Berikut beberapa adab-adab ketika di dalam majid:
·
Keutamaan
membangun masjid adalah Allah akan membangun sebuah rumah di surga bagi orang
yang membangun masjid.
·
·
Dikatakan
bahwa firman Allah Ta’ala yang mengatakan:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ ِللهِ
فَلاَ تَدْعُوْا مَعَ اللهِ أَحَدًا
Dan sesungguhnya
masjid-masjid itu adalah kepanyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah
seseorangpun di dalamnya di samping (menyembah) Allah”.[1] Maka tidak boleh
menisbatkan masjid kepada seseorang mahluk dengan nisbat kepemilikan dan kekhususan,
adapun penisbatan masjid dengan nama agar dikenal, maka hal itu tidak apa-apa
dan tidak termasuk dalam larangan tersebut; Nabi shallallahu alaihi wasallam menisatkan mesjidnya kepada dirinya, seperti yang diterangkan di
dalam sebuah sabdanya: مَسْجِدِي هذَا (masjidku ini), begitu juga beliau menisbatkan masjid quba’
kepadanya, yaitu quba’, dan masjid baitul maqdis dinisbatkan kepada Iliya’, apa
yang telah disebutkan adalah penisbatan nama mesjid kepada selain Allah agar
mudah dikenal, semua ini tidak termasuk di dalam larangan di atas.[2]
·
Orang
yang makan bawang putih dan merah harus menjauhi mesjid, berdasarkan hadits
Jabir radhiallahu amhu bahwa Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَكَلَ ثَوْمًا
أَوْبَصَلاً فًلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ قَالَ فَلْيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا
وَلْيَقْعُدْ فيِ بَيْتِهِ“
Barangsiapa
yang makan bawang putih atau bawang merah maka hendaklah menjauhi kita” Atau
bersabda “Maka hendaklah dia menjauhi masjid kami dan hendaklah dia duduk di
rumahnya”.[3]
·
Dikiaskan
kepada bawang merah atau bawang putih segala sesuatu yang berbau busuk yang
bisa menyakiti orang yang shalat, namun jika seseorang memakai sesuatu yang
bisa mencegah bau yang tidak sedap tersebut dari dirinya seperti memakai pasta
gigi dan lainnya, maka tidak ada larangan baginya setelah itu untuk menghadiri
mesjid.
·
Dianjurkan
agar segera bergegas menuju masjid, berdasarakan sabda
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
الْمُقَدِّمِ لَكَانَتْ قُرْعَة لِوْ تَعْلَمُوْنَ أَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فيِ الصَّفِ
“Seandainya mereka mengetahui keutamaan shaf pertama, niscaya akan
diadakan undian untuk mendapatkannya.”.[4]
·
Dianjurkan
berjalan menuju shalat dengan khusyu’, tenang dan tentram. Nabi shallallahu alaihi wasallam telah melarang umatnya berjalan menuju shalat secara tergesa-gesa
walaupun shalat sudah didirikan. Abi Qotadah radhiallahu anhu berkata: Pada saat kami sedang shalat bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam, tiba-tiba beliau mendengar suara kegaduhan beberapa orang.
Sesudah menunaikan shalat beliau mengingatkan:
مَا شَأْنُكُم؟ قَالُوْا:
اِسْتَعْجَلْنَا إِلىَ الصَّلاَةِ. فَقَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوْا, إِذَا أَتَيْتُمْ
إِلَى الصَّلاَةِ فَعَلَيْكُمْ بِاالسَّكِيْنَةِ
فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوْا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوْا
“Apa
yang terjadi pada kalian?”. Mereka menjawab: “Kami tergesa-gesa menuju shalat”.
Rasulullah menegur mereka: “Janganlah kalian lakukan, apabila kalian mendatangi
shalat maka hendaklah berjalan dengan tenang, dan rekaat yang kalian dapatkan
shalatlah padanya!, dan rekaat yang terlewat sempurnakanlah !”.[5]
·
Saat
berjalan menuju shalat hendaklah berdo’a dengan mengucapkan:
|
“Ya
Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya, dan jadikanlah di dalam lisanku
cahaya, dan jadikanlah pada pendengaranku cahaya, dan jadikanlah pada
pengelihatanku cahaya, dan jadikanlah di sebelah belakangku cahaya dan di
hadapanku cahaya, dan jadikanlah di atasku cahaya dan di bawahku cahaya. Ya
Allah, agungkanlah cahayaku!”.[6]
·
|
|
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ افْتَحْ لِي أََبْوَابَ
رَحْمَتِكَ
“Ya
Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya
Allah bukakanlah pintu rahmatmu bagiku”.
·
Mendahulukan
kaki kiri saat keluar dari mesjid dan berdo’a dengan mengucapkan:
اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ
عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ اَللّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ
فَضْلِكَ
“Ya
Allah curahkanlah shalawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Ya
Allah limpahkanlah karuniaMu kepadaku”.
·
Menunaikan
shalat tahiyatul masjid saat memasuki sebuah mesjid. Berdasarkan hadits riwayat
Abi Qotadah Al-Sulami bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُم ُالْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ اَنْ يَجْلِسَ
“Apabila
salah seorang di antara kalian memasuki masjid maka hendaklah dia shalat dua
rekakat sebelum duduk”.[7] Dan di antara kesalahan
yang sering terjadi adalah ditinggalkannya shalat tahiyyatul masjid hanya
karena waktu tersebut adalah waktu dilarang mengerjakan shalat sunnah.
·
Terdapat
keutamaan yang besar bagi seorang yang duduk-duduk di masjid untuk menunggu
shalat, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam:
فَإِذَا دَخَلَ الْمَسْجِدَ
كَانَ فيِ الصَّلاَةِ مَاكَانَتِ الصَّلاَةُ تَحْبِسُهُ واْلمَلاَئِكَةُ
يُصَلُّوْنَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فَِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلىَّ فِيْهِ
يَقُوْلُوْنَ: اَللّهُمَّ ارْحَمْهُ الّلهُمَّ اغْفِرْ لَهُ مَا لَمْ يُؤْذِ
فِيْهِ مَا لَمْ يُحْدِثْ
Apabila
seseorang memasuki masjid, maka dia dihitung berada dalam shalat selama shalat
tersebut yang menahannya (di dalam masjid), dan para malaikat berdo’a kepada
salah seorang di antara kalian selama dia berada pada tempat shalatnya, Mereka
mengatakan: “Ya Allah, curahkanlah rahmat kepadanya, ya Allah ampunilah dirinya
selama dia tidak menyakiti orang lain dan tidak berhadats”.[8]
·
Terdapat
larangan melingkar di dalam masjid (untuk berkumpul) demi kepantingan dunia
semata. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
يَأْتِ عَلىَ النَّاسِ زَمَانٌ
يَحْلِقُوْنَ فيِ مَسَاجِدِهِمْ وَلَيْسَ هُمُوْمُهُمْ إِلاَّ الدُّنْيَا وَلَيْسَ ِللهِ فِيْهِمْ حَاجَةٌ فَلاَ
تُجَاِلسُوْهُمْ
“Akan datang suatu masa kepada sekelompok
orang, di mana mereka melingkar di dalam mesjid untuk berkumpul dan mereka
tidak mempunyai kepentingan kecuali dunia dan tidak ada bagi kepentingan apapun
pada mereka maka janganlah duduk bersama mereka”.[9]
·
Disunnahkan
untuk menjaga masjid dari kegaduhan dan memperbanyak pembicaraan yang sia-sia
serta mengangkat suara dengan sesuatu yang dibenci.[10]
·
Dibolehkan
berbaring di mesjid. Dari Abdullah bin Zaid radhiallahu anhu bahwa dia melihat
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam berbaring di mesjid
sambil meletakkan salah satu kaki beliau di atas yang lainnya.
·
Dibolehkan
menjulurkan kaki ke arah kiblat,[11] dan menghindari untuk
mejulurkan kaki ke arah mushaf demi meghormati kalam Allah dan untuk
mengagungkannya.
·
Diperbolehkan
tidur di mesjid, seperti yang dilakukan oleh Ahlis Shuffah di mana mereka tidur
di mesjid[12],
dan apabila bermimpi sampai keluar mani maka dia harus segera keluar mesjid
untuk mandi janabah[13]dan Ibnu Umar pada masa
dirinya masih muda dan membujang tanpa keluarga, dia tidur di masjid di masjid
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam.[14]
·
Larangan
berjual beli di mesjid berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
إِذَا رَأَيْتُمْ مَنْ يَبِيْعُ أَوْ يَبْتَاعُ فِي الْمَسْجِدِ
فَقُوْلُوْا لاَ أَرْبَحَ اللهُ تِجَارَتَكُمْ
“Jika kalian melihat orang yang berjual beli
di mesjid maka ucapkanlah: Semoga Allah tidak memberikan laba bagi jual
belimu”.[15]
Dan di antara kesalahan yang sering terjadi adalah menaruh iklan jual beli di
dalam mesjid.
·
Dilarang mengumumkan barang yang hilang di mesjid,
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam:
مَنْ سَمِعَ رَجُلاً يُنْشِدُ
فِي الْمَسْجِدْ فَلْيَقُلْ: لاَ رَدَّهَا اللهُ عَلَيْكَ فَإِنَّ الْمَسَاجِدَ
لَمْ تُبْنَ لِهذَا
“Barangsiapa mendengar seseorang yang
mengumumkan barangnya yang hilang di mesjid maka katakanlah kepadanya: Semoga
Allah tidak mengembalikannya kepadamu karena sesungguhnya mesjid itu tidak
dibangun untuk kepentingan ini”.[16]
·
Boleh
mengangkat suara di dalam mesjid untuk kepentingan ilmu dan kebaikan adapun
mengangkat suara untuk membuat suasana menjadi gaduh atau yang lainnya tidak
diperbolehkan…
·
Dibolehkan
meminta-minta jika dibutuhkan.
·
Dilarang
memasukkan antara jari-jari saat keluar menuju mesjid sebelum melaksanakan
shalat, diriwayatkan dari Ka’ab bin Ajroh radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
إِذَا تَـوَضَّأ أَحَـدُكُمْ
فَأَحْسَـنَ وُضُوْءَهُ ثُمَّ خَـرَجَ عَامِدًا إِلىَ اْلمَسْجِدِ فَلاَ
يَشْـبِكَنَّ بَيْنَ أَصَابِعِهِ فَإِنَّهُ فَي صَلاَةٍ
“Apabila salah seorang di antara kalian
berwudhu’ dan menyempurnakan wudhu’nya kemudian dia keluar menuju shalat secara
sengaja maka janganlah dia memasukkan antara jari-jarinya sebab dia sedang
berada dalam kondisi shalat”.[17] Dan boleh memasukkan
jari-jari tangan sesudah melaksanakan shalat.
·
Boleh
makan dan minum di mesjid, berdasarkan hadits Abdullah bin Al-Harits bin Juz’u
Al-Zubaidi, dia menceritakan bahwa kami makan pada masa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam roti dan daging di dalam mesjid.[18]
·
Boleh
menyenandungkan puisi yang diperbolehkan di dalam mesjid, sesungguhnya Hassan
bin Tsabit radhiallahu anhu menyenandungkan puisi di mesjid di hadapan
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam.[19]
·
Boleh
main tombak atau sejenisnya di mesjid, dari Aisyah radhiallahu anha berkata:
“Suatu hari aku melihat Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam berdiri di pintu kamarku
sementara orang-orang Habsy bermain-main di mesjid dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menutupi aku dengan selendangnya saat aku menyaksikan permainan
mereka”.[20]
·
Dilarang
keluar dari mesjid setelah dikumandangkannya adzan kecuali karena udzur, berdasarkan
hadits riwayat Abi Sya’tsa’ bahwa dia berkata:
“Kami sedang duduk-duduk dengan Abu Hurairah radhiallahu anhu di dalam
mesjid lalu seorang mu’adzin mengumandangkan adzan lalu seorang lelaki bangkit
keluar dari mesjid, maka Abu Hurairah radhiallahu anhu mengatakan: “Adapun
orang ini maka ia telah menyalahi tuntunan Abul Qosim shallallahu alaihi wasallam”.[21]
·
Di
antara kesalahan yang terjadi di mesjid adalah menghiasi mesjid dan memahatnya,
berdasarkan hadist Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam: إِذَا زَوَّقْتُمْ مَسَاجِدَكُمْ وَحَلَّيْتُمْ مَصَاحِفَكُمْ
فَالدَّمَارُ عَلَيْكُمْ
“Apabila
kalian telah memperindah mesjid kalian dan menghiasi mushaf-mushafmu maka
kehancuran telah menimpa kalian”.[22] Dalam riwayat lain
disebutkan Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَبَاهىَ النَّاسُ فِي
اْلمَسَاجِدِ
“Tidak
akan terjadi hari kiamat sampai manusia berlomba-lomba di dalam (memperindah)
mesjid”.[23].
([24]) ([25]).
·
Di
antara kesalahan yang sering terjadi adalah shalat di atas hamparan yang
diperindah.
·
Di
antara kesalahan yang juga sering terjadi adalah menjadikan mesjid sebagai
jalanan untuk lewat, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: لاَ تَتَّخِذُوْا اْلمَسَاجِدَ طُرُقًا إِلاَّ لِذِكْرٍ اَوْ صَلاَةٍ
“Janganlah engkau menjadikan mesjid sebagai
jalan untuk lewat kecuali untuk berdzikir dan menunaikan shalat”.[26]
·
Di
antara kesalahan yang terjadi adalah menjadikan suara jam (di dalam mesjid)
seperti suara lonceng yang selalu berbunyi secara teratur seperti bunyi lonceng
orang-orang Nashrani.
·
Di
antara kesalahan yang sering terjadi, membaca ayat secara nyaring di masjid
sehingga mengganggu shalat dan bacaan orang lain.
·
Sungguh
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam telah melarang
orang-orang yang melingkar dalam berkumpul untuk membuat kelompok di dalam
masjid karena mereka juga akan keluar dari masjid dengan berkelompok-kelompok
mereka masing-masing. Dari Jabir bin Samuroh, dia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memasuki masjid pada saat adanya kelompok-kelompok sedang
berkumpul di dalam mesjid. Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menegur mereka: “Kenapa saya melihat kalian
berkelompok-kelompok?”.[27]
·
Di antara pelanggaran yang sering terjadi meludah di mesjid.
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berdasarkan sabda
اَْلبُزَاقُ
فِي اْلمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَـفَّارَتُـهَا َدفـْنُهَا
"Meludah di mesjid adalah kesalahan dan penghapusnya
adalah dengan cara menimbunnya”.[28]
·
Termasuk sunnah shalat dengan memakai sandal di mesjid.
Anas bin Malik radhiallahu anhu pernah ditanya: Apakah Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam shalat dengan memakai kedua sandalnya?. Dia menjawab: “Ya”.[29]
Dan apabila seseorang memasuki mesjid lalu melepas kedua sandalnya dan tidak
shalat dengan memakai keduanya maka hendaklah dia menjadikannya di sebelah
kirinya jika dia sendiri di dalam shaf, namun jika dirinya bersama jama’ah lain
dalam shalat berjama’ah maka hendaklah dia meletakkannya di antara kedua
kakinya berdasarkan hadits:
إِذَا
صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلاَ يَضَعْ نَعْلَيْهِ عَنْ يَمِيْنِهِ وَلاَ يَضَعْهُمَا
عَنْ يَسَارِهِ فَتَكُوْنَ عَنْ يَمِيْنِ غَيْرِهِ إِلاَّ أَلاَّ يَكُوْنَ عَنْ
يَسَارِهِ أَحَدٌ وَلْيَضَعْهُمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ
“Apabila salah
seorang di antara kalian shalat maka janganlah dia meletakkan sandalnya di
sebelah kanannya dan jangan pula disebelah kirinya sehingga bertempat di
sebelah kanan jama’ah yang lainnya kecuali jika tidak ada seorangpun di sebelah
kirinya. Hendaklah dia meletakannya di antara kedua kakinya”.([30])[31].
·
Tidak lewat di hadapan orang yang sedang shalat,
berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
لَـوْيَعْلَمُ اْلمَارُّ
بَيْنَ يَدَيْ اْلمُصَليِّ مَاذَا عَلَيْهِ لَكَانَ أَنْ يَقِـفَ أَرْبَعِيْنَ
خَيْرًا لًهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ بَيْنَ يَدَيْهِ
“Seandainya
seorang yang lewat di hadapan orang yang sedang shalat mengetahui besar akibat
yang harus ditanggunganya, niscaya berhenti selama empat puluh lebih baik
baginya dari pada berjalan di hadapannya”.[32].
Dianjurkan bagi orang yang shalat untuk menjadikan sutrah (pembatas) bagi
dirinya, berdasarkan hadits:
إِذَا صَلىَّ أَحَدُكُمْ فَلْيُصَلِّ إِلىَ
سُتْرَةٍ وَلْيَدْنُ مِنْهَا
“Apabila salah
seorang di antara kalian shalat maka hendaklah melaksanakannya di hadapan
sutroh dan mendekatlah dengannya”.[33]
·
Membersihkan mesjid adalah perbuatan yang utama, dan
Nabi shallallahu alaihi wasallam menganggap berludah di mesjid sebagai
kesalahan dan penebus dosanya adalah menimbunnya[34],
dan hadits yang menerangkan bahwa mahar bidadari adalah membersihkan mesjid
adalah hadits yang lemah.
·
Tidak boleh bagi orang kafir memasuki salah satu
al-haromaini sekalipun dengan idzin seorang muslim, dan diperbolehkan bagi
Al-Zimmi (Orang kafir yang terikat perjanjian dengan orang muslim) jika orang
tersebut diupah untuk membangun keduanya selama tidak ada orang muslim yang
bisa mengerjakan pekerjaan tersebut.
·
Ibnu Muflih rahimahullah berkata: Dan para guru kami
berkata: Tidak mengapa dengan apa yang terjadi pada zaman kita, yaitu menutup
mesjid di luar waktu-waktu shalat, karena khawatir akan terjadinya pencurian
terhadap barang-barang milik mesjid.[35]
·
Sesungguhnya mesjid-mesjid yang terdapat di dalam rumah
(ruang-ruang yang dipergunakan untuk shalat) tidak berlaku padanya hukum
mesjid, menurut jumhur ulama oleh karenanya tidak mencegah orang yang junub dan
wanita haid untuk masuk di dalamnya.[36]
·
BEBERAPA ADAB YANG KHUSUS BAGI WANITA SAAT MEMASUKI
MESJID
·
Tidak memakai wangi-wangian atau berhias sehingga bisa
mengundang fitnah.
·
Tidak diperbolehkan bagi wanita yang sedang haid dan
nifas untuk tinggal di mesjid, dan boleh bagi wanita yang istihadhah untuk
memasuki mesjid bahkan beri’tikaf padanya, namun harus tetap menjaga agar
mesjid tidak tercemar dengan najis.
·
Mereka bershaf di belakang shaf jama’ah pria, dan
apabila para wanita berada di tempat shalat yang berbeda maka sebaik-baik shaf
mereka adalah yang terdepan.
BACA MATERI KHUTBAH LAINNYA YANG BERKAITAN:
- ADAB KEPADA ALLAH TA’ALA
- ADAB KEPADA RASUL SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
- ADAB DALAM MENGHADIRI PELAJARAN DAN HALAQAH
- ADAB SEORANG GURU
- SUNNAH-SUNNAH ADZAN
- ADAB DI DALAM MASJID
- PETUNJUK NABI SHALLALLAHU ALAIHI WASALLAM PADA HARI JUM'AT
- ADAB SEORANG KHATIB JUM'AT
[1] QS. Al-Jin: 18.
[2] Fathl Bari, Ibnu Rajab (2/261). Hal ini menunjukkan bolehnya menisbatkan masjid kepada orang yang membangun dan memakmurkannya.
[3] HR. Bukhari no: 855.
[4] HR. Bukahri no: 615. Muslim no: 437
[5] HR. Bukhari no: 635 dan Muslim no: 437.
[6] HR. Muslim no: 763.
[7] HR. Bukhari no: 444. Muslim no: 714.
[8] HR. Bukhari no:176, Muslim no: 649.
[9] HR. Al-Hakim dalam kitab AL-Mustadrok 4/359 dan Al-Dzahabi berkata dalam kitab Al-Talkhish: Shahih. Dihasankan oleh Albani.
[10] Al-Adabus Syar’iyah 3/376.
[11] Fatawa lajnah daimah lil buhutsil ilmiyah wal ifta’ no: 5795.
[12] HR. Bukhari no: 442.
[13] Fatawa lajnah daimah lil buhutsil ilmiyah wal ifta’ no: 5795
[14] HR. Bukahri.
[15] HR. Turmudzi no: 1321, dia berkata hadits ini hasan garib.
[16] HR. Muslim no: 568.
[17] HR. Abu Dawud no: 526, dan Albani mengatakan: Shahih.
[18] HR. Ibnu Majah no 2300, Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[19] HR. Bukhari no: 3212.
[20] HR. Bukahri no: 455, disebutkan di dalam kitab Syarhul Muslim: Dibolehkan bermain dengan menggunakan senjata atau peralatan perang lainnya di dalam mesjid, termasuk semua perlatan yang bisa dimanfaatkan untuk berjihad
[21] HR. Muslim no:655.
[22] Dihasankan oleh Albani dalam kitab sisilatus shahihah 3/135.
[23] Shahih Abu Dawud no: 475
[24] Bisa jadi bagian ini tidak ada hubungannya dengan bab tentang adab di dalam mesjid namun saya menyebutkannya agar seseorang mengambil manfaat dariya dalamhal yang berhungan dengan mesjid.
[25] Dan orang yang pertama kali memberikan unsur emas bagi ka’bah dan menghiasi mesjid adalah Al-Walid bin Abdul Malik saat ia diutus ke Khalid bin Adullah Al-Qusari dan ke Mekkah pada saat itu. (Al-Adabus Syar’iyah 3/374)
[26] Dihasankan oleh Albani dalam kitab Al-Silsilah Al-Shahihah no: 1001.
[27] HR. Muslim no: 407.
[28] Muttafaq Alaihi.
[29] HR. Bukhari no: 386, Muslim no:255.
[30] HR. Abu Dawud no: 609.
[31] Sangat sulit bagi seseorang untuk memasuki mesjid dengan kedua sendalnya lalu shalat dengan keduanya pada zaman ini.
[32] HR. Abu Dawud no: 649.
[33] HR. Abu Dawud no: 646
[34] HR. Bukhari no: 415, Muslim no:552.
[35] Al-Adabus Syar’iyah 3/384.
[36] Fathul Bari, Ibnu Rajab 1/551.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar