HOME

08 Mei, 2023

SEJARAH SASTRA ANGKATAN 66

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Angkatan 66 lahir kurang lebih dua puluh satu tahun setelah Indonesia merdeka, menurut H.B.Jassin kesusasteraan angkatan 66 diawali dengan munculnya sajak-sajak protes terhadap kezaliman. Faktor-faktor penyebab pertumbuhan sastra cukup pesat,antara lain adanya taman Ismail Marzuki,didirikannya penerbit Pustaka Jaya,adanya maecenas yang stabil.Maecenas adalah sebagai pelindung seni dan kebudayaan dan pemerintah DKI menyelenggarakan lomba menulis roman, naskah drama yang bisa merangsang pengarang sehingga muncul kegiatan seni budaya

Dari sinilah kami mencoba untuk membahas lebih dalam mengenai angkatan 66 di Indonesia dan segala dinamikanya

1.2  Rumusan Masalah

1.2.1        Bagaimana sejarah sastra angkatan 66 ?

1.2.2        Apa saja ciri-ciri sastra angkatan 66 ?

1.2.3        Siapa saja pengarang Angkatan 66 dan apa saja karyanya?

1.3  Tujuan

1.1.1        Untuk mengetahui sejarah sastra Angkatan 66

1.1.2        Untuk mengetahui ciri-ciri sastra Angkatan 66

1.1.3        Untuk mengetahui para sastrawan Angkatan 66 dan karyanya

 

 

PEMBAHASAN

Sastra, Politik, dan Ideologi

Istilah angkatan 66 dikemukakan oleh kritikus H.B.Jassin melalui sebuah bunga rampai yang terbit pada tahun 1968 yang berjudul bangkitnya satu generasi.hubungan sastra,politik,dan ideology dan kehidupan kesusastraan kita adalah kenyataan sejarah bahwa sejak awal pertumbuhan kesusastraan Indonesia para sastrawan menunjukkan perhatian besar dan serius kepada soal-soal politik. Adanya perbedaan-perbedaan pandangan dan sikap mengenai seni dan sastra yang berpangkal pada adanya perbedaan pendirian politik,sudah sejak lama tampak dalam dunia kesusastraan Indonesia.

 Pada awal tahun 1950 an terjadi polemik yang seru antar kelompok sastrawan penganut paham universalisme/humanisme universal yang mebela hak hidup angkatan 45.Kelompok yang membela hak hidup angkatan 45 adalah kelompok penganut paham universalisme,yang dianut oleh seniman-seniman dan sastrawan merdeka antara lain H.B.Jassin,Rosihin Anwar,Muchtar Lubis,dll.Kelompok yang mengatakan bahwa Angkatan 45 sudah mampus adalah kelompok penganut paham Realisme social yang merupakan filsafat seni kaum komunis,yang punya semboyan seni untuk rakyat. Penganutnya antara lain A.S.Dharta(biasa menggunakan nama samaran Yogaswara,Klara Akustika),Buyung Saleh,Bakrie Siregar,Pramuedya Ananta Toer,dll.

Dari polemic diatas makin tampak perbedaan paham seni yang dianut oleh para sastrawan penganut komunisme yang punya paham seni realisme social dengan sastrawan-sastrawan non komunis penganut paham humanisme universal dalam lingkungan Gelanggang seniman merdeka

Manifes Kebudayaan

            Dalam bulan Mei 1961,H.B.Jassin penerbitkan majalah sastra,yang menjadi tempat berhimpun para sastrawan nonkomunis yang tidak mengambil bagian dalam lembaga kebudayaan yang bernaung dibawah partai politik, kelompok partai politik ini mempertahankan otonomi seni dengan mencetuskan manifest kebudayaan yang isinya:

MANIFES KEBUDAYAAN

Kami para seniman dan cendekiawan Indonesia dnegan ini mengumunkan sebuah Manifes Kebudayaan,yang menyatakan pendirian,cita-cita, dan politik kebudayaan nasional kami

Bagi kami,kebudayaan adalah perjuangan untuk menyempurnakan kondisi hidup manusia. Kami tidak mengutamakan salah satu sector kebudayaan diatas sector kebudayaan yang lain. Setiap sector berjuang bersama-sama untuk kebudayaan itu sesuai dengan kodratnya.

Dalam melaksanakan kebudayaan Nasional,kami berusaha mencipta dengan kesungguhan yang sejujur-jujurnya, sebagai perjuanagn untuk mempertahankan dan mengembangkan martabat diri kami sebagai bangsa Indonesia ditengah-tengah masyarakat namgsa-bangsa

Pancasila adalah filsafah kebudayaan kami

Manifes kebudayaan ini segera mendapat dukungan luas dari berbagai penjuru.PKI melalui organ Lekra segera melancarkan usaha memukul pengikut-pengikut manifes,melalui media massa,yang sebagian besar telah dikuasainya.Oleh karena itu pada tahun 1964 Presiden Soekarno melarang manifest Kebudayaan.

 

Ciri-ciri karya sastra angkatan 66

a.       Menyuarakan hati nurani rakyat dalam bentuk amanat penderitaan rakyat, anti tirani,mengikis komunisme (protes social politik)

b.      Bersifat pragmatis,romantic,idealistis.

c.       Mengutamakan wawasan nasional,wawasan internasional sebagai pembanding.

d.      Tidak terikat oleh fakta seni konvensioanal

e.       Bahasanya merupakan sintesa anatara bahasa pujangga baru dengan bahasa Angakatan 45

 

Para Sastrawan Angkatan 66 dan Karyanya

Bur Rasuanto, lahir di Palembang, 6 April 1937. Seorang pengarang, penyair, wartawan. Karya-karyanya yaitu Bumi yang Berpeluh (kumpulan cerpen, 1963) dan Mereka Akan Bangkit (kumpulan cerpen, 1963). Selain itu Bur Rasuanto juga menulis novel Sang Ayah (1969) dan Tuyet (1978).

Goenawan Mohamad, lahir di Batang, 29 Juni 1941. Seorang penyair, esais, wartawan, pimpinan umum majalah Tempo, penanda tangan Manifes Kebudayaan. Kumpulan sajaknya yaitu Interlude, Parikesit (1971) kumpulan esai Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malinkundang (1972) Catatan Pinggir 1 (1982),  Catatan Pinggir 2 (1989), Catatan Pinggir 3 yang dihimpun dari majalah Tempo. Karyanya yang lain yaitu Asmaradana (kumpulan puisi, 1992); “Revolusi Belum Selesai” (kumpulan esai); Misalkan Kita di Serayewo (antologi puisi, 1998).

Subagio Sastrawardoyo, lahir di Madiun, 1 Februari 1924, meninggal di Jakarta, 18 Juli 1995. Seorang penyair, pengarang, dan pernah menjadi redaktur Balai Pustaka. Ia menulis kumpulan sajak Simphoni (1957) Daerah Perbatasan, Kroncong Motinggo (1975). Kumpulan esainya berjudul Bakat Alam dan Intelektualisme (1972) Sosok Pribadi dalam Sajak (1980). Cerpennya Kejantanan di Sumbing meraih penghargaan majalah Kisah dan Horison.

Supardi Djoko Damono, lahir di Solo, 20 Maret 1940. Seorang penyair, esais, dosen dan Guru besar FSUI. Ia menulis Duka-Mu Abadi (1969) Akuarium (1974) dan Perahu Kertas (1983) semuanya kumpulan puisi. Ia juga menerjemahkan karya Ernest Hermingway The Old Man and The Sea menjadi Lelaki Tua dan Laut (1973). Kumpulan esainya Novel Indonesia Sebelum Perang (1979) Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas (1978) Politik Ideologi dan Sastra Hibrida (1999). Sapardi mengabadikan peristiwa reformasi lewat antologi puisi Ayat-ayat Api (2000).

Titie Said Sadikun, lahir di Bojonegoro, 11 Juli 1935. Seorang pengarang dan wartawati. Dia menulis kumpulan cerpen Pejuangan dan Hati Perempuan (1962), novel Jangan Ambil Nyawaku; Lembah Duka; Reinkarnasi; dan Langit Hitam di Atas Ambarawa.

Arifin C. Noer, lahir di Cirebon, 10 Maret 1941, meninggal di Jakarta 28 Mei 1995. Seorang penyair, dramawan dan sutradara. Ia menulis sajak Dalam Langgar Purwadinatan, Matahari di Sebuah Jalan Kecil, dan Sumur Tanpa Dasar (1975). Karyanya yang lain yaitu: Nurul Aini (1963) dan Selamat Pagi, Jajang (1979). Arifin C. Noer juga penulis skenario dan surtadara film, karyanya antara lain: G 30 S/PKI; Serangan Fajar; dan Taksi. Film yang disutradarainya yaitu: Melawan Badai (1974); Petualang-patualang (1978). Tahun 1972 Arifin menerima hadiah Seni dari Pemerintah dan pada tahun 1990 menerima Hadiah Sastra ASEAN.

Hartoyo Andangjaya, lahir di Solo 4 Juli 1930, meninggal di Solo pada 30 Agustus 1990. Seorang penyair yang pernah menjadi guru SMP dan SMA di Solo dan Sumatra Barat. Ia menulis sajak-sajak terkenal berjudul Perempuan-perempuan Perkasa, Rakyat, dan Sebuah Lok Hitam. Hartoyo juga menulis antologi puisi Simponi Puisi (bersama DS Mulyanto, 1954), dan Kumpulan Syair Dari Sunyi ke Bunyi (1991). Karya-karya terjemahannya yaitu: Tukang Kebun (Tagore, 1976) dan Rahasia Hati (novel Natsume Suseki, 1978). Hartoyo Andangjaya termasuk penanda tangan Manifes Kebudayaan.

Slamet Sukirnanto, lahir di Solo 3 Maret 1941. Penyair ini menulis buku kumpulan puisi Kidung Putih (1967); Bunga Batu (1979); dan Jaket Kuning (1967). Bersama A. Hamid Jabbar, Slamet mengeditori buku Parade Puisi Indonesia (1993). Dalam buku itu, termuat sajak-sajaknya: Rumah Anak-anak Jalanan, Kayuh Tasbihku. Slamet menjadi editor buku Mimbar Penyair Abad 21.

Mohammad Diponegoro, lahir di Jogja 28 Juni 1982, meninggal 9 Mei 1982 di kota yang sama. Seorang pengarang, dramawan, pendiri Teater Muslim, penyiar radioAustralia ini menulis cerpen berjudul Kisah Seorang Prajurit dan roman Siklus. Kumpulan esai ketika ia menjadi redaktur Suara Muhammadiyah berjudul Yuk, Nulis Cerpen, Yuk (1985). Mohammad Dipoegoro juga menulis antologi puisi bersama penyair lain bertajuk Manifestasi (1963), antologi cerpen Odah dan Cerita Lainnya (1986).

Hariyadi Sulaiman Hartowardoyo, lahir di Prambanan 18 Maret 1930, meinggal di Jakarta 9 April 1984. Mengarang roman Orang Buangan (1971), dan Perjanjian dengan Maut (1975). Menerjemahkan apos Mahabharata. Hariyadi juga menulis buku astrologi Teropong Cinta (1984)

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...