BAB I
LATAR
BELAKANG
Sebagai
salah satu sumber referensi ajaran Islam, hadis menempati posisi penting dalam
wacana keilmuan Islam.Oleh karena itu perhatian para cendekiawan (ulama) Islam
khususnya ulama hadis terhadap dokumentasi dan pengkajian hadis demikian intensif
dari masa ke masa.
Sejak
awal abad kedua Hijriyah, saat era kodifikasi (tadwi>n) dimulai,[1] bermunculanlah beragam tipe penulisan
kitab-kitab hadis.Gerakan
intelektual yang massif di bidang penulisan kitab-kitab hadis di era ini
membuahkan produk berupa puluhan bahkan ratusan kitab-kitab sunnah berupa sunan, al-mus}annafa>t,
al-jawa>mi’, al-masa>nid, kitab-kitab tafsir, kitab al-Magha>zi>, siyar, dll.[2]Selanjutnya,
Abab ke-3 H (200-300 H) adalah kurun yang paling cemerlang dalam sejarah kodifikasi
al-sunnah serta penelitian dan kritik hadis.[3]\Pada
era berikutnya, kreatifitas dan inovasi ulama hadis dalam metodologi penulisan
kitab terus berlanjut.Hal ini ditandai dengan semakin beragamnyacorak
pendokumentasian hadis-hadis Nabi dalam kitab yang muncul dengan spesifikasi
penulisan berupa kutubmustakhraja>t,
mustadraka>t, ma’aj>im, al-mara>sil, al-ah}a>di>th al-mashhu>rah,
aha>dith al-ah}ka>m, at}raf al-h}adi>th, termasuk pula kutub al-ah}a>di>th al-qudsiyyah.
Dalam makalah ini akan dibahas
tentang tipologi penulisan kitab hadis qudsi (al-ah}a>di>th al-qudsiyyah) yang dimulai dengan pembahasan pengertian hadis qudsi dan
perbedaannya dengan Al-Qur’an dan hadis yang lain, karakteristiknya sertacontoh
kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama yang secara khusus menghimpun dan
mendokumentasikan hadis-hadis qudsi tersebut. Walla>hu al-musta‘a>n wa a‘lam
bi al-s}awwa>b.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Hadis Qudsi
Hadis Qudsy disebut pula dengan al-h}adi>th al-ila>hy dan al-h}adi>th
al-rabba>ny.[4]Namun,
yang istilah popular digunakan dalam wacana keilmuan Islam adalah hadis Qudsi.Al-h}adi>th al-Qudsy(الحَدِيْثُ القُدْسِيُّ) tersusun atas dua kata yaitu al-h}adi>th dan al-Qudsy.[5]
Dengan demikian definisi hadis qudsi secara etimologis
(lughatan) dapat ditelusuri dari pengertian kedua kata
tersebut
Kata hadis
secara bahasa (etimologis), setidaknya memiliki tiga macam arti,[6]
yaitu;
- Hadis bermakna al-jadi>d (baru) sebagai lawan dari al-qadi>m (lama). Makna ini merupakan arti dasar dari kata
al-hadis, yang kemudian digunakan untuk al-khabar (berita). Hal ini karena munculnya berita
bersifat up to date dan
berlangsung secara kontinu sebagian demi sebagian sehingga terasa sebagai
sesuatu yang baru.[7]
- Hadis bersinonim dengan al-kala>m, hal ini dapat dirujuk dari firman Allah SWT
(QS. Az-Zumar: 23) ah}sanal-h}adi>th dalam ayat ini artinya ah}san al-kala>m (sebaik-baik
perkataan). Lihat pula QS.
Al-Mursalat: 50
- Hadis berarti khabar dan berita (al-Khabar wa al-naba>’),
seperti tersebut dalam QS. An-Nazi’at: 15 dan al-Ghasyiyah: 52.
Adapun dalam perspektif terminologi ahli hadis, hadis
adalah perkataan Nabi SAW—selain Al-Quran—,perbuatan, persetujuan
Nabi atas sesuatu hal (taqri>r), sifat
fisik (khalqiyah) dan akhlak (khuluqiyah) serta seluruh informasi yang
terkait dengan Nabi SAW baik sebelum diutus sebagai Nabi (qabl al-bi’thah)
atau sesudahnya (ba’d al-bi’thah), demikian pula mencakup perkataan
dan perbuatan sahabat Nabi SAW dan tabi’in.
Dengan demikian hadis meliputi riwayat yang marfu>’,
mauqu>fdan
maqthu>’.
[8]
Sementara itu, term al-qudsy merupakan atribut yang disandarkan kepada al-quds (suci) yang menunjukkan
pengagungan dan pemuliaan. Karena substansi makna kalimat ini secara etimologis
menunjuk pada makna tanzi>h wa
tat}hi>r (penyucian).[9]Sejalan dengan pendapat Nu>r al-Di>n ‘Itr,
pemberian atribut quds pada hadis
semacam itu sebagai bentuk pemuliaan (takri>m)
karena adanya penisbatan kepada Allah Ta’ala.[10]
Dari perspektif etimologis pun,termal-quds berporos pada makna kesucian (al-t}uhr).
Suatu hadis dilekatkan dengan sifat
al-qudskarena substansi makna hadis tersebut melekat sikap pengkultusan Zat
Allah dan penyucian sifat-sifat-Nya dari kekurangan dan hal-hal yang tidak
sesuai dengan keagungan-Nya.[11]
Secara terminologis (ist}ila>han) definisi hadis qudsiterdapat beberapa versi yang diungkapkan oleh
para ulama, namun substansinya sama, di antaranya:
1.
Muhammad
bin Ja’far al-Katta>ni memberikan definisi hadis qudsi sebagai
berikut:
الأحاديث
القدسية هي المسندة إلى الله تعالى بأن جعلت من كلامه سبحانه وتعالى, ولم
يقصد إلى الإعجاز بها
“Hadis Qudsi
adalah hadis yang disanadkan kepada Allah Ta’ala karena menjadi kalam-Nya swt,
akan tetapi tidak dimaksudkan sebagai mukjizat”[12]
2.
Al-Khushu’I al-khushu>’I Muhammad
mendefinisikan hadis qudsi:
هو
ما أضافه الرسول صلى الله عليه وسلم إلى الله تعالى من غير القران الكريم
“Apa yang disandarkan oleh Rasulullah saw kepada
Allah Ta’ala selain Al-Qur’an yang mulia.”[13]
3.
Manna al-Qatt>a>n mendefinisikan hadis qudsi:
هو
ما يضيفه النبي -صلى
الله عليه وسلم- إلى الله
تعالى، أي إن النبي -صلى
الله عليه وسلم- يرويه على أنه
من كلام الله، فالرسول راوٍ لكلام الله بلفظ من عنده، وإذا رواه أحد رواه عن رسول
الله مُسْنَدًا إلى الله عز وجل، فيقول:
"قال
رسول الله -صلى الله عليه
وسلم- فيما يرويه عن
ربه عز وجل....".أو يقول: "قال رسول الله, صلى الله عليه
وسلم: قال الله تعالى
... ".
“Apa yang disadarkan periwayatannya oleh Nabi SAW
kepada Allah SWT yaitu Nabi SAW meriwayatkan hal tersebut sebagai kalam Allah dan memposisikan dirinya
sebagai perawi kalam Allah tersebut dengan redaksi teks (lafal) dari Beliau
pribadi. Dan jika seorang meriwayatkannya dari Nabi SAW dengan men-sanad-kannya kepada Allah Azza wa Jalla
dengan berkata : “Rasulullah SAWbersabda dari apa yang diriwayatkannya dari
Tuhannya…” atau berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Allah Ta’ala berfirman:…”. [14]
4.
Adapun
menurut Abu Zahwu, aha>di>th
Qudsiyah adalah
طائفة من الأحاديث نقلت إلينا آحادا عنه صلى الله عليه
وسلم، مع إسنادها إلى الرب عز اسمه
“Sejumlah hadis yang transfer periwayatannya kepada
kita secara a>ha>d dari Nabi SAW
dengan sanad yang disandarkan kepada Allah SWT.”[15]
5.
Sementara menurut
‘Abd Allah bin Yu>suf al-Judai’bahwa definisi yang tepat untuk hadis qudsi
adalah
الحديث المرفوع القولي المسند من النبي صلى الله عليه وسلم إلى الله.
“Hadis yang
sampai kepada Rasulullah SAW (marfu>’)
berupa hadis verbal (qauly) dengan
penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah.”.[16]
Definisi
yang serupa disebutkan oleh Nu>r al-Di>n ‘Itr[17] dan Mahmu>d T{ahha>n.[18] Menurut al-Juda>’I, definisi tersebut telah membedakannya
dengan definisi Al-Quran dari aspek Al-Quran tidaklah disebut hadis marfu>’. Adapun al-qawly untuk membedakannya dengan
seluruh jenis hadis marfu>’.Sementara,
“dengan penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah” untuk mengkhususkan
dari keumuman berbagai jenis hadis marfu’
yang qawly dimana Rasulullah SAW
menjadi narasumber secara redaksional.[19]
B.
Hadis Qudsi dalam Konteks Konsep Wahyu
Wahyu memiliki sejumlah karakteristik antara lain yaitu;
(1) bersumber dari kemampuan (power) eksternal bukan kemampuan internal yang
muncul begitu saja dari dalam diri Nabi sendiri sebagai orang yang menerima
wahyu. (2) bersifat kemampuan/kekuatan
kebaikan yang istimewa, terpilih dan terjaga dari kekeliruan (ma’su>mah).
Fungsinya adalah sebagai petunjuk kepada kebaikan dan penjaga dari kekeliruan
dan kesalahan dalam arahan perintah dan larangan serta etika perilaku privat (kha>ssah) maupun publik (‘a>mmah). (3) merupakan kekuatan
ilmiah (the power of knowledge) yang membekali
seorang nabi dengan ilmu “rahasia” yang belum pernah diketahui sebelumnya. (4)
muncul dalam keadaan jiwa dan pikiran yang ikhtiyariyah
(bersifat sadar), (5) bersifat luar biasa (extra
ordinary) dan bukan hal yang biasa terjadi pada orang biasa.[20]
Adapun produk pewahyuan dalam bentuk kala>m
yang dinisbatkan kepada Allah SWT ada tiga macam, yaitu yang pertama dan paling mulia adalah Al-Quran.
Kedua, Kitab-kitab para nabi sebelum Muhammad SAW yang belum mengalami
perubahan (taghyi>r wa tabdi>l).
Ketiga, hadis-hadis Qudsi.[21]
Ulama sepakat bahwa makna hadis qudsi berasal dari Allah SWT,
namun dalam menentukan apakah lafal hadis qudsi dari Allah atau dari
Nabi, ulama berbeda pendapat menjadi dua kelompok:[22]
1.
Kelompok pertama menyatakan bahwa lafal hadis qudsi
berasal dari kala>m al-Rasu>l, dan maknanya dari Allah ta’a>la.Pendapat
ini didukung oleh Imam al-Haramain al-Juwainy (w. 478),[23]Sharf al-Di>n al-Husain bin Muhammad al-T{iby (w.
743 H), Mulla ‘Aly al-Qary, Abu al-Baqa>’ Ayyub bin Musa al-Husainy (w. 1094
H), Muhammad ‘Abd Allah Darraz, Mahmud Lut}fi al-S}abba>gh.[24]
Mereka
mengklasifikasikanbahwa wahyu ada dua macam, yaitu wahyu yang bersifat
eksplisit (wahyun jaliyyun) yaitu
al-Quran al-Karim yang merupakan kalam Allah
secara verbatim atau tekstual (lafal dan makna), atau disebut pula wahyun mast}u>r atau wahyun musajjal (wahyu yang telah
tercatat) di al-lawh al-mahfu>z} yang
Jibril ditugaskan secara khusus untuk menurunkannya kepada Rasulullah. Kedua, wahyu yang bersifat implisit (wahyun khafiyyun) yang merupakan sunnah
Nabi SAW yang berasal dari kalam
Allah secara makna (substansial) dan merupakan ungkapan Rasulullah SAW secara
redaksional (lafz}un), serta
merupakan perbuatan Nabi secara realitas faktual. Posisinya adalah sebagai
penjelas (baya>n) dan perincian
dari Al-Qur’an, sebagaimana hal tersebut dalam QS. Al-Nahl : 44. Termasuk dalam
konteks ini adalah hadis qudsy.Titik temu antara dua jenis wahyu tersebut
adalah karena keduanya secara substansial bersumber dari Allah SWT, sama-sama
diturunkan secara khusus kepada Nabi Muhammad SAW dan bisa difungsikan dalam
konteks pensyariatan hukum (perintah,larangan, kebolehan dan pengharaman).[25]
2. Sedangkan
kelompok kedua mengatakan bahwa lafal hadis qudsi berasal dari kala>mulla>h
ta’a>la, tidak ada campur tangan Nabi kecuali hanya meriwayatkannya saja
dari Allah SWT. Pendapat ini didukung oleh Imam al-Bukhari, Ibn Taimiyah, Ibn
Kathi>r, Al-Kirmany, Ibn Hajar al-Haithamy> (w. 973 H), Isma’il Mufi>d
Ibn ‘Aly al-Atta>r al-Ru>my al-Hanafy (w. 1217 H), Shu’ban Muhammad
Isma’i>l, Abdullah al-Ghunaiman, Sholeh bin Fauza>n al-Fauza>n, ‘Abd
al-Ghafu>r al-Balushy, dll.[26]Di antara yang men-tarji>h pendapat bahwa hadis qudsi lafaz}
dan maknanya dari Allah swt adalah Shaikh Isma’il Mufi>d Ibn ‘Aly al-Atta>r al-Ru>my
al-Hanafy>. Adapun argumennya adalah sebagai berikut:
a. Adanya penyandaran secara
khusus dan eksplisit kepada Allah swt. Kalau lafaz}-nya dari Nabi
sendiri, maka tidak keistimewaan dan perlakukan khusus semacam itu, sebagaimana
halnya hadis-hadis nabawy yang lainnya (yang maknanya juga dari pengajaran
Allah swt kepada Rasul-Nya).
b. Hadis-hadis qudsi tersebut
mengandung d}ami>r mutakallim (kata ganti orang pertama) yang khusus
menunjukkan Allah sebagai subjeknya. Seperti tersebut dalam hadis “Ya
‘Iba>dy inni harramtu al-z{ulm ‘ala nafsy… “Wahai hamba-hamba-Ku,
sesungguhnya Aku haramkan kedzaliman atas diri-Ku…”[27]
c. Adanya penegasan sanad riwayat
yang melampaui diri Rasulullah SAW. Seandainya lafaz} hadis tersebut hanya
bersumber dari Nabi saw, maka penyandaran sanad berhenti sampai kepada
Rasulullah SAW sudah mencukupi sebagaimana hadis-hadis yang lainnya.[28]
C.
Perbedaan dan persamaan antara Hadis Qudsi dengan Al-Quran dan Hadis Nabawi
Pembahasan
mengenai perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Qur’an ataupun hadis
Nabi tidak terlepas dari pembahasan mengenai macam-macam wahyu. Hal ini karenalandasan argumennya dianggap sangat
penting untuk menunjang pemahaman mengenai posisi Al-Qur’an, hadis qudsi
dan hadis Nabi. Dilihat
dari sudut pembagiannya wahyu dalam konteks bahasan ini, maka ada dua, yaitu:
1.
Al-wahyu al-jaliy, yaitu wahyu yang jelas. Gambarannya seperti
Malaikat Jibril langsung berhadapan dengan Nabi dalam keadaan sadar dan
menyampaikan wahyu tersebut. Al-Quran dari awal hingga akhirnya turun dalam
keadaan ini.
2.
Al-wahyu ghairul-jaliy (wahyu yang tidak jelas). Ada tiga gambaran
pada wahyu ghayr jaliy
ini, yaitu:
a.
Allah memberikan wahyu berupa makna kepada Nabi, kemudian Nabi menta'bir
atau membuat ungkapan sendiri. Hadis qudsi termasuk kategori ini.
b.
Nabi bermimpi, kemudian Nabi membuat kata-kata atau ungkapan dari mimpi tersebut.
c.
Tidak ada keputusan (taqri>r) dari
Allah terhadap suatu perkara atau permasalahan, kemudian Nabi melakukan ijtiha>d.
Dalam kondisi ini terdapat dua kemungkinan:
1)
Allah membenarkan ijtiha>d Nabi
dengan membiarkan hal tersebut karena menganggap ijtiha>d Nabi benar
sehingga hal ini merupakan bentuk taqri>r dari Allah.
2)
Allah memberikan teguran jika terdapat
kekeliruan pada ijtiha>d Nabi dan memberikan keputusan yang benar
dalam perkara tersebut.[29]
Hal senada dijelaskan oleh Imam al-Juwainy dengan
mendetailkan dua macam mekanisme proses pewahyuan ini. Yang pertama, firman Allah kepada
Malaikat Jibril; “Katakanlah kepada Nabi yang engkau diutus kepadanya bahwa
Allah berfirman: “Kerjakanlah begini dan begitu, perintahkanlah ini dan itu”,
Jibril memahami apa yang firmankan Tuhannya kemudian turun kepada Nabi SAW dan
memberitakan apa yang diperintahkan Allah tersebut dengan menggunakan ungkapan
yang tidak persis sama. Ada pula yang berupa
firman Allah kepada Jibril: “Bacakanlah kepada Nabi SAW kitab ini”, maka
turunlah Jibril dengan kalimat dari Allah tersebut tanpa mengubahnya,
sebagaimana seorang utusan membawakan dan menyampaikan tulisan seorang raja apa
adanya. Imam al-Suyut}y menjelaskan bahwa
model pewahyuan pertama adalah al-Sunnah,
sementara model kedua adalah Al-Quran.[30]
Walaupun Al-Quran, hadis qudsi dan hadis nabawy keluar dari kedua
bibir Rasulullah SAW, namun Sayyid Ahmad al-Mubarak membedakan “cahaya” yang
melekat pada ketiganya dengan menguraikan bahwa Al-Quran bersumber dari nu>r al-Qadi>m, hadis qudsy
bersumber dari nu>r al-ru>h Rasulullah
SAW, dan hadis nabawy bersumber dari nur
al-z}a>t Rasululllah SAW.[31]
1)
Perbedaan
Antara Hadis Qudsi Dengan Al-Qur’an
Dilihat
dari segi definisi antara Al-Qur’an dan hadis qudsi, terdapat perbedaan
antara keduanya, karena jika didefinisikan, Al-Qur’an adalah:
القران الكريم
هو كلام الله تعالى المعجز,
المنزل
على نبينا محمد صلى الله عليه وسلم,
المكتوب
في المصاحف, المنقول إلينا
نقلا متواترا, المتعبد
بتلاوته, المتحدى بأقصر
سورة منه[32]
“Al-Qu’an adalah Kala>mulla>h ta’a>la yang merupakan mukjizat,
diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw, ditulis dim us}haf-mus}haf, dipindahkan
kepada kita secara mutawa>tir, bernilai ibadah dengan membacanya, bisa
menantang meskipun dengan surah yang paling pendek.”
Dari definisi ini, Al-Qur’an memiliki kelebihan
dibanding hadis qudsi dari beberapa sisi berikut:
a. Al-Qur’an
merupakan mukjizat yang kekal sepanjang masa dan sepanjang zaman, akan selalu
terjaga dari segala bentuk perubahan sesuai janji Allah:
إنا
نحن نزلنا الذكر و إنا له لحافظون[33]
Sedangkan
hadis qudsi, tidak mendapat jaminan penjagaan khusus dari Allah.
Sehingga kemungkinan terdapat kesalahan, penambahan ataupun pengurangan dalam
hadis qudsi bisa saja terjadi.
b. Al-Qur’an dari
awal hingga akhirnya dinukil hingga sampai kepada kita dengan huruf, kalimat
dan susunannya secara mutawa>tir. Berbeda dengan hadis qudsi
yang kebanyakan dinukil atau diriwayatkan dengan cara a>h}a>d,
hanya sebagian kecil yang diriwayatkan dengan mutawa>tir.
c. Al-Qur’an tidak
diriwayatkan dengan sanad karena sudah mutawa>tir dan
perawinya tidak perlu dipertanyakan dan diragukan lagi. Sedangkan hadis qudsi
diriwayatkan menggunakan sanad-sanad seperti halnya hadis Nabi, sehingga
memungkinkan luputnya syarat diterimanya sebuah hadis dan menurunkan validitas
hadis qudsi tersebut.
d. Al-Qur’an lafal
dan maknanya berasal dari Allah SWT, yang disampaikan kepada Nabi memalui
perantara Malaikat Jibril dalam keadaan sadar, dan Jibril mengajarkannya secara
lisan (sha>fahiyan) langsung dengan wahyu yang jaliy (jelas).
Sedangkan hadis qudsi tidak disyaratkan harus dengan wahyu jaliy,
bisa saja dengan ilham ataupun mimpi.
e. Tidak boleh
meriwayatkan Al-Qur’an dengan maknanya saja, sebagaimana tidak boleh pula
mengganti atau mengubah hurufnya dengan huruf yang lain. Adapun hadis qudsi,
tidak mengapa jika meriwayatkannya secara maknawi.
f. Membaca (tila>wah)
Al-Qur’an memiliki nilai ibadah dan mendapatkan balasan berupa pahala dari
Allah, setiap huruf dalam Al-Qur’an bernilai sepuluh kebaikan.
g. Melaksanakan s}alat
tidak sah kecuali dengan membaca sebagian dari Al-Qur’an. Adapun jika melakukan
salat dengan membaca hadis qudsi, hal tersebut merupakan bid’ah
dalam agama dan s}alatnya tidak sah.
h. Al-Qur’an
memiliki kekhususan dengan penamaan Al-Qur’an itu sendiri dan mempunyai nama
pada tiap komponennya, seperti kalimat (jumlah) dalam Al-Qur’an disebut a>yat,
bilangan tertentu dari ayat dinamai su>rah. Sedangkan hadis qudsi
tidak disebut sebagai Al-Qur’an, tetapi dinamai hadis qudsi, hadis Ila>hi,
atau hadis rabba>ni.
i.
Dalam menyebutkan Al-Qur’an tidak menggunakan s}i>ghah
id}a>fah seperti pada periwayatan hadis qudsi. Berbeda dengan
hadis qudsi yang menggunakan s}i>ghah id}a>fah dengan
menyandarkan kepada Allah sebagai yang mengungkapkan hadis qudsi,
kemudian menyandarkan kepada Nabi sebagai penyampai hadis qudsi
tersebut.
j.
Penentang Al-Qur’an dianggap kafir meskipun menentang
sebagian atau keseluruhannya. Sedangkan penentang hadis qudsi tidak
dianggap kafir selama bukan yang mutawa>tir.
k. Bagi Muslim
yang sedang junub, wanita yang sedang haid atau nifas haram menyentuh mus}}h}}af
Al-Qur’an dan membawanya. Namun, menurut Dawud dan Ibn H{azam dari madzhab
al-Z{a>hiriyah, boleh menyentuh dan membawa mus}h}af meskipun dalam
keadaan junub atau tidak berwud}u. berbeda dengan kitab yang
memuat hadis qudsi, tidaklah ada larangan khusus bagi orang yang junub
untuk menyentuh atau membawanya.
l.
Tidak boleh bagi seorang yang berh}adath kecil
untuk menyentuh mus}h}af. Sedangkan menurut Ibn Abba>s, al-Sha’bi,
al-D{ah}h}a>k, Zayd bin Ali, H{amma>d bin Sulayma>n, Daud dan Ibn
H{azm membolehkan menyentuh mus}h}af bagi orang yang berh}adath
kecil. Adapun jika membaca tanpa menyentuhnya, semua sepakat membolehkannya.
2)
Perbedaan
Antara Hadis Qudsi Dengan Hadis Nabi
Dari definisi,
terlihat ada perbedaan antara hadis qudsi dengan hadis Nabi, karena
definisi hadis Nabi adalah:
ما أضيف إلى النبي صلى الله عليه
وسلم قولاً أو فعلاً أو تقريراً أو صفةً خِلْقِية أو خُلُقِية حقيقَةَ أو حكماً
حتى الحركات و السكنات في اليقظة و المنام
“Apa yang disandarkan kepada Nabi
saw baik berupa perkataan, perbuatan, atau kesepakatan atau berupa karakter
fisik Nabi atau karakter kepribadiannya, baik secara hakiki atau dari penetapan
hukum, sampai kondisi gerak dan diam dalam sadar (bangun) ataupun tidurnya
Beliau saw.[34]
Ada pula perbedaan lain antara hadis qudsi dengan hadis Nabi dari
sisi berikut:
a. Perbedaan dari
sisi lafal
Seperti
yang sudah diungkapkan di atas bahwa para Ulama menyepakati makna hadis qudsi
berasal dari Allah SWT berupa wahyu. Terkadang berbentuk makna yang kemudian
diungkapkan oleh Nabi, terkadang dengan
ilham atau mimpi, dan terkadang dengan perantara Malaikat Jibril.
Sedangkan
hadis Nabi, terkadang berbentuk wahyu yang Allah berikan kepada Nabi berupa
makna-makna, kemudian Nabi mengungkapkan makna ini dengan ungkapan dari Nabi
sendiri. Dan terkadang pula berbentuk ijtiha>d Nabi terhadap suatu
permasalahan. Dan Allah tidak memberikan teguran terhadap ijtiha>d
Nabi tersebut. sehingga suku>t al-wahyi terhadap ijtiha>d Nabi
ini merupakan taqri>r dari Allah SWT, karena jika Nabi melakukan
kesalahan pasti akan mendapat teguran langsung dari Allah SWT.
b. Perbedaan dari
sisi topik pembahasan atau kandungannya (mawd}u>’)
Adapun
dari segi topik pembahasan antara hadis qudsi dengan hadis Nabi terlihat
ada sedikit perbedaan. Hadis qudsi mayoritas berbicara mengenai Allah SWT,
yang berkaitan dengan keagungan-Nya, menampakkan rahmat-Nya, menjelaskan
luasnya kekuasaan dan pemberian kepada makhluk-Nya dan lainnya. Hadis qudsi
memberikan pendekatan spiritual antara Tuhan dengan hamba-Nya juga membuka
pintu harapan. Selain itu, hadis qudsi memberikan banyak motivasi
terhadap pembenahan diri serta pemurnian jiwa. Hal ini memberikan banyak
pengaruh untuk berbuat kebajikan dan meninggalkan kemunkaran.Sedangkan hadis
Nabi, tidak hanya membahas mengenai pendekatan diri terhadap Allah, tetapi juga
membahas mengenai tata cara beribadah dan bermu’amalah, sejarah dan
lainnya.
3)
Persamaan Antara Al-Qur’an, Hadis Qudsi dan Hadis Nabi
Meskipun memiliki perbedaan, terdapat persamaan antara
hadis qudsi dengan Al-Qur’an. Ahmad bin Muba>rak di Ibriz memberikan
pernyataan mengenai persamaan antara Al-Qur’an, hadis qudsi dan hadis Nabi,
seperti:
a. Al-Qur’an, hadis qudsi dan hadis Nabi sama-sama keluar
dari dua bibir (mulut) Rasulullah Saw.
b. Semuanya mengandung anwa>r (cahaya-cahaya)
dari cahaya Nabi Muhammad
c. Semuanya bersumber dari wahyu Ilahi, baik secara jaliy
atau ghayr jaliy.
d. Antara hadis qudsi dan hadis Nabi sama melalui jalur A<ha>d
sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai kualitasnya, sedangkan Al-Qur’an
dinukil melalui jalur mutawatir yang tidak perlu dilakukan penelitian terlebih
dahulu.[35]
D.
Bentuk
(S{i>ghah) Hadis Qudsi
Dalam
periwayatan hadis qudsi, terdapat beberapa bentuk ungkapan redaksional atau
s}i>ghah yang menbedakan antara periwayatan hadis qudsi dengan
hadis yang lainnya, bentuk tersebut secara umum dibagi dua jenis:
1.
Siya>gh al-hadi>s
al-s}ari>h (bentuk-bentuk ungkapan yang ekspilisit), yaitu yang
penisbatan kepada Allah menggunakan lafaz} yang jelas dan tegas.
a.
Rasululah
SAW menisbatkan matan hadisnya kepada Allah dengan ungkapan قال الله تبارك و
تعالى,يقول الله تبارك و
تعالى,
قال ربكم, يقول ربكمdan semacamnya.
Contohnya hadis Abu Hurairah berikut;
4779 - حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ
الأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
" قَالَ
اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى:
أَعْدَدْتُ
لِعِبَادِي الصَّالِحِينَ، مَا لاَ عَيْنٌ رَأَتْ، وَلاَ أُذُنٌ سَمِعَتْ، وَلاَ
خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ "…[36]
119- "قال
الله للنفس: اخرجي،
قالت: لا
أخرج إلا وأنا كارهة. قال:
اخرجي وإن كرهت".
رواه البزار،
والديلمي عن أبي هريرة.
b.
Perawi berkata فيما
روى عن الله تبارك وتعالى atau فيما يروي atau يحكي عن ربه تبارك وتعالى atau أَوْحَى
اللهُ إِلَيَّ atau أَمَرَنِي
رَبِّيseperti hadis Abi Darr:
63- عَنْ ابْنِ عُمَرَ -رضي
الله عنهما-
عَنْ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِيمَا
يَحْكِي عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَالَ: ((أَيُّمَا
عَبْدٍ مِنْ عِبَادِي خَرَجَ مُجَاهِدًا فِي سَبِيلِي؛ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِي
ضَمِنْتُ لَهُ أَنْ أُرْجِعَهُ بِمَا أَصَابَ مِنْ أَجْرٍ وَغَنِيمَةٍ وَإِنْ
قَبَضْتُهُ أَنْ أَغْفِرَ لَهُ وَأَرْحَمَهُ وَأُدْخِلَهُ الْجَنَّة)).[37]
6491 - حَدَّثَنَا
أَبُو مَعْمَرٍ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الوَارِثِ، حَدَّثَنَا جَعْدُ بْنُ دِينَارٍ
أَبُو عُثْمَانَ، حَدَّثَنَا أَبُو رَجَاءٍ العُطَارِدِيُّ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فِيمَا
يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ: قَالَ: «إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ الحَسَنَاتِ
وَالسَّيِّئَاتِ ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ، فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ
يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ هُوَ
هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ عَشْرَ حَسَنَاتٍ إِلَى
سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيرَةٍ، وَمَنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ
فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، فَإِنْ
هُوَ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللَّهُ لَهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً»[38]
c.
Cerita sebagian peristiwa pada hari
kiamat yang di dalamnya disebutkan kalam Allah swt. Seperti hadis sahabat Anas:
7 - عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْن عمرِو بن
الْعَاصِ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صلى الله عليه وسلّم:
«إنَّ
اللَّهَ سَيُخَلِّصُ رَجُلاً مِنْ أُمَّتِي عَلَى رُوُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ، فَيَنْشُرُ لَهُ تِسْعَةً وَتِسْعِينَ سِجِلاًّ، كُلُّ سِجلٍّ
مِثْلُ مَدِّ الْبَصَرِ، ثُمَّ يَقُولُ: أَتُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئا؟
أَظَلَمَكَ كَتَبَتي الْحَافِظُونَ؟ فَيَقُولُ: لاَ، يَا رَبِّ، فَيَقُولُ: أَفَلَكَ
عُذْرٌ؟ فَيَقُولُ: لاَ،
يَا رَبِّ، فَيَقُولُ: بَلَى،
إنَّ لَكَ حَسَنَةً، فَإنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ
بِطَاقَةٌ، فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إلهَ إلاَّ اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّدا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، فَيَقُولُ: احْضُرْ وَزْنَكَ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، مَا
هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ؟ فقَالَ: إنَّكَ لاَ تُظْلَمُ، قَالَ: فَتُوضَعُ
السِّجِلاَّتُ في كِفَّةٍ، وَالبِطَاقَةُ في كِفَّةٍ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ،
وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ، فَلاَ يَثْقُلُ مَعَ اسْمِ اللَّهِ أَحَدٌ»..[39]
6557 - حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ،
حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ أَبِي عِمْرَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ
أَنَسَ بْنَ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
" يَقُولُ
اللَّهُ تَعَالَى لِأَهْوَنِ أَهْلِ النَّارِ عَذَابًا
يَوْمَ القِيَامَةِ: لَوْ
أَنَّ لَكَ مَا فِي الأَرْضِ مِنْ شَيْءٍ أَكُنْتَ تَفْتَدِي بِهِ؟ فَيَقُولُ: نَعَمْ،
فَيَقُولُ: أَرَدْتُ
مِنْكَ أَهْوَنَ مِنْ هَذَا، وَأَنْتَ فِي صُلْبِ آدَمَ: أَنْ لاَ تُشْرِكَ بِي شَيْئًا،
فَأَبَيْتَ إِلَّا أَنْ تُشْرِكَ بِي"[40]
2.
Siya>gh al-hadi>s ghair
al-s}ari>h (bentuk-bentuk ungkapan hadis yang implisit).
Maksudnya samar, tidak secara jelas dan tegas penyandarannya kepada Allah swt.
291 - والرواية الثانية: عَنْ
أَبي سَعْد بْنِ أَبي فَضَالَةَ (وكان من الصحابة) رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ -
قَالَ: قالَ
رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلّم: «إذَا
جَمَعَ اللَّهُ الأَوَّلِينَ والآخَرِينَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِيَوْمٍ لاَ رَيْبَ
فِيهِ نَادَى مُنَادٍ: مَنْ كانَ أَشْرَكَ
في عَمَلٍ عَمِلَهُ للَّهِ، فَلْيَطْلُبْ ثَوَابَهُ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ،
فَإنَّ اللَّهَ أَغْنى الشُّرَكَاءِ عَنِ الشِّرْكِ».[41]`
5927 - حَدَّثَنِي
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ
الزُّهْرِيِّ، عَنِ ابْنِ المُسَيِّبِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ عَمَلِ
ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ،
وَلَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ المِسْكِ»[42]
Contoh lain:
3- عَنْ
عَائِشَةَ -رضى
الله عنها-
قالت: سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ وَهُوَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ
أَصْحَابِهِ:
((إِنِّي عَلَى الْحَوْضِ أَنْتَظِرُ
مَنْ يَرِدُ عَلَيَّ مِنْكُمْ فَوَاللَّهِ لَيُقْتَطَعَنَّ دُونِي رِجَالٌ
فَلَأَقُولَنَّ:
أَيْ رَبِّ مِنِّي وَمِنْ أُمَّتِي. فَيَقُولُ: إِنَّكَ
لَا تَدْرِي مَا عَمِلُوا بَعْدَكَ مَا زَالُوا يَرْجِعُونَ عَلَى أَعْقَابِهِمْ)) .[43]
5144 - حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَلِيِّ بْنِ شُعَيْبٍ قَالَ: نَا خَالِدُ بْنُ خِدَاشٍ قَالَ: نَا أَبُو عَوْنٍ، صَاحِبُ الْقِرَبِ قَالَ: نَا سَدُوسٌ، صَاحِبُ السَّابِرِيِّ، عَنْ أَنَسِ بْنِ
مَالِكٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا الْتَقَى الْخَلَائِقُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ،
فَأُدْخِلَ أَهْلُ الْجَنَّةِ الْجَنَّةَ، وَأَهْلُ النَّارِ النَّارَ نَادَى
مُنَادٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ: يَا أَهْلَ الْجَمْعِ، تَتَارَكُوا الْمَظَالِمَ
بَيْنَكُمْ وَثَوَابُكُمْ عَلَيَّ»[44]
Hadis di atas merupakan jenis hadis qudsi yang ghair
al-s}ari>h, maka penetapannya dengan
memperhatikan indikasi maknanya (dala>lah). Indikasi yang menunjukkan
hadis qudsi pada matan hadis di atas terdapat pada kalimat yang digarisbawahi.
Demikian karakteristik khusus yang dimiliki hadis
qudsi yang membedakannya dari hadis-hadis Nabi pada umumnya. Pengetahuan
tentang bentuk ungkapan hadis qudsi tersebut di atas menjadi metode utama dalam
identifikasi.
E.
Tema (mawd{u>’) Bahasan Hadis Qudsi
Pada umumnya hadis-hadis qudsi terdapat dalam bab-bab
tentang keimanan, kehidupan zuhud dan asketis (al-zuhd wa al-riqa>q),
tentang doa (al-Du’a>) dan permohonan ampunan (al-Istighfa>r),
motivasi berakhlak mulia dan larangan dari akhlak buruk dan tercela, tentang
keajaiban ciptaan Allah, tentang peristiwa hari kebangkitan dan berkumpulnya
manusia di padang masyhar (al-Ba’th wa al-Nushu>r), pertimbangan amal
(al-mi>zan), telaga surga (al-haud}), syafa’at, tentang surga
dan neraka, dll. menjelaskan tentang etika akhlak dan keutamaan amal (al-fad}a>’il), dasar-dasar pembinaan,
pendidikan pribadi dan penyucian jiwa sebagai bentuk arahan menuju keridhoan
Allah SWT.[45]
Hadis qudsi tidak menjelaskan tentang perincian syari’at
dan hukum-hukumnya.Jika pun ada menyebut tentang kewajiban, halal dan haram
maka penyebutannya dalam konteks motivasi targhi>b wa tarhi>b,
seperti dalam hadis “Kullu ‘amal Ibn A<dam lahu Illa al-Shiya>m fa
innahu li> wa ana Ajziy bih”.[46]
F.
Kualitas
Hadis Qudsi dan Hukum mengamalkan Hadis Qudsi
Walaupun ada unsur “taqdi>s”
yang melekat pada hadis qudsi, akan tetapi dari aspek kekuatan validitas
sanadnya, bisa jadi selain ada hadis qudsi yang sahih dan hasan, ada juga yang
berkualitas dho’if sebagaimana hadis lainnya. Penyebutan
khusus jenis hadis ini biasanya merujuk kepada pembagian hadis ditinjuau dari
aspek narasumber pertamanya (taqsi>m
al-hadi>th min haith nisbatih ila> qa>’ilih).[47]Menurut Nur al-Di>n ‘Itr, kajian ilmu hadis dari
aspek matan di antaranya mencakup pembahasan tentang nara sumber matan hadis (min haith qa>ilih). Hal ini terbagi
empat macam, yaitu: hadis al-qudsy,
al-marfu>’, al-mawqu>f, dan al-maqt}u>’.
[48]
Disebabkan karena hadis qudsi
tidak seperti Al-Qur’an yang mutawa>tir, maka perlu adanya
penyeleksian dan penelitian terhadap hadis qudsi, melihat periwayatan
hadis qudsi tidaklah seluruhnya mutawa>tir dan dikhawatirkan
terdapat kesalahan dan penyelewengan yang mengakibatkan hadis qudsi
tidak s}ah}i>h}.
Dalam
menilai kualitas hadis qudsi dari sisi kes}ah}i>h}annya, perlu
diterapkan penilaian seperti yang diterapkan kepada hadis-hadis Nabi yang
lainnya. Yaitu melihat unsur-unsur penilaian kualitas hadis seperti ittis}a>l
al-sanad, ‘ada>lah
al-ruwa>t, d}abt} al-ruwa>t
dan lainnya.[49]
Hadis
qudsi yang s}ah}ih} bisa dijadikan hujjah dan diamalkan
oleh umat Muslim, dan hadis qudsi yang tidak s}ah}i>h perlu
dilakukan penelitian lebih lanjut jika ingin menjadikannya hujjah atau
mengamalkannya, supaya tidak terjerumus terhadap pendustaan yang
mengatasnamakan Nabi, lebih-lebih mengatasnamakan Allah.[50]Bahkan
menurut penelitian Umar’ Aly ‘Abd Allah Muhammad
pada umumnya banyak hadis qudsi yang dho’if bahkan palsu ada di dalam sebagian
kitab masa>nid dan ma’a>jim,[51]
sehingga harus lebih diwaspadai.
G.
Perkembangan penulisan kitab hadis Qudsi
Berdasarkan data yang kami peroleh, model penyusunan
kitab hadis qudsi diperkirakan dimulai pada abad ke-6 Hijriyah oleh Imam
al-Ghazali(w. 505 H) dengan
Kitabnya Al-Mawa>’iz} fi al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah. Tidak lama sesudah itu,
muncul Kitab al-Aha>di>th al-Ilahiyyah yang ditulis oleh Za>hir bin
T}a>hir bin Muhammad al-Naysa>bu>ry (w. 533 H) yang terdiri dari
sepuluh juz dengan jumlah hadis 449 termasuk pengulangan atau 213 hadis jika
tanpa pengulangan.
Kemudian pada Abad ke-7 H, muncul Kitab Al-Arba’u>n
al-Ila>hiyyah karya Ibn al-Mufad}d}al al-Maqdisi (w. 611 H). Selanjutnya terdapat Muhy
al-Di>n Ibn ‘Araby yang lahir pada tahun 560 H dan wafat pada tahun 638 H
yang berdasarkan catatan biografinya menyebutkan bahwa Ibn ‘Araby mengumpulkan
hadis-hadis qudsi sebanyak 101 hadis, yang dinamakannya Mishka>h al-Anwa>r fi>ma> ruwiya ‘an Allah Subha>nahu wa
Ta’ala min al-Akba>r.[52]
Pada Abad
ke-8 H, para ulama hadis juga melanjutkan tradisi kodifikasi khusus hadis
qudsi, sehingga muncul kitab-kitab di antaranya; Al-Maqa>s}id
al-Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Ila>hiyyah karya Ibn Balba>b
al-Fa>risi (w. 739 H) dan Al-Arba’u>n
al-Ila>hiyyah min Riwa>yah Khayr al-Bariyyah karya S{ala>h{uddi>n
al-‘Ala>’I (w. 761 H)
Selanjutnya pada Abad ke-10 Hijriyah juga terdapat kitab
hadis qudsi, diantaranya; Kitab Al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah karya Ibn al-Di>ba’ al-Shayba>ni (w. 944 H) dan Abad ke-11, Shaikh
al-Ima>m Mula> ‘Ali al-Qa>ry’ yang wafat di tahun 1014 H menulis Kitab
Al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah yang menurut al-Zarkaly kitab hadis qudsi tersebut terdiri dari
empat puluh hadis qudsi.[53]
Juga pada masa itu, Syaikh ‘Abd Ra’u>f al-Muna>wy yang wafat tahun 1031 H
menyusun sebuah kitab yang menghimpun hadis-hadis qudsi dengan judul al-Ittiha>f al-Saniyyah. Beliau
mengumpulkan sejumlah hadis qudsi yang mampu dihimpunnya dan menyusunnya
berdasar huruf mu’jam (alfabetis)
dalam satu jilid.Namun, penulisan hadisnya tanpa disertakan sanad.
Kemudian pada abad-abad sesudahnya, ada Syaikh ‘Abd
al-Ghany al-Na>blisy yang wafat di tahun 1143 H yang mengumpulkan
hadis-hadis qudsi dalam sebuah kitab. Namun, catatan sejarah biografinya tidak
menyebutkan jumlah hadisnya dan nama kitabnya. Juga ada seorang ‘alim bernama
Syaikh Muhammad al-Madany, salah seorang ahli fiqih madzhab hanafi yang wafat
tahun 1200 H. Beliau menulis sebuah kitab yang diberi judul sama dengan karya
al-Muna>wy yaitu al-Ittiha>f
al-Saniyyah.Di dalamnya terkumpul 864 hadis qudsi. Di penutup kitabnya
beliau menyebutkan bahwa hadis-hadis tersebut diperoleh dengan penelusuran (tatabbu) dan penelitian yang sebagian
besarnya diambil dari Kitab Jami’ al-Jawa>mi’ karya Imam al-Suyut}i.[54]
Selanjutnya di era kontemporer juga bermunculan
kitab-kitab hadis qudsi antara lain; Al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah karya Lajnah
al-Qur’an al-Kari>m wa al-H{adi>th yang
disusun oleh Majelis al-A’la li al-Shu’u>n
al-Isla>miyyah, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan karya ‘Umar
‘Aly ‘Abd Allah Muhammad yang pertama kali diterbitkan di Madinah tahun 1425 H
dan memuat 482 hadis qudsi, Ja>mi’ al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Mawsu’ah Ja>mi’ah Mashru>hah wa Muhaqqaqahyang terdiri dari 3 jilid yang ditulis oleh Abu ‘Abd al-Rahma>n
‘Isha>m al-Di>n al-D{aba>bat}y dan diterbitkan oleh Da>r al-Rayyan.
H.
Kitab-kitab
yang Memuat Hadis Qudsi
Di antara
kitab-kitab yang secara khusus ditulis oleh para ulama untuk mengoleksi
hadis-hadis qudsi, antara lain:
1.
Al-Mawa>’iz}
fi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Imam al-Ghazali (w. 505 H)
2.
Al-Arba’u>n
al-Ila>hiyyah karya Ibn al-Mufad}d}al al-Maqdisi (w. 611 H)
3.
Mishka>t
al-Anwa>r fi>ma> ruwiya ‘an Allah Subh}a>nahu min al-Akhba>r
karya Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Ali bin al-‘Arabi al-T{a>’I (w. 638 H)
4.
Al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah karya Imam al-Nawawi (w. 676 H)
5.
Al-Maqa>s}id
al-Saniyyah fi al-Ah}a>di>th al-Ila>hiyyah karya Ibn Balba>b
al-Fa>risi (w. 739 H)
6.
Al-Arba’u>n
al-Ila>hiyyah min Riwa>yah Khayr al-Bariyyah karya S{ala>h{uddi>n
al-‘Ala>’I (w. 761 H)
7.
Arba’u>n
Hadi>than Qudsiyyah ‘ala T{ari>qah al-Tas}awwuf karya Jama>luddi>n
al-Aqsara>’I (w. 776 H)
8.
Al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah karya Ibn al-Di>ba’ al-Shayba>ni (w. 944 H)
9.
Al-Ah}a>di>th
al-Qudsiyyah wa al-Kalima>t al-Insiyyah karya al-Mulla> ‘Ali al-Qa>ri
(w. 1014 H)
10. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah fi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Muhammad bin Mah}mu>d bi S{a>lih}
al-T{irbizu>ni yang lebih dikenal dengan al-Madani (w. 1200 H)
11. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya Zaynuddi>n al-Muna>wi (w. 1031 H)
12. Al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah karya
lajnah al-Qur’an al-Kari>m wa al-H{adi>th Majelis al-A’la li
al-Shu’u>n al-Isla>miyyah.
13. Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa Dira>satan karya ‘Umar
‘Aly ‘Abd Allah Muhammad.
I.
Pembahasan Sebagian Contoh Kitab Hadis Qudsi
1.
Al-Arba’u>n
al-Qudsiyah.[55]
Kitab ini ditulis oleh seorang Syaikh, al-Ima>m,
Abu al-Hasan Nur al-Di>n ‘Ali bin Sult}a>n al-Qa>ry al-Harawy al-Hanafy yang popular
dengan nama Mulla ‘Aly al-Qa>ry. Kata “Mulla” adalah Bahasa Persia yang
berarti seorang ulama besar. Adapun “al-Qa>ry” adalah gelar yang disematkan
kepadanya karena dia membaca Al-Quran di Makkah dan mencapai level yang tinggi
dalam hafalan dan itqa>n bacaan, sehingga Beliau dikenal dengan sebutan itu.[56]
Beliau dilahirkan di Kota Herat sekitar Tahun 930 H.
Sekitar 11 tahun dari kelahirannya, sejumlah ulama hijrah dari Herat ke Kota
Makkah saat muncul dan menguatnya mazhab Syi’ah Ra>fid}ah. Di antara para
ulama tersebut terdapat keluarga Mulla ‘Ali al-Qa>ry.[57]
Beliau belajar kepada sejumlah orang guru terkenal di
Kota Makkah di antaranya Ibn Hajar al-Haitamy al-faqi>h (w. 973 H).Beliau bermukim di Makkah beberapa waktu
lamanya untuk mempelajari Qira’at, tafsir dan lain-lain serta menulis sejumlah
kitab. Di antara karyanya adalah Sharh
al-Mishka>h, Sharh al-Shama>’il, Sharh al-Jazriyah, Sharh
al-Sha>t}ibiyah, Sharh al-Nukhbah, dll.Beliau bermazhab Maliki awalnya,
kemudian berpindah ke mazhab Hanafy.Beliau banyak sekali menulis sehingga karya
tulisnya mencapai seratus buah.Beliau meninggal pada Bulan Syawal tahun 1014 H
di Kota Makkah al-Musharrafah
kemudian dimakamkan di Pekuburan Ma’lah.[58]
Adapun beberapa keterangan terkait tentang kitab
Al-Arba’u>n al-Qudsiyah adalah sebagai berikut:
a.
Kitab
tersebut terdiri dari empat puluh (40) hadis. Penulis tidak menyebutkan sanad
secara lengkap. Namun, hanya menyebutkan nama sahabat yang meriwayatkan dari
Rasulullah SAW dan di bagian akhir setiap hadis disebutkan siapa penulis kitab
induk hadis yang disebutkan periwayatan hadisnya. Contohnya :“rawa>hu Ahmad wa As}ha>b al-Sitti
ma> ‘ada> al-Bukha>ry.
Berikut nukilan langsung dari kitab Al-Arba’u>n al-Qudsiyah:
b.
Hadis
pertama adalah hadis yang matannya berbunyi: “Qasamtu al-S{ala>h bainy wa baina ‘abdy nis}fain..dan ditutup
dengan hadis ke-40 yang berbunyi “Aina
al-Mutaha>bbun li jala>ly…”. Keseluruhan hadis bertemakan targhi>b (motivasi) dan tarhi>b (peringatan dan ancaman).
c.
Dari empat
puluh hadis tersebut terdapat 11 hadis yang menurut penelitian Abu Ishaq
al-Huwainy berstatus dho’if. Menurut Abu Ishaq al_Huwainy, hal ini patut
disayangkan karena hadis-hadis Qudsi yang shahih cukup banyak, namun empat
puluh yang terpilih oleh al-Qary justru banyak yang da>’if.
d.
Pada bagian
pengantar (muqaddimah), Mulla ‘Aly al-Qa>ry menjelaskan secara singkat tentang
perbedaan antara hadis qudsi dengan Al-Quran. Juga menjelaskan motivasi
menyusun kitab berisi hanya 40 hadis qudsi, yaitu untuk mendapatkan keutamaan berupa
syafat dan persaksian Rasulullah SAWyang disebutkan dalam hadis:
مَنْ
حَفِظَ عَلَى أُمَّتِي أَرْبَعِينَ حَدِيثًا مِنْ أَمْرِ دِينِهَ بَعَثَهُ اللهُ
فَقِيهًا، وَكُنْتُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَافِعًا وَشَهِيدًا
“Barang siapa yang menjaga 40
hadis untuk umatku yang terkait dengan permasalahan agamanya, maka Allah akan membangkitkannya
sebagai seorang yang faqih dan aku akan menjadi pemberi syafa’at dan saksi
untuknya pada hari kiamat”.[59]
2.
Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah
Kitab ini ditulis oleh SyaikhMuhammad Ibn ‘Abd
al-Ra’u>f bin Ta>j al-‘A<rifi>n Ibn‘Aly Ibn Zain al-‘A<bidi>n
al-H{adda>dy al-Muna>wy al-Qa>hiry yang lahir pada tahun 952 H atau
1545 M dan wafat pada tahun 1031 H atau 1622 M. Beliau adalah salah seorang
tokoh senior (kiba>r) ulama di
Mesir. Banyak meneliti dan menulis kitab.Dalam kehidupan sehari-hari, beliau
sedikit makan dan sering tidak tidur malam (untuk belajar dan ibadah).Akhirnya
Beliau sakit dan lemah anggota badannya.Beliau menyerahkan karya tulisnya
kepada putranya Ta>j al-Di>n Muhammad sekitar 80 buah, baik karya yang
tebal atau tipis, telah sempurna maupun belum.Beliau hidup di Kairo. Di antara
karya tulisnya adalah Kunu>z
al-Haqa>’iqfi al-hadi>th, al-Taisir fi Sharh al-Ja>mi’
al-S{aghi>r (2 jilid) yang diringkas dari Sharh al-Kabi>r yaitu Faid}
al-Qadi>r,Sharh al-Shama>’il li al-Tirmidhi, al-Kawa>kib al-Dariyyah
fi Tarajum al-Sa>dah al-S{u>fiyyah (2 Juz), dll.[60] Termasuk Kitab “Al-Ittih}a>fa>t
al-Saniyyah bi al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah”. Sebagian kitab-kitabnya
yang lain ada yang sudah dicetak sebagian lagi belum. Adapun dalam penilaian
hadis, beliau termasuk mutasa>hil (longgar
dan toleran) dalam mensahihkan dan meng-hasan-kan hadis. Hal ini dapat
diketahui oleh mereka yang mengkaji Kitabnya
Faid} al-Qadi>r Sharh
al-Ja>mi’ al-S}aghi>r.[61]
Adapun beberapa keterangan terkait tentang Kitab Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah adalah sebagai berikut:
a.
Kitab hanya
satu jilid yang terdiri dari 194 halaman dan menghimpun sebanyak 141 hadis.
Hadis-hadis tersebut tersusun berdasarkan huruf mu’jam (alfabetis) merujuk pada awal matan hadis yaitu dimulai
dengan hadis ابن آدم! أنزلت عليك سبع آيات Dan ditutup dengan hadis من عادى لي ولياً فقد ناصبني بالمحاربة
b.
Penulisan
hadisnya tanpa disertakan sanad. Hanya di bagian akhir penyebutan setiap hadis
disebutkan sumber hadis rujukan hadisnya. Contohnya, setelah menyebutkan matan
hadis pertama kemudian dicantumkan: “rawa>hu al-Tabra>ni fi Mu’jamihi
al-Awsat ‘an Ubay bin Ka’ab. Berikut nukilan langsung dari kitab Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah:
Imam perawi dan penulis kitab induk yang menjadi
sumber pengambilan hadis antara lain karya Al-Bukhari, Muslim Imam
al-T{abra>ny dalam Mu’ja>m Al-Ausat}, Sunan al-Tirmidhi, Al-Baihaqy, Abu
Nu’aim, Ahmad, Abu Ya’la, Ibn ‘Ady, Al-Hakim, Malik, An-Nasa’I, dll.
c.
Hadis qudsi
yang terkumpul berkisar pada tema (maud}u’)
tentang al-targhi>b wa tarhi>b
(motivasi beramal dan peringatan serta ancaman bagi yang meninggalkannya).
Contohnya: hadis ke-3 adalah motivasi
(targhi>b) untuk berdzikir setelah sholat subuh dan ashar. Sementara hadis
ke-27 adalah tarhi>b kemurkaan
Allah SWT atas orang berbuat zalim kepada seseorang yang tidak memiliki
penolong selain Allah.
d.
Menurut pen-tahqi>q kitab tersebut, pengumpulan
hadis-hadis qudsi oleh al-ha>fiz}
al-Muna>wy tidak hanya membatasi pada hadis qudsi yang sahih saja. Namun,
pengumpulannya diorientasikan bersifat menyeluruh, sehingga asal
terindentifikasi sebagai hadis qudsi, tanpa melihat status validitasnya apakah
sebagai hadis sahih, hasan ataukah dho’if. Demikian pula pen-syarah kitab
tersebut yaitu Syaikh Muhammad Muni>r bin ‘Abduh A<gha al-Dimashqy[62] tidak menyinggung hadis-hadis tersebut dari aspek
kesahihan dan kedho’ifannya.Namun, hanya menjelaskan lafal dan makna yang
terkandung di dalamnya, dan menjelaskan (tarjamah)
sebagian perawi, serta menjelaskan tentang pengertian hadis qudsi dan
perbedaannya dengan Al-Quran.[63] Menurut hasil penelitian validitas hadis oleh muhaqqiq-nya yaitu ‘Abd al-Qa>dir
al-Arnauwt} dan T{a>lib ‘Awwa>d, dari sekitar 141 hadis yang terdapat
dalam kitab tersebut sekitar 80 hadis di antaranya berstatus da’if.
J. Faktor
Yang Memotivasi Kodifikasi Hadis-Hadis Secara Khusus
Faktor yang memotivasi sebagian para
penulis untuk menyusun kitab hadis qudsi secara khusus adalah karena “nilai istimewa”
yang dimiliki jenis hadis ini dalam penisbatan Rasulullahsaw kepada Allah swt. Hal
ini membuat jiwa yang beriman lebih terdorong untuk menerimanya dengan baik,
membangkitkan perasaan spiritual yang baik sehingga termotivasi untuk
mengamalkannya. Karena secara umum hadis-hadis
jenis ini bercorak targhi>b wa
tarhi>b dalam keutamaan amal (fad}a’i>l
al-a’mal).[64]
Faktor
lain adalah karena kebutuhan praktis dari para aktivis dakwah dan penceramah
agama terhadap bahan-bahan referensi hadis-hadis qudsi dan kebutuhan kaum
muslimin pada umumnya.[65]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Hadis Qudsi
merupakan hadis yang sampai kepada Rasulullah SAW (marfu>’) berupa hadis verbal (qauly) dengan penyandaran sanadnya dari Nabi SAW kepada Allah.Hadis qudsi
walaupun disanadkan kepada Allah Ta’ala karena menjadi kalam-Nya, akan tetapi
tidak dimaksudkan sebagai mukjizat.
2.
Dalam
beberapa aspek, hadis Qudsi berbeda dengan Al-Quran maupun hadis Nabawy yang
lainnya.
3.
Identifikasi dan penentuan suatu hadis dinilai sebagai hadis qudsi
adalah dari aspek Siya>gh al-hadi>s. Siya>gh ini ada yang ekspilisit(s}ari>h), ada juga yang implisit (ghayr al-s}ari>h).
4.
Dilihat dari
aspek topik atau tema bahasannya, hadis-hadis qudsi berkaitan dengan motivasi beramal
(fad}a>il a’ma>l) atau targhi>b wa tarhi>b, dan tidakmembahas
perincian hukum-hukumsyari’at.
5.
Dari aspek
kualitas kesahihannya, hadis qudsi sama dengan jenis hadis yang lain. Ada yang
berstatus sahih dan hasan, ada juga yang berkualitas lemah (d}a’i>f) bahkan palsu (mawd}u>’).
6.
Perhatian
para ahli hadis terhadap penulisan kitab hadis qudsi (al-ah}a>di>th al-qudsiyyah) cukup intensif sejak abad ke-6 Hijriyah hingga era kontemporer.
7. Faktor yang memotivasi sebagian para penulis untuk
menyusun kitab hadis qudsi secara khusus adalah karena “nilai istimewa” yang dimiliki jenis hadis ini
dalam penisbatan Rasulullah SAW kepada Allah SWT. Juga karena adanya kebutuhan
praktis dalam dakwah.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqy
(al). Shu’a>b al-I<ma>n. Riyad}: Maktabah al-Rushd, cet. 1,
1423 H/2003 M.
Bukha>ry (al), Muh}ammad bin
Isma>’il. Al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h al-Mukhtas}ar min Umu>r
Rasu>l Allah S{alla Allah ‘alaih wa Sallam Wa Sunanih wa Ayya>mih.
Vol. 6, ed. Muhammad Zuhair bin Na>s}ir al-Na>s}ir. t.t. : Da>r T{uruq
al-Naja>h, cet. 1, 1422 H.
Busty (al), Muhammad Ibn
Hibba>n. S{ahi>h Ibn Hibba>n, vol.
16, ed. Shu’ai>b al-Arnauwt}. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, cet. 2, 1414
H/1993 M.
Dimashqy (al), Khair al-Di>n
bin Mahmud al-Zarkaly. Al-A’la>m. ttp: Da>r al-‘Ilm li
al-Mala>yi>n, cet. 15, 2002 M.
Di>n (al), Muhammad bin
Sha>kir S{ala>h. Fawa>t al-Wafiyya>t. Vol. 3, ed. Ihsa>n Abbas.
Beirut: Da>r S{a>dir, cet.1, 1974 M.
Ghibri>ny (al), Ahmad bin Ahmad
Abu al-‘Abba>s. ‘Unwa>n al-Dira>yah fi>man ‘Urifa min
al-‘Ulama>’ fi al-Mi’ah al-Sa>bi’ah bi Baja>yah.ed. ‘A<dil
Nuwaihid}. Beirut: Manshu>ra>t Da>r
al-A<fa>q al-Jadi>dah, cet. 2, 1979 M.
‘Itr, Nuruddin. Manh}aj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-h}adith. Damaskus : Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418
H/1997 M.
Jawwa>d (al), ‘Abd
al-Jawwa>d Khalf Muhammad ‘Abd al-, Madkha>l Ila al-Tafsi>r wa
‘Ulu>m al-Qur’a>n. Kairo: Da>r al-Baya>n al-‘Araby, t.th.
Judai’ (al),
‘Abd Allah bin Yu>suf. Tahri>r ‘Ulu>m al-Hadi>th. Beirut:
Muassasah al-Rayya>n, cet.1, 1424 H/2003 M.
Katta>ni (al), Muhammad bin Ja’far. Al-Risa>lah
al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah. Beirut:
Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah, t.th.
Khali>fah, Muhammad Rasha>d. Madrasah al-Hadi>th fi Mis}r. Kairo:
al-Hai’ah al-‘A<mmah li Shu’u>n al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th.
Khan (al),
Mustafa. al-Manhal al-Ra>wy min Taqri>b al-Nawawy (tp: Dar
al-Malah} li al-Taba’ah wa al-Nashr, ttt), 18,
Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th. Damaskus:
Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1998 M.
Khushu>’I (al), al-Khushu>’I Muhammad
al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. Kairo:
Wiza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n
al-Isla>miyyah, 2009.
-----------------. Ta>ri>kh
al-Sunnah al-Nabawiyah. Kairo: Universitas al-Azhar, 2010.
Ma’bad, Muhammad Ahmad Muhammad. Nafaha>t
min ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Da>r al-Sala>m, cet. 2, 1426 H/2005 M.
Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah
al-Idarah al-‘A<mmah li al-Mu’jama>t wa ihya’ al-Turoth, al-Mu’ja>m al-Was>it}.
Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4, 1425 H/2004 M.
Mana>wy (al), ‘Abd al-Ra’u>f
bin Taj al-‘A<rifin. Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan
T{a>lib ‘Awwa>d. Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th.
Mandhur, Ibn.
Lisa>n al-‘Arab, vol.2(Mesir: Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4,
1425 H/2004 M)
Muhammad,
‘Umar ‘Aly ‘Abd Allah. Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa
Dira>satan. Madinah: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, cet. 1, 1425H.
Naisa>bu>ry (al), Muslim
bin al-Hajja>j. al-Musnad al-S{ah{i>h atau dikenal denganSa>h}ih
Muslim, Vol. 4, ed. Muhammad Fu’ad ‘Abdal-Ba>qy. Beirut: Da>r
Ih{ya>’ al-Turath al-‘Araby, t.th.
Nas}r, ‘At}iyyah Qa>bil. Gha>yah al-Muri>d fi
‘Ilm al-Tajwi>d. Kairo: Maktabah Madinah, t.th.
Qatta>n (al), Manna bin
Khali>l. Maba>hith fi ‘Ulum al-Qur’an. ttp: Maktabah al-Ma’arif li
al-Nashr wa al-Tawzi’, cet. 3, 1421 H/2000 M.
Qa>ry (al), Mulla ‘Ali. Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary. Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th.
Qa>simy (al), Muhammad Jamal
al-Di>n. Qawa>’id al-Tahdi>th min Funu>n Must}alah al-Hadi>th.
Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.
S{ala>h
(al), ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n Ibn. Ma’rifah
Anwa>’ ‘Ulu>m al-Hadi>th, ed. ‘Abd
al-Lat}i>f al-Hami>m dan Ma>hir Ya>sin al-Fahl. Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1423 H.
Shahbah, Muhammad bin Muhammad
Abu. Al-Wasi>t} fi ‘Ulu>m wa Must}alah} al-H{adi>th. Beirut:
Da>r al-Fikr al-‘Araby.
-------------. Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Syubh al-Musytariqi>n wa
al-Kita>b al-Mu’as{iri>n- wa yali>hi al-Radd ‘ala Man Yunkir Hujjiyyah
al-Sunnah. Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1,
1989 M.
Siba’i (al), Mustafa. al-Sunnah wa
Makanatuha fi al-Tasyri’ al-Islamy. Beirut:
al-Maktab al-Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M.
Suharto, Ugi. Peranan Tulisan
Dalam Periwayatan Hadith. Majalah
Islamia, Thn. I No. 2/Juni-Agustus, 2004.
Suyuthi (al), Jala>luddin. Tadri>b al-Ra>wy fi Sharh Taqri>b al-Nawawy, Vol. 1, ed. Abu Mu’adz T{a>riq Ibn ‘Aud} Allah Ibn
Muhammad. Riyadh: Da>r al-‘A<s}imah, 1423 H.
-----------------. Al-Itqa>n
fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad Abu al-Fad}l Ibra>hi>m.
Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M.
T{abra>ny (al), Abu al-Qa>sim
Sulaima>n Ibn Ahmad. al-Mu’jam
al-Awsat}, vol. 5, ed. T{a>riq ibn ‘Awd} Allah Ibn Muhammad al-Husainy.
Kairo: Da>r al-Haramayn, t.th.
T{ahha>n (al),
Mahmu>d. Taisir Must}alah al-Hadi>th. Riyad}: Maktabah al-Ma’arif,
cet. 10, 1425 H.
Yamany (al), Muhammad bin ‘Aly
al-Shauka>ny. al-Badr al-T{a>li’ bi Maha>sin min Ba’d al-Qarn
al-Sa>bi’. Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th.
Zahwu,
Abu Muhammad Muhammad. Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n. Riyadh: Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’
wa al-Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M.
[1] Must}afa>\> al-Siba>’i, Al-Sunnah wa Maka>natuha fi> al-Tashri>’ al-Isla>my (Beirut: al-Maktab al-Islamy, Cet. 3, 1420 H/1982 M),
104, Abu Zahwu, Muhammad Muhammad, Al-H{adi>th wa al-Muh{addithu>n
(Riyadh: Al-Ri’asah al-‘Ammah li Idarat al-Buhuts al-‘Ilmiyah wal Ifta’ wa
al-Da’wah wa al-Iryad, 1404 H/1984 M), 244
[2]UgiSuharto, Peranan Tulisan Dalam
Periwayatan Hadith (Majalah Islamia, Thn. I No. 2/Juni-Agustus, 2004), 83
[3]Muhammad Muhammad Abu Shuhbah dan
Abd al-Ghany, Difa’ ‘an al-Sunnah wa Radd Shubh al-Mushtariqi>n wa
al-Kita>b al-Mu’a>s{iri>n- wayali>hi al-Radd ‘a>la Man Yunkir
Hujjiyyah al-Sunnah (Kairo: Maktabah al-Sunnah, cet. 1, 1989 M), 26
[4]Muhammad Jamal al-Di>n
al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th min Funu>n Must}alah
al-Hadi>th (Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th), 66
[5]Muhammad bin Muhammad Abu
Shuhbah. Al-Wasi>t} fi ‘Ulu>m wa Must}alah} al-H{adi>th.
(Beirut: Da>r al-Fikr al-‘Araby, 214
[6]Lihat Ibnu
Mandhur, Lisa>n al-‘Arab, vol.2(Mesir:
Maktabah al-Shuruq al-Dauliyah, cet. 4, 1425 H/2004 M), 507. Majma’
al-Lughah al-‘Arabiyah al-Idarah al-‘A<mmah li al-Mu’jama>t wa ihya’
al-Turath, al-Mu’ja>m al-Was>it} (Mesir: Maktabah al-Shuruq
al-Dauliyah, cet. 4, 1425 H/2004 M), 190
[7]lihat As-Suyuthi. Tadri>b al-Ra>wy fi Sharh Taqri>b al-Nawawy, Vol. 1, ed. Abu Mu’adz
T{a>riq Ibn ‘Aud} Allah Ibn Muhammad (Riyadh: Da>r al-‘A<s}imah, 1423
H), 42
[8]Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah. Al-Wasi>th…,
16, Nuruddin ‘itr, Manh}aj al-Naqd fi> ‘Ulu>m al-h}adith (Damaskus : Da>r
al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1997 M), 26.
[9]Muhammad Ahmad Muhammad Ma’bad, Nafaha>t
min ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Da>r al-Sala>m, cet. 2, 1426 H/2005 M),
13
[10]Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj
al-…., 323
[11]Abu Shuhbah, Al-Wasi>th…., 215
[12] Muhammad bin Ja’far al-Katta>ni, Al-Risa>lah
al-Mustat}rafah li Baya>n Mashhu>r Kutub al-Sunnah al-Musharrafah. (Beirut:
Da>r al-Basha>’ir al-Isla>miyyah, t.th), 81.
[13] Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad
al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f.
(Kairo: Wiza>rah al-Awqa>f al-Majlis al-A’la> li al-Shu’u>n
al-Isla>miyyah, 2009), 358.
[14]Manna bin Khali>l al-Qatta>n, Maba>hith
fi ‘Ulum al-Qur’an (ttp: Maktabah al-Ma’arif li al-Nashr wa al-Tawzi’, cet.
3, 1421 H/2000 M), 21
[15]Muhammad Muhammad Abu Zahwu, Al-Hadi>th
wa al-Muhaddithu>n (Kairo: Da>r al-Fikr al-‘Araby, 1378 H), 16
[16]‘Abd Allah bin Yu>suf
al-Judai’, Tahri>r ‘Ulu>m al-Hadi>th, vol. 1(Beirut: Muassasah
al-Rayya>n, cet.1, 1424 H/2003 M), 37
[17]Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj
al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Da>r al-Fikr, cet. 3, 1418
H/1997 M), 323
[18]Mahmu>d T{ahha>n, Taisir
Must}alah al-Hadi>th (Riyad}: Maktabah al-Ma’arif, cet. 10, 1425 H), 158
[19]‘Abd Allah bin Yu>suf
al-Judai’, Tahri>r ‘…, 37
[20]‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad
‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r wa ‘Ulu>m
al-Qur’a>n, (Kairo: Da>r al-Baya>n al-‘Araby, tth), 33
[21]Muhammad Jamal al-Di>n
al-Qa>simy, Qawa>’id al-Tahdi>th .., 65
[22]Al-Khushu>’I
al-Khushu>’I Muhammad al-Khushu>’I, Mawsu>’ah …, 358.
[23]Jala>l al-Di>n
al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad
Abu al-Fad}l Ibra>hi>m, vol. 1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah
al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M), 159
[24]‘Umar
‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah: Jam’an wa
Dira>satan, vol. 1 (Madinah: Maktabah al-‘Ulu>m wa al-Hikam, cet. 1,
1425 H), 14-20
[25]‘Abd al-Jawwa>d Khalf Muhammad
‘Abd al-Jawwa>d, Madkha>l Ila al-Tafsi>r, 34-35
[26]Ibid,.
[27]Muslim bin al-Hajja>j
al-Naisa>bu>ry, al-Musnad al-S{ah{i>h atau dikenal denganSa>h}ih
Muslim, Vol. 4, ed. Muhammad Fu’ad ‘Abdal-Ba>qy (Beirut: Da>r
Ih{ya>’ al-Turath al-‘Araby, t.th.), 119
[28]‘Umar
‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 18-19
[29]khusyu'I (al), al-khusyu'i al-khusyu'i
muhammad, Ta>ri>kh al-Sunnah al-Nabawiyah. (Kairo: Universitas al-Azhar,
2010), 23.
[30]Jala>l al-Di>n
al-Suyu>t}y, Al-Itqa>n fi ‘Ulu>m al-Qur’a>n, ed. Muhammad
Abu al-Fad}l Ibra>hi>m, vol. 1 (Mesir: al-Hai’ah al-Mis}riyyah
al-‘A<mmah li al-Kutub, 1394 H/1974 M), 159
[31]Al-Qa>simy, Qawa>’id, 66
[32] ‘At}iyyah Qa>bil Nas}r, Gha>yah
al-Muri>d fi ‘Ilm al-Tajwi>d. (Kairo: Maktabah Madinah, t.th), 9.
[33] Al-Qur’an, Surah al-Hijr: 9.
[34] Al-Khushu>’I al-Khushu>’I Muhammad
al-Khushu>’I, Mawsu>’ah ‘Ulu>m al-Hadi>th al-Shari>f. 366.
[35] Muhammad Jamaluddin
al-Qa>simi, Qawa>’id al-Tahdi>th min Furu>’ Mustalah
al-Hadi>th. (Beirut: Da>r al-Nafi>s, t.th), 66-69.
[36]Muh}ammad bin Isma>’il
al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’ al-Musnad al-S{ah}i>h al-Mukhtas}ar min
Umu>r Rasu>l Allah S{alla Allah ‘alaih wa Sallam Wa Sunanih wa
Ayya>mih. Vol. 6, ed. Muhammad Zuhair bin Na>s}ir al-Na>s}ir (t.t.
: Da>r T{uruq al-Naja>h, cet. 1, 1422 H), 115. Hadis nomor 4779 kitab bad’u al-wahy,bab qaulihi فَلاَ
تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِىَ لَهُمْ
[37]Abu ‘Abd Allah Must}afa bin
al-‘Adawy al-Mis}ry, al-S{ah}i>h al-Musnad min al-Aha>di>th
al-Qudsiyyah (ttp: Da>r al-S{ahabah li al-Tura>th), 108
[38]Muh}ammad bin Isma>’il
al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 8, 103.
[39]Jama>l Muhammad ‘Ali>
al-Shuqayri, Al-Aha>di>th al-Qudsiyah, vol. 1 (Amman: maktabah
Da>r al-Thaqafah, tth), 24
[40]Muh}ammad bin Isma>’il
al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 8, 115
[41]Ibid., 291
[42]Muh}ammad bin Isma>’il
al-Bukha>ry, Al-Ja>mi’… Vol. 7,
164
[43]Abu ‘Abd Allah Must}afa bin
al-‘Adawy al-Mis}ry, al-S{ah}i>h al-Musnad.., 141
[44]Abu al-Qa>sim Sulaima>n Ibn
Ahmad al-T{abra>ny, al-Mu’jam
al-Awsat}, vol. 5, ed. T{a>riq ibn ‘Awd} Allah Ibn Muhammad al-Husainy
(Kairo: Da>r al-Haramayn, t.th), 222
[45]‘Umar
‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 29
[46]‘Umar
‘Aly ‘Abd Allah Muhammad, Al-Aha>di>th al-Qudsiyyah…, 29
[47]Abu Shuhbah, Al-Wasi>th.., 215
[48]Nur al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd…, 321
[49]Lihat syarat-syarat hadis Sahih dalam ‘Uthma>n bin ‘Abd al-Rahma>n
Ibn S{ala>h}, Ma’rifah Anwa>’ ‘Ulu>m al-Hadi>th, ed. ‘Abd
al-Lat}i>f al-Hami>m dan Ma>hir Ya>sin al-Fahl (Beirut: Da>r
al-Kutub al-‘Ilmiyah, cet. 1, 1423 H), 79
[50]Mustafa al-Khan,al-Manhal al-Ra>wy min Taqri>b al-Nawawy (tp: Dar
al-Malah} li al-Taba’ah wa al-Nashr, ttt), 18, Nur
al-Di>n ‘Itr, Manhaj al-Naqd fi ‘Ulu>m al-Hadi>th (Damaskus: Dar al-Fikr, Cet. 3, 1418 H/1998 M),
29-30
[51]Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad,
Al-A<ha>di>th al-Qudsiyyah…, 33
[52]Di antara catatan sejarah yang
menyebutkan informasi ini adalah Muhammad bin Sha>kir S{ala>h al-Di>n,
Fawa>t al-Wafiyya>t. Vol. 3, ed. Ihsa>n Abbas (Beirut: Da>r
S{a>dir, cet.1, 1974 M), 435-438, Ahmad bin Ahmad Abu al-‘Abba>s
al-Ghibri>ny. ‘Unwa>n al-Dira>yah fi>man ‘Urifa min
al-‘Ulama>’ fi al-Mi’ah al-Sa>bi’ah bi Baja>yah.ed. ‘A<dil
Nuwaihid} (Beirut: Manshu>ra>t Da>r al-A<fa>q al-Jadi>dah,
cet. 2, 1979 M), 156-166
[53]Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah
al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah li Shu’u>n
al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th), 237.
[54]ibid
[55]Di cetak dengan nama Kitab
Al-Aha>di>th al-Qudsiyah al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq
al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah al-S{aha>bah, t.th). Sebelumnya
dicetak di Istanbul oleh percetakan ‘A<rif Afandy tahun 1324 H, dan
dipublikasikan ulang oleh Syaikh Muhammad Ra>ghib al-T{abba>kh tahun 1345
H.
[56]Biografi singkat ditulis oleh Abu
Ishaq al-Huwainy al-Athary dalam Kitab
karya Mulla ‘Ali al-Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah
al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah
al-S{aha>bah, t.th), 8-9.
[57]Muhammad bin ‘Aly al-Shauka>ny
al-Yamany, al-Badr al-T{a>li’ bi Maha>sin min Ba’d al-Qarn
al-Sa>bi’, vol. 1(Beirut: Da>r al-Ma’rifah, t.th), 445
[58]Ibid.
[59]Al-Baihaqy, Shu’a>b
al-I<ma>n, vol. 3 (Riyad}: Maktabah al-Rushd, cet. 1, 1423 H/2003 M),
240. Menurut penelitian Abu Ishaq al-Huwainy, hadis ini dan semacamnya,
walaupun memliki banyak jalur sanad, namun semuanya dho’if. Lihat catatan kaki
Mulla ‘Ali al-Qa>ry, Kitab Al-Aha>di>th al-Qudsiyah
al-Arba’iniyyat, takhrij Abu Ishaq al-Huwainy al-Athary (Jeddah: Maktabah
al-S{aha>bah, t.th), 10
[60]Khair al-Di>n bin Mahmud
al-Zarkaly al-Dimashqy, Al-A’la>m, vol. 6 (ttp: Da>r al-‘Ilm li
al-Mala>yi>n, cet. 15, 2002 M), 203-204
[61]Komentar pen-tahqi>q
yaitu ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt}. Lihat ‘Abd al-Ra’u>f bin Taj
al-‘A<rifin al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan
T{a>lib ‘Awwa>d (Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th), 3
[62]Pen-syarah-nya adalah Muhammad
Muni>r bin ‘Abduh A<gha al-Dimashqy al-Azhary (w. 1367 H) dengan nama
Kitab Al-Nafaha>t al-Salafiyyah bi Sharh al-Aha>di>th al-Qudsiyyah.
Kitab ini dicetak bersama Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah oleh Da>r
Ibn Kathi>r Damaskus.
[63]‘Abd al-Ra’u>f bin Taj
al-‘A<rifin al-Mana>wy, Al-Ittih}a>fa>t al-Saniyyah bi
al-Ah}a>di>th al-Qudsiyyah. ed. ‘Abd al-Qa>dir al-Arnauwt} dan
T{a>lib ‘Awwa>d (Beirut: Dar Ibn Kathi>r Damaskus, t.th), 1-2
[64]Muhammad Rasha>d Khali>fah, Madrasah
al-Hadi>th fi Mis}r (Kairo: al-Hai’ah al-‘A<mmah li Shu’u>n
al-Mat}a>bi’ al-Ami>riyah, t.th), 235
[65]Umar’Aly ‘Abd Allah Muhammad,
Al-A<ha>di>th al-Qudsiyyah…, 30
Tidak ada komentar:
Posting Komentar