HOME

11 Maret, 2022

Klasifikasi Kemunculan Dan Cara Mengetahui Asbab Al-Wurud

 

Sebagaimana sabab al-nuzul, diturunkan sebuah ayat adakalanya untuk merespon suatu hal atau turun dengan sendirinya., juga terjadi pada sabda Nabi. Hadis-hadis yang datang untuk merespon suatu hal memiliki beberapa bagian:

a.    Hadis yang berhubungan dengan Al-Qur’an.

Maksudnya adalah sebuah hadis menjadi penjelas dari kandungan suatu ayat. Ayat yang dijelaskan adakalanya bersifat umum yang memerlukan pengkhususan, bahasa yang asing ditelinga sahabat dan lain sebagainya. Misalnya ayat 82 dalam surat al-Anam:

 الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ

            Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman                 (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang                         mendapat petunjuk.

 

Sebagian sahabat memahami kata al-zalm dengan pengertian kesewenang-wenangan dan tindakan-tindakan yang melampaui batas, tetapi ada sahabat yang tidak setuju dengan makna tersebut sehingga mereka mengadukannya kepada Rasulullah. Rasulullah memberitahukan bahwa yang dimaksud al-zalm adalah al-Shirk. Jawaban Nabi tersebut diindikasikan ketika turunnya ayat di atas yang membuat sahabat merasa keberatan kemudian bertanya kepada Rasul, siapakah kita yang tidak pernah mencampuradukan iman dengan dhalim. Rasulullah SAW menjawab bukan begitu maksudnya, tidakkah kalian memperhatikan perkataan Lukman kepada anaknya “ان الشرك لظلم عظيم.[1]


b.    Berhubungan dengan hadis itu sendiri (hadith mushkil).

Maksudnya adalah kebingungan para sahabat dalam memahami hadis Nabi, sehingga Nabi Muhammad harus memberikan penjelasan dengan hadis lain. Adapun penyebab dari ke-mushkil-an ini ada dua:[2]

1)   Karena adanya penyebutan sebab.

Maksudnya adalah hadis-hadis yang didalamnya telah disebutkan kronologinya. Misalnya saat Nabi ditanya tentang  masalah air di padang pasir yang sering dilewati oleh rombongan-rombongan dan hewan-hewan melata, kemudian beliau menjawab "ketika debit air sudah sampai pada jumlah dua qullah maka ia bebas dari terbilang kotor (najis)".[3]

2)   Karena tidak adanya penyebutan sebab.

Maksudnya adalah hadis Nabi yang kroonologinya tidak disebutkan dalam hadis tersebut. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Zaid bin Thabit "paling utamanya seseorang melaksanakan shalat yaitu ketika dilakukan didalam rumahnya kecuali shalat wajib (maktubah)".[4] Sebagian mukharrij al-hadith beranggapan bahwa hadis ini memerlukan kronologi kemunculannya.[5]


c.    Hadis yang berhubungan dengan sahabat.

Misalnya tentang kejadian Sharid bin Suwaid al-Thaqafi yang datang kepada Nabi ketika hari penaklukan Makkah lalu berkata kepada Rasul sesungguhnya saya telah bernazar jika Allah SWT memberikan kemenangan atas engkau (Nabi [dalam penaklukan kota Makkah]) maka saya akan melaksanakan shalat di Bait al-Maqdis. Rasulullah SAW berkata kepadanya, di tempat ini yang paling utama. Kemudian beliau bersabda, demi Dzat yang diriku berada di kekuasaanya jika kamu shalat di tempat ini maka kamu akan mendapatkan balasan. Lalu beliau melanjutkan lagi, shalat di masjid ini lebih utama dari pada seratus ribu kali shalat di masjid lain.[6]

Poin C ini sebenarnya sama dengan maksud poin B yakni datangnya hadis disertai dengan kronologinya atau tidak tetapi, pada poin ini kronologinya berhubungan dengan salah satu sahabat.

Sebab munculnya suatu hadis hanya bisa diketahui dengan adanya riwayat dan berpegang pada kutipan yang terpercaya dari sahabat. Sebab munculnya hadis tidak boleh didasarkan pada perkiraan dan penalaran logika semata. Pendekatan yang mutlak dilakukan adalah mengkaji dan menganalisis mata rantai transmisi penyampaiannya, sebagaimana yang juga berlaku persyaratan terhadap pentransmisian sebuah hadis.

Baca artikel tentang Hadis lainya :


[1]Al-Suyuti, Asbab Wurud… 18.

[2]Ibid.

[3] al-Quzwaini, Sunan Ibnu, 172. Al-Quzwaini, Muhammad bin Yazid Abu Abdullah. Sunan Ibn Majah. Bairut: Dar al-Fikr.

[4]Ahmad bin Shu‘aib Abu ‘Abdur Rahman al-Nasa´i, Sunan al-Nasa´i al-Kubra, Juz I (Bairut; Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1991), 408.

[5]Latar belakang hadis tentang shalat yang lebih utama ada yang dimulai dengan pertanyaan sahabat, "Rasulullah ditanya oleh sahabat, dimanakah yang lebih utama melakukan shalat di rumahku atau di masjid, Nabi menjawab sesungguhnya rumahku dekat dengan masjid namun aku lebih suka shalat di rumahku kecuali shalat lima waktu (maktubah). (al-Quzwaini, Sunan Ibnu Majah, Juz II, 439). Selain itu, ada riwayat lain yakni, "sesungguhnya Rasulullah SAW berada di dalam kamarnya yang di dekat masjid, lalu berkumpulah para sahabat di masjid seraya mengecilkan suaranya, mereka menyangka kalau Nabi telah istirahat. Kemudian mereka berdehem agar supaya Rasul keluar menemui mereka. Rasul bersabda, aku terus menerus melihat kalian selalu bertindak (berkumpul setiap malam)  seperti ini sehingga aku khawatir aktivitas ini menjadi wajib atas kalian, dan jika diwajibkan maka kalian tidak akan kuat melaksanakannya (terus menerus). Maka wahai kalian, shalatlah shalatlah di rumah kalian masing-masing, karena sesungguhnya shalat yang paling utama…" (Ahmad bin al-Husain bin ‘Ali bin Musa Abu Bakar al-Baihaqi, Sunan al-Baihaqi al-Kubra , Juz III [Mekkah: Maktabah Dar al-Baz, 1994], 109).

[6]Al-Suyuti, Asbab Wurud… 19;  Abu Bakar Abdur Razaq bin Hammam al-Sanani, Musannif Abdur Razaq, Juz V (Bairut: al-Maktab al-Islami, 1403 H,), 122.

Sejarah Timbul Dan Beberapa Karya Kitab Tentang Asbab Al-Wurud

 

Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Ilm Asbab Wurud al-Hadith sudah ada tetapi tidak tersistematis menjadi sebuah disiplin ilmu. hal ini sudah dirasakan oleh para sahabat yang menganggap bahwa adanya keterlibatan Asbab al-Wurud sangat mempermudah mereka dalam memahami hadis. Misalnya hadis tentang ziarah kubur bagi wanita yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.[1]

أن رسول الله صلى الله عليه و سلم لعن زوارات القبور[2]

Kemunculan hadis di atas dihubungkan dengan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik yang dijadikan Asbab al-Wurud-nya. Hadis tersebut menceritakan bahwasa Rasulullah menjumpai seorang wanita yang menangis di samping sebuah kuburan.[3] Larangan ini disinyalir adanya fitnah atau intensitas ziarah yang keterlaluan yakni  perempuan yang sedang berziarah tersebut terus menerus meratap dengan tangisan di samping kuburan.[4] Sedangkan dalam riwayat yang diceritakan oleh al-Hakim menceritakan bahwa Aisyah berziarah ke kuburan saudaranya ‘Abd al-Rahman, kemudian beliau ditanya "bukankah Rasul telah melarang menziarahi kuburan?", Aisyah menjawab "iya benar Rasul pernah melarang namun kemudian Rasul memerintahkan untuk menziarahinya".[5]

Hadis riwayat Anas bin Malik yang ditetapkan sebagai Asbab al-Wurud tersebut memberikan penjelasan tentang kebolehan menziarahi kuburan. Penjelasan ini mengindikasikan bahwa pada masa sahabat, asbab al-wurud telah dilibatkan untuk memahami sabda Rasulullah. pentingnya mengetahui Asbab al-Wurud sangat membantu memahami hadis dengan benar yang sesuai dengan tujuan hadis tersebut disabdakan.

Para ulama pada abad ke 3 mulai memperhatikan secara spesifik terhadap Asbab Wurud al-Hadith yang kemudian dijadikan salah satu disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Hal ini terbukti dengan adanya karya ilmiah yang khusus membahas tentang Asbab Wurud al-Hadith. Beberapa karya yang membahas tentang Ilm Asbab Wurud al-Hadith :[6]

1.    Kitab Asbab Wurud al-Hadith, karya Abu Hamid Abdul Jalil bin Kaznah al-Jubari. Ia adalah penulis pertama yang menyusun disiplin ilmu ini, tetapi karya ini tidak sampai kepada kita.

2.    Kitab Asbab Wurud al-Hadith, karya Abi Hafs al-Akbari (380-458 H), keberadan kitab ini sama dengan karyanya al-Jubari.

3.    Al-Lumafi asbab al-Wurud al-Hadith, karya Jalal al-Din al-Suyuti (849-911 H). Kitab ini adalah karyanya yang terakhir, ditulis oleh muridnya Muhammad Ali bin al-Daudi.

4.    Al-Bayan wa al-Tarif fi Asbab Wurud al-Hadith al-Sharif, karya Ibrahim bin Muhammad Kamal al-Din, dikenal dengan nama Ibnu Hamzah al-Husaini al-Hanafi al-Damsiqi.

Baca artikel tentang Hadis lainya :


[1]Abu Naim BS, Urgensi Asbabu Wurudil Hadits dalam Memahami Hadits; Skripsi (IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1993), 12-13.

[2] Muhammad bin Yazid Abu Abdullah al-Quzwaini, Sunan Ibn Majah, Juz I (Bairut: Dar al-Fikr, tt), 502. Muhammad bin I<sa Abu I<sa al-Turmudhi al-Salami, al-Jami al-Sahih Sunan al-Turmudhi, Juz III (Bairut: Dar Ihya al-Turath al-Arabi, tt), 371. Ahmad bin Hanbal Abu Abdullah al-Shaibani, Musnad al-Imam Ahman bin Hanbal, Juz II (Kairo: Muassasah Qurtubah, tt), 337, 356.

[3]Muhammad bin Ismail Abu Abdullah al-Bukhari al-Jafi, al-Jami al-Sahih al-Mukhtasar, Juz I (Bairut: Dar Ibnu Kathir, 1987), 430.

[4]Muhammad bin Abdur Rahman bin Abdur Rahim al-Mubarakfuri Abu al-Ala, Tuhfat al-Ahwadhi bi Sharh Jami al-Turmudhi, Juz IV (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah), 138.

[5]Ibid.

[6] Naim BS, Urgensi Asbabu... 14-17.

Definisi Asbab Al-Wurud

 

Asbab al-Wurud terdiri dari dua kata, asbab dan wurud. kata asbab adalah bentuk jamak dari kata sabab yang memiliki arti sebab. Sedangkan wurud bentuk masdar dari kata warada-yaridu artinya datang. Secara terminologi kata al-sabab berarti al-Habl[1] (perhubungan [wisal]).[2] Ibnu Manzur dalam kitabnya Lisan al-Arab,  menyebutkan bahwa kata al-sabab diartikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan sesuatu yang lain. Arti yang demikian dikaitkan dengan al-Qur’an surat al-Baqarah ayat 166: [3]

إِذْ تَبَرَّأَ الَّذِينَ اتُّبِعُوا مِنَ الَّذِينَ اتَّبَعُوا وَرَأَوُا الْعَذَابَ وَتَقَطَّعَتْ بِهِمُ الْأَسْبَابُ

(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali.

 

Selain itu, kata al-sabab juga diartikan sebagai perantara penyebab terjadinya sebuah kejadian. Sedangkan ulama fikih mengartikan sebagai sesuatu yang menjadi wasilah atau proses menuju terbentuknya sebuah hukum meskipun tidak menjadi hal utama dalam mempengaruhi keberadaan hukum itu sendiri.[4] Adapun al-wurud berasal dari kata warada-yaridu yang bermakna datang, tiba (jaa, nasara) atau sampai ke (balagha, wasala [ila]),[5] atau bermakna al-manahil (sumber/tempat air, air yang darinya ia keluar).[6]

Jadi, asbab al-wurud berarti latar belakang yang mengarah pada ketetapan munculnya sebuah hadis yang nantinya bisa menunjukkan sifat hadis tersebut apakah khusus-amm, mutlaq-muqayyad atau naskh dan lain sebagainya.[7] Atau pengertian dari sabab al-wurud disamakan dengan definisi sabab al-nuzul dalam ilmu Al-Quran, yakni faktor yang menjadi penyebab kelahiran sebuah hadis.[8] Abu Shuhbah dalam kitab al-Wasit-nya menjelaskan bahwa sabab al-wurud adalah ilmu yang membahas tentang faktor-faktor pendorong respon Nabi (bentuk hadis pertama), faktor tersebut adakalanya berbentuk sebuah pertanyaan, kejadian, dan kisah/cerita/riwayat (qissah) sehingga Nabi bersabda disebabkan faktor-faktor yang melatar-belakanginya.[9] Oleh karenanya, hadis yang melatar belakangi munculnya sebuah hadis bisa dikatakan sebagai hadis pula.

Baca artikel tentang Hadis lainya :


[1]Abdur Rahman bin AbiBakar Al-Suyuti, Asbab Wurud al-Hadith aw al-Luma‘ fi Asbab Wurud al-Hadith (Bairut: Dar al-Fikr al-‘Ilmiah, 1984), 10.

[2]Ahmad Zuhdi Muhdlor, Al-‘Asriy; Kamus Kontempor Arab-Indonesia (Yogyakarta: Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), 735.

[3] Muhammad bin Mukrim Ibnu Mandhur, Lisan al-Lisan; Tahdib Lisan al-‘Arab (Bairut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, 1993), 569. Al-Suyuti, Asbab Wurud, 10.

[4]Al-Suyuti, Ibid… 10.

[5]Muhdlor, Al-Ashriy; Kamus, 2009.

[6]Al-Suyuti, Ibid… 10. Muhdlor, Ibid… 2010.

[7] Al-Suyuti, Ibid… 11.

[8] Ibid.

[9] Muhammad bin Muhammad Abu Shuhbah, al-Wasit al-‘Ulum wa Mustalah al-Hadith (Kairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi), 467.

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...