Oleh: Ade Zarkasyi bin Sabit
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ.
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ
الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ
كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ:
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا
وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ
اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ
اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ
وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ
حَسَنٍ.
Kaum muslimin seiman dan seaqidah
Tepatnya ketika Allah Subhannahu wa Ta'ala memberikan mukjizat kepada hamba dan
kekasihNya, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berupa Isra’ Mi’raj, pada
saat itu pula Allah Ta'ala perlihatkan berbagai kejadian kepada beliau yang
kelak akan memimpin jaga raya ini. Di antaranya Rasulullah n melihat adanya
beberapa orang yang tengah disiksa di Neraka, perut mereka besar bagaikan rumah
yang sebelumnya tidak pernah disaksikan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam.
Kemudian Allah Ta’ala tempatkan orang-orang tersebut di sebuah jalan yang
tengah dilalui kaumnya Fir’aun yang mereka adalah golongan paling berat
menerima siksa dan adzab Allah di hari Kiamat. Para pengikut Fir’aun ini
melintasi orang-orang yang sedang disiksa api dalam Neraka tadi. Melintas
bagaikan kumpulan onta yang sangat kehausan, menginjak orang-orang tersebut
yang tidak mampu bergerak dan pindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang
sangat besar seperti rumah. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam
bertanya kepada malaikat Jibril yang menyertainya, “Wahai Jibril, siapakah
orang-orang yang diinjak-injak tadi?” Jibril menjawab, “Mereka itulah
orang-orang yang makan harta riba.” (lihat Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam,
2/252).
Dalam syariat Islam, riba diartikan dengan bertambahnya harta
pokok tanpa adanya transaksi jual beli sehingga menjadikan hartanya itu
bertambah dan berkembang dengan sistem riba. Maka setiap pinjaman yang diganti
atau dibayar dengan nilai yang harganya lebih besar, atau dengan barang yang
dipinjamkannya itu menjadikan keuntungan seseorang bertambah dan terus
mengalir, maka perbuatan ini adalah riba yang jelas-jelas diharamkan oleh Allah
Subhannahu wa Ta'ala dan RasulNya Shalallaahu alaihi wasalam, dan telah menjadi
ijma’ kaum muslimin atas keharamannya.
Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman:
“Allah menghilangkan berkah riba dan menyuburkan shadaqah, dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa”. (QS.
Al-Baqarah: 270).
Barang-barang haram yang tiada terhitung banyaknya sampai
menyusahkan dan memberatkan mereka ketika harus cepat-cepat berjalan pada hari
Pembalasan. Setiap kali akan bangkit berdiri, mereka jatuh kembali, padahal
mereka ingin berjalan bergegas-gegas bersama kumpulan manusia lainnya namun
tiada sanggup melakukannya akibat maksiat dan perbuatan dosa yang mereka pikul.
Maha Besar Allah yang telah berfirman:
“Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri kecuali seperti
berdirinya orang yang kemasukan syetan lantaran tekanan penyakit gila. Keadaan
mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat):
Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah: 275).
Dalam menafsirkan ayat ini, sahabat Ibnu “Abbas Radhiallaahu
anhu berkata:
“Orang yang memakan riba akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan gila
lagi tercekik”. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 1/40).
Imam Qatadah juga berkata:
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta riba akan dibangkitkan pada hari
Kiamat dalam keadaan gila sebagai tanda bagi mereka agar diketahui para
penghuni padang mahsyar lainnya kalau orang itu adalah orang yang makan harta
riba.” (Lihat Al-Kaba’ir, Imam Adz-Dzahabi, hal. 53).
Dalam Shahih Al-Bukhari dikisahkan, bahwasanya Rasulullah
Shalallaahu alaihi wasalam bermimpi didatangi dua orang laki-laki yang
membawanya pergi sampai menjumpai sebuah sungai penuh darah yang di dalamnya
ada seorang laki-laki dan di pinggir sungai tersebut ada seseorang yang di
tangannya banyak bebatuan sambil menghadap ke pada orang yang berada di dalam
sungai tadi. Apabila orang yang berada di dalam sungai hendak keluar, maka
mulutnya diisi batu oleh orang tersebut sehingga menjadikan dia kembali ke
tempatnya semula di dalam sungai. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi
wasalam bertanya kepada dua orang yang membawanya pergi, maka dikatakan kepada
beliau: “Orang yang engkau saksikan di dalam sungai tadi adalah orang yang
memakan harta riba.” (Fathul Bari, 3/321-322).
Kaum muslimin sidang Jum’at yang berbahagia… inilah siksa yang
Allah berikan kepada orang-orang yang suka makan riba, bahkan dalam riwayat
yang shahih, sahabat Jabir Radhiallaahu anhu mengatakan:
لَعَنَ
رَسُوْلُ اللهِ n آكِلَ الرِّبَا وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ:
هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam melaknat orang yang memakan
riba, yang memberi makan riba, penulisnya dan kedua orang yang memberikan
persaksian, dan beliau bersabda: “Mereka itu sama”. (HR. Muslim, no. 1598).
Semaraknya praktek riba selama ini tidak lepas dari propaganda
musuh-musuh Islam yang menjadikan umat Islam lebih senang untuk menyimpan
uangnya di bank-bank, lebih-lebih dengan semaraknya kasus-kasus pencurian dan
perampokan serta berbagai adegan kekerasan yang semakin merajalela. Bahkan
sistem simpan pinjam dengan bunga pun sudah dianggap biasa dan menjadi satu hal
yang mustahil bila harus dilepaskan dari perbankan. Umat tidak lagi
memperhatikan mana yang halal dan mana yang haram. Riba dianggap sama dengan
jual beli yang diperbolehkan menurut syari’at Islam. Kini kita saksikan,
gara-gara bunga berapa banyak orang yang semula hidup bahagia pada akhirnya
menderita tercekik dengan bunga yang ada. Musibah dan bencana telah meresahkan
masyarakat, karena Allah yang menurunkan hukumNya atas manusia telah
mengizinkan malapetaka atas suatu kaum jika kemaksiatan dan kedurhakaan telah
merejalela di dalamnya.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Abu Ya’la dan
isnadnya jayyid, bahwasannya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bersabda:
مَا ظَهَرَ
فِيْ قَوْمٍ الزِّنَى وَالرِّبَا إِلاَّ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عِقَابَ اللهِ.
“Tidaklah perbuatan zina dan riba itu nampak pada suatu kaum,
kecuali telah mereka halalkan sendiri siksa Allah atas diri mereka.” (Lihat
Majma’Az-Zawaid, Imam Al-Haitsami, 4/131).
Dan dari bencana yang ditimbulkan karena memakan riba tidak
saja hanya sampai di sini, bahkan telah menjadikan hubungan seorang hamba
dengan Rabbnya semakin dangkal yang tidak lain dikarenakan perutnya yang telah
dipadati benda-benda haram. Sehingga nasi yang dimakannya menjadi haram,
pakaian yang dikenakannya menjadi haram, motor yang dikendarainya pun haram,
dan barang-barang perkakas di rumahnya pun menjadi haram, bahkan ASI yang
diminum oleh si kecil pun menjadi haram. Kalau sudah seperti ini, bagaimana
mungkin do’a yang dipanjatkan kepada Allah akan dikabulkan jika seluruh harta
dan makanan yang ada dirumahnya ternyata bersumber dari hasil praktek riba.
Sebenarnya praktek riba pada awal mulanya adalah perilaku dan
tabi’at orang-orang Yahudi dalam mencari nafkah dan mata pencaharian hidup
mereka. Dengan sekuat tenaga mereka berusaha untuk menularkan penyakit ini ke
dalam tubuh umat Islam melalui bank-bank yang telah banyak tersebar. Mereka
jadikan umat ini khawatir untuk menyimpan uang di rumahnya sendiri seiring
disajikannya adegan-adegan kekerasan yang menakutkan masyarakat lewat jalur
televisi dan media-media massa lainnya, sehingga umatpun bergegas
mendepositokan uangnya di bank-bank milik mereka yang mengakibatkan keuntungan
yang besar lagi berlipat ganda bagi mereka, menghimpun dana demi melancarkan
rencana-rencana jahat zionis dan acara-acara kristiani lainnya. Mereka banyak
membantai umat Islam, namun diam-diam tanpa disadari di antara kita telah ada
yang membantu mereka membantai saudara-saudara kita semuslim dengan
mendepositokan uang kita di bank-bank mereka.
Dalam firmanNya Allah Subhannahu wa Ta'ala menegaskan:
“Dan disebabkan mereka (orang-orang Yahudi) memakan riba, padahal sesungguhnya
mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang lain
dengan jalan yang bathil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir di
antara mereka siksa yang pedih”. (QS. An-Nisa’: 161).
Lalu pantaskah bila umat Islam mengikuti pola hidup suatu kaum
yang Allah pernah mengutuknya menjadi kera dan babi, sedangkan Allah Subhannahu
wa Ta'ala berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu mengikuti sebagian dari orang-orang
yang diberi Al-Kitab (Yahudi dan Nashrani), niscaya mereka akan mengembalikan
kamu menjadi kafir sesudah kamu beriman.” (QS. Ali Imran: 100).
Semoga Allah senantiasa menunjukkan kita kepada jalanNya yang
lurus, yang telah ditempuh oleh para pendahulu kita dari generasi
salafush-shalih.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا
فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا
وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
إِنَّ
الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ
اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا
وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهَ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ
وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا
بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ
صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ
مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٌ.
Dalam khutbah kedua ini, setelah kita menyadari realitas yang
ada, marilah kita sering-sering beristighfar kepada Allah, karena tidak ada
obat penyembuh dari kesalahan dan kedurhakaan yang telah kita lakukan kecuali
hanya dengan mengakui segala dosa kita lalu beristighfar memohon ampun kepada
Allah dan untuk tidak mengulanginya kembali sambil beramal shalih menjalankan
ketaatan unukNya, sebagaimana yang dikatakan Nabi Hud Alaihissalam kepada
kaumnya:
“Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Rabbmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya
Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan
kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.” (QS. Hud:
52).
Pada penutup khutbah ini, marilah kita memunajatkan do’a kepada Allah sebagai
bukti bahwasanya kita ini fakir di hadapan Allah Subhannahu wa Ta'ala .
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ
مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ
أَجْمَعِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، يَا
مُجِيْبَ الدَّعَوَاتِ.
اَللَّهُمَّ لاَ تَدَعْ لَنَا ذَنْبًا إِلاَّ غَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ
فَرَّجْتَهُ وَلاَ دَيْنًا إِلاَّ قَضَيْتَهُ وَلاَ حَاجَةً مِنْ حَوَائِجِ
الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ إِلاَّ قَضَيْتَهَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ
وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ
رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ
حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى
الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ.
BACA MATERI KHUTBAH LAINNYA YANG BERKAITAN:
Sumber:
Sumber:
www.alsofwah.or.id/khutbah
Posted By http://ichsanmufti.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar