HOME

15 Mei, 2023

ADAB MEMINTA IZIN


Berikut beberapa adab-adab meminta izin;

·         Isti’dzan adalah meminta izin untuk masuk pada tempat yang bukan miliki orang yang meminta izin….[1]

·         Disunnahkan untuk memulai dengan salam sebelum meminta izin, dari Rob’I, dia berkata: seorang lelaki dari Bani Amir berkata kepadaku bahwa dia meminta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berada di rumahnya: “Apakah saya boleh masuk?”, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada pembantunya:

أُخْـرُجْ إِلىَ هذَا فَعَلِّمْهُ اْلاِسْـتِئْذَانَ فَقُلْ لَهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ؟

“Keluarlah kepada orang ini dan ajarkan baginya cara meminta izin dan katakan kepadanya hendaklah dia mengatakan: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ "Apakah saya boleh masuk?.[2]

·         Orang yang sedang meminta izin seharusnya berdiri di sebelah kanan atau kiri pintu sehingga pandangannya tidak tertuju pada sesuatu yang ada di dalam rumah, di mana tuan rumah tidak ingin kalau hal tersebut dilirik oleh orang lain, dan sesungguhnya meminta izin tersebut disyari’atkan untuk menjaga pandangan.

·         Diharamkan bagi seseorang untuk melirik-lirik pada rumah orang lain kecuali dengan izinnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:

مَنِ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ قَـوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِـمْ فَـقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَـفْـقِؤُا عَيْنَهُ

“Barangsiapa yang melirik dalam rumah seseorang tanpa izin mereka maka telah halal bagi mereka untuk mencungkil matanya”.[3]

·         Seseorang harus memilih waktu yang tepat untuk meminta izin.

·         Meminta izin tersebut dilakukan sebanyak tiga kali, apabila tuan rumah memberikan izin kepadamu maka masuklah, namun seandainya tidak maka kembalilah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam:إِذَا اسْـتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُـؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ

“Seandainya salah seorang di antara kalian telah meminta izin sebanyak tiga kali lalu tidak diizinkan baginya maka hendaklah dia kembali pulang”.[4] Dan jika dia mengira bahwa permintaan izinnya tidak di dengar, disebutkan dalam sebuah pendapat bahwa dia harus mengulangi meminta izin berdasarkan makna lahiriyah yang disimpulkan dari hadits di atas, dan dikatakan pula dalam sebuah pendapat bahwa hendaklah dia menambah permintaan izinnya sampai yakin kalau suaranya sudah terdengar oleh tuan rumah.[5]

·       Apabila tuan rumah berkata kepada orang yang sedang meminta izin: “Pulanglah!”, maka hendaklah dia kembali, berdasarkan firman Allah Ta’ala:   وَإِنْ قِـيْلَ لَكُمُ ارْجِـعُوْا فَارْجِـعُوْا هُـوَ أَزْكَى لَكُمْ

“Dan jika dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah” maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih bersih bagimu”[6]. Dan seorang muslim seharusnya tidak merasa berat jika disuruh untuk kembali sebab hal itu sebagai pembersih jiwa.

·         Janganlah seorang yang meminta izin megatakan “Ana/saya (tanpa menyebut nama dan identitas pribadi”, Jika dia ditanya: Siapakah anda?. Berdasarkan hadits riwayat Jabir radhialahu anhu, ia berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wa sallam dalam urusan hutang yang ditanggung oleh bapakku, maka aku mengetuk pintunya, lalu beliau bertanya: Siapakah ini? Maka aku menjawab: “Saya”, beliau menimpali: “Saya, saya (tanpa menyebut nama atau identitas”, seakan tidak suka dengan jawaban tersebut”.[7]

·         Hendaknya seorang yang sedang meminta izin untuk tidak mengetuk pintu dengan keras; seperti diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa dia menceritakan: Pintu Nabi shallallahu alaihi wa sallam diketuk dengan kuku”.[8]

·         Seorang yang sedang meminta izin tidak diperbolehkan masuk rumah jika di dalam rumah tersebut tidak ada orang sebab hal itu termasuk melangkahi hak orang lain secara zalim.

·         Diam sesaat setelah meminta izin karena kemungkinan adanya halangan, lalu barulah dia meminta kembali untuk masuk, di dalam Al-Shahihaini dari Abi Wa’il, ia berkata: Kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu pada suatu pagi setelah menunaikan shalat, lalu kami mengucapkan salam di pintu, maka diapun mengizinkan kami, lalu kami berhenti di depan pintu beberapa saat.  Abi Wa’il melanjutkan: Lalu keluarlah seorang pembantu rumahnya dan bertanya: “Tidakkah kalian masuk? Lalu kami masuk dan beliau kami dapatkan sedang bertasbih, kemudian beliau bertanya: “Apakah yang menghalangi kalian untuk masuk padahal kalian telah diberi izin?, maka kami menjawab: Tidak ada yang menghalangi kami, hanya kami mengira bahwa sebagian penghuni rumah sedang tertidur”.[9]

·         Bahwa orang yang dipanggil atau dikirim baginya seorang utusan untuk memanggilnya maka dia tidak perlu untuk memunta izin, berdasarkan hadits Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

!ِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلىَ الطَّعَامَ  فَجَاءَ مَعَ الْرَّسُـوْلِ فَإِنَّ ذلِكَ لَهُ إِذْنٌ

"Apaibila seseorang di antara kalian diundang untuk sebuah jamuan lalu dia datang bersama utusannya maka hal itu adalah izin baginya”.[10] Sebagian ahli ilmu mengecualikan bagi orang yang terlambat datang dari waktu undangan atau dia berada pada sebuah tempat yang mengharuskan dia secara adat untuk meminta izin maka mintalah izin.([11])[12]

·         Dianjurkan untuk meminta izin saat akan bangkit dan meninggalkan majlis; berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

     إِذَا زَارَ أَحَـدُكُمْ أَخَاهُ فَجَلسَ عِنْدَهُ فَلاَ يَقُـوْمَنَّ حَتىَّ يَسْتَأْذِنَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian mengunjungi saudaranya dan duduk di sisinya maka janganlah dia bangkit dari majlis tersebut sampai dia meminta izin kepadanya”.[13]

·         Seseorang harus meminta izin kepada ibu, saudari dan orang yang seperti mereka (saat akan ingin masuk kepadanya).

·         Dianjurkan untuk mengingatkan istri saat suami ingin masuk kepadanya.

·         Orang-orang yang sering mondar-mandir di kalangan keluarga, seperti budak dan lelaki yang belum balig harus meminta izin (saat ingin masuk) pada tiga waktu, yaitu sebelum shalat fajar, saat tidur siang, dan setelah shalat isya’.

·         Cara meminta izin adalah mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ Apakah saya boleh masuk?.

·         Jika suatu rumah tidak berpenghuni dan  seorang muslim mempunyai kebutuhan terhadapnya, maka Allah menjelaskan dalam firmanNya:

لَيْسَ عَلـَيْكُمْ جـُنَاحٌ أَنْ تَدْخـُلُوْا بـُيُوْتًا غَيْرَ مَسْكُوْنَةٍ فِيْهَا مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تُـبْدُوْنَ وَمَا تَكـْتُمُوْنَ

“Tidak ada dosa atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan”.[14] Termasuk dalam masalah ini tempat-tempat berjual beli, pasar-pasar dan hotel-hotel dan yang lainnya.

·         Kewajiban meminta izin menjadi gugur pada kondisi-kondisi yang darurat, seperti terjadinya kebakaran dan pencurian.

·         Meminta izin kepada orang yang sedang sholat, jika orang tersebut lelaki maka pemberian izinnya dengan mengucpkan: سُبْحَانَ اللهِ   , dan jika perempuan maka cukup baginya dengan bertepuk. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:

إِذَا اسْتَأْذَنَ عَلىَ الرَّجُلِ وَهُوَ يُصَليِّ فَإِذْنُهُ التَّسْبِيْحُ وَإِذَا اسْـتَأْذَنَ عَلىَ اْلمَرْأَةِ وَهِيَ تُصَليِّ فَإِذْنُهَا التَّصْفِِيْقُ

“Apabila seseorang meminta izin kepada seorang lelaki pada saat dia sedang shalat maka pemberian izin diisyaratkan dengan tasbih, dan jika dia meminta izin kepada seorang perempuan yang sedang shalat maka pemberian izin dengan bertepuk”.[15]

·         Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam bab (Ma Ja’a Fil Mizah) dari Auf bin Malik Al-Asyja’I, dia berkata: Aku mendatangi Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Tabuk, saat itu beliau berada pada sebuah kubah yang terbuat dari kulit, maka aku mengucapkan salam kepadanya, lalu menjawab salamku dan memerintahkan: “Masuklah” Aku menjawab: “Apakah seluruh diriku wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Ya, seluruh bagianmu”, barulah aku masuk.[16]

 

BACA MATERI KHUTBAH LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] Fathul Bari, Ibnu Rajab 11/3.

[2] HR. Ahmad no: 22617, Abu Dawud dan lafaz hadits ini darinya no:5177, dan Alabni mengatakan hadits ini Shahih.

[3] HR. Muslim no: 2158.

[4] HR. Bukahri no: 6245, Muslim no: 2153.

[5] Fathul Bari 29/11 hadits no: 6245.

[6] QS. Al-Nur: 28.

[7] HR. Bukahri no: 6250, Muslim no: 2155.

[8] HR. Bukahri dalam Al-Adabul Mufrod no: 1080, dan Albani mengatkan bahwa haidts tersebut shahih.

[9] Al-Adabus Syar’iyah: 1/428.

[10] HR. Abu Dawud no: 5189, dan Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[11] Undangan untuk menghadiri walimah adalah izin dalam menghadiri undangan tersebut dan menyantap hidangan. Disebutkan dalam kitab Al-Mugni dan yang lainnya dan berdasarkan makna lahir dari ucapan sebagian besar ulama: Hendaklah dia  meminta izin, hal ini sebutkan oleh Al-Bukhari saat mengomentari hadits riwayat Abu Hurairah ra: !ِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلىَ الطَّعَامَ  فَجَاءَ مَعَ الْرَّسُـوْلِ فَإِنَّ ذلِكَ لَهُ إِذْنٌ (Al-Adabus Syar’iyah 1/422).

[12] Syarhul Adabul Mufrid no: 1074.

[13] Albani berkata di dalam kitab: Al-Silsilah diriwayatkan oleh Abu Al-Syekh  Ashbahan: 113, As-Silsilah 1/304 no: 182.

[14] QS. Al-Nur: 29.

[15] HR. Al-Baihaqi dalam Al-Sunan Al-Kubro 2/247 dan dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilatus Shahihah 1/815.

[16] HR. Abu Dawud no:5000 dengan sanad yang shahih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...