A.
Pendahuluan
Hadis merupakan salah satu sumber ajaran agama islam selain Al-Quran, pada
masa Nabi hadis belum terbukukan secara resmi dan masal, pada saat itu hadis
hanya disampaikan secara lisan dan hafalan, meskipun bukan berarti kegiatan
menulis hadis tidak ada sama sekali. Di kalangan sahabat, pada saat itu ada
sebagian yang menulis secara pribadi bukan untuk kepentingan masal seperti
halnya penulisan Al-Quran.
Sejarah penulisan hadis secara masal dimulai pada masa pemerintahan Umar
Ibn Abd al-Azi>z, dalam jangka waktu yang cukup lama ini tidak menutup kemungkinan adanya
pemalsuan-pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang maupun golongan
tertentu dengan tujuan masing-masing. Kemudian para ulama berupaya menghimpun
hadis-hadis melalui rihlah ke penjuru daerah dan menyeleksi hadis-hadis
yang akan mereka himpun, maka dari itu proses pembukuan hadis melalui waktu
yang lama.
Dari masa ke masa, banyak sudah kitab-kitab hadis dengan tipe dan karakter
yang berbeda-beda, salah satunya adalah kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis
mashhu>r, untuk mengetahui lebih dalam
lagi tentang kitab hadis mashhur ini perlu kiranya ada kajian yang lebih dalam
lagi, dalam makalah ini akan dibahas beberapa kajian tentang kitab hadis mashhu>r.
B.
Pengertian Mashhu>r
Secara bahasa kata mashhu>r merupakan isim maf’u>l dari kata shahara yang berarti tenar, terkenal dan menampakkan. شهرت
الامر aku memperkenalkan sesuatu (ketika aku mengabarkannya atau
menampakkannya)[1]
Secara
istilah kata mashhu>r berarti
hadis yang diriwayatkan tiga atau lebih dalam setiap tabaqatnya hanya saja
tidak mencapai hitungan mutawatir.
ﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺜﻼﺜﺔ ﻔﺄﻜﺜﺭ ﻭ ﻠﻡ ﻴﺘﺼﻝ ﺩﺭﺠﺔ ﺍﻠﺘﻭﺍﺘﺭ
Definisi lain yang dikemukakan oleh al-Khat}ib
ما رواه من الصحابة عدد لا يبلغ حذ التواتر ثم
تواتر بعد الصحابة ومن بعدهم[2]
Hadis yang diriwayatkan oleh sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai pada
tingkat mutawatir, kemudian baru muta>watir setelah sahabat dan orang setelah mereka.
Pengertian
mashhu>r juga dikemukakan oleh muhaqqiq
kitab al-Tadhkirat fi Ah}adi>th
al-Mashhu>rat. Ia mengemukakan pengertian
hadih mashhu>r adalah:
ما رواه أكثر من اثنين, ولم يبلغ بذلك حد التواتر[3]
(hadis) yang diriwayatkan lebih dari dua orang namun
tidak sampai pada derajat mutawatir.
Dari ketiga definisi di atas belum ada yang menjelaskan batas mutawatir
secara kuantitas, sehingga definisi yang dikemukakan ini masih belum jelas
batas maksimal banyaknya perawi. Indikasi ketidak jelasan atas batas akhir atau
batas batas maksimal para rawi dalam mendefinisikan hadis mashhu>r karena perbedaan ulama tentang banyaknya perawi pada hadis mutawatir.
Sebuah hadis dinamakan mashhu>r, jika sudah tersebar luas di
kalangan masyarakat, ada ulama yang berpendapat bahwa mashhu>r adalah segala hadis yang telah populer dalam masyarakat, sekalipun tidak
memiliki sanad sama sekali, baik berstatus s}ah}i>h} maupun d}a’i>f. Ulama Hanafiyah berpendapat yang dikutip oleh Zainul Arifin bahwa hadis mashhu>r menimbulkan ketenangan hati, dekat kepada keyakinan, dan wajib diamalkan,
akan tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.[4]
Pendapat yang dikemukakan ulama Hanafiyyah ini cukup mengejutkan, karena
jika dilihat dari sudut pandang ilmu hadis, hadis mashhu>r ini adalah hadis yang diklasifikasikan secara kuantitas, bukan secara
kualitas. Oleh karena itu kewajibkan untuk mengamalkan hadis mashhu>r kurang tepat jika tidak diketahui lebih dulu kualitas hadisnya, sebab
kualitas hadis mashhu>r terdiri atas tiga status
yaitu, s}ah}i>h}, hasan, dan d}a’i>f.
Dalam menanggapi
masalah hadisi mashhu>r, sebagian ulama mengatakan bahwa
hadis mashhu>r itu
sama dengan hadis mustafid. sedang yang lain mengatakan
berbeda, jika mustafid perawinya berjumlah tiga orang atau lebih sedikit, mulai dari generasi pertama sampai terakhir. Dan
hadis mashhu>r lebih
umum dari pada mustafid, artinya jumlah perawi dalam tiap-tiap
genarasi tidak harus sama atau seimbang, sehingga jika generasi pertama sampai
generasi ketiga perwinya hanya seorang, tetapi generasi terakhir jumlah
perawinya banyak, maka hadis ini dinamakan hadis mashhu>r.
Contoh hadis:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ،
حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، سَمِعْتَ عَبْدَ
اللهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ،
حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا،
فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا[5]
Sesungguhnya
Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba. Akan
tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah
tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai
pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan.
Hadis ini
diriwayatkan dari tiga sahabat:
a.
Dari
Abdullah bin ‘Amr, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam
kitab S}ah}i>h}nya.
b.
Dari Abu
Hurairah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-T}abra>ni dalam kitabnya al-Mu’jam al-Ausat}.
c.
Dari
Aisyah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam kitab musnadnya dan al-Khathib dalam kitabnya Tarikh Bagdad.
C.
Hadis mashhu>r terbagi
beberapa jenis sesuai sisi pandangnya
1.
Ditinjau
dari segi diterima atau tidak, hadis mashhu>r terbagi
tiga:
a.
Hadis Mashhu>r yang s}ah}i>h}.
Contoh hadits mashhu>r yang sahih:
Rasulullah bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا
يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ،
حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا،
فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا[6]
Sesungguhnya Allah tidak
mengangkat ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari para hamba, akan tetapi
mengangkatnya dengan mewafatkan para ulama. Sampai saat tidak tersisa lagi
seorang ulama, maka orang-orang menjadikan pemimpin (panutan) dari orang bodoh
lalu mereka bertanya kepadanya dan ia menjawabnya tanpa dasar ilmu. Maka mereka
sesat dan menyesatkan.
Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa hadis ini diriwayatkan oleh tiga
orang sahabat.
b.
Hadis Mashhu>r yang
hasan.
Contoh hadis mashhu>r yang
hasan:
Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَ: حَدَّثَنَا
عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ، عَنْ
عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ.[7]
Tidak boleh merusak
orang lain dan tidak boleh merusak diri sendiri.
Hadis ini diriwayatkan
dari Ubadah bin al-S}amit, Ibn Abbas, Abu Sa’id Al-Khudri, Abu Hurairah,
Abu Lubabah, Tha’labah ibn Malik, Jabir ibn Abdillah, dan Aisyah r.a.
sebagaimana disebutkan oleh al-Zaila’iy dalam kitabnya Nas}b al-Rayah
dan di-hasan-kan oleh
Imam al-Suyut}i dalam kitabnya Al-Ja>mi’ Ash-S}aghi>r.
c.
Hadis Mashhu>r yang
lemah.
Contoh hadis mashhu>r yang
lemah:
اللِّوَاءُ يَحْمِلُهُ عَلِيٌ يَوْمَ القِيَامَةِ[8]
Panji umat Islam
dipegang oleh Ali bin Abi Thalib pada hari kiamat.
Diriwayatkan
oleh Ibn al-Jawzi dalam kitabnya Al-Mawd}u>’a>t (kumpulan
hadis-hadis palsu) dari Anas ibn Malik,
Jabir ibn Samurah, dan Jabir ibn Abdillah.
2.
Ditinjau
dari segi posisinya, hadis mashhu>r terbagi
dua:
a.
Mashhu>r mut}laq yaitu
apabila diriwayatkan dari tiga orang sahabat atau lebih seperti pada contoh
hadis mashhu>r yang s}ah}i>h}, hasan dan lemah.
b.
Mashhu>r nisbi yaitu apabila diriwayatkan oleh banyak
orang pada salah satu tingkatan sanadnya. Contoh:
Rasulullah bersabda:
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ يَحْيَى
بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ،
عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّم إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا
لِامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ،
فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا
يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيْهِ[9]
Sesungguhnya
setiap amalan itu didasari oleh niat, dan setiap orang mendapatkan sesuai
dengan niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka
hijrahnya bernilai hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang
hijrahnya karena niat mendapatkan dunia atau mengawini seorang wanita maka
hijrahnya bernilai sesuai yang ia niatkan.
Tidak ada
yang meriwayatkan hadis ini dari Rasulullah kecuali Umar bin Khat}t}a>b, dan
tidak ada yang meriwayatkannya dari Umar kecuali ‘Alqamah ibn Waqqash Al-Laithi,
dan tidak ada yang meriwayatkannya dari ‘Alqamah kecuali Muhammad bin Ibrahim
Al-Taimiy, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Muhammad kecuali Yahya ibn
Sa’id al-Ans}ari.
Kemudian
hadis ini diriwayatkan oleh banyak orang (mashhu>r) dari
Yahya, seperti: Malik bin Anas, Sufyan Al-Thauri, Hammad bin Zayd, Abdul Wahhab
bin Abdul Majid Al-Thaqafi, Abu Khaid Al-Ahmar, Yazin bin Harun, Abdullah bin
Mubarak, dan selainnya.
3.
Ditinjau
dari segi istilah, hadis mashhu>r terbagi
dua:
a.
Mashhu>r ist}ila>hi (sesuai
definisi) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada
setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawatir.
Seperti pada contoh-contoh sebelumnya.
b.
Mashhu>r ghair
ist}ila>hi (tidak
sesuai definisi) yaitu hadis mashhu>r
(terkenal) karena banyak disebutkan oleh orang sekalipun sanadnya hanya satu
atau dua, atau bahkan tidak punya sanad sama sekali.
Hadis
mashhu>r ghair ist}ilahi ada
beberapa jenis, antara lain adalah:[10]
1)
Hadis yang
mashhu>r
(terkenal) khusus di kalangan ulama hadis, contoh:
Anas bin Malik r.a. berkata:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، قَالَ: حَدَّثَنَا
زَائِدَةُ، عَنِ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ،
قَالَ قَنَتَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ
وَذَكْوَانَ[11]
Nabi Saw. qunut
selama sebulan meminta kebinasaan bagi kaum Ri’lin dan Dhakwa>n.
Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukha>ri> dan Muslim dari Sulayma>n al-Taymi dari Abu> Mijlaz dari Anas. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Anas dari selain Abu> Mijlaz, dari Abu> Mijlaz oleh selain Sulayma>n, dan dari Sualyma>n oleh Jama>‘ah. Jadi, hadis di atas terkenal dikalangan ahli hadis.
2)
Hadis yang
mashhu>r di
kalangan ahli hadis, ulama secara umum, dan orang awam, contoh:
Rasulullah besabda:
أَخْبَرَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا،
عَنْ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو، يَقُولُ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ
الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ[12]
Seorang
muslim (yang sempurna keislaman-nya) adalah orang yang umat Islam selamat dari
kejahatan lidah dan tangannya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukha>ri dalam kitab sahihnya dari
Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As} r.a., dan Imam
Muslim dalam kitab S}ah}i>h}-nya dari
Jabir bin Abdillah dan Abu Musa al-Ash’ari r.a.
3)
Hadis yang
mashhu>r di
kalangan ahli fiqh (fuqaha’), contoh hadis:
حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ خَالِدٍ، عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، عَنِ
ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ[13]
Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah
talak.
Hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibn Majah dalam kitabnya Al-Sunan dari
Ibn Umar r.a.
Abu Hatim, Al-Daruqutni, dan al-Baihaqi
menghukumi hadis ini lemah.
Sabda Rasulullah SAW:
حَدَّثَنَا أَبُو
بَكْرٍ، وَعُثْمَانُ، ابْنَا أَبِي شَيْبَةَ، قَالَا: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ،
عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي
هُرَيْرَةَ: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ
الْغَرَرِ»[14]
Rasulullah melarang jual beli dengan cara menipu.
4)
Hadis yang
mashhu>r di
kalangan ulama us}ul fiqh, contoh:
Rasulullah bersabda:
رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الخَطأُ والنِّسْيانُ وَمَا
اسْتُكْرِهُوا عَلَيهِ
Diangkat
(dosa) dari umatku jika melakukan kesalahan, lupa, atau apa yang dipaksakan
padanya.
Hadis ini
diriwayatkan dengan lafad yang bervariasi dari Abdullah Ibn Abbas, Abu Dhar,
Abu Al-Darda’, Ummu Al-Darda’, Thauban, Ibn Umar, Uqbah ibn ‘Amir, dan Abu
Bakrah. Disahihkan
oleh Al-‘Uqailiy, Al-Hakim, Al-Bayhaqi, Al-Dhahabi, Al-Haythami, Al-Nawawiy,
dan shaikh Albaniy dalam kitabnya Al-Irwa’.
Selain hadis di atas ada lagi yang mashhu>r di kalangan ulama us}ul fiqh, yaitu:
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ المُقْرِئُ المَكِّيُّ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ،
حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الهَادِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
إِبْرَاهِيمَ بْنِ الحَارِثِ، عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي قَيْسٍ،
مَوْلَى عَمْرِو بْنِ العَاصِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ العَاصِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ
فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ
أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ»، قَالَ: فَحَدَّثْتُ بِهَذَا الحَدِيثِ أَبَا بَكْرِ بْنَ
عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، فَقَالَ: هَكَذَا حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ،
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَقَالَ عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ المُطَّلِبِ، عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ
Apabila seorang hakim menghakimi, lalu untuk itu dia berijtihad dan benar,
maka dia mendapatkan dua pahala. Dan apabila ia menghakimi lalu berijtihad
untuknya dan salah, maka ia mendapatkan satu pahala.
5)
Hadis yang
mashhu>r di
kalangan ulama nahwu (ahli tata bahasa arab), contoh hadis:
نِعْمَ الْعَبْدُ صُهَيْبٌ، لَوْ لم يخف للَّه لَمْ
يَعْصِهِ
Sebaik-baik
hamba Allah adalah Suhaib, kalaupun ia tidak punya rasa takut kepada Allah maka
ia tetap tidak akan mendurhakainya.
Hadis ini sangat
lemah, tidak punya sanad (laa as}la lahu).[15]
6)
Hadis yang
mashhu>r di
kalangan orang banyak, contoh:
Hadis Abu
Mas’ud Al-Ans}ariy r.a. Rasulullah bersabda:
وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو
كُرَيْبٍ، وَابْنُ أَبِي عُمَرَ، وَاللَّفْظُ لِأَبِي كُرَيْبٍ، قَالُوا:
حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو
الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ
إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي أُبْدِعَ بِي
فَاحْمِلْنِي، فَقَالَ: «مَا عِنْدِي»، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَا
أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ[16]
Barangsiapa yang
menunjuki seseorang pada suatu kebaikan maka ia mendapatkan pahala seperti
pahala yang melakukannya (atas petunjuknya).
7)
Hadis yang
mashhu>r di
kalangan ahli pendidikan (adab), contoh Hadis:
أدَّبَنِي رَبِّي فأَحْسَنَ تَأدِيبِي[17]
Tuhankulah
yang mendidikku, maka Ia mendidikku dengan baik.
Makna hadis ini sahih, tapi tidak ada diketahui
sanadnya yang sahih.[18]
D.
Permasalahan Seputar hadis Mashhu>r
Demikian penjelasan seputar hadis mashhu>r dan derajatnya baik yang dapat dijadikan hujjah maupun yang tertolak.
Penjelasan tersebut menunjukkan kepada kita tentang kesalahan anggapan para
orientalis bahwa para ulama mengupayakan penyebaran hadis mashhu>r itu di tengah-tengah masyarakat untuk mereka terima.[19]
Borch menyimpulkan pernyataan Goldziher sebagai berikut: “Orang-oarang
mukmin yang taat dan bertakwa telah menerima dan membenarkan dengan mudah tanpa
koreksi terhadap sesuatu yang dating kepada mereka dalam bentuk hadis. Semuanya
mereka yakini sebagai sabda Rasul SAW secara hakiki. Adapun hal-hal yang
mengancam kesahihan banyak dari ucapan-ucapan yang diriwayatkan terus-menerus
itu dengan mudah dapat mereka jinakkan. Telah jelas bahwa ahli agama senantiasa
menggunakan kajian ijma’ sebagai suatu pegangan dalam menetapkan kesahihan dan
kredibilitas hadis. Jelas-jelas mereka mengetahui bahwa ijma’ merupakan tolok
ukur tertinggi untuk mengetahui kesahiahn sebuah hadis.”[20]
Selanjutnya ia juga menambahkan: “Akan tetapi para muhaddithi>n tidak puas membiarkan diri mereka terbawa oleh system penilaian sebagai
langkah antisipasi terhadap system yang mengancam keluhuran ummat Islam dan
menyelamatkan banyak hadis yang ternodai dengan system tersebut, mereka
menetapkan sarat-sarat lain di samping kesepakatan untuk menerima
kredibilitasdan kesahihan hadis.”[21]
Pernyataan ini dikemukakan dengan kata pembuka yang salah dan berdampak
kesalahan pula dalam kesimpulan yang dituju. Oleh karena itu, pernyataan di
atas telah menyimpang dari garis kebenaran dan mengarah kepada jurang-jurang
kesesatan. Di antara kesalahan-kesalahan tersebut antara lain adalah:[22]
1.
Ia menafsirkan ijma’ sebagai kesepakatan seluruh ummat Islam. Hal ini
tersirat dalam kata orang-orang mukmin dan kesepakatan ummat dalam menerima
kredibilitas hadis. Penafsiran ijma’ yang demikian menyalahi kaidah ajaran
Islam yang sangat mendasar dan tidak samar lagi bagi pencari ilmu serta orang
yang memperhatikan ajaran agama dan kebudayaan Islam, sebab tidak samar lagi
bahwa ijma’ yang dapat dijadikan hujjah menurut Islam adalah ijma’ para imam
mujtahid sebagai hasil penggalian hokum dari dalil shar‘i. Dan telah
dimaklumi juga bahwa ahli ijma’ itu tidak boleh mengesampingkan dalil-dalil shar‘i.
2.
Para ulama tidak pernah sama sekali mengupayakan agar masyarakat umum
menerima suatu hadis, bahkan mereka seluruhnya mengkaji dengan penuh
kehati-hatian terhadap riwayat-riwayat yang beredar di tengah-tengah
masyarakat. Imam Muslim menjelaskan, bahwa motivasi beliau dalam menyusun kitab
S{ah}i>h{ Muslim adalah karena ia melihat hadis-hadis yang d{ai>f dan rusak beredar di tengah masyarakat Islam.
3.
Para muhaddithi>n melakukan pengkajian khusus
terhadap hadis yang beredar di masyarakat dalam bentuknya yang khusus ini
adalah hadis-hadis mashhu>r. mereka meneliti hadis-hadis
tersebut yang beredar di tengah-tengah masyarakat untuk kemudian mereka
jelaskan bahwa hadis yang beredar tersebut tidak memiliki kualitas yang sama.
Kemudian hadis-hadis tersebut mereka himpun dalam kitab-kitab hadis mashhu>r serta diberikan penjelasan kualitas hadisnya masing-masing.
E.
Kitab-kitab
hadis Mashhu>r
Kitab-kitab yang
mengumpulkan hadis-hadis mashhu>r antara
lain[23]:
1.
Al-Tadkirah fi al-Ah}adi>th
al-Mushtahirah, karya Badr al-Din Muhammad
Abdullah al-Zarka>shi> (w. 794 H.)
2.
Al-Maqas}id
al-Hasanah fi Baya>n Kathi>r min
al-Ah}adith
al-Mushtahirah, karya Muhammad Abd al-Rahman
al-Sakha>wi (w. 902
H.)
3.
Al-Ghamaz ‘ala
al-Limaz, karya Abi al-Hasan Nur al-Din al-Samhudi (w. 911 H.)
4.
Tamyi>z al-T}ayyib min
al-Khabi>th fi>ma> Yadur
‘Ala Alsinah al-Nas min al-H}adi>th, karya
And al-Rahman ibn Ali ibn al-Diba’ al-Shaybani (w. 944 H.). kitab ini merupakan
kitab Ringkasan dari karya al-Sakhawi dan menambahkan hadis.
5.
Al-Badr al-Munir fi
Ghari>b Ah}adi>th al-Bashi>r al-Nadhi>r, karya
Abd al-Wahab ibn Ahmad al-Sha’rani (w. 973 H.) kitab ini merupakan kitab yang
mengumpulkan hadis mashhu>r dari kitab Jami’ al-Jawa>mi’ karya
al-Suyuti dan kitab al-Maqas}id
al-Hasanah karya al-Sakhawi. Kemudian disusun berdasarkan huruf mu’jam, sehingga
mencapai 3200 hadis.
6.
Al-Durar
al-Muntatharah fi al-Ah}adith al-Mushtahirah, karya
Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuti (w. 911 H.). kitab ini merupakan ringkasan
dari kitab al-Zarkashi dan diurut berdasarkan huruf mu’jam, serta
menambahkan hadis lain kedalamnya
7.
Itqan ma Yahsin min
al-Ah}adi>th
al-Dairah ‘ala al-Alsin, karya Najm al-Din Muhammad ibn
al-Ghazi (w. 975 H.). Kitab ini merupakan kumpulan dari kitab al-Zarkashi,
kitab al-Suyuti dan kitab al-Sakhawi
serta tambahan atas ketiganya.
8.
Kashf al-Iltibas Fima
Khafiya’ala Kathir min al-Na>s. Ibn Z}afar
menyebutkan bahwa kitab ini merupakan karya dari Ghars al-Din al-Khalili yang
merupakan ulama abad ke 11 H. Sedangkan menurut al-Kattani dan Ibn Ja’far kitab
ini berjudul Tashil al-Sabil ila Kashf al-Iltibas ‘Amma Dar min al-Ah}adi>th Bayn
al-Nas karya Muhammad al-Khalili al-Madani al-Qadri
al-Shafi’I (w. 1057 H.)
9.
Kashf al-Khafa’ wa
Mazil al-Ilbas Amma Ishtahara min al-Ah}adi>th Ala
Alsinat al-Na>s, karya
Isma’il ibn Muhammad al-‘Ajluni (w. 1162 H.)
10. Al-Nawafih al-At}rah fi al-Ah}adith
al-Mushtaharah, karya al-Qadi Muhammad ibn
Ahmad ibn Jar Allah Muhjam al-S}a’di al-S}an’ani (w.
1223 H.). Kitab ini merupakan kumpulan dari karya al-Suyut}i, kitab Mukhtas}ar al-Maqa>s}id al-Hasanah karya
al-Zarqani, dan karya Ibn al-Di>ba’ serta menambahkan hadis yang ia kodifikasi
sendiri.
F.
Penjelasan
tentang kitab hadis mashhu>r
1.
Al-Maqa>s}id
al-Hasanat fi Baya>n Kathi>r min
al-Ah}a>dith
al-Mushtahirah ‘Ala al-Alsinat
Kitab ini merupakan
karya al-Sakhawi, nama lengkapnya adalah Shams al-Di>n Abi al-Khayr
Muhammad ibn ‘Abd al-Rahman al-Sakhawi (w. 902 H.) Kitab ini terbagi menjadi
dua bagian. Bagian pertama menyusun hadis berdasarkan alfabetis. Sedangkan bagian
kedua disusun berdasarkan kitab-kitab (bab-bab). Namun bab kedua merupakan
pengulangan dari bab pertama.
Contoh:
حَدِيث: إِنَّمَا
الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَأَبُو نُعيم فِي
الْحِلْيَةِ، وَالْعَسْكَرِيُّ، كُلُّهُمْ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ
بْنِ أَبي يَزِيدَ الْهَمْدَانِيِّ، حَدَّثَنَا الثَّوْرِيُّ عَنْ عَبْدِ
الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ رَجَاءِ بْنِ حيْوة عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ
رَفَعَهُ: إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَالْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ، وَمَنْ
يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطَهُ، وَمَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوقَهْ، لَمْ يَسْكُنِ
الدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَلا أَقُولُ لَكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ مَنِ اسْتَقْسَمَ أَوْ
تَطَيَّرَ طَيْرًا يَرُدُّهُ مِنَ السَّفَرِ، وابن الحسن كذاب، ولكن قد رواه
البيهقي في المدخل من جهة هلال بن العلاء عن أبيه عن عبيد اللَّه بن عمرو عن عبد
الملك بن عمير به موقوفا على أبي الدرداء، وفي الباب عن أنس رفعه مثله، أخرجه
العسكري من حديث محمد بن الصلت، حدثنا عثمان البزي عن قتادة عنه مرفوعا به، وعن
معاوية مرفوعا: يا أيها الناس إنما العلم بالتعلم، والفقه بالتفقه، ومن يرد اللَّه
به خيرا يفقهه في الدين، وإنما يخشى اللَّه من عباده العلماء، أخرجه الطبراني في
الكبير، وابن أبي عاصم في العلم له، كلاهما من حديث عتبة بن أبي حكيم عمن حدثه عن
معاوية بهذا،وجزم البخاري بتعليقه فقال: وقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: من يرد اللَّه به خيرا يفقهه في الدين، وقال: إنما العلم بالتعلم، مع
أن في إسناده من لم يسم، لمجيئه من طريق أخرى، وعن شداد بن أوس أن رجلا قال: يا
رسول اللَّه، ماذا يزيد في العلم؟ قال: التعلم، أخرجه أبو نُعيم في الحلية من حديث
طويل، وفي سنده عمر بن صبح، وهو كذاب، وعن ابن مسعود أنه كان يقول: فعليكم بهذا
القرآن فإنه مأدبة اللَّه، فمن استطاع منكم أن يأخذ من مأدبة اللَّه فليفعل، فإنما
العلم بالتعلم، أخرجه البزار موقوفا في حديث طويل، ورجاله موثوقون، وعند البيهقي
في المدخل من طريق علي بن الأقمر، والعسكري من حديث أبي الزعراء، كلاهما عن أبي
الأحوص عنه قال: إن الرجل لا يولد عالما، وإنما العلم بالتعلم، وللعسكري فقط من
حديث حماد عن حميد الطويل، قال: كان الحسن يقول: إذا لم تكن حليما فتحلم، وإذا لم
تكن عالما فتعلم، فقلما تشبه رجل بقوم إلا كان منهم، ومن حديث زافر عن عمرو بن
عامر البجلي، قال: قال الحسن: هو واللَّه أحسن منك رداءا، وإن كان رداؤك حبرة، رجل
رداه اللَّه الحلم، فإن لم يكن حلم لا أبالك فتحلم، فإنه من تشبه بقوم لحق بهم.[24]
كتاب العلم.
طلب العلم فريضة على
كل مسلم،اطلبوا العلم ولو بالصين،اغد عالما أو متعلما،كن عالما،إنما العلم
بالتعلم،لا يتعلم العلم مستحي ولا متكبر،جالسوا العلماء،من جالس عالما فكأنما
جالس نبيا،[25]
Pada bagian pertama
hadis terdapat redaksi hadis إنما العلم بالتعلم dan redaksi tersebut diklasifikasikan pada huruf hamzah. hadis
yang termaktub dalam kitab ini tidak disertai dengan sanad, hanya saja setelah
penyebutan hadis disertakan dengan dengan mukharrij yang
mengkodifikasikan hadis tersebut dalam kitabnya.
Setelah itu pada
bagian kedua redaksi hadis إنما العلم بالتعلم disebut kembali berdasarkan klasifikasi bab. Redaksi hadis ini
masuk pada kitab al-‘ilm. Semua hadis yang berkenaan dengan al-‘ilm dan
berkuantitas mashhu>r menurut
pengarang kitab dikelompokkan dalam satu kitab yaitu kitab al-‘Ilm. Pada
bagian ini semua hadis yang dikelompokkan juga tidak menyebutkan sanad hadis
dan tidak pula menyebutkan mukharij-nya, hanya redaksi atau matan hadis
yang berkenaan dengan tema al-‘ilm.
2.
Al-Laaliy
al-Manthurah fi al-Ah}adith al-Mashhu>rah (al-Tadhkirah
fi al-Ah}adi>th
al-Mushtahirah) karya Badr al-Din Abi Abd Allah
Muhammad ibn Abd Allah al-Zarkashi (w. 794 H.)
Biografi al-Zarkashi,
nama lengkapnya Muhammad ibn Bahadur ibn Abd Allah al-Zarkashi, Badr al-Din Abu
Abd Allah. Ia belajar pada Jamal al-Din al-Isnawi, Siraj al-Din al-Baqilani,
dan Shihab al-din al-Adra’i. Ia juga belajar hadis pada tahun 752 H. saat berguru
pada S}alah
al-Din Umar ibn Amlilah.
Adapun karya-karyanya adalah.
1.
Al-Ijabah li Irad Ma
Istadrakathu Aishah Ala al-S}ahabah
2.
Al-Bahr al-Muhit}, (terdiri
dari 3 jilid dibidang Usul Fiqh)
3.
I’lam al-Sa>jid bi
Ahkam al-Masa>jid
4.
Al-Diba>j Fi Tawd}i>h al-Manhaj.
Latar belakang penulisan kitab ini seperti yang
dijelaskan oleh al-Zarkashi bahwa ia mengarang kitab tersebut dengan alasan
untuk menjelaskan hadis-hadis mashhu>r di
kalangan orang-orang awam, dan kebanyakan para fuqaha’ tidak mengetahui apa
yang dimaksud dengan hadis mashhu>r.[26]
Terkadang tidak dipedulikan hadis tersebut asli atau tidak, kemungkinan juga
disembunyikan oleh ahli hadis karena tidak taat pada kaidah ‘ulu>m al-h}adi>th,
disembunikan seperti orang yang menyembunyikan kebenaran agama dan sesat dari
jalan yang benar.
Kitab ini terdiri dari 9 bab:
1.
Fima Ishtaha ala
al-sinatihim min ahadith al-Ahkam
2.
Fi ahadith al-hukm wa
al-adab
3.
Fi al-zuhd
4.
Fi al-Tibb wa
al-Manafi’
5.
Fi Abwab al-Fad}ail
6.
Fi al-Ad’iyyyat wa
al-Adkar
7.
Fi qis}as} wa
al-Akhba>r
8.
Fi al-Fitan
9.
Fi Umur Manthurah
Adapun penulisan hadis pada kitab ini yaitu dengan
menyebutkan redaksi hadis, kemudian menyebutkan mukharrij atau
kodifikator dari hadis tersebut, dan menyertakan sanad hadis disertakan dengan
penilaian terhadap hadis tersebut. Contoh:
الحَدِيث الاول أبْغض الْحَلَال
الى الله تَعَالَى الطَّلَاق
اخْرُج ابو دَاوُد وَابْن ماجة عَن كثير بن عبيد عَن مُحَمَّد بن خَالِد
عَن مَعْرُوف بن وَاصل عَن محَارب بن دثار عَن عبد الله بن عمر قَالَ قَالَ رَسُول
الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ابغض الْحَلَال الى الله تَعَالَى الطَّلَاق
ثمَّ رَوَاهُ ابو دَاوُد عَن احْمَد بن يُونُس عَن مَعْرُوف عَن محَارب
قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم
فَذكر مَعْنَاهُ مُرْسلا
وَكَذَا رَوَاهُ عبد
الله بن الْمُبَارك فِي كتاب الْبر والصلة ثَنَا مَعْرُوف بن وَاصل عَن محَارب بن
دثار قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم واخرجه الْحَاكِم فِي
مُسْتَدْركه عَن ابي بكر مُحَمَّد بن بالوية ثَنَا مُحَمَّد بن عُثْمَان ابْن ابي
شيبَة ثَنَا احْمَد بن يُونُس ثَنَا مَعْرُوف بن وَاصل عَن محَارب بن دثار عَن عبد
الله بن عمر قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم مَا أحل الله شَيْئا
ابغض اليه من الطَّلَاق وَقَالَ .
وَهَذَا صَحِيح الاسناد . وَلم يخرجَاهُ وَمن حكم هَذَا
الحَدِيث ان يبْدَأ بِهِ فِي كتاب الطَّلَاق[27]
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa
penulisan hadis pada kitab ini diawali dengan penulisan redaksi hadis, kemudian
dilanjutkan dengan mukharrij beserta sanad hadis dari mukharrij
tersebut, dan yang terakhir penilaian terhadap hadis itu.
G.
Urgensi
Kitab Hadis Mashhu>r
Pengumpulan hadis mashhu>r sangat
banyak manfaatnya, antara lain adalah sebagai berikut:
1.
Jika dalam
pengumpulan hadis tersebut disertakan dengan penilaian hadis, maka akan
memberikan penjelasan kepada pembaca. Karena terkadang banyak kelompok-kelompok
tertentu mengklaim hadis yang dijadikan landasan atau dasar dalam ibadah
terkadang dianggap sahih disebabkan ke-mashhu>r-an hadis
tersebut.
2.
Pengumpulan hadis ini
bertujuan agar hadis yang dijadikan pijakan dalam semua ibadah dan muamalah
dapat dipilah, karena kuantitas hadis bukanlah satu-satunya ukuran bagi sebuah hadis
dapat dijadikan hujjah, melainkan kualitas hadis yang menentukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ajluni (al), Kashf al-Khafa’,
vol.2. t.k: Maktabah al-‘Ashriyyah, 2000.
Arifin, Zainul. Ilmu Hadis Historis dan
Metodologis .Surabaya: al-Muna, 2014.
Bukhari
(al), S}ah}i>h} al-Bukhari, vol. 2, Damaskus:
Dar T}uq al-Najah, 1422 H.
Darimi
(al), Sunan al-Darimi. Saudi Arabia: Dar al-Mughni li Nashr wa
al-Tawzi’, 2000.
Dawud, Abu
Sunan Abau Dawud. Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah, t.t.
Hajjaj, Muslim ibn S}ah}i>h} Muslim, Beirut: Dar al-Ihya’ al Turath, t.t.
Khatib (al), Muhammad Ajjaj. Us}u>l
al-H}adi>th;
‘Ulumuh wa Mus}t}ala>huh,
Beirut: Dar al-fikr, 1981.
Majah, Ibn Sunan Ibn Majah, vol.
2 .t.k: Dar al-Ihya’ al-Kutub
al-‘Arabiyyah, t.t.
Sakhawi (al), Al-Maqa>s}id al-Hasanat fi Baya>n
Kathi>r min al-Ah}a>dith
al-Mushtahirah ‘Ala al-Alsinat, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1979.
T}ahhan, Mahmud. Taysi>r Mus}t}ala>h al-H{adi>th, Surabaya: al-Hidayah,
t.th.
Zarkashi (al), Al-Laaliy
al-Manthurah fi al-Ah}adith al-Mashhu>rah: al-tadkirah fi al-Ah}adith al-Mushtahirah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986.
[1]Mahmud T}ahhan, Taysi>r Mus}t}ala>h al-H{adi>th, (Surabaya: al-Hidayah, t.th), 24.
[2]Muhammad Ajjaj al-Khatib, Us}u>l al-H}adi>th; ‘Ulumuh wa Mus}t}ala>huh, (Beirut: Dar al-fikr, 1981), 302.
[3]Badr al-Din Abi Abd Allah Muhammad ibn Abd Allah al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ah}adith al-Mashhu>rah; al-tadkirah fi al-Ah}adith al-Mushtahirah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 7.
[4]Zainul Arifin, Ilmu Hadis Historis dan Metodologis (Surabaya: al-Muna, 2014), 146.
[5]Muslim ibn Hajjaj, S}ah}i>h} Muslim, (Beirut: Dar al-Ihya’ al Turath, t.t)
[6]Ibid.
[7]Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, vol. 2 (t.k: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t), 784.
[8]Al-Ajluni, Kashf al-Khafa’, vol.2. (t.k: Maktabah al-‘Ashriyyah, 2000),164.
[9]Muslim, S}ah}i>h} Muslim, vol 3…, 1515.
[10]Nu>r al-Di>n ‘Itr, ‘Ulumul Hadis terj. Mujiyono (Bandung: Rosdakarya, 2012), 436.
[11]Al-Bukhari, S}ah}i>h} al-Bukhari, vol. 2, (Damaskus: Dar T}uq al-Najah, 1422 H.), 26.
[12]Al-Darimi, Sunan al-Darimi (Saudi Arabia: Dar al-Mughni li Nashr wa al-Tawzi’, 2000), 1785.
[13]Abu Dawud, Sunan Abau Dawud (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah, t.t), 255. Albani menghukumi hadis ini d}a’i>f.
[14]Abu> Da>wud Sulayma>n Ibn al-Ash‘ath Ibn Ish}a>q Ibn Bashi>r, Sunan Abi> Da>wud, vol III (Beyru>t: al-Maktabah al-‘As}riyyah, T.th), 254.
[15]Lihat silsilah hadis d}a’i>f karya shaikh Albaniy no.1006.
[16]Muslim, S}ah}i>h} Muslim. Vol. 3 …, 1506.
[17]al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ah}adith al-Mashhu>rah; al-tadkirah fi al-Ah}adith al-Mushtahirah, vol. 1. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986). 160.
[18]Lihat silsilah hadis d}a’i>f karya shaikh Albaniy. No. 72.
[19]‘Itr, ‘Ulumul…440.
[20]Ibid.
[21]Ibid.
[22]Ibid., 441.
[23]al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ah}adith al-Mashhu>rah; al-tadkirah fi al-Ah}adith al-Mushtahirah…, 9.
[24]Al-Sakhawi, Al-Maqa>s}id al-Hasanat fi Baya>n Kathi>r min al-Ah}a>dith al-Mushtahirah ‘Ala al-Alsinat, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1979), 107.
[25]Ibid., 490.
[26] al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ah}adith al-Mashhu>rah; al-Tadkirah fi al-Ah}adith al-Mushtahirah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 24.
[27]Ibid., vol. 1. 36.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar