Berikut adab-adab membaca dan pengajar Al-Qur'an:
·
Menjaga
keikhlasan saat belajar dan membaca Al-Qur’an, sebagaimana diriwayatkan oleh
Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa ia berkata: Aku telah mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: Sesungguhnya orang yang paling pertama akan ditanya
pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah, ia didatangkan
lalu Allah memperlihatkan kepadanya nikmat-Nya sampai dia mengetahuinya. Allah
bertanya kepadanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”, ia menjawab:
“Aku telah berperang di jalanMu sampai aku mati syahid”. Allah membantahnya:
“Engkau bohong, sebab engkau berperang agar orang mengatakan bahwa dirimu
adalah seorang pemberani, dan itu telah dikatakan”, lalu diperintahkan untuk
diseret di atas wajahnya lalu dicampakkan ke dalam api neraka. Dan seorang yang
belajar ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an, maka ia dihadpakan ke
hadapanNya lalu Dia memperlihatkan nikamat-Nya sehingga ia mengetahuinya. Allah
bertanya: “Apakah yang telah engkau perbuat di dunia?”. Ia menjawab: “Aku
menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur’an ikhlas semata
untukMu”. Maka Allah membantahnya: “Kamu bohong, engkau belajar ilmu agar
dikatakan sebagai orang yang alim, dan membaca Al-Qur’an agar dikatakan sebagai
qori’, dan itu terjadi, lalu ia diperintahkan untuk diseret di atas wajahnya
dan dilempar ke dalam neraka….”[1]
·
Beramal
sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an. Dijelaskan dalam sebuah riwayat yang panjang
tentang mimpi Nabi shallallahu
alaihi wasallam…dikatakan kepadanya:
“Berjalanlah”, maka kami berjalan sampai mendatangi seseorang lelaki yang
sedang terbaring di atas tengkuknya, dan seorang lelaki yang berdiri di atas
kepalanya sambil membawa sebuah batu atau batu besar untuk membenturkan
kepalanya sendiri pada batu tersebut sampai terlempar, lalu ia segera
mengambilnya, dan dia tidak melakukan seperti apa yang telah dilakukannya
sampai kepalanya pulih seperti semula, setelah pulih ia kembali memukulnya. Aku
bertanya: “Siapakah orang ini?”, “Berjalanlah”, perintahnya. (lalu Nabi shallallahu alaihi wasallam menjelaskan tentang apa yang telah dilihatnya), dalam lanjutan
sabdanya beliau mengatakan: Orang yang telah aku lihat memukul kepalanya adalah seorang yang diajarkan oleh Allah
Al-Qur’an namun ia tertidur darinya pada waktu malam dan tidak beramal
dengannya pada waktu siang hari, itulah balasannya sampai hari kiamat”[2]
·
Meningkatkan
semangat untuk selalu mengingat kembali dan memperhatikan Al-Qur’an;
berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam:
تَعَاهَدُوْا الْقُرْآنَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَهُوَ أَشَدُّ تَفَصِّيًا (أي تفلتا) مِنَ اْلإِبِلِ فِي عُقُلِهَا
“Perhatikanlah
Al-Qur’an demi yang jiwaku ada di tangan-Nya sesungguhnya ia lebih mudah
terlepas dari seekor unta yang ada di dalam ikatannya”.[3]
·
Janganlah
engkau mengatakan: “Aku telah melupakannya”, tetapi katakanlah: Aku telah
dibuat lupa, atau aku telah dibuat bimbang, atau dijadikan lupa, seperti yang
diterangkan dalam Riwayat Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu ia berkata:
Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: Sangat buruk
apa yang dikatakan oleh seseorang: “Aku telah melupakan ayat ini dan ini akan
tetapi ia telah dibuat lupa”.[4]
·
Wajib
untuk mentadabburi Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah Azza Wa Jalla: أَفَلاَ
يَتَبَرُّوْنَ اْلقُرْآنَ وَلَوْكَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللهِ لَوَجَدُوْا
ِفيْهِ اخْتِلاَفاً كَثِيْرًا
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur’an? Kalau kiranya
Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya”[5].
·
Boleh
membaca Al-Qur’an dengan cara berdiri, berjalan, berbaring dan berkendaraan,
seperti yang dijelaskan dalam hadits Aisyah radhiallahu anha menceritakan bahwa
Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersandar pada pahaku
saat aku sedang kedatangan haid dan beliau membaca Al-Qur’an”.[6]
·
Boleh
menaruh mushaf di dalam kantong baju.
·
Dianjurkan
agar membersihkan mulut dengan siwak sebelum membaca Al-Qur’an. Berdasarkan
riwayat Abi Hudzaifah radhiallahu anhu ia berkata bahwasanya Nabi shallallahu alaihi wasallam apabila bangun pada waktu malam maka beliau menggosok mulutnya
dengan siwak”.[7]
·
Termasuk
sunnah membaca isti’adza(أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ) dan membaca basmalah: (بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ)
kecuali saat membaca
·
Ucapan
((صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْم setelah membaca Al-Qur’an dan melakukannya
secar terus menerus adalah adalah perbuatan yang tidak ada dasarnya.[9]
·
Imam
Nawawi berkata: Disunnahkan bagi seorang yang membaca Al-Qur’an jika ia memulai
bacaannya dari pertengahan
·
Dianjurkan
untuk membaca Al-Qur’an secara tartil dan makruh membacanya dengan cara cepat
yang berlebihan saat membaca Al-Qur’an, berdasarkan firman Allah Ta’ala: وَرَتِّلِ اْلقُرْآنَ تَرْتِيْلاً
“Dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan”.[11]
Dianjurkan untuk
memanjangkan mad saat membaca Al-Qur’an, Anas radhiallahu anhu pernah ditanya
tentang sifat bacaan Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam?”, Dia menjawab bahwa
sifat bacaan beliau adalah memanjangkan mad bacaannya, lalu dia mencontohkan
dengan membaca بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ
الرَّحِيْمِ beliau memanjangkan kataبِسْمِ اللهِ , dan memanjangkanالرَّحْمنِ dan memanjangkan bacaan الرَّحِيْمِ[12]
·
Dianjurkan
untuk memperindah suara saat membaca Al-Qur’an dan dilarang membacanya dengan
suara yang kacau. Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam bersabda: زَيِّنُوْا أَصْوَاتَكُمْ بِالْقُرْآنِ “Hiasilah suaramu saat
membaca Al-Qur’an”.[13]
·
Menangis
saat membaca Al-Qur’an atau mendengarnya, diriwayatkan di dalam sunnah dari
hadits Abdullah bin Al-Syakhir radhiallahu anhu ia berkata:
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَلِجَوْفِهِ أَزِيْزٌ كَأَزِيْزِ الْمِرْجَلِ يَعْنِي
الْبُكَاءُ
“Aku
mendatangi Nabi shallallahu
alaihi wasallam, (saat itu) dari dalam
ternggorokan beliau terdengar isak tangis seperti suara periuk yang besar”.[14]
·
Dianjurkan
untuk membaca Al-Qur’an dengan suara yang nyaring jika hal tersebut tidak
menimbulkan kegaduhan, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id radhiallahu
anhu bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam beri’tikaf di masjid
dan beliau mendengar para shahabat membaca Al-Quran secara nyaring, maka beliau
membuka tabir rumah beliau dan berkata:
أَلاَ كُلُّكُمْ يُنَاجِي
رَبَّهُ فَلاَ يـُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا وَلاَ يَرْفَعُ بَعْضُكُمْ عَلىَ
بَعْضٍ فِي اْلقِرَاءَةِ أَوْ قَالَ فيِ الصَّلاَةِ
“Ketahuilah
bahwa setiap kalian sedang bermunajat kepada Tuhannya, maka janganlah setiap
kalian menyakiti yang lainnya dan jangan sebagian dari kalian mengangkat
suaranya atas yang lain saat membaca Al-Qur’an”, atau beliau bersabda: “Saat
shalat”.[15]
·
Tidak
ada do’a khusus untuk khatam Al-Qur’an[16], dan mengadakan acara
tertentu untuk menyambut orang yang sudah sempurna menghafal Al-Qur’an tidak
termasuk sunnah. Adapun acara-acara yang selalu diadakan oleh masyarakat dan
dijadikan sebagai adat kebiasaan untuk mencerminkan rasa bahagia dengan nikmat
menghafal Al-Qur’an, maka hal tersebut tidak apa-apa.[17]
·
Menghentikan
membaca Al-Qur’an saat terlalu mengantuk. Berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ
فَاسْتَعْجَمَ اْلقُرْآنَ عَلىَ لِسَانِهِ فَلَمْ يَدْرِ مَا يَقُوْلُ
فَلْيَضْطَجِعْ
“Apabila
salah seorang di antara kalian bangun untuk ibadah (pada waktu malam) lalu
terbata-bata dengan lisannya saat membaca Al-Qur’an (karena mengantuk) sedang
ia tidak sadar dengan apa yang dikatakannya maka hendaklah dia segera
berbaring”.
·
Memilih
tempat yang tenang dan waktu yang tepat; sebab hal itu akan lebih efektif untuk
meningkatkan semangat dan kebersihan hati.
·
Mendengar
dan memperhatikan dengan baik pada bacaan Al-Qur’an, sebagaimana dijelaskan
dalam firman Allah Ta’ala:
وَإِذَا قُـرِأَ اْلقُـرْآنُ
فَاسْتَمِعُوْا لَهُ وَأَنْصِتُوْا لَعَلَّكُمْ تُـرْحَمُوْنَ
“Dan apabila dibacakan Al-Qur’an maka dengarkanlah baik-baik,
dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”[18].
Hendaklah dia menjiwai
setiap ayat yang dibacanya, memohon kepada Allah kenikmatan surga saat membaca
ayat-ayat tentang surga dan berlindung kepada-Nya, saat melewati ayat-ayat
tentang neraka. Firman Allah Ta’ala mengatakan
كِتبٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيكَ
مُبرَكٌ لِيَدَّبُّرُوْا ءَايتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الاَلْببِ
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran”.[19]
·
Boleh
bagi wanita yang sedang haid dan nifas membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf
atau (boleh membacanya dengan cara) menyentuhnya pakai lapis sesuai dengan yang
paling shahih dari pendapat para ulama; dan tidak terdapat riwayat dari Nabi shallallahu alaihi wasallam yang melarang hal tersebut.[20]
·
Termasuk
sunnah bertasbih saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan tentang kemaha sucian
Allah, dan berlindung kepada Allah saat melewati ayat-ayat yang menyebutkan
tentang azab, serta meminta karunia Allah saat membaca ayat-ayat yang menyebutkan
tentang rahmat Allah. Dalam hadits riwayat Hudzaifah radhiallahu anhu ia
berkata: Apabila beliau melewati ayat-ayat yang menyebutkan kemaha sucian Allah
beliau bertasbih, saat melewati ayat-ayat yang memerintahkan untuk berdo’a
beliau berdo’a dan saat melewati ayat-ayat yang menyeru untuk berlindung beliau
berlindung”.[21]
·
Hendaklah
seseorang membaca Al-Qur’an dalam keadaan berwudhu’, bersih pakaian, badan dan
tempat, terdapat perbedaan ulama apakah anak kecil diwajibkan berwudu’ saat
akan menyentuh mushaf atau tidak?, Yang lebih baik baginya adalah berwudhu’.[22]
·
Dianjurkan
untuk menyambung bacaan dan tidak memutus-mutuskannya, diriwayatkan oleh
seorang tabi’i yang mulia, Nafi’ bahwa Ibnu Umar radhiallahu anhu saat membaca
Al-Qur’an beliau tidak berbicara sampai dia selesai membacanya…”.[23]
·
Termasuk
sunnah melaksanakan sujud saat membaca ayat-ayat sujud.[24]
·
Dimakruhkan
mencium mushaf dan meletakkannya di antara kedua mata, hal ini biasanya terjadi
saat setelah selesai membaca Al-Qur’an atau saat mushaf didapatkan tergeletak
di tempat yang dihinakan.[25]
·
Dimakruhkan
menggantung ayat Al-Qur’an di atas tembok atau yang lainnya,[26] dan tidak sepantasnya
Alqur’an hanya sekedar dijadikan sebagai pengganti dari berbagai bacaan-bacaan,
paling ringan hukumnya adalah makruh.[27]
BACA MATERI KHUTBAH LAINNYA YANG BERKAITAN:
- ADAB KEPADA ALLAH TA’ALA
- ADAB KEPADA RASUL SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM
- ADAB SEORANG PENGAJAR AL-QUR’AN
- ADAB SEORANG PELAJAR DAN PENGAMAL AL-QUR’AN
- ADAB MEMBACA DAN PENGAJAR AL-QUR’AN
- ADAB MENUNTUT ILMU
[1] HR. Muslim no: 1905
[2] HR. Bukhari no:1386.
[3] HR. Bukhari no: 5033.
[4] HR. Bukhari no: 5039 dan Muslim no: 790
[5] QS. An-Nisa’: 82
[6] HR. Bukahri no: 297, Muslim no: 301.
[7] HR. Bukhari no: 1136, Muslim no: 255.
[8] Beberapa
bentuk ucapan isti’adzah yaitu:1/أَعُوْذُ
بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ
أَعُوْذُ بِاللهِ السميع العليم مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم من
همزه ونفخه ونفثهِ-/2 3/ أَعُوْذُ بِالسََّمِيْعِ اْلعَلِيْمِ مِنَ
الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم ِ semua bentuk isti’azah ini disebutkan oleh Abu Dawud no: 1785.
Bagi orang yang membaca Al-Qur’an dianjurkan untuk bergantian dalam
mempergunakan isti’adzah tersebut. (Al-Syarhul Mum ti’ Ala Syarhu Zadil
Mustaqni’ 3/71). Adapun tentang basmalah, diriwayatkan oleh Anas ra ia berkata:
Saat Rasulullah saw bersama kami pada sebuah majlis beliau terserang rasa
mengantuk yang sangat, lalu beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka
kami bertanya: Apakah yang membuat anda tersenyum wahai Rasulullah?, beliau
bersabda: Telah diturunkan kepadaku sebuah
[9]
Majlis ulama Suadi Arabia telah menelaskan dalam fatwanya no: 4310 bahwa
ucapan: صَدَقَ اللهُ الْعَظِيْمُ adalah ucapan yang
benar, namun membacanya secara terus menerus setelah selesai membaca Al-Qur’an
adalah bid’ah, sebab perbuatan tersebut belum pernah dikerjakan oleh Nabi shallallahu alaihi wasallam, dan para khulafairrasyidin padahal mereka banyak membaca Al-Qur’an.
Dan Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُناَ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang mengerjakan sebuah perbuatan yang belum pernah kami perintahkan maka perbuatan tersebut menjadi tertolak” Dalam sebuah riwayat disebutkan: مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هذَا مَا لَيْس مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ Barangsiapa yang melakukan perkara baru dalam agama ini yang tidak kami perintahkan maka ia pasti tertolak”.
[10] Al-Adzkar, Imam Nawawi hal. 163
[11] QS. Al-Muzammil: 4
[12] HR. Bukhari no: 5045
[13] HR. Abu Dawud no: 1468 dari hadits riwayat Al-Barro’ bin Azib ra, Al-Albani mengatkan bahwa hadits ini adalah shahih.
[14] Syarhus Sunnah Al-Bagawi no: 729.
[15] HR. Abu Dawud no: 1332, dan Al-Albani mengatkan bahwa hadits tersebut shahih.
[16] Badan
fatwa ulama
[17] Disebutkan oleh syekh Abdur Rahman Al-Barrak
[18] QS. Al-A’rof: 204
[19] QS. Shaad: 29
[20] Fatwa lembaga fatwa Saudi Arbia no: 3713
[21] HR. Muslim
[22] Seperti yang dijelaskan oleh Al-Utsaimin rahimhullah (Al-Fatawa Al-Islamiyah)
[23] HR. Bukhari 4526.
[24] HR. Bukhari 1077
[25] Syaikhul Islam rahimahullah ditanya tentang berdiri untuk menghormati mushaf lalu menciumnya dan apakah dimakruhkan juga jika seseorang membuka mushaf untuk menumbuhkan semangat, beliau menjawab: Segala puji bagi Allah tentang berdiri untuk menghormati mushaf dan menciumnya, kami tidak mengetahui apapun dari perbuatan salaf tentang hal ini, dan imam Ahmad telah ditanya tantang hukum mencium mushaf, beliau menjawab: Aku tidak pernah mendengar riwayat apapun yang menjelaskan masalah ini, akan tetapi diriwayatkan dari Ikrimah bin Abi Jahl bahwa dia mambuka mushaf dan meletakkan mukanya di atas mushaf tersebut sambil mengatakan: firman Tuhanku, firman Tuhanku, tetapi generasi salaf tidak menjadikan berdiri untuk menghormati mushaf sebagai kebiasaan mereka (Majmu’ fatawa). Dan syaekh Bin Baz rahimhullah berkata: senadainya seseorang mencium mushaf karena terjatuh dari tangannya atau terjatuh dari tempat yang tinggi maka hal tersebut tidak mengapa.
[26] Fatwa
lembaga fatwa
[27] Seperti yang dikatakan oleh/ Abdul Aziz bin Baz Rahimhullah (Al-Ftawal Islamiyah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar