesalahan mereka dan menahan amarah terhadap mereka berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

مَنْ كَظَـمَ غَيْظًا وَهُـوَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلىَ رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللهُ فِي أَيِّ الْحُـوْرِ شَاءَ

“Barangsiapa yang menahan amarahnya sementara dia mampu melampiaskannya, maka Allah akan menyerunya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk untuk diberikan oleh Allah memilih bidadari yang dia sukai”.[15] Sikap tidak melampiaskan kemarahan bukan cermin sikap lemah akan tetapi justru sebagai cermin sikap yang tinggi dan mulia, Abu Hurairah telah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

مَا نَقَصَتْ صََدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْـوٍ إِلاَّ عِـزًّا وَمَا تَـوَاضَعَ عَبْدٌِ ِللهِ إِلاَّ رَفَعَـهُ اللهُ

“Tidaklah berkurang harta yang dishadaqahkan dan tidaklah Allah menambah bagi seorang hamba dengan sikapnya yang memberikan maaf kecuali ketinggian dan tidaklah seseorang bersikap merendah diri karena Allah kecuali Allah akan mengangkatnya”.[16]

·         Dilarang saling membenci dan saling mendengki serta saling menjauhi jika hal tersebut hanya karena sebab kepentingan pribadi sekalipun lebih banyak dari tiga malam.[17]

·         Dilarang saling panggil memanggil dengan gelar-gelar buruk, Abu Jubairah bin Dhahhaq radhiallahu anahu meriwayatkan, bahwa ayat ini turun pada Bani Salamah:

وَلاَ تَناَبَُزوْا بِاْلأَلْقَابِ بِئْسَ اْلاِسْمُ الْفُسُـوْقُ بَعْدَ اْلإِيْمَانِ

"Dan janganlah kamupanggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk . Seburuk-buruk panggilan setelah beriman".[18]. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendatangi kami sementara kami memiliki dua atau tiga nama panggilan, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam memanggil seseorang dan mengatakan: "Hai fulan" Lalu mereka menegur: "Wahai Rasulullah! Dia marah jika dipanggil dengan nama ini" lalu turunlah firman Allah Ta'ala: وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاْلأَلْقَابِ . Oleh karenanya maka hendaklah dia menjauhi dari mencela orang lain.[19]

·         Dianjurkan untuk ishlah (rekonsiliasi) di antara saudara seiman, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

أَلاَ أُخْبِِِرُكُمْ بِأَفْضَلَ مِنْ دَرَجَةِ الصِّيَامِ وَالصَّلاَةِ وَالصَّدَقَةِ؟ قَالُوْا بَلىََّ: قَالَ: صَلاَح ُذَاتِ اْلبَيِّنِ فَإِنَّ فَسَادَ ذَاتِ الْبَيِّنِ هِيَ اْلحَاِلقَةُ

"Maukah kalian aku beritahukan dengan sebuah amal yang lebih utama dari derajat puasa, shalat dan shedeqah?". Para shahabat menjawab: "Ya" Rasulullah melanjutkan: "Memperbaiki hubungan antar sesama saudara, sebab kerusakan hubungan antara saudara itulah yang membinasakan".[20] Maka hendaklah dia bersikap obyektif saat terjadi perselisihan.

·         Membantu memberikan biaya hidup bagi saudaranya, diceritakan dari Yahya bin Hilal Al-Warraq, dia berkata: Suatu saat aku datang kepada Abi Abdullah, lalu aku mengadu kepadanya, maka dia memberikan kepadaku empat dirham, lalu berkata: "Ini adalah semua yang aku miliki".[21]

·         Dilarang suka menyebut-nyebut pemberiannya kepada orang lain, Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ يُزَكِّيْهِمْ وَلَهُمْ َعَذَابٌ أَلِيْمٌ-وَذَكَرَ مِنْهُمْ- اَلْمَنَّانُ

"Tiga orang yang tidak akan diajak bicara oleh Allah dan tidak pula dilihat serta disucikan dan bagi mereka azab yang pedih…, di antara yang disebutkan adalah orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya kepada orang lain".[22]

·         Menjaga rahasia mereka dan tidak menyebarkannya, berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Tsabit dari Anas radhiallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendatangiku pada saat aku sedang bermain bersama anak-anak yang lain, dia bercerita: Maka Rasulullah mengucapkan salam kepadaku dan mengutusku untuk menyelesaikan suatu urusan, akhirnya aku terlambat mendatangi ibuku, lalu pada saya mendatanginya, dia bertanya: Apakah yang menahanmu sehingga terlambat?, Aku menjwab: "Rasulullah shallallahu alaihi wasallam telah mengutusku untuk sebuah urusan". Dia bertanya: "Urusan pakah itu". "Urusan Rahasia" Jawabku. "Janganlah sekali-kali engkau menceritakan rahasia Rasulullah shallallahu alaihi wasallam kepada seorangpun". Nasehat ibunya. Anas menimpali: "Demi Allah, jika saya boleh menceritakannya kepada orang lain nisacaya saya akan menceritakannya kepadamu wahai Tsabit".[23]

Amru bin Ash berkata: Tidaklah aku menitipkan sebuah rahasia kepada orang lain lalu dia menyebarkannya, dan aku mencelanya (karena tindakannya yang menyebarkan rahasiaku), sebab dada saya lebih sempit darinya sehingga saya menitipkan rahasia tersebut kepadanya. Kepada makna inilah seorang penyair berkata:

إِذَِا ضَاقَ صَدْرُ اْلمَرْءِ عَنْ سِرِّ نَفْسِهِ         فَصَدْرُ الَّذِي يُسْتَوِْدِعُ السِّرُّ أَضْيَقُ

Apabila dada seseorang terasa sempit untuk rahasia dirinya

Maka tentu dada orang yang dititipkan rahasia lebih sempit

·         Bermusyawarah dengan orang yang berakal dari kalangan mereka, sebagaimana dikatkan dalam sebuah sya'ir:

شَاوِرْ سِـوَاكَ إِذَا نَابَتْكَ نَائِبَةٌ           يَوْمًا وَإِنْ كُنْتَ مِنْ أَهْلِ الْمَشُوْرَاتِ

  فالعين تبصر منها ما نأى ودنا        ولا تــرى نفسـها إلا بمــرآة

    Bermusyawarahlah dengan orang saat engkau didatangi masalah

Pada suatu hari, walaupun engkau tempat orang berkonsultasi

  Mata mampu melihat apa-apa yang jauh dan yang dekat darinya

Namun tidak bisa memandang dirinya kecuali dengan bercermin

·         Memberikan setiap orang haknya masing-masing dan menempatkan mereka pada tempat yang sesuai dengan kedudukannya. Sebagian ulama berkata: Ada beberapa petunjuk dalam bergaul bersama orang lain: Terhadap guru dan orang-orang besar dianjurkan menghormati mereka, berkhidmah dan mengabdi menyelesaikan tugas-tugas mereka, terhadap teman sejawat dan orang yang berada pada tingkat pertengahan dengan memberikan nasehat dan memberikan apa yang ada, dan terhadap murid serta anak-anak kecil dengan memberikan petunjuk dan mengajarkan kepada mereka adab.

·         Saling menutupi aib orang lain.

·         Tidak menghadapi sudaranya dengan sesuatu yang dibencinya.

·         Tetap bersikap malu terhadap saudara.

·         Dilarang tidak menepati janji antara saudara.

·         Menyenangi bagi saudara apa yang disenangi bagi diri sendiri.

·         Agar tetap memperhatikan segala sesuatu yang bisa melanggengkan rasa cinta antara dirimu dengannya.

·         Bertanya tentang namanya, nama bapak dan keadaan keluarganya.

·         Selalu mempertahankan persaudaraan dan janganlah engkau memutuskannya dan merasa bosan karenanya.

·         Menjaga terjalinnya kecintaan yang telah lama terjalin.

·         Mendahulukan kepentingan saudara.

·         Tidak menjilat kepada saudara dalam urusan duniawi.

·         Membela kehormatan mereka dan mempertahankannya.

·         Memperhatikan agar tetap membantu dan berkhidmah kepada mereka.

·         Tidak menerima semua pembicaraan yang menohok saudara atau ungkapan untuk adu domba.

·         Tetap menjaga jalinan persaudaraan walaupun mereka telah meninggal dunia.

·         Menjalin kasih sayang dengan melakukan perbuatan yang baik.

·         Menziarahi sudara dan tidak menghalangi diri dari mereka.

·         Bersabar atas prilaku mereka yang kasar.

·         Seseorang harus menghormati keluarga shahabat dan anak-anaknya.

·         Memberikan pujian bagi mereka pada hal yang bukan maksiat.

·         Memperkecil frekuensi mencela dan menghina.

·         Membalas dan menjawab mereka: Jika dia mengirim surat maka tulislah balasan atas surat tersebut.

·         Memahami kejiwaan teman-teman.

·         Dikatakan: Seseorang diuji pada tiga kondisi:  Diuji dengan nafsunya pada saat dia menghendaki sesuatu, dengan marahnya pada saat dia marah, dan dengan sifat rakusnya pada saat dia ingin memiliki sesuatu".[24]

·         Menerima permohonan maaf orang yang berbuat salah, jika ada orang yang meminta maaf kepadamu maka hendaklah kamu mneyambutnya dengan penuh kegembiraan, Hasan bin Ali pernah berkata: Seandainya seseorang mencelaku pada telingaku yang satu lalu memohon maaf pada telinga yang lain niscaya aku akan menerima maafnya tersebut. Dikatakan dalam sebuah ungkapan:

قِيْلَ لِي قَدْ أَسَاءَ إِلَيْكَ فُلاَنٌ            وَقُعُوْدُ اْلفَتَى عَنِ الضَّيْمِ عَارُ

      قُلْتُ قَدْ جَاءَنَا فَأََحْدَثَ عُذْرًا         دِيَةُ الذَّنْبْ عِنْـدَنَا اْلاِعْـتِذَارُ

         Dikatakan kepadaku si fulan telah berbuat buruk kepadamu

Dan diamnya pemuda pada kezaliman adalah perbuatan cela

Aku katakan dia telah mendatangiku lalu ia memintalah maaf

Dan tebusan  bagi suatu dosa di sisiku adalah memohon maaf

·         Barangsiapa yang menjauhi temannya selama setahun, Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: مَنْ هَجَرَ أَخَاهُ سَنَةً فَهُوَ كَسَفْكِ دَمِهِ

"Barangsiapa yang menjauhi saudaranya selama setahun, maka dia seakan telah menumpahkan darahnya".[25]

·         Berdo'a bagi saudaranya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:

إِنَّ دَعْوَةَ الْمَرْءِ مُسْتَجَابَةٌ ِلأَخِيْهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلََّمَا دَعَا ِلأَخِيْهِ بِخَيْرٍ قَالَ: آمِيْنُ َولَكَ مِثْلُهُ

"Sesunguhnya do'a seseorang mustajab bagi saudaranya yang tidak ada di hadapannya, di sisi kepalanya terdapat dua malaikat yang diberikan tugas (mengaminkan) pada setiap kali dia berdo'a dengan kebaikan bagi saudaranya tersebut. Malaikat tersebut mengatakan: Amin dan bagi kamu seperti apa yang kamu do'akan".[26]

·         Diriwayatkan oleh Al-Thabrani dengan sanadnya pada kitab: "Makarimul Akhalaq" dari Ibnu Abbas radhiallahu anhuma: Tiga orang yang tidak bisa aku membalasnya dan yang keempat tidak akan membalaskannya untukku kecuali Allah Ta'ala: Adapun orang yang tidak mampu aku balas adalah seorang yang memberikan aku kelapangan di dalam majlisnya dan seorang lelaki yang memberikan aku minum saat kehausan serta lelaki yang kedua kakinya berdebu berjalan menuju pintuku untuk berdamai pada suatu perselisihan. Adapun orang keempat, yaitu orang yang tidak bisa membalaskannya bagiku kecuali Allah Azza Wa Jalla adalah seorang yang di datangi suatu kebutuhan lalu dia berjaga dan berfikir kepada siapakah yang dia mengadukan kebutuhannya, lalu saat pagi tiba, dia melihatku sebagai orang yang cocok untuk mengadukan kebutuhannya, maka hal ini tidak ada yang bisa  membalasnya bagiku kecuali Allah Azza Wa Jalla. Sesungguhnya aku sangat malu jika melihat seseorang mendatangiku tiga kali dan menginjak lantai rumahku namun belum terlihat pada dirinya satu bekaspun dari bekas berkunjungnya ke rumahku".[27]

·         Yahya bin Aktsam berkata: Suatu hari Aku menceritakan kepada Imam Ahmad bin Hambal tentang sebagian teman dan sikapnya yang berubah terhadap kami, lalu Abu Abdullah berkata:

      وَلَيْسَ خَلِيْليِ بِالْمُلُلولِ وَلاَ الَّذِي        إِذَا غِبْتُ عَنْهُ بَاعَنِي بِخَلِيْلٍ

  وَلِكنَّ خَلَيْليِ مَنْ يَدُوْمُ وِصَالُهُ         وَيَحْفَظُ سِرِّي عِنْدَ كُلِّ خَِلِيْلِي

      Temanku, bukanlah orang yang bosan denganku dan juga tidak

      Jika aku tiada di hadapannya, dia menjualku kepada orang lain

      Temanku adalah orang yang tetap menyambung hubungannya

      Dan menjaga semua rahasiaku dari setiap teman yang bergaulku

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1]Al-Adabus Syar'iyah: 3/456.

[2] HR. Imam Ahmad no; 8212, Albani mengatakan hadits ini hasan.

[3].HR. Imam Ahmad no: 10944, Albani mengatkan hadits ini hasan.

[4] HR. Muslim no; 2566

[5] HR. Imam Ahmad no: 21525

[6] HR. Ahmad no: 21525.

[7] HR. Muslim no: 2626.

[8] Shahihul Adab no: 684.

[9] HR. Al-Bazzar dengan sanad yang hasan, sebagaimana disebutkan oleh Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Al-Fath 10/459, dan di akhir hadits tersebut disebutkan: وَحُسْنِ اْلُخلُقِ  (dan akhlaq yang baik)

[10] HR. Bukahri no: 57, Muslim no: 56.

[11] Al-Adabu Syar’iyah 3/544.

[12] HR. Muslim no: 2699.

[13] HR. Muslim no: 2865.

[14] HR. AbuDawud no: 1510, dan Albani mengatakan: Shahih.

[15] HR. Turmudzi no: 2021, dan Albani mengatakan haditsnya hasan.

[16] HR. Muslim no: 2588.

[17] Menjauhi karena hak Allah, seperti menjauhi pelaku kemungkaran agar dia bertaubat, sebagaimana Nabi shallallahu alaihi wa sallam  menjauhi tiga orang yang ikut serta dalam perang tabuk sampai  Allah menurunkan taubat atas mereka, maka hukuman mengisolir tiga orang shahabat ini tidak dibatasi dengan waktu tertentu.

[18] QS. Al-Hujurat:11

[19] Seseorang berkata: "Aku telah mencela seseorang yang sebagian gigi-giginya telah menghilang maka gigi-gigipun akhirnya menghilang, dan aku melihat kepada wanita yang tidak halal bagiku akhirnya seseorang yang tidak aku kehendaki memandang istriku".

[20] HR. Turmudzi no: 2509, dia berkata bahwa hadits ini shahih, HR. Abu Dawud no: 4919, Albani mengatakan hadits ini shahih.

[21] Al-Adbus Syar'iyah 2/6.

[22] HR. Muslim no: 106

[23] HR. Muslim no: 2482.

[24] Al-Adabus Syar'iyah 3/538.

[25] Al-Silsilatus Shahihah no: 928. Shahih.

[26] Al-Silsilatus Shahihah no: 1339.

[27] Al-Adabus Syar'iyah 1/325

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...