Kegiatan belajar dua ini, Anda akan mengkaji beberapa hal yang berkaitan dengan konsep-konsep pendidikan dan kebutuhan pendidikan pada masa depan. Setelah mengikuti kegiatan belajar dua ini, Anda diharapkan mengetahui bagaimana konseo-konsep pendidikan dan mengantisipasi karaktersitik masyarakat Indonesia pada masa depan serta mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan pendidikan pada masa depan. Dengan menguasai materi kajian dalam kegiatan belajar dua ini, diharapkan guru akan lebih mantap dalam menjalankan tugas sebagai calon guru yang mempunyai tentang konsep pendidikan dan kebutuhan pendidikan pada masa depan.
A.
Konsep
Pendidikan
Secara alamiah, manusia tumbuh dan berkembang sejak dalam
kandungan sampai meninggal, mengalami proses tahap demi tahap. Demikian pula
kejadian alam semesta ini diciptakan Tuhan melalui proses setingkat demi
setingkat. Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia,
aspek rohaniah dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Oleh
karena itu, suatu kematangan yang bertitik akhir pada optimalisasi perkembangan
atau pertumbuhan, baru dapat tercapai bilamana berlangsung melalui proses demi
proses ke arah tujuan akhir perkembangan atau pertumbuhannya. Menurut Arifin
(2003:12) akan tetapi suatu proses yang diinginkan dalam usaha kependidikan
adalah proses yang terarah dan bertujuan, yaitu mengarahkan anak didik
(manusia) kepada titik optimal kemampuannya. Sedangkan tujuan yang hendak
dicapai adalah terbentuknya kepribadian yang bulat dan utuh sebagai manusia
individual dan sosial serta hamba Tuhan yang mengabdikan dirinya kepadanya.
Di dalam Undang-Undang Nomor 2/1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pasal 1 dijelaskan bahwa pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau
pelatihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Bahkan pengertian
pendidikan lebih luas cakupannya sebagai aktivitas dan fenomena.Arti pendidikan
menurut UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003: Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sementara itu menurut Syah dalam Chandra (2009:33)
dikatakan bahwa pendidikan berasal dari kata dasar “didik” yang mempunyai arti
memelihara dan memberi latihan. Kedua hal tersebut memerlukan adanya ajaran,
tuntunan, dan pimpinan tentang kecerdasan pikiran. Pengertian pendidikan adalah
proses pengubahan sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang dalam
usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dengan
melihat definisi tersebut, sebagian orang mengartikan bahwa pendidikan adalah
pengajaran karena pendidikan pada umumnya membutuhkan pengajaran dan setiap
orang berkewajiban mendidik. Secara sempit mengajar adalah kegiatan secara
formal menyampaikan materi pelajaran sehingga peserta didik menguasai materi
ajar.
Menurut John Dewey menyatakan bahwa pendidikan sebagai
salah satu kebutuhan, fungsi sosial, sebagai bimbingan, sarana pertumbuhan yang
mempersiapkan dan membukakan serta membentuk disiplin hidup (Jalaludin,
2003:67). Pernyataan ini membuktikan bahwa setiap manusia dan kelompok
sosialnya memerlukan pendidikan. Maka dalam pengertian umum, kehidupan dari
komunitas tersebut akan ditentukan aktivitas pendidikan di dalamnya. Sebab
pendidikan secara alamiah sudah merupakan kebutuhan hidup manusia. Sementara
itu tokoh pendidikan nasional Indonesia, peletak dasar yang kuat pendidikan
nasional. Menurut Ki Hajar Dewantoro pendidikan umumnya berarti daya upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran
(intelek dan tubuh anak); dalam Taman Siswa tidak boleh dipisah-pisahkan
bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan
penghidupan anak-anak yang kita didik, selaras dengan dunianya.
Dari beberapa pengertian pendidikan di atas, maka dapat
dirumuskan apa yang dimaksud dengan pendidikan adalah transformasi knowledge,
budaya, sekaligus nilai-nilai yang berkembang pada suatu generasi agar dapat
ditransformasikan kepada generasi berikutnya untuk menjadi pribadi yang siap
terjun ke masyarakat, serta menjadi orang yang bisa bermanfaat bai orang
sekitarnya. Indonesia secara umum mengenal dua model sistem pendidikan, pertama
model pendidikan nasional dan model pendidikan lokal. Model pendidikan nasional
artinya sistem pendidikan yang kurikulum, penilaian, pengawasan dan untuk
mengukur taraf pendidikan bangsa dikelola, diawasi oleh negara. Sedangkan
pendidikan lokal merupakan pendidikan yang dikembangkan oleh individu-individu
masyarakat baik kurikulum, sistem penilaian bahkan evaluasinya. Dalam kaitan
dengan pengertian ini, maka tulisan ini melihat potret umum kedua pendidikan
terutama pendidikan formal yang diselenggarakan oleh negara dan pendidikan non
formal.
B.
Fungsi
dan Ruang Lingkup Pendidikan
Dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 tahun 2003 Bab II
Pasal 3 dikatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertawa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dilihat dari fungsi pendidikan
umum, manusia mempunyai potensi yang dimilikinya. Sehingga dengan pendidikan,
nantinya dapat menggali potensi yang dimiliki seseorang tersebut. Kata
membentuk watak di atas mengartikan bahwa manusia tercipta dalam keadaan
fitrah. Oleh karenanya dengan pendidikan merupakan pembentuk watak, sikap
karakter individu. Mencerdaskan kehidupan bangsa disini diartikan pemerintah
berupaya untuk menanggulangi banyaknya duta aksara dan buta huruf, sehingga
ketika semua rakyat mendapatkan pendidikan kehidupan berbangsa akan berjalan
dengan baik
Selain
itu Peraturan Menteri No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksana Peraturan Menteri No.
22 dan No. 23 .Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2007 Tentang Kepala Sekolah.
Peraturan Menteri Nomor 16 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2008 Tentang Guru.
Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2007 Tentang Standar Pengelolaan. Peraturan
Menteri Nomor 20 Tahun 2007 Tentang Standar Penilaian. Peraturan Menteri Nomor
24 Tahun 2007 dan Permen Nomor 33 Tahun 2008 tentang Standar Sarana Prasarana.
Peraturan Menteri Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Standar Proses. Peraturan Menteri
Nomor 47 Tahun 2008 Tentang Standar Isi. Peraturan Menteri Nomor 24 Tahun 2008
Tentang TU. Peraturan Menteri Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Perpustakaan.Peraturan
Menteri Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Laboratorium. Peraturan Menteri Nomor 39
Tahun 2008 Tentang Kesiswaan. Keputusan Menteri No. 3 Tahun 2003 Tentang
Tunjangan Tenaga Kependidikan. Keputusan Menteri No. 34/ U/03 Tentang
Pengangkatan Guru Bantu. Di samping itu terdapat 6 fungsi pendidikan (Depdiknas
2004: 4), yaitu:
1.
Mengenalkan peraturan
dan menanamkan disiplin kepada anak.
2.
Mengenalkan anak pada
dunia sekitarnya.
3.
Menumbuhkan sikap dan
perilaku yang baik.
4.
Mengembangkan
kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi.
5.
Mengembang
ketrampilan, kreativitas, dan kemampuan yang dimiliki anak.
6.
Menyiapkan anak untuk
memasuki pendidikan dasar.
Dari
beberapa uraian di atas inilah, maka pendidikan yang menanamkan nilai-nilai
positif akan tepat dimulai ketika anak usia dini. Dengan demikian pendidikan
bagi peserta didik yang masih kecil merupakan landasan yang tepat sebelum masuk
pada pendidikan yang lebih tinggi. Pendidikan anak usia dini merupakan
pendidikan awal yang sesuai dengan tujuan untuk mengembangkan sosialisasi anak,
menumbuhkan kemampuan sesuai dengan perkembangannya, mengenalkan lingkungan
kepada anak, serta menanamkan disiplin, karena secara tidak langsung dapat
menanamkan atau mentransfer nilai-nilai moral dan nilai sosial kepada anak.
Jadi dari uraian konsep pendidikan seperti tersebut dalam pendahuluan, dapat
dipahami makna dan kepentingan pendidikan secara hakiki bagi manusia.
C.
Karkateristik
Masyarakat Indonesia pada Masa Depan
Kecenderungan kehidupan masyarakat di masa depan sering
memperoleh perhatian banyak pihak terutama oleh para ahli masa depan (futurist) dengan berbagai implikasinya
dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk pendidikan. Di masa depan tersebut,
beberapa ahli mengimplikasikan bahwa pendidikan diharapkan mampu melestarikan
kehidupan manusia, mendukung hak asasi manusia diberbagai belahan dunia,
memberikan kehidupan manusiwi yang layak, menegakan dasar-dasar moral baru dan
mengantisipasi damapak-dampakm kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut
pandangan John Naisbiit, ahli masa depan yang terkenal dengan Megatrend-nya, ada sepuluh
kecenderungan besar yang akan terjadi di
masa depan tersebut yaitu ;
1.
Dari masyarakat
industi ke masyarakat informasi.
2.
Dari teknlogi yang
dipaksakan ke teknologi sentuhan tinggi.
3.
Dari ekonomi nasional
ke ekonomi dunia.
4.
Dari perencanaan
jangka pendek ke perencanaan jangka panjang.
5.
Dari sentralisasi ke
desentralisasi.
6.
Dari bantuan
institusional ke bantuan diri.
7.
Dari demokrasi
perwakilan ke demokrasi partisipatoris.
8.
Dari hierarki
–hierarki ke penjaringan.
9.
Dari utara ke selatan
dan;
10.
dari satu pilihan ke pilihan majemuk.
Kecenderungan-kecenderungan
di atas menimbulkan berbagai implikasi
terhadap berbagai bidang kehidupan, termasuk
bidang pendidikan. Peran pendidikan menjadi semakin berat, yaitu
bagaimana mempersiapkan manusia yang mampu mengendalikan dan memanfaatkan
perubahan-perubahan yang terjadi sebagai pengaruh dari globalisasi di segala
bidang. Panadangan Naisbiit banyak memberi isnpirasi kepada para ahli
pendidikan dalam membuat analisis pendidikan masa depan. Mario D. Fantini
(1986), misalnya mengemukakan berbagai implikasi dari kecendrungan itu terhadap
dunia pendidikan yang meliputi asepk kurikulum, manajeman pendidikan, tenaga
kependidikan, strategi, dan metode pendidikan. Dalam kaitan ini, pendidikan dituntut
harus mampu menyiapkan masyarkat masa depan yang mampu mengahadapi tantangan
kecenderungan itu tanpa kehilangan nilai-nilai kepribadian dan budaya-budaya.
Kajian
mengenai karakteristik masyarakat masa depan merupakan hal yang sangat pentng
jika dikaitkan dengan pandangan bahwa
pendidikan pada dasarnya merupakan upaya penyiapan siswa sebagai anggota
masyarakat bagi perannya di masa depan yang akan datang. Dengan demikian,
pendidikan seharusnya selalu dapat mengantisipasi keadaan masyarakat masa depan.
Dijadikan petunjuk sebagai ciri masyarakat di masa depan.
D.
Tujuan
Pendidikan
Tujuan pendidikan itu juga ditanamkan sejak manusia masih
dalam kandungan, lahir, hingga dewasa yang sesuai dengan perkembangan dirinya.
Ketika masih kecil pun pendidikan sudah dituangkan dalam UU 20 Sisdiknas 2003,
yaitu disebutkan bahwa pada pendidikan anak usia dini bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan
peserta didik (Depdiknas 2003: 11). Dengan demikian tujuan pendidikan juga
mengalami perubahan menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Oleh karena
pendidikan dialami sejak manusia lahir hingga dewasa, maka tujuan pendidikan
juga merupaka suatu proses. Proses “memanusiakan dirinya sebagai manusia”
merupakan makna yang hakiki di dalam pendidikan. Keberhasilan pendidikan
merupakan “cita-cita pendidikan hidup di dunia” (Dalam agama ditegaskan juga
bahwa cita-cita “hidup” manusia adalah di akherat). Akan tetapi tidak selamanya
manusia menuai hasil dari proses yang diupayakan tersebut. Oleh karena itu,
kadang proses itu berhasil atau kadang pun tidak. Jadi dengan demikian dapat
dikatakan bahwa “keberhasilan” dari proses pendidikan secara makro tersebut
merupakan tujuan. Keberhasilan itu jug dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal
ini mengingat bahwa pendidikan itu ada tiga pilar yaitu pendidikan keluarga,
pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat. Dalam pembentukan dan tujuan
pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan watak, maka faktor keluarga sangat
penting. Faktor orang tua sangat berpengaruh pada pendidikan manusia sebagai
peserta didik. Kesadaran orang tua makin meningkat mengenai pentingnya
pendidikan sebagai persiapan awal untuk membantu pencapaian keberhasilan
pendidikan selanjutnya. Persiapan awal tersebut menyangkut pencapaian
perkembangan sehat secara mental, emosi, dan sosial. Namun orang tua juga tidak
sama. Seperti yag dikemukakan berikut ini bahwa kadang orang tua belum memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk membantu kesiapan anak untuk
mengikuti pendidikan selanjutnya atau perkembangan sehat mental, emosi, sosial,
dan fisik anak (Kuntoro, 1988: 1).
Dengan demikian keberhasilan pendidikan ini tidak serta
merta dicapai begitu saja, namun diperlukan persyaratan dan proses secara
selektif. Untuk memperoleh keberhasilan di dalam pendidikan tersebut diperlukan
kesatuan dari tiga komponen keberhasilan pendidikan. Keberhasilan kesatuan dari
tiga komponen itu menyangkut beberapa faktor.
1.
Komponen pendidik
Syarat
utama pendidik adalah mampu sebagai sosok tauladan. Konsep pendidik yang
sekaligus pemimpin seperti yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara di atas,
yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang
semaksimal mungkin harus dipenuhi komponen pendidik. Jika konsep ini dipenuhi,
maka dalam diri pendidik tersebut akan memancarkan “aura” yang menyebabkan
wibawa pada dirinya. Di samping itu pendidik sebagai sosok yang digugu lan
ditiru (diikuti dan ditiru) akan menjadi bukti kebenarannya. Tidak kalah
pentingnya dalam usaha memperoleh keberhasilan ini adalah sikap pendidik yang
ikhlas.
2.
Komponen Peserta
Didik
Manusia
sebagai peserta didik adalah salah satu komponen penentu keberhasilan
pendidikan. Jika manusia sebagai peserta didik itu pasif, apatis, dan masa
bodoh, maka mustahil pendidikan akan memperoleh keberhasilan. Oleh karena itu,
peserta didik dituntut berperan aktif di dalam proses pendidikan. Peran aktif
ini diwujudkan dalam sikap taat pada pendidik, yaitu taat pada perintah maupun
larangan pendidik. Taat pada pendidikan ini dilakukan ada maupun tidak ada
pendidik. Ada atau tidak adanya orang tua maupun guru, ia akan tetap taat.
3.
Komponen Pelaksanaan
Di
dalam pelaksanaan pendidikan, manusia baik pendidik maupun peserta didik harus
dalam kondisi yang “bebas-demokratis”. Dalam suasana gembira dan saling
memahami. Pendidik didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas memberikan
ilmunya kepada peserta didik. Demikian pula peserta didik juga selalu dalam
niat yang ikhlas untuk mencari dan menerima ilmu. Jika keduanya telah terjalin
dalam hubungan yang harmonis sama-sama ikhlas dan sama-sama dalam kondisi
“bener tur pener” (benar dalam kebenaran) maka ilmu yang didapat akan menjadi
ilmu yang bermanfaat. Indikator keberhasilan proses pendidikan ini adalah
adanya perubahan nilai secara positif, dari tidak tahu menjadi tahu, dari
“tidak” menjadi “ya”, dari “buta” menjadi “melek” dari “faham” menjadi “mahir”
dan seterusnya.
Tujuan
pendidikan disebut juga dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3
adalah sebagai berikut “pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Dalam tujuan
pendidikan seperti tersebut tadi, terdapat beberapa kata kunci antara lain iman
dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
demokratis. Konsekuensinya adalah kriteria atau bisa juga disebut sebagai
evaluasi pendidikan yang diterapkan harus mampu melihat sejauh mana
ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus
mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan
pendidikan yaitu tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Dari
penjelasan tersebut tampak sinkron antara konsep pendidikan yang dituangkan
oleh pemerintah dengan konsep pendidikan masyarakat.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat pendidikan dan tujuan pendidikan
adalah bahwa pendidikan seumur hidup sejak manusia lahir sampai dewasa, baik
itu pendidikan formal dari kecil hingga perguruan tinggi, maupun pendidik di
lingkungan masyarakat atau di tempat dia tinggal. Tujuan pendidikan itu juga
untuk menciptakan manusia yang matang dan wibawa secara lahir dan batin,
menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan bertanggungjawab.
E.
Kebutuhan
Pendidikan Masa Depan
Masyarakat masa depan adalah masyarakat yang selalu
berubah dan perubahan itu sendiri tidak bisa ditandai apalagi ditolak.
Perubahan masyarakat tidak hanya dalam satu atau dua fase kehidupan melanikan
menyeluruh bersfiat global. Pada masa depan, tidak ada sesuatu apa pun yang
tidak tersebtuh oleh perubahan. Oleh karena itu, untuk menghadapi perubahan di
masa depan, perlu dilakukan antisipasi sejak dini agar masyarakat yang akan
hidup di masa depan dapat menyesuaikan diri dengan dampak negatif dari
perubahan bahkan dapat menciptakan perubahan yang konstruktif bagi dirinya dan
lingkungannya. Salah satu upaya untuk mengantisipasi kecenderungan peruabahan
di masa depan yaitu melalui pendidikan.
Mengapa pendidikan ?
Pendidikan berkaitan dengan peningkatan kulaitas sumber
daya manusia. Perubahan-perubahan yang
akan terjadi di masa depan sangat membutuhkan sumber daya manusia yang
berkualitas. Kualitas sumber daya manusia yang harus dihasilkan pendidikan di masa depan tersebut
adalah mereka yang memiliki tiga ciri utama :
1.
Menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi.
2.
Memiliki kreativitas.
3.
Memiliki solidaritas
sosial.
Coba
Anda cermati penjelasan singkat dari
ketiga ciri utama tersebut pada uraian di
bawah ini.
Pertama, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
ditandai dengan adanya kesadaran akan IPTEK atau berpengetahuan luas, mampu
mencerna informasi dan menolahnya untuk kepentingan diri dan masyarakatnya.
Mampu menganalisis informasi mengenai segala perubahan guna menentukan sikap
terhadap perubahan tersebut. Mampu melakukan belajar sepanjang hayat (life long learning). Memiliki kemampuan
nalar dan integritas yang tinggi, serta mampu mendayagunakan IPTEK bahkan dapat
menemukan inovasi untuk menciptakan perubahan dan mengendalikannya.
Kedua, pemilikan kreativitas pada diri seseorang ditandai
dengan adanya kemampuan untuk menciptakan perubahan. Kemampuan utnuk
berkompetisi secara sehat. Memiliki intelegensi dan minat yang tinggi,
imajiner, fleksibel, dan sensitif terhadap perubahan yang terjadi, memiliki
daya ingat yang tinggi dan dapat berpikir evaluatif. Dilihat dari sisi minat
dan motvasinya, selalu ingin tahu, gemar bermain ide, dan suka mengahadap
tantangan, serta dilihat dari sisi kepribadiannya, madiri, terbuka dan
bertanggungjawab atas segala risiko tindakan yang diambilnya. Dengan demikian,
manusia kreatif adalah manusia yang tidak terbawa oleh arus perubahan dan tidak
sekedar mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut.
Ketiga, pemilikan jiwa solidaritas sosial ditandai dengan
adanya tanggung jawab sosial dan kebangsaan. Era globalisasi yang penuh dengan
kompetisi di segala bidang membutuhkan manusia-manusia masa depan yang memiliki solidaritas sosial. Keunggulan
kompetitif harus dilandasi oleh dan bermuara pada rasa tanggung jawab sosial
tersebut. Tantangan terberat dalam era globalisasi adalah mempertahankan
nilai-nilai kebudayaan yang merupakan identitas sebagai bangsa yang
bermartabat. Dikatakan terberat karena di satu sisi manusia Indonesia masa
depan dituntut untuk mewakili wawasan global atau Internasional, namun di sisi
lain dituntut agar tetap berpijak pada jati diri sebagai bangsa yang mandiri. Oleh karena itu, manusia
Indonesia masa depan akan berada pada posisi tarik-menarik antara kebudayaan
global atau Internasional dengan kebudayaan nasional.
Masa depan
merupakan masa yang sangat kompleks, bahkan para ahli masa depan
(futorolog)sudah tidak sanggup lagi untuk meramalkan hari depan (Soedjatmiko
dalam http//qym7882.blogspot.com/2009/). Dengan demikian, pendidikan masa depan
harus mampu mengarahkan individu siswa untuk dapat menghadapi kompleksnya masa
depan tersebut. Kompetensi standar yang dikembangkan dalam program-program
pendidikan harus dairahkan untuk mewujudkan manusia-manusia yang dapat hidup
dalam kondisi masa depan yang kompleks. Ketiga ciri utama dari manusia
sebagaimana diuraikan di atas, nampaknya akan sangat dibutuhkan untuk
mempersiapkan siswa suapay dapat hidup
dalam kondisi masa depan yang kompleks tersebut. Pertanyaan kemudian timbul,
sistem pendidikan seperti apa yang
dikembangkan untuk mengantisipasi masa depan tersebut ? Dalam hal ini,
menurt Tilar (1993) ada sepuluh kecenderungan pengembangan sistem pendidikan nasional, yaitu
1.
Pemerataan pendidikan.
2.
Kurikulum yang
relevan dengan pembangunan nasional.
3.
Proses belajar
mandiri.
4.
Tenaga pendidikan
yang profesional.
5.
Pendidikan pelatihan
yang terpadu.
6.
Pendidikan tinggi
sebagai partner in progres.
7.
Pendidikan
berkelanjutan.
8.
Pembiayaan yang
memadaai.
9.
Partisipasi
masyarakat, dan
10.
Manajeman pendidikan
yang efektif (dalam http//qym7882.blogspot/2009).
Pada uraian berikutnya Anda diharapkan dapat mencermati
beberapa hal mengenai kebutuhan pendidikan masa depan, khususnya yang terkait
dengan kemampuan-kemampuan dasar, kemampuan belajar sepanjang hayat,
pemanfaaatan teknologi, dan pendidikan moral. Sebaliknya, dalam melakukan
pengkajian terhadap keempat hal tersebut, senantiasa berdiskusi dengan lainnya atau berkonsultasi untuk memperoleh
pemahaman lebih jauh.
F.
Masyarakat
dalam Era Profesionalisme
Salah satu karakteristik penting masyarakat di masa depan
adalah meningkatnya kebutuhan akan layanan profesionalisme dalam berbagai
bidang kehidupan manusia. Hal ini terjadi tidak terlepas dari ketiga hal yang
telah disebutkan yaitu adanya kecenderungan globalisasi yang ditandai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, serta
perkembangan arus infromasi, komunikasi dan transfortasi yang semakin padat dan
cepat. Masyarakat Indonesia masa depan harus memiliki wawasan dan pengetahuan
yang luas serta daya kritis yang semakin tinggi.
Keadaan masyarakat masa depan semakin menuntut kualitas
hidup yang lebih baik, termasuk berbagai layanan yang dibutuhkan. Layanan yang
diberikan oleh pemangku profesi tertentu
atau layanan profesional, akan semakin penting untuk kebutuhan masyarakat masa
depan. Status profesional memerlukan persyaratan yang berat sehingga tidak
semua jenis pekerjaan dapat memperoleh status profesional tersebut. Tuntutan
akan mutu layanan profesional akan semakin tinggi, oleh karena itu diperlukan
kerja sama dan kemitraan yang lebih erat antar tenaga profesonal. Dengan
layanan profesioanl yang lebih bermutu maka kualitas hidup dan kehidupan
masyarakat di masa depan akan lebih baik lagi. Pada perkembangan berikutnya, di
masa depan, tenaga profesional akan identik dengan tenaga spesialis karena
kecenderungan dari masyarakat masa depan yang membutuhkan layanan dari
tenaga-tenaga spesialis. Semua serba spesialis, barang kali era seperti ini
dapat juga disebut era spesialisasi.
G.
Kemampuan
Dasar
Memperhatikan konsekusensi logis dari perkembangan pada
era globalisasi, seorang bernama Delors (1996) menekankan pentingnya manusia
kembali kepada pendidikan agar dapat hidup dalam situasi baru yang muncul dalam
diri dan lingkungan yang hanya dapat dicapai oleh setiap individu dengan cara
mempelajari bagaiamana belajar (learning how to learn). Dalam hubungan
dengan itu, Comission on Education for
the Twenty-first Century (Komisi pendidikan untuk Abad 21) dalam laoprannya
kepada UNESCO, menekankan pentingnya saling pengertian antara manusia dan antar
bangsa dengan penuh kedamaian dan harmoni sebagai hal yang dirasakan amat
kurang dalam kehidupan dunia dewasa ini. Dengan kenyataan itu, sangat penting
membangun kebersamaan melalui belajar sepanjang hayat yang merupakan denyut
jantung masyarakat sebagai kunci memasuki masa depan. Terdapat empat pilar
pendidikan yang diajukan oleh komisi
tersebut dan digambarkan sebagai the foundationas
of educations, yaitu learning to know,
learning to do, learning to be, dan learning
to live together.
Pilar pertama, learning
to know merupakan kunci pendidikan sepanjang hayat (life long education) dan menjadi dasar belajar sepanjang hayat (learning throught life). Learning to know berarti juga learning to learn, belajar untuk
memperoleh pengetahuan dan untuk melakukan pembelajaran selanjutnya. Pilar
kedua, learning to do, secara umum
menuntut penguasaan kompetisi yang
memungkinkan seseorang untuk dapat hidup dalam berbagai keadaan yang
berhubungan dengan situasi yang berbeda-beda, belajar bekerja, bekerja sama
dalam tim, dan belajar menghadapi berbagai situasi yang sering tidak terduga.
Pilar ketiga, learning to be, yaitu
belajar untuk mengaktualisasikan diri sebagai individu mandiri dengan
kepribadian yang memiliki pertimbangan (judgement)
yang dikombinasikan dengan tanggung jawab pribadi untuk mencapai tujuan
bersama. Pilar keempat, learning to live together, dianggap sebagai landasan
pendidikan dari ketiga pilar sebelumnya dengan pengembangan pemahaman dan
apresiasi tentang orang lain dan sejenisnya, tradisi dan nilai-nilai spritual
dan mendasarkan pada semangat baru untuk mampu mengapresiasi memahami dan
memecahkan konflik dengan cara damai.
Pandangan tentang empat pilar pendidikan yang ditawarkan UNESCO tersebut di atas
memastikan peran pendidikan dalam memasuki masa depan yang perlu ditumbuhkan
melalui budaya sekolah, baik melalui individu, kelompok, maupun lembaga yang
terlibat dalam pendidikan tersebut dan berbagai kelemahan yang berkembang di
masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan sosial, sekolah dasar
di Indonesia seharusnya dikembangkan untuk membantu siswanya menguasai
kompetensi yang berguna bagi kehidupannya di masa depan, yaitu kompetensi
keagamaan, kompetensin akademik, kompetensi ekonomik, dan kompetensi sosial
pribadi. Secara ringkas, keempat kelompok kompetensi tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut.
1.
Kompetensi keagamaan
Kompetensi ini
meiputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan keagamaan yang diperlukan untuk
menjalankan fungsi-fungsi manusia dalam kehidupannya sehari-hari sebagai mahluk
ciptaan Tuhan yang maha kuasa. Termasuk dalam kompetensi keagamaan ini yaitu kemampuan-kemampuan untuk
menjalankan ibadah ritual sehari-hari, baik yang dilakukan secara individu
maupun kelompok sebagai sarana untuk memperoleh pengalaman keagamaan yang
bermakna bagi kehidupan para siswa sekolah dasar.
2.
Kompetensi akademik
Kompetensi akademik
meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat
mengikuti ilmu pengetahuan dan teknologi yang relevan dengan usia dan tingkat
perkembangan siswa sekolah dasar. Ke dalam kompetensi ini termasuk keterampilan
belajar dan kemampuan mengakses informasi untuk dapat terus belajar sepanjang
hayat, sesuai dengan prinsip life long
education (pendidikan semumur hidup).
3.
Kompetensi ekonomik
Kompetensi ini
meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan ekonomi agar siswa sekolah dasar dapat hidup layak di masyarakat. Sikap
wirausaha dan etos kerja yang mendukung produktivitas pribadi merupakan bagian
penting dari kompetensi ekonomik ini.
4.
Kompetensi sosial
pribadi
Kompetensi ini
meliputi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan untuk dapat hiduap
adaptif sebagai warga negara dan warga masyarakat internasional yang
demokratis. Ke dalam kompetensi mengelola diri sendiri (interpersonal) serta
kemampuan dan keterampilan berhubungan dengan
orang lain (interpersonal) dalam kehidupan masyarakat hetorogen.
Sekolah
harus dipandang sebagai suatu sistem pendidikan yang terdiri atas sejumlah komponen yang saling bergantung satu
sama lain. Dengan demikian, pengembangan keempat kompetensi siswa sekolah dasar
tersebut tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada guru dalam kegiatan belajar
mengajar di kelas, melainkan kepada iklim kehidupan dan budaya sekolah secara
keseluruhan. Setiap sekolah sebagai suatu kesatuan diharapkan mampu memberikan
pengalaman belajar kepada seluruh siswanya untuk menguasai keempat kompetensi
tersebut sesuai dengan jenjang pendidikan sekolah dasar dan misi khusus yang diembannya.
H.
Kemampuan
Belajar Sepanjang Hayat
Manusia adalah mahluk yang mengalami pertumbuhan (growth) dan perkembangan (devolopment). Selama manusia tumbuh dan
berkembang untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan selama manusia terus
beruapaya untuk meningkatkan
kehidupannya maka selama itulah proses pendidikan terus berlangsung.
Inilah makna dasar pendidikan sepanjang hayat (life long education). Kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai
sesuatu yang luas dan menyeluruh (comperhensive)
serta merupakan suatu sistem yang utuh atau terpadu (intergreted). Konsep pendidikan sepanjang hayat berimplikasi pada
kegiatan belajar sepanjang hayat. Dalam konteks ini, belajar tidak terbatas dan
hanya berlangsung di sekolah. Proses
berlajar dimulai pada saat anak lahir ke dunia dan akan terus berlangsung
sampai ajal menjelang, sepanjang ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Dalam
konsep pendidikan sepanjang hayat, pendidikan itu berlangsung baik dalam
lingkungan keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat. Oleh karena itu,
kemampuan belajar sepanjang hayat pada ketiga lingkungan pendidikan itu perlu
terus dikembangkan.
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi
proses perkembangan sesorang individu sekaligus merupakan peletak dasar
kepribadiannya. Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi dengan
orang tuanya. Dalam berinteraksi dengan anak, orang tua akan menunjukkan sikap
dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan pendidikan terhadap anaknya.
Sebaliknya, seorang anak belajar hidup dari orang tuannya. Pendidikan dalam
lingkungan sekolah merupakan kelanjutan dari pendidikan dalam lingkungan
keluarga. Sekolah merupakan lembaga atau institusi formal tempat di mana anak
melakukan proses sosialisasi yang kedua
setelah lingkungan keluarga. Pada lembaga sekolah ini anak akan belajar
mengenai apa yang ada di dalam kehidupan sekilingnya. Dengan demikian, sekolah
tidak boleh dipisahkan dari kehidupan anak dan kebutuhan masyarkakat di mana
anak berada. Dalam kehidupan modern saat ini, pendidikan di sekolah merupakan
suatu keharusan karena pendidikan dalam
keluarga tidak mungkin lagi dapat
memenuhi tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi perkembangan anak. Materi
kurikulum yang diberikan dalam pendidikan di sekolah berhubungan langsung
dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, serta perkembangan kecakapan-kecakapan tertentu yang langsung dibutuhkan
dalam kehidupan. Pendidikan dalam lingkungan masyarakat merupakan bentuk
pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan sekolah. Bentuk pendidikan
ini menekankan pada pemerolehan pengetahuan dan keterampilan khusus serta
praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan masyarakat.
Pendidikan dan belajar sepanjang hayat merupakan asas
pendidikan yang paling tepat dan era globalisasi yang terjadi pada saat ini dan
masa depan. Setiap orang dituntut untuk dapat menyesuaikan dirinya secara terus-menerus dengan
situasi yang terjadi terutama sebagai
akibat dari pesatnya perkembangan dan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
informasi, komunikasi, dan transportasi. Pendidikan dan belajar sepanjang hayat
merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada pendidikan di lingkungan
sekolah. Sistem sekolah secara tradisonal mengalami kesukaraan dalam
meyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sanhat cepat di masa depan,
dan tidak dapat memenuhi semua kebutuhan atau tuntutan manusia yang semakin
meningkat.
I.
Pemanfaatan
Teknologi
Pada
bagian terdahulu sudah dijelaskan mengenai kecenderungan kondisi masyarakat
masa depan dikaitkan dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan yang
berimbas pada kemajuan-kemajuan pada bidang teknologi informasi dan komunikasi
yang sangat erat kaitannya dengan kebutuhan untuk pendidikan di masa depan.
Dalam uraian berikut ini, dijelaskan secara singkat mengenai pemanfaatan teknologi dalam dunia pendidikan di masa depan yaitu teknologi informasi dan
komunikasi.
Teknologi
infromasi dan komunikasi mencakup dua
aspek, yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi dan
informasi, meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan
berbagai alat bantu, manipulasim, dan pengelolaan informasi. Teknologi dan
komunikasi adalah dua hal yang tidak terpisah dan merupakan suatu padanan yang mengandung pengertian luas mengenai
segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan, manipulasi, pengelolaan, dan
trnasfer atau pemindahan informasi antarmedia.
Teknologi dan
infromasi dan komunikasi mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan
teknologi komunikasi. Teknologi infromasi, meliputi segala hal yang berkaitan
dengan proses, penggunaan berbagai alat bantu, amnipulasi, dan pengelolaan
infromasi. Teknologi dan komunikasi meruapakan segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat
bantu untuk meproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke perangkat yang liannya. Dengan
penjelasan seperti itu maka dapat
dikatakan bahwa teknologi infromasi dan tekonologi komunikasi adalah dua hal
yang tidak dapat terpisah dan merupakan suatu padanan yang mengandung
pengertian luas mengenai segala kegiatan yang terkait dengan pemrosesan,
manipulasi, pengelolaan, dan transfer atau pemindahaan informasi antar media.
Pemanfaat
teknologi infromasi dan komunikasi ini akan menjadi kebutuhan mutlak dalam
dunia pendidikan masa kini dan masa depan. Secara khusus, pemanfaatan teknologi
dan infromasi dan komunikasi ini ialah untuk menyadarkan peserta didik akan
pesatnya perkembangan teknologi dan informasi dan komunikasi yang mengalami perubahan secara terus-menerus
dari waktu ke waktu. Hal ini akan memberikan motivasi untuk mepelajari bidang
teknologi dan komunikasi sebagai dasar untuk belajar sepanjang hayat (life long learning). Pemanfaatan lainnya
ialah sebagai berikut.
1.
Memotivasi siswa
untuk dapat beradaptasi dan mengantisipasi perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi sehingga dapat melaksanakan dan menjalani aktivitas kehidupan secara
lebih ,mandiri dan lebih percaya diri.
2.
Mengembangkan kompetensi
siswa dalam menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi yang mendukung kegiatan belajar mengajar dan bekerja
serta berbagai aktivitas kehidupan lainnya.
3.
Mengembangkan
kemampuan belajar berbasis teknologi informasi dan komunikasi lebih optimal,
menarik, dan mendorong siswa memiliki keterampilan dalam berkomunikasi,
mengorganisasi infromasi dan kebiasaan bekerja sama.
4.
Mengembangkan
kemampuan belajar mandiri, berinisiatif, inovatif, kreatif, dan
bertanggungjawab dalam penggunaan teknologi dan informasi dan komunikasi untuk
pembelajaran, bekerja, dan memecahkan masalah.
Apabila
siswa sudah terbiasa memanfaatkan perangkat tekonologi infromasi dan komunikasi
secara tepat dan optimal untuk mendapatkan dan meproses infromasi dalam
kegiatan belajar, bekerja dan aktivitas lainnya amaka diharapkan siswa akan
mampu berkreasi, mengembangkan sikap imajinatif, mengembangkan kemampuan
eksplorasi mandiri, dan mudah terlibat dalam kehidupan yang mengalami
penambahan dan perubahan penggunaan beragam produk teknologi informasi dan
komunikasi. Siswa dapat menggunakan perangkat teknologi informasi dan
komunikasi untuk mencari, mengeksplorasi, menganalisis, dan saling tukar
informasi secara efisien dan efektif sehingga siswa akan dengan cepat
mendapatkan ide dan pengalaman berbagai kalangan, serta dapat mengembangkan
sikap inisiatif dan kemampuab belajar mandiri sehingga siswa dapat memutuskan
dan mempertimbangkan sendiri kapan dan di mana penggunaan teknologi informasi
dan komunikasi secara tepat dan optimal, termasuk apa implikasinya saat ini dan
di masa depan.
J.
Pendidikan
Moral
Akselerasi perubahan masyarakat yang begitu cepat di masa
depan berpengaruh terhadap tata kehidupan manusia. Toffler (1970) menyebutkan
tata kehidupan manusia masa depan itu mencakup.
1.
Masyarakat yang serba
membuang.
2.
Kaum nomad baru.
3.
Insan modular.
Masyarakat yang serba membuang menggambarkan sikap hidup
masyarakat terhadap benda. Ia senang berganti-ganti barang sehingga berakibat
pada adanya stmulasi produk yang selalu membanjiri masyarakat dengan desain up to date. Nomad baru mencerminkan
mobilitas penduduk, perindahan pekerjaan dan lalu lalangnya manusia akibat
mutasi pekerjaan dan tempat tinggal. Insan modular menggambarkan hubungan
sesama manusia yang mengarah pada sebatas hubungan fungsional.
Selain
masalah yang terkait dengan perubahan
tata kehiudapan di atas, di Indonesia pada masa depan akan dihadapkan
pula dengan masalah kependudukan, ketenagakerjaan, dan perubahan lingkungan
hidup. Pertambahan penduduk yang begitu cepat merupakan tantangan bagi masyarakat Indonesia masa depan. Pada
tahun 2020, jumlah penduduk di Indonesia diperkirakan mencapai 250 juta jiwa
dan tahun 2050 mencapai 350 juta jiwa rata-rata pertumbuhan penduduk di
Indoensia saat ini sekitar 1,8% per tahun. Akibat dari adanya pertumbuhan
penduduk tersebut dapat memunculkan masalah-masalah sosial, misalnya
pengangguran. Sementara itu, presentase tenaga terdidik Indonesia yang tidak
terserap oleh lapangan kerja jumlahnya cukup tinggi. Fenomena ini tidak
terlepas dari pertumbuhan penduduk yang
tidak berimbang dengan daya serap lapangan kerja. Proporsi tingkat pendidikan
tenaga kerja di Indonesia lebih besar hanya berpendidikan SD ke bawah,
akibatnya pada beberapa sektor dan posisi jabatan masih diduduki oleh tenaga
profesonal asing. Keadaan ini tentu merupakan tantangan bagi dunia pendidikan di Indonesia saat ini
dan masa mendatang. Masalah berikutnya berkaitan dengan perubahan lingkungan
hidupa yang akan dihadapi oleh masyarakat masa depan. Beberapa perubahan
lingkungan di masa depan menurut Kastama (2002:61) meliputi :
1.
Bertambahnya jumlah
penduduk di bumi.
2.
Krisis air bersih
untuk keperluan penduduk dan industri.
3.
Makin luasnya tanah
krisis.
4.
Berkurangnya luas
hutan.
5.
Musnahnya berbagai
plasma nutfah di darat dan air karena rusaknya ekosistem.
6.
Rusaknya berbagai
ekosistem di laut akibat pengurasan
hasil laut dan pencemaran di sungai.
7.
Makin luasnya padang
pasir.
8.
Meningkatnya suhu
bumi akibat efek rumah kaca.
9.
Makin meningkatnya
hujan asam.
10.
Jurang ekonomi antara negara miskin dan negara maju
yang makin lebar.
Semua permasalahan yang akan dihadapi di masa depan sebagaimana diuraikan di atas akan memunculkan adanya tekanan-tekanan sosial sebagai akibat dari berbagai ketimpangan sosial yang dapat menimbulkan tingkah laku menyimpang dari masayarakat. Sebagai contoh, akibat dari globalisasi dalm bidang informasi maka tata nilai dasar ke Indonesiaan dengan mudah diterjang oleh budaya asing yang datang begitu deras sehingga melahirkan perilaku baru dikalangan generasi muda yang mengarah pada kasus demoralisasi atau degredasai moral. Pertanyaan yang perlu dijawab adalah nilai-nilai moral yang bagaimanakah yang hendak dikembangkan dalam pendidikan masa depan Indonesia, terutama bagi para generasi muda ? diskusi mengenai gagasan kurikulum masa depan yang diselenggarakan oleh Pusat Kurikulum Depdiknas menganggap perlu dikembangkannya kebudayaan moral dalam dunia pendidikan (sekolah), antara lain melalui kepemimpinan moral dan akademik, pelajaran-pelajaran bernilai moral yang dapat membentuk perilaku, peningkatan rasa komunitarian untuk dapat lebih mengenal yang lain, semangat demokratis, lingkungan moral yang mengandalkan dialog, dan lebih diperhatikannya dimensi moral dalam pergaulan.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar