HOME

20 Januari, 2024

TIPOLOGI KODIFIKASI HADIS MASHHUR

 


A.    Pendahuluan

Hadis merupakan salah satu sumber ajaran agama islam selain Al-Quran, pada masa Nabi hadis belum terbukukan secara resmi dan masal, pada saat itu hadis hanya disampaikan secara lisan dan hafalan, meskipun bukan berarti kegiatan menulis hadis tidak ada sama sekali. Di kalangan sahabat, pada saat itu ada sebagian yang menulis secara pribadi bukan untuk kepentingan masal seperti halnya penulisan Al-Quran.

Sejarah penulisan hadis secara masal dimulai pada masa pemerintahan Umar Ibn Abd al-Aziz, dalam jangka waktu yang cukup lama ini tidak menutup kemungkinan adanya pemalsuan-pemalsuan hadis yang dilakukan oleh orang-orang maupun golongan tertentu dengan tujuan masing-masing. Kemudian para ulama berupaya menghimpun hadis-hadis melalui rihlah ke penjuru daerah dan menyeleksi hadis-hadis yang akan mereka himpun, maka dari itu proses pembukuan hadis melalui waktu yang lama.

Dari masa ke masa, banyak sudah kitab-kitab hadis dengan tipe dan karakter yang berbeda-beda, salah satunya adalah kitab hadis yang menghimpun hadis-hadis mashhur, untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang kitab hadis mashhur ini perlu kiranya ada kajian yang lebih dalam lagi, dalam makalah ini akan dibahas beberapa kajian tentang kitab hadis mashhur.

 

B.     Pengertian Mashhur

Secara bahasa kata mashhur merupakan isim maf’ul dari kata shahara yang berarti tenar, terkenal dan menampakkan. شهرت الامر aku memperkenalkan sesuatu (ketika aku mengabarkannya atau menampakkannya)[1]     

Secara istilah kata mashhur berarti hadis yang diriwayatkan tiga atau lebih dalam setiap tabaqatnya hanya saja tidak mencapai hitungan mutawatir.

ﻤﺎ ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺜﻼﺜﺔ ﻔﺄﻜﺜﺭ ﻭ ﻠﻡ ﻴﺘﺼﻝ ﺩﺭﺠﺔ ﺍﻠﺘﻭﺍﺘﺭ

Definisi lain yang dikemukakan oleh al-Khatib

ما رواه من الصحابة عدد لا يبلغ حذ التواتر ثم تواتر بعد الصحابة ومن بعدهم[2]

Hadis yang diriwayatkan oleh sahabat, tetapi bilangannya tidak sampai pada tingkat mutawatir, kemudian baru mutawatir setelah sahabat dan orang setelah mereka.

 

Pengertian mashhur juga dikemukakan oleh muhaqqiq kitab al-Tadhkirat fi Ahadith al-Mashhurat. Ia mengemukakan pengertian hadih mashhur adalah:

ما رواه أكثر من اثنين, ولم يبلغ بذلك حد التواتر[3]

(hadis) yang diriwayatkan lebih dari dua orang namun tidak sampai pada derajat mutawatir.

 

Dari ketiga definisi di atas belum ada yang menjelaskan batas mutawatir secara kuantitas, sehingga definisi yang dikemukakan ini masih belum jelas batas maksimal banyaknya perawi. Indikasi ketidak jelasan atas batas akhir atau batas batas maksimal para rawi dalam mendefinisikan hadis mashhur karena perbedaan ulama tentang banyaknya perawi pada hadis mutawatir.

Sebuah hadis dinamakan mashhur, jika sudah tersebar luas di kalangan masyarakat, ada ulama yang berpendapat bahwa mashhur adalah segala hadis yang telah populer dalam masyarakat, sekalipun tidak memiliki sanad sama sekali, baik berstatus sahih maupun da’if. Ulama Hanafiyah berpendapat yang dikutip oleh Zainul Arifin bahwa hadis mashhur menimbulkan ketenangan hati, dekat kepada keyakinan, dan wajib diamalkan, akan tetapi bagi yang menolaknya tidak dikatakan kafir.[4]

Pendapat yang dikemukakan ulama Hanafiyyah ini cukup mengejutkan, karena jika dilihat dari sudut pandang ilmu hadis, hadis mashhur ini adalah hadis yang diklasifikasikan secara kuantitas, bukan secara kualitas. Oleh karena itu kewajibkan untuk mengamalkan hadis mashhur kurang tepat jika tidak diketahui lebih dulu kualitas hadisnya, sebab kualitas hadis mashhur terdiri atas tiga status yaitu, sahih, hasan, dan da’if.

Dalam menanggapi masalah hadisi mashhur, sebagian ulama mengatakan bahwa hadis  mashhur itu sama dengan hadis mustafid. sedang yang lain mengatakan berbeda, jika mustafid perawinya berjumlah tiga orang atau lebih sedikit, mulai dari generasi pertama sampai terakhir. Dan hadis mashhur lebih umum dari pada mustafid, artinya jumlah perawi dalam tiap-tiap genarasi tidak harus sama atau seimbang, sehingga jika generasi pertama sampai generasi ketiga perwinya hanya seorang, tetapi generasi terakhir jumlah perawinya banyak, maka hadis ini dinamakan hadis mashhur.

Contoh hadis:

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ، عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ، عَنْ أَبِيهِ، سَمِعْتَ عَبْدَ اللهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ الْعَاصِ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: إِنَّ اللهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ النَّاسِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يَتْرُكْ عَالِمًا، اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا[5]

Sesungguhnya Allah tidak akan mengambil ilmu dengan melepaskan dari dada seorang hamba. Akan tetapi akan melepaskan ilmu dengan mengambil para ulama. Sehingga apabila sudah tidak terdapat seorang yang alim, maka orang yang bodoh akan dijadikan sebagai pemimpin, lalu memberikan fatwa tanpa didasari ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.

Hadis ini diriwayatkan dari tiga sahabat:

a.       Dari Abdullah bin ‘Amr, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dalam kitab Sahihnya.

b.      Dari Abu Hurairah, sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Tabrani dalam kitabnya al-Mu’jam al-Ausat.

c.       Dari Aisyah, sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bazzar dalam kitab musnadnya dan al-Khathib dalam kitabnya Tarikh Bagdad.

 

C.    Hadis mashhur terbagi beberapa jenis sesuai sisi pandangnya

1.      Ditinjau dari segi diterima atau tidak, hadis mashhur terbagi tiga:

a.       Hadis Mashhur yang sahih.

Contoh hadits mashhur yang sahih:

Rasulullah bersabda:

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَقْبِضُ العِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ العِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ العِلْمَ بِقَبْضِ العُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ، فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا[6]

Sesungguhnya Allah tidak mengangkat ilmu dengan mencabutnya secara langsung dari para hamba, akan tetapi mengangkatnya dengan mewafatkan para ulama. Sampai saat tidak tersisa lagi seorang ulama, maka orang-orang menjadikan pemimpin (panutan) dari orang bodoh lalu mereka bertanya kepadanya dan ia menjawabnya tanpa dasar ilmu. Maka mereka sesat dan menyesatkan.

 

Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa hadis ini diriwayatkan oleh tiga orang sahabat.

b.      Hadis Mashhur yang hasan.

Contoh hadis mashhur yang hasan:

Rasulullah bersabda:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ قَالَ: أَنْبَأَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ جَابِرٍ الْجُعْفِيِّ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ :لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ.[7]

 

Tidak boleh merusak orang lain dan tidak boleh merusak diri sendiri.

Hadis ini diriwayatkan dari Ubadah bin al-Samit, Ibn Abbas, Abu Sa’id Al-Khudri, Abu Hurairah, Abu Lubabah, Tha’labah ibn Malik, Jabir ibn Abdillah, dan Aisyah r.a. sebagaimana disebutkan oleh al-Zaila’iy dalam kitabnya Nasb al-Rayah dan di-hasan-kan oleh Imam al-Suyuti dalam kitabnya Al-Jami’ Ash-Saghir.

c.       Hadis Mashhur yang lemah.

Contoh hadis mashhur yang lemah:

اللِّوَاءُ يَحْمِلُهُ عَلِيٌ يَوْمَ القِيَامَةِ[8]

Panji umat Islam dipegang oleh Ali bin Abi Thalib pada hari kiamat.

 

Diriwayatkan oleh Ibn al-Jawzi dalam kitabnya Al-Mawdu’at (kumpulan hadis-hadis palsu) dari Anas ibn Malik, Jabir ibn Samurah, dan Jabir ibn Abdillah.

2.      Ditinjau dari segi posisinya, hadis mashhur terbagi dua:

a.       Mashhur mutlaq yaitu apabila diriwayatkan dari tiga orang sahabat atau lebih seperti pada contoh hadis mashhur yang sahih, hasan dan lemah.

b.      Mashhur nisbi yaitu apabila diriwayatkan oleh banyak orang pada salah satu tingkatan sanadnya. Contoh:

Rasulullah bersabda:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مَسْلَمَةَ بْنِ قَعْنَبٍ، حَدَّثَنَا مَالِكٌ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ وَقَّاصٍ، عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ، وَإِنَّمَا لِامْرِئٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى دُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا، فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ[9]

Sesungguhnya setiap amalan itu didasari oleh niat, dan setiap orang mendapatkan sesuai dengan niatnya. Maka barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya bernilai hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena niat mendapatkan dunia atau mengawini seorang wanita maka hijrahnya bernilai sesuai yang ia niatkan.

 

Tidak ada yang meriwayatkan hadis ini dari Rasulullah kecuali Umar bin Khattab, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Umar kecuali ‘Alqamah ibn Waqqash Al-Laithi, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari ‘Alqamah kecuali Muhammad bin Ibrahim Al-Taimiy, dan tidak ada yang meriwayatkannya dari Muhammad kecuali Yahya ibn Sa’id al-Ansari.

Kemudian hadis ini diriwayatkan oleh banyak orang (mashhur) dari Yahya, seperti: Malik bin Anas, Sufyan Al-Thauri, Hammad bin Zayd, Abdul Wahhab bin Abdul Majid Al-Thaqafi, Abu Khaid Al-Ahmar, Yazin bin Harun, Abdullah bin Mubarak, dan selainnya.

 

3.      Ditinjau dari segi istilah, hadis mashhur terbagi dua:

a.       Mashhur istilahi (sesuai definisi) yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang atau lebih pada setiap tingkatan sanadnya, tapi tidak mencapai derajat mutawatir. Seperti pada contoh-contoh sebelumnya.

b.      Mashhur ghair istilahi (tidak sesuai definisi) yaitu hadis mashhur (terkenal) karena banyak disebutkan oleh orang sekalipun sanadnya hanya satu atau dua, atau bahkan tidak punya sanad sama sekali.

Hadis mashhur ghair istilahi ada beberapa jenis, antara lain adalah:[10]

1)      Hadis yang mashhur (terkenal) khusus di kalangan ulama hadis, contoh:

Anas bin Malik r.a. berkata:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ، قَالَ: حَدَّثَنَا زَائِدَةُ، عَنِ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي مِجْلَزٍ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، قَالَ قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ[11]

Nabi Saw. qunut selama sebulan meminta kebinasaan bagi kaum Ri’lin dan Dhakwan.

 

Hadis ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Sulayman al-Taymi dari Abu Mijlaz dari Anas. Hadis ini juga diriwayatkan oleh Anas dari selain Abu Mijlaz, dari Abu Mijlaz oleh selain Sulayman, dan dari Sualyman oleh Jama‘ah. Jadi, hadis di atas terkenal dikalangan ahli hadis.

 

2)      Hadis yang mashhur di kalangan ahli hadis, ulama secara umum, dan orang awam, contoh:

Rasulullah besabda:

أَخْبَرَنَا أَبُو نُعَيْمٍ، حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا، عَنْ الشَّعْبِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ[12]

Seorang muslim (yang sempurna keislaman-nya) adalah orang yang umat Islam selamat dari kejahatan lidah dan tangannya.

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dalam kitab sahihnya dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As r.a., dan Imam Muslim dalam kitab Sahih-nya dari Jabir bin Abdillah dan Abu Musa al-Ash’ari r.a.

 

3)      Hadis yang mashhur di kalangan ahli fiqh (fuqaha’), contoh hadis:

حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ عُبَيْدٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَالِدٍ، عَنْ مُعَرِّفِ بْنِ وَاصِلٍ، عَنْ مُحَارِبِ بْنِ دِثَارٍ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلَاقُ[13]

Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak.

 

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibn Majah dalam kitabnya Al-Sunan dari Ibn Umar r.a.

Abu Hatim, Al-Daruqutni, dan al-Baihaqi menghukumi hadis ini lemah.

Sabda Rasulullah SAW:

حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرٍ، وَعُثْمَانُ، ابْنَا أَبِي شَيْبَةَ، قَالَا: حَدَّثَنَا ابْنُ إِدْرِيسَ، عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِي الزِّنَادِ، عَنِ الْأَعْرَجِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ: «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ»[14]

Rasulullah melarang jual beli dengan cara menipu.

 

4)      Hadis yang mashhur di kalangan ulama usul fiqh, contoh:

Rasulullah bersabda:

رُفِعَ عَنْ أُمَّتِي الخَطأُ والنِّسْيانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيهِ

Diangkat (dosa) dari umatku jika melakukan kesalahan, lupa, atau apa yang dipaksakan padanya.

 

Hadis ini diriwayatkan dengan lafad yang bervariasi dari Abdullah Ibn Abbas,  Abu Dhar, Abu Al-Darda’, Ummu Al-Darda’, Thauban, Ibn Umar, Uqbah ibn ‘Amir, dan Abu Bakrah. Disahihkan oleh Al-‘Uqailiy, Al-Hakim, Al-Bayhaqi, Al-Dhahabi, Al-Haythami, Al-Nawawiy, dan shaikh Albaniy dalam kitabnya Al-Irwa’.

Selain hadis di atas ada lagi yang mashhur di kalangan ulama usul fiqh, yaitu:

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يَزِيدَ المُقْرِئُ المَكِّيُّ، حَدَّثَنَا حَيْوَةُ بْنُ شُرَيْحٍ، حَدَّثَنِي يَزِيدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الهَادِ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الحَارِثِ، عَنْ بُسْرِ بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ أَبِي قَيْسٍ، مَوْلَى عَمْرِو بْنِ العَاصِ، عَنْ عَمْرِو بْنِ العَاصِ، أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «إِذَا حَكَمَ الحَاكِمُ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَصَابَ فَلَهُ أَجْرَانِ، وَإِذَا حَكَمَ فَاجْتَهَدَ ثُمَّ أَخْطَأَ فَلَهُ أَجْرٌ»، قَالَ: فَحَدَّثْتُ بِهَذَا الحَدِيثِ أَبَا بَكْرِ بْنَ عَمْرِو بْنِ حَزْمٍ، فَقَالَ: هَكَذَا حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، وَقَالَ عَبْدُ العَزِيزِ بْنُ المُطَّلِبِ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بَكْرٍ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِثْلَهُ

Apabila seorang hakim menghakimi, lalu untuk itu dia berijtihad dan benar, maka dia mendapatkan dua pahala. Dan apabila ia menghakimi lalu berijtihad untuknya dan salah, maka ia mendapatkan satu pahala.

 

5)      Hadis yang mashhur  di kalangan ulama nahwu (ahli tata bahasa arab), contoh hadis:

نِعْمَ الْعَبْدُ صُهَيْبٌ، لَوْ لم يخف للَّه لَمْ يَعْصِهِ

Sebaik-baik hamba Allah adalah Suhaib, kalaupun ia tidak punya rasa takut kepada Allah maka ia tetap tidak akan mendurhakainya.

 

Hadis ini sangat lemah, tidak punya sanad (laa asla lahu).[15]

6)      Hadis yang mashhur di kalangan orang banyak, contoh:

Hadis Abu Mas’ud Al-Ansariy r.a. Rasulullah bersabda:

وحَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، وَأَبُو كُرَيْبٍ، وَابْنُ أَبِي عُمَرَ، وَاللَّفْظُ لِأَبِي كُرَيْبٍ، قَالُوا: حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ، عَنِ الْأَعْمَشِ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ الْأَنْصَارِيِّ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: إِنِّي أُبْدِعَ بِي فَاحْمِلْنِي، فَقَالَ: «مَا عِنْدِي»، فَقَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَا أَدُلُّهُ عَلَى مَنْ يَحْمِلُهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ[16]

Barangsiapa yang menunjuki seseorang pada suatu kebaikan maka ia mendapatkan pahala seperti pahala yang melakukannya (atas petunjuknya).

 

7)      Hadis yang mashhur di kalangan ahli pendidikan (adab), contoh Hadis:

أدَّبَنِي رَبِّي فأَحْسَنَ تَأدِيبِي[17]

Tuhankulah yang mendidikku, maka Ia mendidikku dengan baik.

Makna hadis ini sahih, tapi tidak ada diketahui sanadnya yang sahih.[18]

D.    Permasalahan Seputar hadis Mashhur

Demikian penjelasan seputar hadis mashhur dan derajatnya baik yang dapat dijadikan hujjah maupun yang tertolak. Penjelasan tersebut menunjukkan kepada kita tentang kesalahan anggapan para orientalis bahwa para ulama mengupayakan penyebaran hadis mashhur itu di tengah-tengah masyarakat untuk mereka terima.[19]

Borch menyimpulkan pernyataan Goldziher sebagai berikut: “Orang-oarang mukmin yang taat dan bertakwa telah menerima dan membenarkan dengan mudah tanpa koreksi terhadap sesuatu yang dating kepada mereka dalam bentuk hadis. Semuanya mereka yakini sebagai sabda Rasul SAW secara hakiki. Adapun hal-hal yang mengancam kesahihan banyak dari ucapan-ucapan yang diriwayatkan terus-menerus itu dengan mudah dapat mereka jinakkan. Telah jelas bahwa ahli agama senantiasa menggunakan kajian ijma’ sebagai suatu pegangan dalam menetapkan kesahihan dan kredibilitas hadis. Jelas-jelas mereka mengetahui bahwa ijma’ merupakan tolok ukur tertinggi untuk mengetahui kesahiahn sebuah hadis.”[20]

Selanjutnya ia juga menambahkan: “Akan tetapi para muhaddithin tidak puas membiarkan diri mereka terbawa oleh system penilaian sebagai langkah antisipasi terhadap system yang mengancam keluhuran ummat Islam dan menyelamatkan banyak hadis yang ternodai dengan system tersebut, mereka menetapkan sarat-sarat lain di samping kesepakatan untuk menerima kredibilitasdan kesahihan hadis.”[21]

Pernyataan ini dikemukakan dengan kata pembuka yang salah dan berdampak kesalahan pula dalam kesimpulan yang dituju. Oleh karena itu, pernyataan di atas telah menyimpang dari garis kebenaran dan mengarah kepada jurang-jurang kesesatan. Di antara kesalahan-kesalahan tersebut antara lain adalah:[22]

1.      Ia menafsirkan ijma’ sebagai kesepakatan seluruh ummat Islam. Hal ini tersirat dalam kata orang-orang mukmin dan kesepakatan ummat dalam menerima kredibilitas hadis. Penafsiran ijma’ yang demikian menyalahi kaidah ajaran Islam yang sangat mendasar dan tidak samar lagi bagi pencari ilmu serta orang yang memperhatikan ajaran agama dan kebudayaan Islam, sebab tidak samar lagi bahwa ijma’ yang dapat dijadikan hujjah menurut Islam adalah ijma’ para imam mujtahid sebagai hasil penggalian hokum dari dalil shar‘i. Dan telah dimaklumi juga bahwa ahli ijma’ itu tidak boleh mengesampingkan dalil-dalil shar‘i.

2.      Para ulama tidak pernah sama sekali mengupayakan agar masyarakat umum menerima suatu hadis, bahkan mereka seluruhnya mengkaji dengan penuh kehati-hatian terhadap riwayat-riwayat yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Imam Muslim menjelaskan, bahwa motivasi beliau dalam menyusun kitab S{ahih{ Muslim adalah karena ia melihat hadis-hadis yang d{aif dan rusak beredar di tengah masyarakat Islam.

3.      Para muhaddithin melakukan pengkajian khusus terhadap hadis yang beredar di masyarakat dalam bentuknya yang khusus ini adalah hadis-hadis mashhur. mereka meneliti hadis-hadis tersebut yang beredar di tengah-tengah masyarakat untuk kemudian mereka jelaskan bahwa hadis yang beredar tersebut tidak memiliki kualitas yang sama. Kemudian hadis-hadis tersebut mereka himpun dalam kitab-kitab hadis mashhur serta diberikan penjelasan kualitas hadisnya masing-masing.

 

E.     Kitab-kitab hadis Mashhur

Kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis mashhur antara lain[23]:

1.      Al-Tadkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah, karya Badr al-Din Muhammad Abdullah al-Zarkashi (w. 794 H.)

2.      Al-Maqasid al-Hasanah fi Bayan Kathir min al-Ahadith al-Mushtahirah, karya Muhammad Abd al-Rahman al-Sakhawi (w. 902 H.)

3.      Al-Ghamaz ‘ala al-Limaz, karya Abi al-Hasan Nur al-Din al-Samhudi (w. 911 H.)

4.      Tamyiz al-Tayyib min al-Khabith fima Yadur ‘Ala Alsinah al-Nas min al-Hadith, karya And al-Rahman ibn Ali ibn al-Diba’ al-Shaybani (w. 944 H.). kitab ini merupakan kitab Ringkasan dari karya al-Sakhawi dan menambahkan hadis.

5.      Al-Badr al-Munir fi Gharib Ahadith al-Bashir al-Nadhir, karya Abd al-Wahab ibn Ahmad al-Sha’rani (w. 973 H.) kitab ini merupakan kitab yang mengumpulkan hadis mashhur dari kitab Jami’ al-Jawami’ karya al-Suyuti dan kitab al-Maqasid al-Hasanah karya al-Sakhawi. Kemudian disusun berdasarkan huruf mu’jam, sehingga mencapai 3200 hadis.

6.      Al-Durar al-Muntatharah fi al-Ahadith al-Mushtahirah, karya Jalal al-Din Abd al-Rahman al-Suyuti (w. 911 H.). kitab ini merupakan ringkasan dari kitab al-Zarkashi dan diurut berdasarkan huruf mu’jam, serta menambahkan hadis lain kedalamnya

7.      Itqan ma Yahsin min al-Ahadith al-Dairah ‘ala al-Alsin, karya Najm al-Din Muhammad ibn al-Ghazi (w. 975 H.). Kitab ini merupakan kumpulan dari kitab al-Zarkashi, kitab al-Suyuti dan kitab  al-Sakhawi serta tambahan atas ketiganya.

8.      Kashf al-Iltibas Fima Khafiya’ala Kathir min al-Nas. Ibn Zafar menyebutkan bahwa kitab ini merupakan karya dari Ghars al-Din al-Khalili yang merupakan ulama abad ke 11 H. Sedangkan menurut al-Kattani dan Ibn Ja’far kitab ini berjudul Tashil al-Sabil ila Kashf al-Iltibas ‘Amma Dar min al-Ahadith Bayn al-Nas karya Muhammad al-Khalili al-Madani al-Qadri al-Shafi’I (w. 1057 H.)

9.      Kashf al-Khafa’ wa Mazil al-Ilbas Amma Ishtahara min al-Ahadith Ala Alsinat al-Nas, karya Isma’il ibn Muhammad al-‘Ajluni (w. 1162 H.)

10.  Al-Nawafih al-Atrah fi al-Ahadith al-Mushtaharah, karya al-Qadi Muhammad ibn Ahmad ibn Jar Allah Muhjam al-Sa’di al-San’ani (w. 1223 H.). Kitab ini merupakan kumpulan dari karya al-Suyuti, kitab Mukhtasar al-Maqasid al-Hasanah karya al-Zarqani, dan karya Ibn al-Diba’ serta menambahkan hadis yang ia kodifikasi sendiri.

 

F.     Penjelasan tentang kitab hadis mashhur

1.      Al-Maqasid al-Hasanat  fi Bayan Kathir min al-Ahadith al-Mushtahirah ‘Ala al-Alsinat

Kitab ini merupakan karya al-Sakhawi, nama lengkapnya adalah Shams al-Din Abi al-Khayr Muhammad ibn ‘Abd al-Rahman al-Sakhawi (w. 902 H.) Kitab ini terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menyusun hadis berdasarkan alfabetis. Sedangkan bagian kedua disusun berdasarkan kitab-kitab (bab-bab). Namun bab kedua merupakan pengulangan dari bab pertama.

Contoh:

حَدِيث: إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، الطَّبَرَانِيُّ فِي الْكَبِيرِ، وَأَبُو نُعيم فِي الْحِلْيَةِ، وَالْعَسْكَرِيُّ، كُلُّهُمْ مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ أَبي يَزِيدَ الْهَمْدَانِيِّ، حَدَّثَنَا الثَّوْرِيُّ عَنْ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ عُمَيْرٍ عَنْ رَجَاءِ بْنِ حيْوة عَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ رَفَعَهُ: إِنَّمَا الْعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ، وَالْحِلْمُ بِالتَّحَلُّمِ، وَمَنْ يَتَحَرَّ الْخَيْرَ يُعْطَهُ، وَمَنْ يَتَوَقَّ الشَّرَّ يُوقَهْ، لَمْ يَسْكُنِ الدَّرَجَاتِ الْعُلَى وَلا أَقُولُ لَكُمْ مِنَ الْجَنَّةِ مَنِ اسْتَقْسَمَ أَوْ تَطَيَّرَ طَيْرًا يَرُدُّهُ مِنَ السَّفَرِ، وابن الحسن كذاب، ولكن قد رواه البيهقي في المدخل من جهة هلال بن العلاء عن أبيه عن عبيد اللَّه بن عمرو عن عبد الملك بن عمير به موقوفا على أبي الدرداء، وفي الباب عن أنس رفعه مثله، أخرجه العسكري من حديث محمد بن الصلت، حدثنا عثمان البزي عن قتادة عنه مرفوعا به، وعن معاوية مرفوعا: يا أيها الناس إنما العلم بالتعلم، والفقه بالتفقه، ومن يرد اللَّه به خيرا يفقهه في الدين، وإنما يخشى اللَّه من عباده العلماء، أخرجه الطبراني في الكبير، وابن أبي عاصم في العلم له، كلاهما من حديث عتبة بن أبي حكيم عمن حدثه عن معاوية بهذا،وجزم البخاري بتعليقه فقال: وقال النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: من يرد اللَّه به خيرا يفقهه في الدين، وقال: إنما العلم بالتعلم، مع أن في إسناده من لم يسم، لمجيئه من طريق أخرى، وعن شداد بن أوس أن رجلا قال: يا رسول اللَّه، ماذا يزيد في العلم؟ قال: التعلم، أخرجه أبو نُعيم في الحلية من حديث طويل، وفي سنده عمر بن صبح، وهو كذاب، وعن ابن مسعود أنه كان يقول: فعليكم بهذا القرآن فإنه مأدبة اللَّه، فمن استطاع منكم أن يأخذ من مأدبة اللَّه فليفعل، فإنما العلم بالتعلم، أخرجه البزار موقوفا في حديث طويل، ورجاله موثوقون، وعند البيهقي في المدخل من طريق علي بن الأقمر، والعسكري من حديث أبي الزعراء، كلاهما عن أبي الأحوص عنه قال: إن الرجل لا يولد عالما، وإنما العلم بالتعلم، وللعسكري فقط من حديث حماد عن حميد الطويل، قال: كان الحسن يقول: إذا لم تكن حليما فتحلم، وإذا لم تكن عالما فتعلم، فقلما تشبه رجل بقوم إلا كان منهم، ومن حديث زافر عن عمرو بن عامر البجلي، قال: قال الحسن: هو واللَّه أحسن منك رداءا، وإن كان رداؤك حبرة، رجل رداه اللَّه الحلم، فإن لم يكن حلم لا أبالك فتحلم، فإنه من تشبه بقوم لحق بهم.[24]

كتاب العلم.

طلب العلم فريضة على كل مسلم،اطلبوا العلم ولو بالصين،اغد عالما أو متعلما،كن عالما،إنما العلم بالتعلم،لا يتعلم العلم مستحي ولا متكبر،جالسوا العلماء،من جالس عالما فكأنما جالس نبيا،[25]

 

Pada bagian pertama hadis terdapat redaksi hadis إنما العلم بالتعلم dan redaksi tersebut diklasifikasikan pada huruf hamzah. hadis yang termaktub dalam kitab ini tidak disertai dengan sanad, hanya saja setelah penyebutan hadis disertakan dengan dengan mukharrij yang mengkodifikasikan hadis tersebut dalam kitabnya.

Setelah itu pada bagian kedua redaksi hadis إنما العلم بالتعلم disebut kembali berdasarkan klasifikasi bab. Redaksi hadis ini masuk pada kitab al-‘ilm. Semua hadis yang berkenaan dengan al-‘ilm dan berkuantitas mashhur menurut pengarang kitab dikelompokkan dalam satu kitab yaitu kitab al-‘Ilm. Pada bagian ini semua hadis yang dikelompokkan juga tidak menyebutkan sanad hadis dan tidak pula menyebutkan mukharij-nya, hanya redaksi atau matan hadis yang berkenaan dengan tema al-‘ilm.

 

2.      Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ahadith al-Mashhurah (al-Tadhkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah) karya Badr al-Din Abi Abd Allah Muhammad ibn Abd Allah al-Zarkashi (w. 794 H.)

Biografi al-Zarkashi, nama lengkapnya Muhammad ibn Bahadur ibn Abd Allah al-Zarkashi, Badr al-Din Abu Abd Allah. Ia belajar pada Jamal al-Din al-Isnawi, Siraj al-Din al-Baqilani, dan Shihab al-din al-Adra’i. Ia juga belajar hadis pada tahun 752 H. saat berguru pada Salah al-Din Umar ibn Amlilah.

Adapun karya-karyanya adalah.

1.      Al-Ijabah li Irad Ma Istadrakathu Aishah Ala al-Sahabah

2.      Al-Bahr al-Muhit, (terdiri dari 3 jilid dibidang Usul Fiqh)

3.      I’lam al-Sajid bi Ahkam al-Masajid

4.      Al-Dibaj Fi Tawdih al-Manhaj.

Latar belakang penulisan kitab ini seperti yang dijelaskan oleh al-Zarkashi bahwa ia mengarang kitab tersebut dengan alasan untuk menjelaskan hadis-hadis mashhur di kalangan orang-orang awam, dan kebanyakan para fuqaha’ tidak mengetahui apa yang dimaksud dengan hadis mashhur.[26] Terkadang tidak dipedulikan hadis tersebut asli atau tidak, kemungkinan juga disembunyikan oleh ahli hadis karena tidak taat pada kaidah ‘ulum al-hadith, disembunikan seperti orang yang menyembunyikan kebenaran agama dan sesat dari jalan yang benar.

Kitab ini terdiri dari 9 bab:

1.      Fima Ishtaha ala al-sinatihim min ahadith al-Ahkam

2.      Fi ahadith al-hukm wa al-adab

3.      Fi al-zuhd

4.      Fi al-Tibb wa al-Manafi’

5.      Fi Abwab al-Fadail

6.      Fi al-Ad’iyyyat wa al-Adkar

7.      Fi qisas wa al-Akhbar

8.      Fi al-Fitan

9.      Fi Umur Manthurah

Adapun penulisan hadis pada kitab ini yaitu dengan menyebutkan redaksi hadis, kemudian menyebutkan mukharrij atau kodifikator dari hadis tersebut, dan menyertakan sanad hadis disertakan dengan penilaian terhadap hadis tersebut. Contoh:

الحَدِيث الاول أبْغض الْحَلَال الى الله تَعَالَى الطَّلَاق

اخْرُج ابو دَاوُد وَابْن ماجة عَن كثير بن عبيد عَن مُحَمَّد بن خَالِد عَن مَعْرُوف بن وَاصل عَن محَارب بن دثار عَن عبد الله بن عمر قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم ابغض الْحَلَال الى الله تَعَالَى الطَّلَاق

ثمَّ رَوَاهُ ابو دَاوُد عَن احْمَد بن يُونُس عَن مَعْرُوف عَن محَارب قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم

فَذكر مَعْنَاهُ مُرْسلا

وَكَذَا رَوَاهُ عبد الله بن الْمُبَارك فِي كتاب الْبر والصلة ثَنَا مَعْرُوف بن وَاصل عَن محَارب بن دثار قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم واخرجه الْحَاكِم فِي مُسْتَدْركه عَن ابي بكر مُحَمَّد بن بالوية ثَنَا مُحَمَّد بن عُثْمَان ابْن ابي شيبَة ثَنَا احْمَد بن يُونُس ثَنَا مَعْرُوف بن وَاصل عَن محَارب بن دثار عَن عبد الله بن عمر قَالَ قَالَ رَسُول الله صلى الله عَلَيْهِ وَسلم مَا أحل الله شَيْئا ابغض اليه من الطَّلَاق وَقَالَ . وَهَذَا صَحِيح الاسناد . وَلم يخرجَاهُ وَمن حكم هَذَا الحَدِيث ان يبْدَأ بِهِ فِي كتاب الطَّلَاق[27]

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa penulisan hadis pada kitab ini diawali dengan penulisan redaksi hadis, kemudian dilanjutkan dengan mukharrij beserta sanad hadis dari mukharrij tersebut, dan yang terakhir penilaian terhadap hadis itu.

G.    Urgensi Kitab Hadis Mashhur

Pengumpulan hadis mashhur sangat banyak manfaatnya, antara lain adalah sebagai berikut:

1.      Jika dalam pengumpulan hadis tersebut disertakan dengan penilaian hadis, maka akan memberikan penjelasan kepada pembaca. Karena terkadang banyak kelompok-kelompok tertentu mengklaim hadis yang dijadikan landasan atau dasar dalam ibadah terkadang dianggap sahih disebabkan ke-mashhur-an hadis tersebut.

2.      Pengumpulan hadis ini bertujuan agar hadis yang dijadikan pijakan dalam semua ibadah dan muamalah dapat dipilah, karena kuantitas hadis bukanlah satu-satunya ukuran bagi sebuah hadis dapat dijadikan hujjah, melainkan kualitas hadis yang menentukannya.


 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


DAFTAR PUSTAKA

Ajluni (al), Kashf al-Khafa’, vol.2. t.k: Maktabah al-‘Ashriyyah, 2000.

Arifin, Zainul. Ilmu Hadis Historis dan Metodologis .Surabaya: al-Muna, 2014.

Bukhari (al), Sahih al-Bukhari, vol. 2, Damaskus: Dar Tuq al-Najah, 1422 H.

Darimi (al), Sunan al-Darimi. Saudi Arabia: Dar al-Mughni li Nashr wa al-Tawzi’, 2000.

Dawud, Abu Sunan Abau Dawud. Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, t.t.

Hajjaj, Muslim ibn Sahih Muslim, Beirut: Dar al-Ihya’ al Turath, t.t.

Khatib (al), Muhammad Ajjaj. Usul al-Hadith; ‘Ulumuh wa Mustalahuh, Beirut: Dar al-fikr, 1981. 

Majah, Ibn Sunan Ibn Majah, vol. 2 .t.k: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t.

Sakhawi (al), Al-Maqasid al-Hasanat fi Bayan Kathir min al-Ahadith al-Mushtahirah ‘Ala al-Alsinat, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1979.  

Tahhan, Mahmud. Taysir Mustalah al-H{adith, Surabaya: al-Hidayah, t.th.

Zarkashi (al), Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ahadith al-Mashhurah: al-tadkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986.



[1]Mahmud Tahhan, Taysir Mustalah al-Hadith, (Surabaya: al-Hidayah, t.th), 24.

[2]Muhammad Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadith; ‘Ulumuh wa Mustalahuh, (Beirut: Dar al-fikr, 1981), 302. 

[3]Badr al-Din Abi Abd Allah Muhammad ibn Abd Allah al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ahadith al-Mashhurah; al-tadkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 7.

[4]Zainul Arifin, Ilmu Hadis Historis dan Metodologis (Surabaya: al-Muna, 2014), 146.

[5]Muslim ibn Hajjaj, Sahih Muslim, (Beirut: Dar al-Ihya’ al Turath, t.t)

[6]Ibid.

[7]Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, vol. 2 (t.k: Dar al-Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t), 784.

[8]Al-Ajluni, Kashf al-Khafa’, vol.2. (t.k: Maktabah al-‘Ashriyyah, 2000),164.

[9]Muslim, Sahih Muslim, vol 3…, 1515.

[10]Nur al-Din ‘Itr, ‘Ulumul Hadis terj. Mujiyono (Bandung: Rosdakarya, 2012), 436.

[11]Al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, vol. 2, (Damaskus: Dar Tuq al-Najah, 1422 H.), 26.

[12]Al-Darimi, Sunan al-Darimi (Saudi Arabia: Dar al-Mughni li Nashr wa al-Tawzi’, 2000), 1785.

[13]Abu Dawud, Sunan Abau Dawud (Beirut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, t.t), 255. Albani menghukumi hadis ini da’if.

[14]Abu Dawud Sulayman Ibn al-Ash‘ath Ibn Ishaq Ibn Bashir, Sunan Abi Dawud, vol III (Beyrut: al-Maktabah al-‘Asriyyah, T.th), 254.

[15]Lihat silsilah hadis da’if karya shaikh Albaniy no.1006.

[16]Muslim, Sahih Muslim. Vol. 3 …, 1506.

[17]al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ahadith al-Mashhurah; al-tadkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah, vol. 1. (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986). 160.

[18]Lihat silsilah hadis da’if karya shaikh Albaniy. No. 72.

[19]‘Itr, ‘Ulumul…440.

[20]Ibid.

[21]Ibid.

[22]Ibid., 441.

[23]al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ahadith al-Mashhurah; al-tadkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah, 9.

[24]Al-Sakhawi, Al-Maqasid al-Hasanat fi Bayan Kathir min al-Ahadith al-Mushtahirah ‘Ala al-Alsinat, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1979), 107.  

[25]Ibid., 490.

[26] al-Zarkashi, Al-Laaliy al-Manthurah fi al-Ahadith al-Mashhurah; al-Tadkirah fi al-Ahadith al-Mushtahirah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1986), 24.

[27]Ibid., vol. 1. 36.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...