HOME

11 Desember, 2021

Pembagian Warisan dan Praktik Pembagian Warisan

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.         Latar Belakang

Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa yang disebut dengan meninggal dunia.

Apabila terjadi suatu peristiwa tersebut maka akan menimbulkan hukum dalam keluarga yakni bagaimana pengurusan dan kelanjutan kewajiban serta hak-hak seorang yang meninggal tersebut. Penyelesaian kewajiban dan hak-hak seorang tersebut diatur dalam Hukum Kewarisan Islam atau lazim disebut dengan Ilmu Faroidl. Faroidl ini adalah salah satu bagian dari keseluruhan Hukum Kewarisan Islam yang khusus mengatur peralihan harta seorang yang telah meninggal dunia kepada ahli warisnya.

Ketentuan hukum warisan dalam Ilmu Faroidl telah diatur secara jelas dalam Al-Qur’an mulai dari siapa yang berhak menerima dan berapa bagian yang harus diterima oleh masing-masing ahli waris, hal tersebut diterangkan dalam surat Al-Nisa’ ayat 7,11,12, dan 176. Ketentuan lainnya juga diterangkan dalam hadits, Ijma’ dan Ijtihad para sahabat.

B.          Rumusan Masalah

1.             Apa pengertian warisan?

2.             Apa sebab-sebab mendapat atau tidak mendapat harta warisan?

3.             Bagaimana pembagian masing-masing ahli waris ?

C.          Tujuan

1.             Untuk mengetahui pengertian

2.             Untuk mengetahui sebab-sebab mendapat atau tidak mendapat harta warisan

3.             Untuk mengetahui pembagian masing-masing ahli waris

4.             Untuk mengetahui bagaimana cara penghitungan pembagian warisan

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.         Pengertian Warisan

Mawaris menurut bahasa berasal dari bentuk jamak miratsun, mauruts yang dalam bahasa Indonesia bermakna peninggalan orang meninggal yang diwariskan kepada ahli warisnya. Mawaris juga sering disebut dengan ilmu faraidl  yang secara bahasa dari jamak faradah, yang dalam konteks ilmu mawaris adalah ilmu yang telah ditetapkan oleh syara’ Sedangkan ilmu Mawaris sendiri dapat diartikan ilmu untuk mengetahui orang yang berhak nenerima harta pusaka / warisan, orang yang dapat menerima warisan, kadar pembagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris, dan tata cara pembagiannya. Beberapa istilah mengenai warisan :

1.        Mawaris adalah harta-harta peninggalan atau harta-harta pusaka dari orang yang meninggal yang dapat diwarisi oleh orang-orang yang dapat menerimanya.     

2.           Muwaris adalah orang yang meninggalkan harta warisan.

3.           Waris (ahli waris) adalah orang yang berhak menerima warisan dari orang yang meninggal.

4.           Faroid adalah ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta warisan.

Beberapa ketentuan warisan :

1.        Pembagian warisan dalam Islam dilakukan secara adil, demokratis dan mengangkat derajat kaum wanita sekalipun bagiannya sebagian/separo dari bagian laki-laki karena adanya tanggung jawab pria lebih besar ketimbang kaum perempuan, yang pada zaman jahiliyah wanita dianggap harta warisan.

2.         Ketentuan pembagian warisan didasarkan pada firman Allah SWT., surat An-Nisa : 7 Artinya : "Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan". (Q.S An-Nisa : 7) Selanjutnya mengenai bagiannya masing-masing dapat dilihat pada surat An-Nisa : 11 – 12.

Sebelum harta dibagi-bagikan kepada ahli waris harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:

1.     Diambil untuk biaya perawatan mayat sewaktu sakit. Misalnya biaya pengobatan, biaya rumah sakit dan sebagainya.

2.     Diambil untuk biaya pengurusan mayat. Misalnya kain kafan, papan, minyak  dan lain-lainnya.

3.             Diambil untuk hak harta itu sendiri. Misalnya zakat.

4.             Diambil untuk membayar hutang, nadzar, sewa dan lain-lain.

5.             Diambil untuk wasiat apabila ada.

Setelah hak tersebut diselesaikan barulah harta peninggalan dibagikan. Bagian ahli waris yang telah ditetapkan oleh Allah swt, dalam Al-Qur'an disebut dengan " Furudul Muqoddaroh ", yaitu 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, 2/3 dan sisa ( ashobah ).

Sebab-sebab seseorang memperoleh harta waris (asbabul irtsi) yaitu:

1.             Karena nasab (hubungan keturunan / darah).

2.             Karena perkawinan, yakni sebagai suami/istri.

3.             Karena memerdekakan mayat (jika mayat pernah menjadi budak).

4.          Karena ada hubungan sesama muslim. ( jika orang Islam tidak mempunyai ahli waris bisa di serahkan ke Baitul Maal ).

Sebab-sebab seseorang tidak mendapat harta waris  sebagai berikut :

1.          Hamba (budak) ia tidak cakap memiliki sebagaimana firman Allah SWT. (Q.S. An-Nahl:75).

2.     Pembunuh, orang yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah SAW yang artinya: ”Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang dibunuhnya” (H.R. Nisa’i).

3.         Murtad dan kafir, orang yang keluar dari Islam, yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya.

 

B.          Golongan Ahli Waris

Orang yang berhak mendapat bagian harta warisan semuanya berjumlah 25 orang, 15 orang dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan. Dan apabila dari 15 orang dari pihak laki-laki itu ada semua maka yang berhak menerima hanya ada 3 saja (lihat bagan) dan apabila 10 orang dari pihak perempuan itu ada semua maka yang berhak menerima ada lima saja (lihat bagan), dan apabila 25 orang itu ada semua yang berhak menerima ada 5 orang ( lihat bagan ). Untuk lebih jelasnya lihat bagan sebagai berikut :

Ahli Waris Dzawil Furudl dan Ashobah. Ahli waris dzawil furudl adalah ahli waris yang sudah ditentukan secara jelas besar kecilnya. Misalnya 1/2, 1/3, 1/4 dan sebagainya. Sedang ahli waris Ashobah adalah ahli waris yang belum tentu bagianya, mungkin menerima semua harta atau tidak sama sekali.

Adapun bagian-bagian dari ahli waris dzawil furudl adalah sebagai berikut :

1.          Yang mendapat bagian setengah (1/2)

a.             Anak perempuan tunggal.

b.             Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki.

c.             Saudara perempuan sekandung.

d.            Saudara perempuan sebapak (jika no : 3 tidak ada).

e.             Suami, jika istri yang meninggal tidak punya anak.

2.          Yang mendapat bagian seperempat (1/4)

a.             Suami, jika istri mempunyai anak.

b.             Istri, jika suami yang meninggal tidak punya anak.

3.          Yang mendapat bagian seperdelapan (1/8)

·               Istri, jika suami mempunyai anak.

4.          Yang mendapat bagian dua pertiga (2/3)

a.             Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.

b.             Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan.

c.             Dua saudara perempuan sekandung /lebih.

d.            Dua saudara perempuan sebapak/lebih jika tidak ada saudara pr. sekandung.

5.          Yang mendapat bagian sepertiga (1/3)

a.             Ibu, jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan.

b.         Dua orang saudara perempuan/lebih, jika yang meninggal tidak punya anak atau orang tua.

6.          Yang mendapat bagian seperenam (1/6)

a.             Ibu, jika bersama anak/cucu dari anak laki-laki.

b.             Ayah, jika bersama anak/cucu.

c.             Kakek, jika bersama anak/cucu sedangkan ayahnya tidak ada.

d.            Nenek, jika tidak ada ibu.

e.             Saudara seibu, jika tidak ada anak.

Adapun yang tidak masuk dalam ahli waris dzawil furudl berarti ia mendapat bagian ashobah. Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi dan ashobah yang menghabiskan bagian tertentu.

Ashobah binafsihi adalah yang ashobah dengan sendirinya. Tertib ashobah binafsihi sebagai berikut:

1.             Anak laki-laki

2.             Cucu laki-laki dari anak laki-laki terus kebawah

3.             Ayah

4.             Kakek dari garis ayah keatas

5.             Saudara laki-laki kandung

6.             Saudara laki-laki seayah

7.             Anak laki-laki saudara laki-laki kandung sampai kebawah

8.             Anak laki-laki saudara laki-laki seayah sampai kebawa

9.             Paman kandung

10.         Paman seayah

11.         Anak laki-laki paman kandung sampai kebawah

12.         Anak laki-laki paman seayah sampai kebawah

13.         Laki-laki yang memerdekakan yang meninggal Ashobah dengan dengan saudaranya

a.              Anak perempuan bersama anak laki-laki atau cucu laki.

b.             Cucu perempuan bersama cucu laki-laki

c.       Saudara perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah.

d.             Saudara perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.

Ashobah yang menghabiskan bagian tertentu :

1.             Anak perempuan kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3)

2.             Saudara perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)

 

C.           Praktik pembagian warisan

Seorang wafat dan meninggalkan suami, saudara laki-laki seibu, ibu, dan paman kandung. Maka pembagiannya sebagai berikut :

·                Suami mendapatkan ½

·                Saudara laki-laki mendapatkan 1/6

·                Ibu mendapatkan 1/3

·      Paman sebagai ashobah, ia akan mendapatkan sisa yang ada setelah ashhabul furudh menerima bagian masing-masing. Bila tidak tersisa, maka ia tidak berhak menerima harta warisan.

Dari contoh tersebut, tampak ada campuran antara kelompok pertama (yakni ½ dengan 1/3 dan 1/6), yang merupakan kelompok kedua.

Berdasarkan kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh tersebut dari enam. Lihat dibawah ini :

Pokok masalah dari 6

Suami setengah ( 1/2  )                                          3

Saudaraa laki-laki seibu seperenan (1/6 )              1

Ibu sepertiga (1/3 )                                                 2

Paman kandung sebagai ashobah                           0

 

BAB III

PENUTUP

A.           Kesimpulan

Harta warisan adalah harta yang dalam istilah faroidl dinamakan Tirkah (peninggalan) merupakan suatu harta kekayaan oleh yang meninggal, baik berupa uang atau materi lainnya yang dibenarkan oleh syariat islam untuk diwariskan kepada ahli waris. Dalam pelaksanaan atau apa-apa yang ditinggalkan oleh yang meninggal harus diartikan sedemikian luas sehingga mencakup hal-hal yang ada pembagiannya.

Pentingnya pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan seadil-adilnya sudah diatur dalam islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli waris dan menghindari perpecahan ukhuwah persaudaraan antar sesame keluarga yang masih hidup. Pembagian tersebut sudah diatur dalam Al-Quran dan Hadits, namun ada beberapa ketentuanyang disepakati ijma’ dengan seadil-adilnya.

B.            Saran

Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat mencari tahu tentang warisan secara terperinci dan masyrakat hendaknya terutama bagi diri sendiri mampu mengkaji fiqih tentang warisan yang bertujuan untuk menemukan pembagian warisan secara adil agar tidak ada perpecahan diantara keluarga yang masih hidup dan juga ukhuwah kekeluargaan masih tetap terjaga dengan erat.

    Baca juga artikel yang terkait:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...