BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah
Perkembangan zaman di dunia pendidikan terus berubah dengan signifikan sehingga merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih modern. Hal ini sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Seiring dengan dimasukinya era globalisasi di abad 21, pendidikan semakin urgen dalam rangka menghadapi tuntutan zaman yang penuh persaingan di semua aspek bidang kehidupan. Sekarang ini hampir tidak ada celah bagi bangsa yang kualitas sumber daya manusianya rendah untuk dapat maju dan berkembang. Sebaliknya justru bangsa tersebut secara perlahan tapi pasti akan tenggelam dari peta percaturan dunia, seberapapun besarnya jumlah penduduk dan luas yang dimilikinya.
Pendidikan
merupakan sebuah usaha yang berjalan secara terus menurus untuk menjadikan
manusia (masyarakat) mencapai taraf kemakmuran. Pendidikan di Indonesia dilihat
dari segi mutunya masih sangat memprihatinkan.Pendidikan cenderung menjadi
sarana stratifikasi sosial. Pendidikan sistem persekolahan hanya mentransfer
kepada peserta didik apa yang disebut the dead knowledge, yakni pengetahuan
yang terlalu bersifat text-bookish sehingga bagaikan sudah diceraikan baik dari
akar sumbernya maupun aplikasinya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja tantangan pendidikan pada masa depan?
2. Bagaimana cara memperoleh pendidikan sesuai tuntutan zaman?
3. Apa saja sarana dan prasarana yang membangun terwujudnya
pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tuntutan pendidikan di masa depan
2. Mendeskripsikan cara memperoleh pendidikan sesuai tuntutan
zaman
3. Menjelaskan sarana dan prasarana yang membangun terwujudnya
pendidikan sesuai dengan tuntutan zaman
BAB II
PEMBAHASAN
1. Tantangan Masa Depan bagi Pendidikan
Menurut Prof Dr
Yahya Muhaimin, ada tiga hal yang merupakan tantangan bagi pendidikan Indonesia
di masa depan. Pertama, arus globalisasi yang berlangsung sejak awal tahun
1990an hingga kini. Kedua, sistem pendidikan yang masih mencari kemantapan dan
kestabilan. Ketiga, nilai-nilai budaya masyarakat indonesia yang belum bisa
mendudukan proses pembaharuan, seperti : ”jalan pintas”, tidak disiplin,
egosentris. Perkembangan pendidikan secara nasional
di era reformasi, yang sering disebut-sebut oleh para pakar pendidikan maupun
oleh para birokrasi di bidang pendidikan sebagai sebuah harapan untuk
meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini dengan berbagai strategi
inovasi, ternyata sampai saat ini masih berwujud impian. Bahkan hampir bisa
dikatakan bahwa yang kita peroleh saat ini bukanlah kemajuan, melainkan “sebuah
kemunduran yang tak pernah terjadi selama bangsa ini berdiri”. Kalimat tersebut
mungkin sangat radikal untuk diungkapkan, tapi inilah kenyataan yang terjadi,
sebagai sebuah ungkapan dari seorang guru yang mengkhawatirkan perkembangan
pendidikan dewasa ini.
Tidak dapat dipungkiri, berbagai strategi dalam perubahan kurikulum, mulai dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sampai pada penyempurnaannya melalui Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), merupakan sebuah inovasi kurikulum pendidikan yang sangat luar biasa, bahkan sangat berkaitan dengan undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni yang menyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah, dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal.
Proses pendidikan tidak hanya sekadar mempersiapkan anak didik untuk mampu hidup dalam masyarakat kini, tetapi mereka juga harus disiapkan untuk hidup di masyarakat yang akan datang yang semakin lama semakin sulit diprediksi karakteristiknya. Kesulitan memprediksi karakteristik masyarakat yang akan datang disebabkan oleh kenyataan bahwa di era global ini perkembangan masyarakat tidak linier lagi. Oleh karena itu, keberhasilan kita di masa lalu belum tentu memiliki validitas untuk menangani dan menyelesaikan persoalan pendidikan masa kini dan masa yang akan datang. Pada era globalisasi, era abad ke-21, di samping dunia mengalami perkembangan teknologi yang dahsyat, termasuk teknologi informasi, dunia juga mengalami keterbukaan yang amat sangat, sehingga umat manusia mengalami mobilitas yang bukan main cepatnya. Karena itu kita juga mengalami perubahan masyarakat yang tidak putus-putusnya, menyebabkan umat juga mengalami ketidakseimbangan. Konstagnasi ini bisa dilihat dari buah pikiran para pemikir dunia, seperti John Naisbitt, Samuel Huntington, Kenichi Ohmae, Francis Fukuyama, dan lain-lain.
Pada dimensi yang lain, globalisasi akan memudahkan masuknya nilai-nilai baru. Begitu deras nilai-nilai baru itu membanjiri masyarakat sehingga amat sering tidak lagi dapat di kontrol secara memadai. Akhirnya anggota masyarakat menjadi mengalami kebingungan dan ketidak-seimbangan hidup. Dalam kondisi seperti itulah maka tidak pernah akan mudah orang memiliki daya kreatifitas dan kompetitif. Selain itu, guna menciptakan dan memelihara anggota masyarakat menjadi ”kuat” maka lembaga dan sistem pendidikan harus menopangnya. Yakni agar lembaga dan sistem pendidikan kita benar-benar berfungsi secara optimal. Sistem ini menyediakan sarana dan prasarana yang memadai, dan pada segi lain juga membina serta memelihara para guru menjadi kuat, menjadi memiliki kompetensi yang memadai antara dengan menjaga harga diri dan wibawa serta kesejahteraan ekonomi para guru sehingga bisa berfungsi secara optimal.
Hal yang
penting di dalam proses pendidikan adalah terpeliharanya ”rasa ingin tahu”,
sebab tanpa adanya “rasa ingintahu” maka sulit bagi kita untuk
mempunyai kreativitas dan inovasi. Dan
walaupun kontroversi terhadap dimensi struktural dan kultural hingga kini belum
berakhir, namun faktor budaya merupakan faktor yang penting. Nilai-nilai budaya
dapat menjadi faktor penunjang yang utama namun juga dapat menjadi tantangan
yang serius. Pola budaya yang amat dominan dalam kehidupan orang indonesia
adalah patrimonialisme, kolektivisme dan paternalisme.
Paternalisme
selama ini telah menjadi faktor stabilisator, demikian juga kolektivisme (sharing
atau kebersamaan) telah mendorong terpeliharanya harmoni di dalam masyarakat.
Pada masa-masa era zaman klasik, patrimonialisme juga telah mendorong
berlangsungnya kestabilan. Namun
dalam era keterbukaan dan reformasi, maka pola-pola budaya seperti di atas
harus mengalami transformasi sebagaimana Jepang mengalami transformasi dari
nilai samurai menjadi nilai entrepreneurial yang begitu inovatif dan kompetitif
2. Pendidikan yang Ber-nilai
Tanpa mengurangi arti hasil-hasil pendidikan yang telah dicapai selama ini dan juga program yang telah, sedang dan terus dilaksanakan, pendidikan nasional Indonesia ke depan, harus menggunakan konsep kebermaknaan dalam setiap kegiatan pembelajarannya, atau dalam istilah singkatnya pendidikan yang ber-nilai. Artinya, pendidikan jangan lagi difungsikan sebagai formalitas kegiatan pemerintah yang menghabiskan dana trilyunan rupiah, tetapi betul-betul harus mampu memberikan value (nilai) bagi peserta didik sehingga mereka mampu hidup secara dinamis di masyarakat, mampu beradaptasi, dan terbebas dari rasa ketergantungan terhadap orang lain karena ilmu yang diperoleh mampu menopang perjuangannya untuk mencapai penghidupan yang layak.
Untuk dapat memberikan nilai yang lebih pada pendidikan kita, secara teknis upaya pembelajaran yang ofensif dan pro aktif menjadi tuntutan mutlak. Prinsipnya, proses pembelajaran tidak dikendalikan oleh guru, tetapi dikendalikan oleh peserta didik/pembelajar. Apa yang harus diajarkan, bilamana diajarkan, dan bagaimana harus diajarkan semuanya ditentukan oleh pembelajar. Pola pikir yang mendasarinya adalah pendidikan baik formal maupun non formal tidak lagi terpisah dengan dunis bisnis, perdagangan dan politik yang notabene merupakan realita kehidupan sehari-hari.
Dengan
konsep pembelajaran yang ber-nilai, kompetensi yang berbasis kecakapan hidup
(life skill) menjadi tujuan pembelajaran yang terpenting. Siswa diharapkan
tidak hanya mampu mempelajari ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi
sebatas teori, tetapi betul-betul menjadi keterampilan hidup yang dapat
dijadikan bekal untuk hidup secara bermakna bagi semua peserta didik. Jadi
paradigma pendidikan masa depan harus diubah dari sekolah untuk mendapatkan
ijazah atau keterangan lulus, menjadi sekolah untuk mendapatkan ilmu sebagai
bekal hidup. Dengan demikian, di masa-masa mendatang tidak akan terdengar lagi
lulusan sekolah yang menganggur karena tidak mendapatkan pekerjaan, sebab
mereka akan mampu menciptakan lapangan kerja sendiri, bahkan untuk orang lain.
Sekolah di masa depan ibaratnya seperti orang “magang”. Jadi ilmu pengetahuan
dan keterampilan yang diperoleh di sekolah langsung bisa dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari.
Hanya saja, agar dapat memberikan pendidikan yang ber-nilai bagi peserta didik dibutuhkan paling tidak 3 konmponen yang berkualitas dan saling menunjang, yaitu guru, kurikulum dan sarana prasarana belajar. Harus diakui, guru adalah komponen terpenting dalam upaya pencapaian pendidikan yang ber-nilai. Karena siapapun pasti sependapat bahwa guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja guru. Oleh karena itu, supaya pendidikan menjadi ber-nilai, maka guru yang bertanggung jawab terhadap berhasil tidaknya pendidikan haruslah guru yang betul-betul profesional dan memiliki nilai plus. Profesional ditandai dengan keahlian, dan rasa tanggung jawab yang tinggi serta didukung oleh etika profesi yang kuat. Sedangkan nilai plus ditandai dengan wawasan pengetahuan dan atau pengalaman yang luas dalam bidang bisnis, perdagangan dan menyiasati hidup. Tanpa guru yang profesional dan memiliki nilai plus, proses pembelajaran di sekolah tidak akan berjalan optimal dan hanya akan berhenti sebatas teori. Akibatnya tujuan pendidikan agar ber-nilai bagi peserta didik tidak akan pernah tercapai.
Kurikulum, juga merupakan komponen yang tidak kalah pentingnya untuk mencapai pendidikan yang ber-nilai. Karena kurikulum tidak saja menentukan arah dan tujuan pendidikan yang ingin dicapai, tetapi secara teknis kurikulum juga menjadi acuan pelaksanaan program pembelajaran di sekolah. Program pembelajaran yang dimaksud adalah Program Tahunan, Program Semester, maupun program yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran yang dikenal dengan nama Satuan Pembelajaran dan Rencana Pembelajaran. Kurikulum yang mendukung pendidikan yang ber-nilai adalah kurikulum yang memberikan akses seluas-luasnya pada peserta didik untuk mengembangkan kecakapan hidup sesuai potensinya. Untuk itu setiap poin kegiatan pembelajaran yang tercantum dalam kurikulum secara jelas dan tegas hendaknya mencantumkan kemampuan riil yang dimiliki peserta didik yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara sarana prasarana pendidikan merupakan komponen penunjang yang tidak dapat diabaikan dalam pencapaian pendidikan yang ber-nilai.
Kuantitas
dan kualitas sarana prasarana pendidikan, akan sangat menentukan keberhasilan
program pembelajaran di sekolah. Hal ini bisa dipahami karena sarana prasarana
pendidikan merupakan pendukung langsung terselenggaranya kegiatan pembelajaran.
Termasuk dalam sarana prasarana pendidikan ini adalah alat pembelajaran (buku
dan alat tulis), alat peraga, media pendidikan, gedung, meja, kursi, jalan menuju
sekolah, asrama, dan sebagainya.
3. Perkembangan Teknologi Pendidikan
Maraknya
perkembangan teknologi yang diaplikasikan dalam dunia pendidikan mulai dari
perangkat hingga software edukasi memang menopang harapan yang besar dari semua
orang agar mampu mewujudkan potret sekolah masa depan yang jauh lebih baik dari
kondisi yang ada sekarang. Dimulai
dengan demam homeschooling yang terjadi beberapa tahun silam telah menjadi
napak tilas kemajuan pendidikan khususnya dalam kaitannya dengan perkembangan
teknologi. Dahulu tak pernah terbayang bahwa kita bisa menikmati pelajaran
tanpa harus beranjak dari rumah serta mampu melaksanakan ujian di meja belajar
kita sendiri dengan bantuan internet.
Selanjutnya perkembangan software edukasi yang marak dikembangkan untuk membantu para siswa belajar baik dalam hal simulasi, praktek teori serta perkembangan e-book dan e-modules yang bisa didapatkan oleh siswa juga makin memperkuat peranan teknologi dalam membantu dunia pendidikan.
Menggunakan teknologi memungkinkan siswa lebih banyak untuk secara aktif berpikir tentang informasi, membuat pilihan, dan melaksanakan keterampilan daripada yang biasanya dibimbing oleh guru. Apalagi, ketika teknologi digunakan sebagai alat untuk mendukung siswa dalam melaksanakan tugas-tugas otentik, para siswa berada dalam posisi menentukan tujuan mereka, membuat keputusan desain, dan mengevaluasi kemajuan mereka. Peran guru pun turut berubah. Guru tidak lagi menjadi pusat perhatian danpusat informasi, melainkan memainkan peran sebagai fasilitator, menetapkan tujuan proyek dan memberikan pedoman dan sumber daya, bergerak dari siswa untuk siswa atau kelompok ke kelompok, memberikan saran dan dukungan untuk kegiatan siswa.
Kemampuan
untuk mendapatkan fasilitas online dengan bantuan guru untuk penelitian proyek
adalah keuntungan besar bagi para siswa dan bahkan suatu keharusan dengan
pertimbangan bahwa mereka akan perlu melakukannya ketika mereka telah lulus
sekolah dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Dengan
memanfaatkan teknologi dalam kelas, siswa bisa mendapatkan ilmu baru dan
keterampilan yang dapat berguna pada tingkat berikutnya di mana kelak
dapat diterapkan pada pekerjaan di masa depan dan kehidupannya sehari-hari.
BAB III
KESIMPULAN
Pendidikan
berjalan sepanjang hayat masyarakat, dengan menekankan
sikap kreatif, kritis, tanggap terhadap permasalahan lingkungan dan memiliki
nilai moral yang tinggi. Selain itu pendidikan tidak terlepas dari kultur
bangsa sebagai karakter, dan tentunya adanya kesesuaian antara tujuan
pendidikan dan kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan di masyarakat.
Pemerintah sebagai salah satu tonggak pelaksanaan pendidikan sudah menjadi
kewajiban ikut berpartisipasi dalam pelaksanaan pelayanan pendidikan sebagaimana
tercantum dalam UU Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan
di Indonesia untuk masa depan selain mengedepankan aspek intelektualitas juga
menekankan aspek kesadaran moral sebagai penyeimbang,
tatkala seorang peserta didik berinteraksi langsung baik dengan pendidik atau
masyarakat umum. Begitu banyak tantangan dan permasalahan dalam pendidikan
untuk menghadapi masa depan. Sehingga kualitas pendidikan harus terus
ditingkatkan agar kita mampu menghadapi segala tuntutan masa depan. Harus
banyak perubahan mulai dari sistem pendidikan
itu sendiri, nilai-nilai karakter bangsa dan juga pemanfaatan perkembangan
teknologi masa depan.
http://makalah-update.blogspot.com/2012/11/pendidikan-masa-depan-di-indonesia.html
http://futureeducationconcept.blogspot.com/2012/03/permendiknas-standar-isi-dan-kompetensi.html
http://mardiya.wordpress.com/2009/12/22/pendidikan-masa-depan-konsep-dan-tantangan/
http://inspiratif2008.blogspot.com/2012/03/menyambut-konsep-sekolah-masa-depan.html
http://edukasi.kompasiana.com/2012/06/21/tantangan-masa-depan-pendidikan-di-indonesia-dan-pendidikan-global-472201.html
http://fajar-kacamata.blogspot.com/2012/10/tantangan-pendidikan-masa-depan.html
- MAKALAH SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
- SEJARAH SASTRA ANGKATAN 66
- MAKALAH PRAKTIK MENYIMAK KONSERVATIF
- MAKALAH RELASI MAKNA SEMANTIK
- MAKALAH PENDIDIKAN DAN TUNTUTAN ZAMAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar