Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan itu juga ditanamkan sejak manusia masih
dalam kandungan, lahir, hingga dewasa yang sesuai dengan perkembangan dirinya.
Ketika masih kecil pun pendidikan sudah dituangkan dalam UU 20 Sisdiknas 2003,
yaitu disebutkan bahwa pada pendidikan anak usia dini bertujuan untuk
mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan
peserta didik (Depdiknas 2003: 11). Dengan demikian tujuan pendidikan juga
mengalami perubahan menyesuaikan dengan perkembangan manusia. Oleh karena
pendidikan dialami sejak manusia lahir hingga dewasa, maka tujuan pendidikan
juga merupaka suatu proses. Proses “memanusiakan dirinya sebagai manusia”
merupakan makna yang hakiki di dalam pendidikan. Keberhasilan pendidikan
merupakan “cita-cita pendidikan hidup di dunia” (Dalam agama ditegaskan juga
bahwa cita-cita “hidup” manusia adalah di akherat). Akan tetapi tidak selamanya
manusia menuai hasil dari proses yang diupayakan tersebut. Oleh karena itu,
kadang proses itu berhasil atau kadang pun tidak. Jadi dengan demikian dapat
dikatakan bahwa “keberhasilan” dari proses pendidikan secara makro tersebut
merupakan tujuan. Keberhasilan itu jug dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal
ini mengingat bahwa pendidikan itu ada tiga pilar yaitu pendidikan keluarga,
pendidikan sekolah, dan pendidikan masyarakat. Dalam pembentukan dan tujuan
pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan watak, maka faktor keluarga sangat
penting. Faktor orang tua sangat berpengaruh pada pendidikan manusia sebagai
peserta didik. Kesadaran orang tua makin meningkat mengenai pentingnya
pendidikan sebagai persiapan awal untuk membantu pencapaian keberhasilan
pendidikan selanjutnya. Persiapan awal tersebut menyangkut pencapaian
perkembangan sehat secara mental, emosi, dan sosial. Namun orang tua juga tidak
sama. Seperti yag dikemukakan berikut ini bahwa kadang orang tua belum memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk membantu kesiapan anak untuk
mengikuti pendidikan selanjutnya atau perkembangan sehat mental, emosi, sosial,
dan fisik anak (Kuntoro, 1988: 1).
Dengan demikian keberhasilan pendidikan ini tidak serta
merta dicapai begitu saja, namun diperlukan persyaratan dan proses secara
selektif. Untuk memperoleh keberhasilan di dalam pendidikan tersebut diperlukan
kesatuan dari tiga komponen keberhasilan pendidikan. Keberhasilan kesatuan dari
tiga komponen itu menyangkut beberapa faktor.
1.
Komponen pendidik
Syarat
utama pendidik adalah mampu sebagai sosok tauladan. Konsep pendidik yang
sekaligus pemimpin seperti yang diungkapkan oleh Ki Hadjar Dewantara di atas,
yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani yang
semaksimal mungkin harus dipenuhi komponen pendidik. Jika konsep ini dipenuhi,
maka dalam diri pendidik tersebut akan memancarkan “aura” yang menyebabkan
wibawa pada dirinya. Di samping itu pendidik sebagai sosok yang digugu lan
ditiru (diikuti dan ditiru) akan menjadi bukti kebenarannya. Tidak kalah
pentingnya dalam usaha memperoleh keberhasilan ini adalah sikap pendidik yang
ikhlas.
2.
Komponen Peserta
Didik
Manusia
sebagai peserta didik adalah salah satu komponen penentu keberhasilan
pendidikan. Jika manusia sebagai peserta didik itu pasif, apatis, dan masa
bodoh, maka mustahil pendidikan akan memperoleh keberhasilan. Oleh karena itu,
peserta didik dituntut berperan aktif di dalam proses pendidikan. Peran aktif
ini diwujudkan dalam sikap taat pada pendidik, yaitu taat pada perintah maupun
larangan pendidik. Taat pada pendidikan ini dilakukan ada maupun tidak ada
pendidik. Ada atau tidak adanya orang tua maupun guru, ia akan tetap taat.
3.
Komponen Pelaksanaan
Di
dalam pelaksanaan pendidikan, manusia baik pendidik maupun peserta didik harus
dalam kondisi yang “bebas-demokratis”. Dalam suasana gembira dan saling
memahami. Pendidik didasari dengan niat yang tulus dan ikhlas memberikan
ilmunya kepada peserta didik. Demikian pula peserta didik juga selalu dalam
niat yang ikhlas untuk mencari dan menerima ilmu. Jika keduanya telah terjalin
dalam hubungan yang harmonis sama-sama ikhlas dan sama-sama dalam kondisi
“bener tur pener” (benar dalam kebenaran) maka ilmu yang didapat akan menjadi
ilmu yang bermanfaat. Indikator keberhasilan proses pendidikan ini adalah
adanya perubahan nilai secara positif, dari tidak tahu menjadi tahu, dari
“tidak” menjadi “ya”, dari “buta” menjadi “melek” dari “faham” menjadi “mahir”
dan seterusnya.
Tujuan
pendidikan disebut juga dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dalam pasal 3
adalah sebagai berikut “pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab". Dalam tujuan
pendidikan seperti tersebut tadi, terdapat beberapa kata kunci antara lain iman
dan takwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
demokratis. Konsekuensinya adalah kriteria atau bisa juga disebut sebagai
evaluasi pendidikan yang diterapkan harus mampu melihat sejauh mana
ketercapaian setiap hal yang disebutkan dalam tujuan tersebut. Evaluasi harus
mampu mengukur tingkat pencapaian setiap komponen yang tertuang dalam tujuan
pendidikan yaitu tertuang dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003. Dari
penjelasan tersebut tampak sinkron antara konsep pendidikan yang dituangkan
oleh pemerintah dengan konsep pendidikan masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakekat pendidikan dan tujuan pendidikan adalah bahwa pendidikan seumur hidup sejak manusia lahir sampai dewasa, baik itu pendidikan formal dari kecil hingga perguruan tinggi, maupun pendidik di lingkungan masyarakat atau di tempat dia tinggal. Tujuan pendidikan itu juga untuk menciptakan manusia yang matang dan wibawa secara lahir dan batin, menyangkut keimanan, ketakwaan, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan bertanggungjawab.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar