Berikut beberapa adab-adab meminta izin;
·
Isti’dzan adalah meminta izin untuk masuk pada tempat
yang bukan miliki orang yang meminta izin….[1]
·
Disunnahkan untuk memulai dengan salam sebelum meminta
izin, dari Rob’I, dia berkata: seorang lelaki dari Bani Amir berkata kepadaku
bahwa dia meminta izin kepada Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat beliau berada di rumahnya:
“Apakah saya boleh masuk?”, maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam berkata kepada pembantunya:
أُخْـرُجْ إِلىَ هذَا فَعَلِّمْهُ
اْلاِسْـتِئْذَانَ فَقُلْ لَهُ اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَأَدْخُلُ؟
“Keluarlah
kepada orang ini dan ajarkan baginya cara meminta izin dan katakan kepadanya
hendaklah dia mengatakan: اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ "Apakah
saya boleh masuk?.[2]
·
Orang yang sedang meminta izin seharusnya berdiri di
sebelah kanan atau kiri pintu sehingga pandangannya tidak tertuju pada sesuatu
yang ada di dalam rumah, di mana tuan rumah tidak ingin kalau hal tersebut
dilirik oleh orang lain, dan sesungguhnya meminta izin tersebut disyari’atkan
untuk menjaga pandangan.
·
Diharamkan bagi seseorang untuk melirik-lirik pada
rumah orang lain kecuali dengan izinnya. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu
alaihi wa sallam:
مَنِ اطَّلَعَ فِي بَيْتِ
قَـوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِـمْ فَـقَدْ حَلَّ لَهُمْ أَنْ يَـفْـقِؤُا عَيْنَهُ
“Barangsiapa
yang melirik dalam rumah seseorang tanpa izin mereka maka telah halal bagi mereka untuk mencungkil
matanya”.[3]
·
Seseorang harus memilih waktu yang tepat untuk meminta
izin.
·
Meminta izin tersebut dilakukan sebanyak tiga kali,
apabila tuan rumah memberikan izin kepadamu maka masuklah, namun seandainya
tidak maka kembalilah. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam:إِذَا
اسْـتَأْذَنَ أَحَدُكُمْ ثَلاَثًا فَلَمْ يُـؤْذَنْ لَهُ فَلْيَرْجِعْ
“Seandainya
salah seorang di antara kalian telah meminta izin sebanyak tiga kali lalu tidak
diizinkan baginya maka hendaklah dia kembali pulang”.[4]
Dan jika dia mengira bahwa permintaan izinnya tidak di dengar, disebutkan dalam
sebuah pendapat bahwa dia harus mengulangi meminta izin berdasarkan makna
lahiriyah yang disimpulkan dari hadits di atas, dan dikatakan pula dalam sebuah
pendapat bahwa hendaklah dia menambah permintaan izinnya sampai yakin kalau
suaranya sudah terdengar oleh tuan rumah.[5]
· Apabila tuan
rumah berkata kepada orang yang sedang meminta izin: “Pulanglah!”, maka
hendaklah dia kembali, berdasarkan firman Allah Ta’ala: وَإِنْ
قِـيْلَ لَكُمُ ارْجِـعُوْا فَارْجِـعُوْا هُـوَ أَزْكَى لَكُمْ
“Dan jika
dikatakan kepadamu: “Kembali (saja)lah” maka hendaklah kamu kembali. Itu lebih
bersih bagimu”[6]. Dan seorang muslim seharusnya tidak
merasa berat jika disuruh untuk kembali sebab hal itu sebagai pembersih jiwa.
·
Janganlah seorang yang meminta izin megatakan “Ana/saya
(tanpa menyebut nama dan identitas pribadi”, Jika dia ditanya: Siapakah anda?.
Berdasarkan hadits riwayat Jabir radhialahu anhu, ia berkata: Aku mendatangi
Nabi shallallahu alaihi wa sallam
dalam urusan hutang yang ditanggung oleh bapakku, maka aku mengetuk pintunya,
lalu beliau bertanya: Siapakah ini? Maka aku menjawab: “Saya”, beliau
menimpali: “Saya, saya (tanpa menyebut nama atau identitas”, seakan tidak suka
dengan jawaban tersebut”.[7]
·
Hendaknya seorang yang sedang meminta izin untuk tidak
mengetuk pintu dengan keras; seperti diriwayatkan oleh Anas bin Malik bahwa dia
menceritakan: Pintu Nabi shallallahu alaihi wa sallam diketuk dengan kuku”.[8]
·
Seorang yang sedang meminta izin tidak diperbolehkan
masuk rumah jika di dalam rumah tersebut tidak ada orang sebab hal itu termasuk
melangkahi hak orang lain secara zalim.
·
Diam sesaat setelah meminta izin karena kemungkinan
adanya halangan, lalu barulah dia meminta kembali untuk masuk, di dalam
Al-Shahihaini dari
·
Bahwa orang yang dipanggil atau dikirim baginya seorang
utusan untuk memanggilnya maka dia tidak perlu untuk memunta izin, berdasarkan
hadits Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
!ِذَا
دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلىَ الطَّعَامَ
فَجَاءَ مَعَ الْرَّسُـوْلِ فَإِنَّ ذلِكَ لَهُ إِذْنٌ
"Apaibila
seseorang di antara kalian diundang untuk sebuah jamuan lalu dia datang bersama
utusannya maka hal itu adalah izin baginya”.[10]
Sebagian ahli ilmu mengecualikan bagi orang yang terlambat datang dari waktu
undangan atau dia berada pada sebuah tempat yang mengharuskan dia secara adat
untuk meminta izin maka mintalah izin.([11])[12]
·
Dianjurkan untuk meminta izin saat akan bangkit dan
meninggalkan majlis; berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiallahu anhu bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا زَارَ أَحَـدُكُمْ أَخَاهُ فَجَلسَ
عِنْدَهُ فَلاَ يَقُـوْمَنَّ حَتىَّ يَسْتَأْذِنَهُ
“Apabila salah
seorang di antara kalian mengunjungi saudaranya dan duduk di sisinya maka
janganlah dia bangkit dari majlis tersebut sampai dia meminta izin kepadanya”.[13]
·
Seseorang harus meminta izin kepada ibu, saudari dan
orang yang seperti mereka (saat akan ingin masuk kepadanya).
·
Dianjurkan untuk mengingatkan istri saat suami ingin
masuk kepadanya.
·
Orang-orang yang sering mondar-mandir di kalangan
keluarga, seperti budak dan lelaki yang belum balig harus meminta izin (saat
ingin masuk) pada tiga waktu, yaitu sebelum shalat fajar, saat tidur siang, dan
setelah shalat isya’.
·
Cara meminta izin adalah mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ Apakah saya boleh masuk?.
·
Jika suatu rumah tidak berpenghuni dan seorang muslim mempunyai kebutuhan
terhadapnya, maka Allah menjelaskan dalam firmanNya:
لَيْسَ
عَلـَيْكُمْ جـُنَاحٌ أَنْ تَدْخـُلُوْا بـُيُوْتًا غَيْرَ مَسْكُوْنَةٍ فِيْهَا
مَتَاعٌ لَكُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تُـبْدُوْنَ وَمَا تَكـْتُمُوْنَ
“Tidak ada dosa
atasmu memasuki rumah yang tidak disediakan untuk didiami, yang di dalamnya ada
keperluanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu
sembunyikan”.[14] Termasuk dalam masalah ini
tempat-tempat berjual beli, pasar-pasar dan hotel-hotel dan yang lainnya.
·
Kewajiban meminta izin menjadi gugur pada kondisi-kondisi
yang darurat, seperti terjadinya kebakaran dan pencurian.
·
Meminta izin kepada orang yang sedang sholat, jika
orang tersebut lelaki maka pemberian izinnya dengan mengucpkan: سُبْحَانَ
اللهِ , dan jika perempuan maka cukup baginya dengan
bertepuk. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
إِذَا اسْتَأْذَنَ عَلىَ الرَّجُلِ وَهُوَ
يُصَليِّ فَإِذْنُهُ التَّسْبِيْحُ وَإِذَا اسْـتَأْذَنَ عَلىَ اْلمَرْأَةِ وَهِيَ
تُصَليِّ فَإِذْنُهَا التَّصْفِِيْقُ
“Apabila
seseorang meminta izin kepada seorang lelaki pada saat dia sedang shalat maka
pemberian izin diisyaratkan dengan tasbih, dan jika dia meminta izin kepada
seorang perempuan yang sedang shalat maka pemberian izin dengan bertepuk”.[15]
·
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam bab (Ma Ja’a Fil
Mizah) dari Auf bin Malik Al-Asyja’I, dia berkata: Aku mendatangi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pada perang Tabuk, saat itu beliau berada pada sebuah
kubah yang terbuat dari kulit, maka aku mengucapkan salam kepadanya, lalu
menjawab salamku dan memerintahkan: “Masuklah” Aku menjawab: “Apakah seluruh
diriku wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Ya, seluruh bagianmu”, barulah aku
masuk.[16]
BACA MATERI KHUTBAH LAINNYA YANG BERKAITAN:
- ADAB KEPADA ALLAH TA’ALA
- SUNNAH-SUNNAH ADZAN
- ADAB BERDO'A
- ADAB DUDUK DI DALAM MAJLIS
- ADAB BERTAMU
- ADAB MEMINTA IZIN
- ADAB MENGUCAPKAN SALAM
- ADAB BERZIARAH
- ADAB MENELPON
- ADAB SAAT BERADA DI BUKIT MARWAH
- ADAB SA'I ANTARA SHAFA DAN MARWAH
[1] Fathul Bari, Ibnu Rajab 11/3.
[2] HR. Ahmad no: 22617, Abu Dawud dan lafaz hadits ini darinya no:5177, dan Alabni mengatakan hadits ini Shahih.
[3] HR. Muslim no: 2158.
[4] HR. Bukahri no: 6245, Muslim no: 2153.
[5] Fathul Bari 29/11 hadits no: 6245.
[6] QS. Al-Nur: 28.
[7] HR. Bukahri no: 6250, Muslim no: 2155.
[8] HR. Bukahri dalam Al-Adabul Mufrod no: 1080, dan Albani mengatkan bahwa haidts tersebut shahih.
[9] Al-Adabus Syar’iyah: 1/428.
[10] HR. Abu Dawud no: 5189, dan Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[11] Undangan untuk menghadiri walimah adalah izin dalam menghadiri undangan tersebut dan menyantap hidangan. Disebutkan dalam kitab Al-Mugni dan yang lainnya dan berdasarkan makna lahir dari ucapan sebagian besar ulama: Hendaklah dia meminta izin, hal ini sebutkan oleh Al-Bukhari saat mengomentari hadits riwayat Abu Hurairah ra: !ِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إِلىَ الطَّعَامَ فَجَاءَ مَعَ الْرَّسُـوْلِ فَإِنَّ ذلِكَ لَهُ إِذْنٌ (Al-Adabus Syar’iyah 1/422).
[12] Syarhul Adabul Mufrid no: 1074.
[13] Albani berkata di dalam kitab: Al-Silsilah diriwayatkan oleh Abu Al-Syekh Ashbahan: 113, As-Silsilah 1/304 no: 182.
[14] QS. Al-Nur: 29.
[15] HR. Al-Baihaqi dalam Al-Sunan Al-Kubro 2/247 dan dishahihkan oleh Albani dalam kitab Silsilatus Shahihah 1/815.
[16] HR. Abu Dawud no:5000 dengan sanad yang shahih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar