HOME

20 Januari, 2024

TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB HADIS AL MA’AJIM

 


BAB I

PENDAHULUAN 

Tidak dapat disangkal lagi bahwa kegiatan tulis menulis dan juga kegiatan pendidikan di dunia Islam telah berlangsung sejak zaman Nabi Saw. Ini dapat dilihat dengan adanya bukti-bukti bahwa ketika Nabi Saw. masih hidup, para sahabat banyak yang mencatat hal-hal yang diimla’'kan beliau kepada mereka. Ada juga sejumlah sahabat yang menyimpan surat-surat Nabi atau salinannya. Sahabat Hudhayfah ra. menuturkan bahwa Nabi meminta dituliskan nama orang-orang yang masuk Islam, maka Hudhayfah menuliskannya sebanyak 1500 orang. Selain itu ada juga aturan registrasi nama orang-orang yang mengikuti perang. Rasulullah Saw. pada saat itu juga telah mempunyai juru tulis wahyu yang jumlahnya mencapai empat puluh orang. Beliau juga mempunyai sekretaris yang bertugas untuk mencatat sadaqah dan mu‘amalah. Selain itu beliau juga telah mempunyai sekretaris yang bertugas menulis surat untuk para raja-raja di sekitar arab dengan bahasa yang berbeda-beda.[1]

Sesuatu yang tidak diragukan lagi bahwa hadis Nabi Saw. belum terkodifikasi pada masa Nabi Saw. dan para sahabat. Meskipun toh sebagian sahabat telah menulis hadis-hadis Nabi Saw. Namun upaya itu tidak bisa dikatakan sebagai upaya kodifikasi, karena upaya tersebut merupakan upaya yang bersifat individual dan untuk koleksi pribadi. Tidak dibukukannya hadis pada masa itu tidak lepas dari dua hal. Pertama; adanya sebagian hadis yang melarang untuk menulis hadis, juga karena ada kekhawatiran bahwa hadis-hadis yang ditulis akan tercampur dengan al-Qur’an. Kedua; karena kehebatan para sahabat pada waktu itu dalam hafalan, sehingga mereka tidak butuh terhadap tulisan. Juga karena kebanyakan di antara mereka tidak mengetahui tulis menulis.[2]

‘Abd al-‘Azis bin Marwan yang menjadi penguasa Mesir pada saat itu (65-85 H.) telah berusaha melakukan kodifikasi hadis-hadis Nabi Saw. Ia menulis surat kepada Kathir bin Murrah al-Hadrami –yang menjumpai tujuh puluh sahabat yang ikut perang badar– untuk menulis hadis-hadis yang ia dengar dari para sahabat selain Abu Hurayrah, karena hadis-hadis riwayat Abu Hurayrah telah terkumpul dan berada di tangan ‘Abd al-‘Azis bin Marwan. Namun para ahli tidak mengetahui hasil dari usaha yang dilakukan oleh ‘Abd al-‘Azis bin Marwan ini.[3]

Kemudian pada saat ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis menjadi khalifah, ia menulis surat kepada Abu Bakr bin Hazm, gubernurnya yang berada di Madinah untuk menulis hadis-hadis Nabi Saw. ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis juga menulis surat kepada para ulama yang berada di daerah-daerah Islam lain untuk menulis dan mengumpulkan hadis-hadis Nabi Saw. Akan tetapi ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis meninggal terlebih dahulu sebelum Abu Bakr bin Hazm mengirim hasil usahanya mengumpulkan hadis-hadis Nabi kepadanya. Sehingga, usaha kodifikasi ini belum bisa dikatakan sempurna dan maksimal.[4]

Usaha kodifikasi secara sempurna dilakukan oleh Muhammad bin Shihab al-Zuhri (w. 124 H.) ketika ia memenuhi permintaan Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis untuk mengumpulkan hadis-hadis Nabi Saw. Hadis-hadis itu kemudian diserahkan kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abd al-‘Azis dan kemudian di kirim ke daerah-daerah Islam. Kodifikasi ini merupakan kodifikasi pertama kali yang dilakukan secara sempurna dan teliti. Usaha kodifikasi ini kemudian diikuti oleh para ulama pada masa-masa berikutnya. Tidak kurang dari dua puluh ulama yang mengikuti jejak al-Zuhri ini, di antaranya yang terkenal dan kitab-kitabnya dapat kita jumpai saat ini adalah: Imam Malik bin Anas (w. 179 H.) dengan kitabnya al-Muwatta’, ‘Abd al-Razzaq bin Himam al-Shan‘ani (w. 211 H.) dengan kitabnya Musannaf ‘Abd al-Razzaq dan Ibn Abi Shaybah dengan kitabnya Mushannaf Ibni Abi Shaybah.[5]

Jika diamati, metode yang dipakai oleh para ulama dalam kodifikasi hadis mengalami semacam trend yang berubah dari masa ke masa, mulai dari al-Muwatta’, al-Musannaf, al-Musnad, al-Jami‘ dan al-Sunan. Setelah abad ketiga hijriyah, para ulama dalam menyusun kitab hadis ada yang mengikuti metode ulama sebelumnya, ada juga yang berbeda dengan metode yang telah ditempuh oleh ulama sebelumnya. Salah satu metode yang berbeda itu adalah metode kodifikasi hadis dalam bentuk mu‘jam.

Selanjutnya makalah singkat ini akan mengulas sedikit tentang metode mu‘jam. Bagaimana pengertian dan karakteristik kitab mu‘jam, sehingga dapat diperoleh definisi dan gambaran yang komprehensif tentang mu‘jam.

 


BAB II

TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB AL-MA’AJIM

A.  Definisi

Secara bahasa kata mu‘jam merupakan masdar mim dari kata a‘jama (اعجم-يعجم-اعجاما-ومعجما). Kata mu‘jam merupakan bentuk tunggal dari kata ma‘ajim dan mu‘jamat. Orang Arab sering berujar:

أعجم الكلام او الكتاب اذا أزال عجمته وابهامه بالنقط والشكل[6].

“Seseorang menjelaskan perkataan atau kitabnya (tulisannya) ketika ia menghilangkan kesamaran (ketidak jelasan) perkataan atau kitab (tulisan) tersebut dengan memberi titik dan harakat.”

Dalam istilah ahli bahasa kata mu‘jam mempunyai arti susunan materi sebuah buku yang berdasarkan huruf hija’iyah.[7] Adapun dalam istilah ahli hadis, kata mu‘jam didefinisikan sebagai berikut:

1.    ‘Ubaidullah bin Muhammad ‘Abd al-Salam al-Mubarakfuri dalam kitabnya Mir‘at al-Mafatih Sharh Mishkat al-Masabih dan Sayyid Sadiq Hasan al-Qanuji dalam kitabnya al-Hittah fi Dhikr al-Sihah al-Sittah mendefinisikan mu‘jam sebagai:

ما تذكر فيه الأحاديث على ترتيب الشيوخ سواء يعتبر تقدم وفاة الشيخ أم توافق حروف التهجي أو الفضيلة أو التقدم في العلم والتقوى ولكن الغالب هو الترتيب على حروف الهجاء. [8]

Mu‘jam adalah kitab yang di dalamnya berisi hadis-hadis sesuai dengan susunan para guru, baik berdasarkan urutan wafat, kesamaan huruf hija’iyah, keutamaan, keunggulan dalam ilmu maupun ketakwan guru tersebut. Namun pada umumnya kitab tersebut disusun berdasarkan urutan huruf hija’iyah.”

 

2.    Muhammad bin Ja‘far al-Kattani dalam kitabnya al-Risalah al-Mustatrafah mendefinisikan mu‘jam sebagai:

ما تذكر فيه الأحاديث على ترتيب الصحابة أو الشيوخ أو البلدان أو غير ذلك والغالب ان يكونوا مرتبين على حروف الهجاء. [9]

Mu‘jam adalah kitab yang di dalamnya berisi hadis-hadis sesuai dengan urutan para sahabat, guru, daerah atau yang lainnya dimana pada umumnya susunan sahabat, guru atau daerah tersebut berdasarkan urutan huruf abjad.”

3.    Mahmud al-Tahhan dalam kitabnya Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid mendefinisikan mu‘jam sebagai:

الكتاب الذي تُرتّب فيه الأحاديث على مسانيد الصحابة، أو الشيوخ، أو البلدان، أو غير ذلك. والغالب أن يكون ترتيب الأسماء فيه على حروف المعجم.[10]

Mu‘jam adalah kitab yang didalamnya disusun hadis-hadis berdasarkan musnad sahabat, para guru, daerah atau yang lainnya. Pada umumnya susunan nama-nama tersebut berdasarkan huruf mu‘jam (abjad).”

4.    ‘Abdullah al-Sa‘d dalam kitabnya Sharh al-Muqidah fi ‘Ilm al-Mustalah menjelaskan:

وأما المعاجم فإنها تعنى بذكر ترجمة الصحابي أولا ثم إيراد بعض أو كل أحاديث هذا الصحابي، وعلى هذا يمكن اعتبار كتب المعاجم قسما من كتب التراجم والرجال، ويغلب أن ترتب على حروف المعجم ، بالنسبة للصحابة رضي الله عنهم ، أو بالنسبة لشيوخ المصنف.[11]

“Adapun yang dimaksud dengan al-Ma‘ajim, maka yang dikehendaki adalah kitab yang menyebutkan biografi para sahabat pada permulaannya, kemudian menampilkan sebagian atau keseluruhan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tersebut. Dari definisi ini, bisa dikatakan bahwa kitab al-Ma‘ajim merupakan bagian dari kitab-kitab al-Tarajum wa al-Rijal (biografi para tokoh). Biasanya penyusunan kitab mu‘jam diurutkan sesuai dengan urutan abjad, baik dinisbatkan kepada para sahabat tersebut maupun kepada para guru penulisnya.”

 

5.    Muhammad Khalaf Salamah dalam kitabnya Lisan al-Muhaddithin menjelaskan lebih rinci, bahwa mu‘jam  dalam tipologi kodifikasi hadis mempunyai dua pengertian. Pertama adalah al-Musnad yang di dalamnya menyebutkan para sahabat sesuai dengan urutan huruf abjad, seperti Mu‘jam al-Sahabah yang disusun oleh al-Baghawi dan Ibn Qani‘. Juga Mu‘jam al-Kabir yang disusun oleh al-Tabrani. Kedua adalah kitab yang menyebutkan nama para guru penyusunnya beserta sebagian riwayat mereka, terkadang juga menyebutkan biografi mereka. Ketika sistem penyusunan kitab ini berdasarkan urutan abjad, maka kitab ini disebut dengan Mu‘jam al-Shuyukh.[12]

Dari definisi-definisi yang telah disebutkan di atas, maka dapat dilihat bahwa korelasi antara definisi mu‘jam secara bahasa dan secara istilah adalah ketika seorang penulis mu‘jam berpedoman pada susunan urutan nama-nama guru mereka sesuai dengan huruf abjad, maka setidaknya mereka telah menghilangkan kesamaran nama-nama guru mereka dan memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka yang terdapat dalam kitab mereka.[13]

 

B.  Macam-Macam Kitab Mu‘jam Dan Karakteristiknya

Kitab mu‘jam yang ditulis oleh para ulama jumlahnya sangan banyak. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis tidak akan mengurai seluruh kitab mu‘jam yang ada. Penulis hanya akan mengulas secara ringkas beberapa kitab mu‘jam yang dianggap paling penting dan ditulis lebih awal. Harapannya, dengan menampilkan beberapa sampel kitab mu‘jam ini, dapat diketahui secara komprehensif gambaran umum tentang kitab mu‘jam beserta karakteristiknya.

1.    Mu‘jam Abi Ya‘la al-Mawsili (210-307 H.)

Kitab mu‘jam ini ditulis oleh Abi Ya‘la al-Mawsili Ahmad bin ‘Ali bin al-Muthanna al-Tamimi (210-307 H.), Sahib al-Musnad. Al-Mawsili telah melakukan rihlah sejak masa kecil dan bertemu dengan tokoh-tokoh hadis pada masa itu. Ia berguru pada Ahmad bin Mani‘, Khalifah bin Khayyat, Abu Khaythamah Zuhayr bin Harb dan tokoh-tokoh besar lainnya. Ia menyebutkan guru-gurunya itu dalam kitab mu‘jamnya. Tentang al-Mawsili, al-Daruqutni berkata, “thiqat ma’mun”. Tokoh besar hadis yang meriwaykan darinya antara lain adalah al-Nasa’i, Ibn Hibban dan al-Tabrani. Abu Hatim al-Busti berkata: “Antara ia dan Rasulullah Saw. ada tiga orang.”[14]

Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri menyebutkan bahwa dalam mu‘jamnya Abu Ya‘la al-Mawsili meriwayatkan dari 335 shaikh. Dari setiap shaikh terdapat beberapa hadis, minimal satu. Ia menyusun nama-nama shaikhnya itu sesuai huruf abjad dan mendahulukan shaikhnya yang bernama Muhammad dalam rangka ngalap berkah.[15]

Dalam kitab Mu‘jam Abi Ya‘la  yang ditahqiq oleh Irshad al-Haqq al-Athari pada bab orang-orang yang namanya Muhammad setidaknya ada 67 hadis yang dirawayatkan dari guru yang bernama Muhammad. Namun setelah penulis teliti, ternyata pada hadis ke 43 dan 47, nama guru yang disebutkan bukanlah nama Muhammad, melainkan Abu Bakr bin Abi Nadr dan Abu ‘Ubaidah bin Fudail bin ‘Iyad, sebagaimana data berikut:

43 - أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي النَّضْرِ ، قَالَ : حَدَّثَنِي أَبُو النَّضْرِ ، قَالَ : حَدَّثَنَا الأَشْجَعِيُّ ، عُبَيْدُ اللَّهِ ، عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ ، عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ مَرْثَدٍ ، عَنِ ابْنِ بُرَيْدَةَ ، عَنْ عَائِشَةَ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْهَا ، قَالَتْ : قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنْ وَافَقْتُ لَيْلَةَ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا ؟ قَالَ : قُولِي : اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي.[16]

47- حَدَّثَنَا أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ فُضَيْلِ بْنِ عِيَاضٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ سُعَيْرٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا السَّرِيُّ بْنُ إِسْمَاعِيلَ ، عَنِ الشَّعْبِيِّ ، عَنْ مَسْرُوقٍ ، عَنْ عَائِشَةَ رَحْمَةُ اللَّهِ عَلَيْهَا ، قَالَتْ : كُنَّا نَضَعُ سِوَاكَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ طَهُورِهِ ، قُلْتُ : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، مَا تَدَعُ السِّوَاكَ ؟ قَالَ : أَجَلْ ، لَوْ أَنِّي أَقْدِرُ عَلَى أَنْ يَكُونَ ذَلِكَ مِنِّي عِنْدَ كُلِّ شَفْعٍ مِنْ صَلاتِي لَفَعَلْتُ.[17]

Setelah selesai menyebutkan guru-guru yang bernama Muhammad, maka yang ditulis berikutnya adalah guru-guru yang nama depannya diawali dengan huruf alif. Pada bab huruf alif ini yang pertama kali dicantumkan adalah guru-gurunya yang bernama Ahmad, lalu berturut-turut yang bernama Ibrahim, Ishaq, Isma‘il, kemudian guru-guru yang namanya diawali dengan huruf alif secara acak, tanpa memperhatikan urutan huruf abjad. Ini dapat dilihat ketika nama Ayyub dicantumkan lebih dulu dari pada al-Azraq.[18] Dan begitu seterusnya pada bab huruf ba’ dan yang lainnya.

Kitab Mu‘jam Abi Ya‘la al-Mawsili ini diterbitkan pada tahun 1410 H. oleh penerbit Dar al-‘Ulum al-Athariyyah di Faysal Abad, Pakistan dengan pentahqiq Irshad al-Haqq al-Athari dan juga diterbitkan oleh penerbit Dar al-Ma’mun di Damaskus pada tahun 1410 H. dengan pentahqiq Husayn Asad al-Darani dan ‘Abduh Kushk.[19]

2.    Mu‘jam al-Sahabah al-Baghawi (214-317 H.)

Kitab mu‘jam ini ditulis oleh ‘Abdullah bin Muhammad bin ‘Abd al-‘Aziz Abu Qasim al-Baghawi. Ia lahir pada hari Senin awal Ramadan 214 H[20] dan wafat pada malam ‘Id al-Fitri 317 H.[21]  Guru-gurunya di antaranya adalah Ahmad bin Hanbal, ‘Ali bin al-Madini, ‘Ali bin al-Ja‘d dan lain sebagainya. Sementara murid-muridnya di antaranya adalah Yahya bin Sa‘id, Ibn Qani‘, Abu Hatim Ibn Hibban dan Abu Bakr al-Isma‘ili.[22]

Dalam kitab mu‘jamnya ini al-Baghawi menyusunnya sesuai dengan nama-nama para sahabat berdasarkan huruf abjad. Pertama-tama ia menyebutkan biografi sahabat tersebut, terkadang secara ringkas, terkadang juga secara detail. Kemudian ia menyebutkan riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaan para sahabat tersebut, terkadang tanpa sanad dan terkadang pula menggunakan sanad. Selanjutnya ia menuliskan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tersebut.[23] Berikut contohnya:

باب من روى عن النبي صلى الله عليه وسلم ممن اسمه أبي:

1- أبو المنذر ويقال أبو الطفيل أبي بن كعب سكن المدينة ومات بها.

1- حدثنا سعيد بن يحيى الأموي ، قال حدثني أبي ، عن محمد بن إسحاق : " ممن شهد بدرا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم : أبي بن كعب بن قيس بن [عبيد] بن زيد بن معاوية بن عمرو بن [مالك] بن النجار.

2- أخبرنا عبيد الله بن محمد بن محمد بن بطة ، أخبرنا عبد الله بن محمد البغوي ، قال : حدثني هارون بن عبد الله أبو موسى قال سمعت سعد بن عبد الحميد بن جعفر فذكر أن أبي بن كعب عقبي بدري من بني مالك بن النجار من الخزرج.

3- حدثنا هارون بن إسحاق أخبرنا محمد بن عبد الوهاب السكري عن سفيان عن سعيد بن إياس الجريري عن أبي السليل عن عبد الله بن رباح عن أبي بن كعب أن النبي صلى الله عليه وسلم قال له : " أي [آية في] كتاب الله أعظم ؟ قال : قلت : الله ورسوله أعلم ، حتى أعادها عليه ثلاثا ثم قلت (الله لا إله إلا هو الحي القيوم) قال : فضرب صدري ثم قال : ليهنك العلم أبا المنذر.[24]

3.    Mu‘jam Ibn al-A‘rabi (w. 340 H.)

Mu‘jam ini ditulis oleh Ahmad bin Muhammad bin Ziyad bin Bishr, al-Imam al-Muhaddith al-Qudwah al-Saduq al-Hafiz, Shaikh al-Islam Abu Sa‘id bin al-A‘rabi al-Basri al-Sufi, tinggal di Makkah dan seorang shaikh di tanah haram. Ia lahir setelah tahun 240 H. Gurunya di antaranya adalah al-Hasan bin Muhammad bin al-Sabbah al-Za‘farani, ‘Abdullah bin Ayyub al-Mukharrimi dan yang lainnya. Ia melakukan rihlah ke beberapa daerah, seorang ahli ibadah dan menulis Manaqib al-Sufiyyah. Murid-muridnya di antaranya adalah Abu ‘Abdillah bin Khafif dan Abu Bakr bin al-Muqri’.[25] Ia juga berteman dengan al-Junaid.[26] Ibn al-A‘rabi merupakan ulama sufi, namun ia tidak menerima sesuatu pun dari istilah-istilah para sufi kecuali dengan hujjah.[27] Ia meninggal pada bulan Dhulqa‘dah 340 H. Usianya 94 tahun.[28] Namun menurut catatan Abu Nu‘aym, ia meninggal pada tahun 341 H.[29]

Dalam kitab Mu‘jamnya ini Ibn al-A‘rabi meriwayatkan dari 336 shaikh. Setiap shaikh disebutkan beberapa hadis hingga kadang-kadang mencapai 90 hadis. Ibn al-A‘rabi menyusun nama-nama gurunya berdasarkan huruf abjad dengan mempertimbangkan huruf awalnya saja, sebagaimana dalam Mu‘jam Abi Ya‘la. Ia juga mendahulukan nama-nama gurunya yang bernama Muhammad dalam rangka ngalap berkah.[30] Setelah nama Muhammad selesai disusul dengan jajaran guru-gurunya yang bernama Ahmad. Kitab Mu‘jam Ibn al-A‘rabi ini memuat 2395 hadis.[31]

Kitab Mu‘jam Ibn al-A‘rabi pertama kali diterbitkan dalam dua juz oleh penerbit Maktabah al-Kawthar Riyad pada tahun 1412 H. dengan ditahqiq oleh al-Shahid Ahmad Mir al-Bullushi.[32]

4.    Ma‘ajim al-Tabrani (260-360 H.)

Nama al-Tabrani adalah Abu al-Qasim Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani. Ia dilahirkan di kota ‘Akka, pada bulan Safar 260 H.[33]

Guru-gurunya di antaranya adalah Hashim bin Marthad, Ahmad bin Mas‘ud al-Khayyat, ‘Amr bin Abi Salamah al-Tinnisi, Ahmad bin ‘Abdullah al-Lihyani, ‘Amr bin Thawr, Ibrahim bin Abi Sufyan, Abu Zur‘ah al-Dimashqi, Ishaq bin Ibrahim al-Dabri, Idris bin Ja‘far al-‘Attar, Abu Dawud al-Tayalisi, Abu ‘Abdirrahman al-Nasa’i dan lain sebagainya. Di kota Tabariyyah al-Tabrani berguru kepada lebih dari seribu orang guru. Ia melakukan rihlah dan berguru kepada para ulama di Makkah, Madinah, Yaman, kota-kota yang ada di Sham, Mesir, Baghdad, Kufah, Basrah, Asbahan dan lain sebagainya. Ia kemudian tinggal di Asbahan kurang lebih selama enam puluh tahun, menulis dan menyebarkan ilmunya.[34] Sementara murid-muridnya di antaranya adalah Abu Khalifah al-Jumahi, al-Hafiz Ibn ‘Uqdah, mereka berdua sekaligus juga menjadi guru al-Tabrani, Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim al-Sahhaf, Ibn Mundah, Abu Bakr bin Mardawayh dan lain sebagainya.[35]

Al-Tabrani menulis tiga kitab mu‘jam yang sangat terkenal, yaitu al-Mu‘jam al-Kabir, al-Mu‘jam al-Awsat dan al-Mu‘jam al-Saghir. Abu Nu’aym al-Hafiz mengatakan bahwa al-Tabrani wafat pada bulan Dhulqa‘dah 360 H. di Asbahan. Dengan demikian usianya mencapai seratus tahun sepuluh bulan.[36] Menurut satu pendapat, kedua matanya mengalami kebutaan di akhir hidupnya. Al-Tabrani berkata: “Al-Zanadiqah telah menyihirku.”[37]

a.    Al-Mu‘jam al-Kabir

Al-Kattani yang juga dikutip oleh Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri menjelaskan bahwa kitab al-Mu‘jam al-Kabir disusun berdasarkan nama-nama sahabat sesuai dengan huruf abjad, kecuali musnad Abi Hurayrah, karena al-Tabrani menyendirikannya dalam sebuah karya tersendiri. Dikatakan bahwa dalam al-Mu‘jam al-Kabir, al-Tabrani menyebutkan enam puluh ribu hadis dalam dua belas jilid kitab. Ibn Dihyah mengatakan bahwa al-Mu‘jam al-Kabir merupakan kitab mu‘jam yang paling besar di dunia ini. Ketika disebut kata al-Mu‘jam secara mutlak, maka yang dimaksud adalah al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani. Sedangkan apabila yang dikehendaki yang lainnya, maka penyebutannya diikuti dengan kata yang lain.[38]

Ketika kita meneliti kitab al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani, maka kita akan mendapati bahwa pokok pembicaraan dari kitab tersebut adalah mengetahui para sahabat dengan menyebutkan ihwal dan keutamaan mereka, lalu menyebutkan riwayat-riwayat mereka, baik sebagian maupun keseluruhannya yang disusun berdasarkan urutan abjad. Ia pun memulai susunan para sahabat itu dengan diawali nama-nama sepuluh para sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Saw. Dalam muqaddimahnya al-Tabrani berkata:

هذا كتاب ألفناه جامع لعدد ما انتهى إلينا ممن روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من الرجال والنساء على حروف ألف ب ت ث بدأت فيه بالعشرة رضي الله عنهم لأن لا يتقدمهم أحد غيرهم خرجت عن كل واحد منهم حديثا وحديثين وثلاثا وأكثر من ذلك على حسب كثرة روايتهم وقلتها.[39]

“Kitab ini aku susun dalam rangka mengumpulkan riwayat-riwayat yang telah sampai kepada kami dari orang-orang yang meriwayatkannya dari Rasulullah Saw., baik dari kalangan sahabat laki-laki maupun perempuan sesuai dengan huruf alif, ba, ta, tha. Aku memulainya dengan menyebutkan sepuluh sahabat yang dijamin surga, karena sesungguhnya tidak ada orang lain yang mendahului mereka. Aku mengeluarkan satu, dua, tiga hadis atau lebih dari tiap-tiap mereka sesuai banyak dan sedikitnya riwayat mereka.”

 

Dari keterangan di atas, maka manhaj al-Tabrani dalam al-Mu‘jam al-Kabir secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:[40]

1)   Al-Tabrani menampilkan riwayat-riwayat dari tiap-tiap sahabat baik yang mukthir (banyak riwayatnya) maupun yang mutawassit. Ia tidak menampilkan riwayat-riwayat Abu Hurayrah, karena ia menyusunnya tersendiri dalam sebuah musnad. Juga karena riwayat Abu Hurayrah yang sangat banyak. Menurut al-Dhahabi, al-Mu‘jam al-Kabir juga tidak menampilkan semua hadis riwayat para sahabat yang banyak meriwayatkan hadis (al-mukthirin).[41]

2)   Al-Tabrani menampilkan semua riwayat sahabat-sahabat yang sedikit periwayatan hadisnya (al-Muqillun).[42]

3)   Al-Tabrani mencantumkan nama-nama sahabat yang tidak mempunyai riwayat dan memperkenalkan sahabat itu dengan menyebutkan keutamaan-keutamaannya dari riwayat-riwayat yang berasal dari selain mereka, karena sasaran penulisan kitab mu‘jam ini adalah untuk mengetahui para sahabat.[43]

4)   Al-Tabrani menyusun nama-nama para sahabat itu berdasarkan huruf abjad.[44] Namun ia mendahulukan nama-nama sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Saw. yang dimulai dari Abu Bakr, ‘Umar, ‘Uthman, ‘Ali dan seterusnya dengan terlebih dahulu menampilkan riwayat-riwayat yang menjelaskan identitas mereka yang meliputi nama, keutamaan dan lain sebagainya. Kemudian disusul dengan sahabat-sahabat yang lain berdasarkan huruf abjad. Adapun untuk kalangan sahabiyyat, ia memulainya dengan musnad-musnad putri-putri Nabi Saw. Ia memulai dari Fatimah, Zaynab, Ruqayyah dan Ummu Kulthum. Kemudian Umamah binti Abi al-‘As yang merupakan putri Zaynab. Lalu berikutnya adalah istri-istri Nabi Saw. yang diawali dari Khadijah, ‘A’ishah kemudian istri-istri Nabi yang lain. Setelah itu dilanjutkan dengan nama-nama sahabiyyat berdasarkan huruf abjad.[45] Tentang hal ini al-Tabrani mengatakan:

مَا انْتَهَى إِلَيْنَا مِنْ مُسْنَدِ النِّسَاءِ اللاتِي رَوَيْنَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَّجْتُ أَسْمَاءُهُنَّ عَلَى حُرُوِفِ الْمُعْجَمِ، وَبَدَأْتُ بِبَنَاتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَزْوَاجُهُ لِئَلا يَتَقَدَّمَهُنَّ غَيْرُهُنَّ، وَكَانَتْ فَاطِمَةُ أَصْغَرُ بناتِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَحَبُّهُنَّ إِلَيْهِ، فَبَدَأْتُ بِهَا لِحُبِّ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِيَّاهَا.[46]

“Musnad para tokoh perempuan yang meriwayatkan dari Rasulullah Saw. yang telah sampai kepada kami, kami paparkan nama-nama mereka berdasarkan huruf abjad. Saya mulai dengan nama-nama putri Rasulullah Saw. kemudian istri-istrinya, supaya selain mereka tidak ada yang mendahului mereka. Fatimah adalah putri Rasulullah Saw. yang terkecil dan paling dicintai oleh Rasulullah Saw. Aku menuliskannya pertama kali karena kecintaan Rasulullah Saw. kepadanya.”

 

Menurut penilitian ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan, jumlah sahabat yang hadisnya ditakhrij oleh al-Tabrani beserta dengan biografi mereka mencapai 1600 sahabat. Al-Tabrani juga terkadang menjelaskan nama-nama sahabat yang diperselisihkan dan menjelaskan hal itu. Hal ini seperti yang dilakukannya ketika menampilkan nama Jundub bin Ka‘b al-Azdi:

جُنْدُبُ بن كَعْبٍ الأَزْدِيُّ

وَقَدِ اخْتُلِفَ فِي صُحْبَتِهِ

1704- حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بن عَبْدِ اللَّهِ الْحَضْرَمِيُّ ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بن إِبْرَاهِيمَ أَبُو مَعْمَرٍ الْقَطِيعِيُّ ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ ، أَنَا خَالِدٌ الْحَذَّاءُ ، عَنْ أَبِي عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ أَنَّ سَاحِرًا ، كَانَ يَلْعَبُ عِنْدَ الْوَلِيدِ بن عُقْبَةَ فَكَانَ يَأْخُذُ السَّيْفَ وَيَذْبَحُ نَفْسَهُ وَيَعْمَلُ كَذَا وَلا يَضُرُّهُ، فَقَامَ جُنْدُبٌ إِلَى السَّيْفِ فَأَخَذَهُ فَضَرَبَ عُنُقَهُ، ثُمَّ قَرَأَ : أَفَتَأْتُونَ السِّحْرَ وَأَنْتُمْ تُبْصِرُونَ [الأنبياء : 3 ][47] .

 

Hadis-hadis yang terdapat dalam al-Mu‘jam al-Kabir mencakup hadis-hadis marfu‘ (ini yang terbanyak), kemudian mawquf, terlebih ketika al-Tabrani memulai musnadnya dengan menampilkan biografi sahabat terlebih dahulu dan menyebutkan keutamaan-keutamaannya. Dalam al-Mu‘jam al-Kabir juga terdapat ucapan para tabi‘in dan rawi-rawi di bawah mereka yang berkaitan dengan hal ihwal para sahabat.[48]

Dalam al-Mu‘jam al-Kabir juga terdapat pendapat-pendapat al-Tabrani sendiri, baik yang berkaitan dengan ihwal para sahabat maupun dalam rangka menjelaskan kata-kata yang dianggap asing, seperti ketika al-Tabrani menjelaskan kata al-Hashsh yang menurutnya artinya adalah al-Bustan (kebun).[49]

Al-Mu‘jam al-Kabir pertama kali diterbitkan oleh Kementrian Wakaf Irak pada tahun 1398 H. yang ditahqiq oleh Hamdi ‘Abd al-Majid al-Salafi. Kemudian diterbitkan untuk yang kedua kalinya oleh penerbit al-Zahra’ al-Hadithah.[50]

b.    Al-Mu‘jam al-Awsat

Al-Mu‘jam al-Awsat merupakan kitab mu‘jam kedua yang ditulis oleh al-Tabrani. Menurut al-Kattani, al-Tabrani menyusun kitab ini berdasarkan nama-nama gurunya. Jumlah mereka kurang lebih mencapai 2000 orang, hingga ia meriwayatkan dari orang yang lahir setelahnya, karena keluasan riwayat dan gurunya yang sangat banyak. Dalam al-Mu‘jam al-Awsat al-Tabrani memperbanyak hadis-hadis gharib yang berasal dari guru-gurunya.[51] Al-Dhahabi mengatakan :

فهو نظير كتاب الأفراد للدارقطني بيَّن فيه فضيلته وسعة روايته، وكان يقول: هذا الكتاب روحي, فإنه تعب عليه, وفيه كل نفيس وعزيز ومنكر.[52]

Al-Mu‘jam al-Awsat sama dengan kitab al-Afrad yang ditulis oleh al-Daruqutni. Di dalamnya ia menjelaskan keutamaan dan keluasan riwayatnya. Al-Tabrani berkata: “Kitab ini adalah ruhku.”, karena ia bersusah payah dalam menyusunnya. Di dalamnya terdapat hadis-hadis yang bagus, ‘aziz dan munkar.”

 

Al-Tabrani menyusun nama-nama gurunya ini berdasarkan huruf abjad yang dimulai dengan gurunya yang bernama Ahmad, lalu Ibrahim, Isma‘il, Ishaq, Idris, Ayyub, Anas, Aban dan seterusnya tanpa memperhitungkan huruf keduanya.[53] Bisa ditebak ketika al-Tabrani dalam kitabnya ini mendahulukan nama Ahmad lalu nama-nama nabi yang lain, tidak lain karena bertujuan untuk ngalap berkah (tabarruk), sebagaimana yang dilakukan oleh pendahulunya seperti Abu Ya’la al-Mawsili dan Ibn al-A‘rabi.

Jumlah hadis yang terdapat dalam al-Mu‘jam al-Awsat yang telah diterbitkan sebanyak 9485 hadis. Menurut Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, jumlah ini masih kurang[54], karena ada yang mengatakan bahwa jumlah hadisnya mencapai 30000.[55] Kitab al-Mu‘jam al-Awsat diterbitkan oleh Maktabah al-‘Arif Riyad yang ditahqiq oleh Mahmud al-Tahhan pada tahun 1405-1415 H. Kemudian diterbitkan lagi oleh penerbit Dar al-Haramayn di Kairo yang ditahqiq oleh Tariq ‘Iwad dan ‘Abd al-Muhsin Ibrahim al-Husayni pada tahun 1415 H.[56]

c.    Al-Mu‘jam al-Saghir

Al-Mu‘jam al-Saghir merupakan kitab mu‘jam ketiga yang ditulis oleh al-Tabrani. Kitab al-Mu‘jam al-Saghir juga disusun berdasarkan nama-nama para guru al-Tabrani. Di dalamnya pada umumnya al-Tabrani hanya membatasi satu hadis dari setiap gurunya. Hal ini berdasarkan pernyataanya dalam permulaan kitabnya:

خَرَّجْتُ عَنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ حَدِيْثًا وَاحِدًا وَجَعَلْتُ أَسْمَاءَهُمْ عَلَى حُرُوْفِ الْمُعْجَمِ.[57]

Ia mentakhrij dari seribu shaykh. Menurut al-Kattani yang juga dikutip oleh Abu Jamil al-Hasan al-‘Ilmi, jumlah hadisnya sebanyak 1500 hadis.[58] Sedangkan menurut Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, jumlah hadisnya hanya 1200 hadis.[59] Nama-nama gurunya dalam kitab ini juga disusun berdasarkan huruf abjad yang dimulai dengan gurunya yang bernama Ahmad, lalu Ibrahim, Isma‘il, Ishaq, Ayyub dan seterusnya tanpa memperhitungkan huruf keduanya.[60]

Kitab al-Mu‘jam al-Saghir diterbitkan di Delhi India pada tahun 1311 H. Kemudian diterbitkan oleh Maktabah al-Salafiyah di Madinah yang di tashih oleh ‘Abd al-Rahman Muhammad ‘Uthman pada tahun 1388 H. Juga diterbitkan oleh Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi di Beirut dengan ditahqiq oleh Muhammad Salim Samarah pada tahun 1411 H.[61]

5.    Mu‘jam Abi Bakr al-Isma‘ili (277-371 H.)

Kitab mu‘jam ini ditulis oleh Shaykh al-Islam Abu Bakr Ahmad bin Ibrahim al-Isma‘ili al-Jurjani. Seorang tokoh dan imam dalam madhhab al-Shafi‘i pada masanya. Ia lahir pada tahun 277 H[62] dan wafat pada tahun 371 H.[63] Guru-gurunya di antaranya adalah Abu Khalifah, al-Jamhi, Ibn Khuzaymah, Abu Ya’la, Ibn Abi Shaybah, al-Firyani dan lain sebagainya.[64] Sementara murid-muridnya di antaranya adalah al-Hakim, al-Barqani, Hamzah al-Sahmi dan lain sebagainya.[65]

Mu‘jam Abi Bakr al-Isma‘ili disusun berdasarkan nama-nama gurunya. Di dalamnya ia mentakhrij dari 410 guru. Dari setiap guru terdapat satu hadis yang dianggap asing atau dianggap baik, atau berupa hikayah yang disertai dengan kritiknya. Kitab ini diterbitkan oleh Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam  di Madinah pada tahun 1410 H. dengan ditahqiq oleh Muhammad Ziyad Mansur.[66] 

6.    Mu‘jam Ibn Jumay‘ (305-402 H.)

Kitab mu‘jam ini ditulis oleh Abu al-Hasan Muhammad bin Ahmad bin Muhammad al-Ghassani al-Saydawi. Guru-gurunya di antaranya adalah Abu Sa‘id bin al-A‘rabi, al-Mahamili, Ibn Makhlad dan lain sebagainya.[67] Sementara murid-muridnya di antaranya adalah ‘Abd al-Ghani bin Sa‘id al-Hafiz, Tammam al-Razi dan lain sebagainya.[68] Ia lahir pada tahun 305 H. dan wafat pada tahun 402 H.[69]

Dalam kitab ini Ibn Jumay‘ mentakhrij dari 378 guru. Ia menyusun nama-nama gurunya berdasarkan huruf abjad dan dimulai dengan guru-gurunya yang bernama Muhammad dalam rangka tabarrukan. Dari setiap guru ia meriwayatkan satu hadis atau hikayah. Mu‘jam Ibn Jumay‘ diterbitkan oleh penerbit Mu’assasah al-Risalah di Beirut pada tahun 1405 dengan ditahqiq oleh ‘Umar ‘Abd al-Salam al-Tadmuri.[70]

 

C.  Latar Belakang Penulisan Kitab Ma‘ajim

Jika tipologi kitab-kitab mu‘jam yang telah disebutkan di atas dicermati, maka dapat disimpulkan bahwa metodologi penulisan kitab mu‘jam terbagi menjadi dua, yaitu berdasarkan urutan nama para sahabat (mu‘jam al-sahabah) dan berdasarkan urutan para guru-guru pemilik kitab mu‘jam tersebut (mu‘jam al-shuyukh). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para sahabat (mu‘jam al-sahabah) adalah untuk menampilkan riwayat-riwayat para sahabat sekaligus juga untuk mengenalkan biografi mereka kepada para pembacanya.

Kesimpulan semacam ini dapat dilihat ketika misalnya dalam kitab mu‘jamnya, al-Baghawi menyusunnya sesuai dengan nama-nama para sahabat berdasarkan huruf abjad. Pertama-tama ia menyebutkan biografi sahabat tersebut, terkadang secara ringkas, terkadang juga secara detail. Kemudian ia menyebutkan riwayat-riwayat yang menjelaskan keutamaan para sahabat tersebut, terkadang tanpa sanad dan terkadang pula menggunakan sanad. Selanjutnya ia menuliskan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh sahabat tersebut.[71]

Hal yang sama juga diungkapkan oleh al-Thabrani dalam menyusun al-Mu‘jam al-Kabir. Ketika kita meneliti kitab al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani, maka kita akan mendapati bahwa pokok pembicaraan dari kitab tersebut adalah mengetahui para sahabat dengan menyebutkan ihwal dan keutamaan mereka, lalu menyebutkan riwayat-riwayat mereka, baik sebagian maupun keseluruhannya yang disusun berdasarkan urutan abjad. Ia pun memulai susunan para sahabat itu dengan diawali nama-nama sepuluh para sahabat yang dijamin masuk surga oleh Nabi Saw. Dalam muqaddimahnya al-Tabrani berkata:

هذا كتاب ألفناه جامع لعدد ما انتهى إلينا ممن روى عن رسول الله صلى الله عليه وسلم من الرجال والنساء على حروف ألف ب ت ث بدأت فيه بالعشرة رضي الله عنهم لأن لا يتقدمهم أحد غيرهم خرجت عن كل واحد منهم حديثا وحديثين وثلاثا وأكثر من ذلك على حسب كثرة روايتهم وقلتها.[72]

“Kitab ini aku susun dalam rangka mengumpulkan riwayat-riwayat yang telah sampai kepada kami dari orang-orang yang meriwayatkannya dari Rasulullah Saw., baik dari kalangan sahabat laki-laki maupun perempuan sesuai dengan huruf alif, ba, ta, tha. Aku memulainya dengan menyebutkan sepuluh sahabat yang dijamin surga, karena sesungguhnya tidak ada orang lain yang mendahului mereka. Aku mengeluarkan satu, dua, tiga hadis atau lebih dari tiap-tiap mereka sesuai banyak dan sedikitnya riwayat mereka.”

 

Sedangkan latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk menghilangkan kesamaran nama-nama guru mereka dan memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka yang terdapat dalam kitab mereka.[73]Selain itu, menurut penulis, latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk kodifikasi riwayat yang berasal dari guru-guru pemilik mu‘jam, juga sekaligus sebagai sebuah bentuk mengenang jasa para guru yang telah menyampaikan hadis kepada mereka.

 

 

 

D.  Kualitas Hadis Dalam Kitab Ma‘ajim

Jika melihat definisi dari kitab mu‘jam sendiri yaitu tipologi kodifikasi hadis yang didasarkan pada musnad sahabat maupun nama para guru penulis yang disusun berdasarkan huruf abjad, tanpa memberikan syarat-syarat tertentu dalam menampilkan hadis-hadisnya, maka dapat disimpulkan bahwa dalam kitab-kitab mu‘jam secara umum terdapat berbagai kualitas hadis, mulai dari sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘ (palsu). Kesimpulan ini diperkuat dengan pernyataan al-Dhahabi ketika menilai hadis-hadis dalam al-Mu‘jam al-Awsat yang mengatakan:

فهو نظير كتاب الأفراد للدارقطني بيَّن فيه فضيلته وسعة روايته، وكان يقول: هذا الكتاب روحي, فإنه تعب عليه, وفيه كل نفيس وعزيز ومنكر.[74]

Al-Mu‘jam al-Awsat sama dengan kitab al-Afrad yang ditulis oleh al-Daruqutni. Di dalamnya ia menjelaskan keutamaan dan keluasan riwayatnya. Al-Tabrani berkata: “Kitab ini adalah ruhku.”, karena ia bersusah payah dalam menyusunnya. Di dalamnya terdapat hadis-hadis yang bagus, ‘aziz dan munkar.”

 

Namun untuk meneliti kitab mu‘jam mana saja yang di dalamnya terkandung hadis sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘ (palsu) tentunya harus dilakukan penelitian yang lebih spesifik terhadap masing-masing kitab mu‘jam tersebut.

 

E.  Manfaat atau Peranan Kitab Ma‘ajim

Menurut ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan dalam kitabnya al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah, ketika membahas tentang kitab al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani, manfaat atau peranan al-Mu‘jam al-Kabir di antaranya adalah sebagai berikut:

1.    Al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani merupakan salah satu referensi induk hadis-hadis Nabi Saw. yang mempunyai nilai yang sangat penting

2.    Al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani merupakan ensiklopedi hadis yang sangat besar dan banyak memuat hadis-hadis musnad (bersambung dan sampai pada Nabi Saw.)

3.    Al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani memuat banyak hadis yang tidak terdapat dalam al-Kutub al-Sittah (Enam Kitab Induk Hadis)

4.    Al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani merupakan salah satu referensi utama dalam mengetahui biografi para sahabat, nasab dan keutamaan mereka.[75]

Manfaat atau peranan kitab al-Mu‘jam al-Kabir karya al-Tabrani yang telah disebutkan oleh ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan di atas menurut penulis juga berlaku bagi kitab-kitab mu‘jam yang lain.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

  1. TIPOLOGI KITAB HADIS MUSALSAL
  2. TIPOLOGI KITAB HADIS AL MARASIL
  3. TIPOLOGI KITAB HADIS AL MASANID
  4. TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB HADIS الموطأ (AL-MUWATTA’)
  5. TIPOLOGI KODIFIKASI HADIS AL THULATHIYYAT
  6. TIPOLOGI KODIFIKASI KITAB HADIS AL MA’AJIM
  7. TIPOLOGI KITAB HADIS AL JAWAMI’

 

BAB III

KESIMPULAN 

Dari uraian dan paparan di atas dapat disimpulkan:

1.    Mu‘jam adalah tipologi kodifikasi hadis yang didasarkan pada musnad sahabat maupun nama para guru penulis yang disusun berdasarkan huruf abjad. Dalam beberapa sampel di atas terlihat bahwa terkadang kitab mu‘jam juga menampilkan biografi para sahabat terlebih dahulu -seperti al-Mu‘jam al-Kabir-, sebelum menampilkan riwayat dari para sahabat tersebut. Dalam beberapa kitab mu‘jam ternyata penulis menyebutkan terlebih dahulu nama Muhammad, Ahmad, ataupun nama-nama para sahabat yang mempunyai keutamaan, kemudian diikuti nama-nama yang lainnya berdasarkan huruf abjad secara umum tanpa memperhatikan huruf yang kedua.

2.    Kitab mu‘jam dapat dikelompokkan menjadi dua, Mu‘jam al-Shuyukh (berdasarkan nama-nama para guru) dan Mu‘jam al-Sahabah (berdasarkan nama-nama para sahabat). Latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para sahabat (mu‘jam al-sahabah) adalah untuk menampilkan riwayat-riwayat para sahabat sekaligus juga untuk mengenalkan biografi mereka kepada para pembacanya. Sedangkan latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk menghilangkan kesamaran nama-nama guru mereka dan memudahkan dalam meneliti guru-guru mereka yang terdapat dalam kitab mereka. Selain itu, menurut penulis, latar belakang penulisan kitab mu‘jam yang berdasarkan urutan nama para guru pemilik mu‘jam (mu‘jam al-shuyukh) adalah untuk kodifikasi riwayat yang berasal dari guru-guru pemilik mu‘jam, juga sekaligus sebagai sebuah bentuk mengenang jasa para guru yang telah menyampaikan hadis kepada mereka.

3.    Dalam kitab-kitab mu‘jam secara umum terdapat berbagai kualitas hadis, mulai dari sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘ (palsu). Namun untuk meneliti kitab mu‘jam mana saja yang di dalamnya terkandung hadis sahih, hasan, da‘if bahkan mawdu‘ (palsu) tentunya harus dilakukan penelitian yang lebih spesifik terhadap masing-masing kitab mu‘jam tersebut.

4.    Peranan atau manfaat kitab ma‘ajim di antaranya adalah sebagai referensi induk hadis-hadis Nabi Saw, ensiklopedi hadis yang sangat besar dan banyak memuat hadis-hadis musnad (bersambung dan sampai pada Nabi Saw.), memuat banyak hadis yang tidak terdapat dalam al-Kutub al-Sittah (Enam Kitab Induk Hadis) dan merupakan salah satu referensi utama dalam mengetahui biografi para sahabat, nasab dan keutamaan mereka.

 

DAFTAR PUSTAKA

Asbahani (al), Abu Nu‘aym Ahmad bin ‘Abdillah. Hilyat al-Awliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, vol. 10. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H.

‘Asqalani (al), Ibn Hajar. Muqaddimah Fath al-Bari. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H.

‘Ayyari (al), Badran Sharh Kitab Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid. t.t.: t.p, t.th.

Baghawi (al), Abu al-Qasim Mu‘jam al-Sahabah, vol. 1. Kuwait: Dar al-Bayan, 2000.

Basri (al), Ahmad bin Muhammad bin Ziyad bin Bishr. Mu‘jam Ibn al-A‘rabi. t.t.: t.p., t.th.

Dhahabi (al), Muhammad bin Ahmad. Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 27. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.

_______. Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 28. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.

_______. Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 29. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.

_______. Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 31. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.

_______. Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 33. Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.

_______. Tadhkirat al-Huffaz, vol. 3. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998.

Ghawri (al), Sayyid ‘Abd al-Majid. Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, vol. 3. Damaskus: Dar Ibn Kathir, 2007.

Hamid, Sa‘d bin ‘Abdullah Alu. Fatawa Hadithiyyah. t.t.: t.p., t.th.

‘Ilmi (al), Abu Jamil al-Hasan. Ummahat Kutub al-Hadith wa Manahij al-Tasnif ‘Inda al-Muhaddithin. t.t.: Ma‘had al-Gharb al-Islami, 2005.

‘Isma‘ili (al), Abu Bakr. Muqaddimah al-Mu‘jam fi Asami  Suyukh Abi Bakr al-‘Isma‘ili, vol. 1. Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1990.

Janki (al), Muhammad al-Amin bin Muhammad. Muqaddimah Mu‘jam al-Sahabah. Kuwait: Dar al-Bayan, 2000.

Kattani (al), Muhammad bin Ja‘far. al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub al-Sunnah al-Musannafah. Beirut: Dar Basha’ir al-Islamiyyah, 1986.

Khatib (al), Muhammad ‘Ajaj. al-Sunnah Qabl al-Tadwin. Beirut: Dar al-Fikr, 1993.

Luhaydan (al), ‘Abd al-‘Aziz bin Salih. al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah. t.t.: t.p., t.th..

Mawsili (al), Abi Ya‘la. al-Mu‘jam. Faisal Abad: Idarah al-‘Ulu al-Athariyyah, 1407 H.

Mubarakfuri (al), ‘Ubaidullah bin Muhammad ‘Abd al-Salam. Mir‘at al-Mafatih Sharh Mishkat al-Masabih, vol. 1. Banaras: Idarah al-Buhuth al-‘Ilmiyyah wa al-Da‘wah wa al-Ifta’, 1984.

Qanuji (al), Al-Sayyid Sadiq Hasan. al-Hittah fi Dhikr al-Sihah al-Sittah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ta‘limiyyah, 1985.

Sa‘d (al), Abdullah. Sharh al-Muqidah fi ‘Ilm al-Mustalah, vol. 1. t.t.: t.p., t.th.

Salamah, Muhammad Khalaf. Lisan al-Muhaddithin, vol. 5. t.t.: t.p., t.th.

Tabrani (al), Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami. al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 16. t.t.: t.p., t.th.

_______. al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 2. t.t.: t.p., t.th.

_______. al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 1. t.t.: t.p., t.th.

_______. al-Mu‘jam al-Awsat. Kairo: Dar al-Haramayn, 1415 H.

_______. al-Mu‘jam al-Saghir, vol. 1. Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985.

‘Umari (al), Akram Diya’. Buhuth fi Tarikh al-Sunnah al-Musharrafah. Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, t.th. 


[1]Muhammad ‘Ajaj al-Khatib, al-Sunnah Qabl al-Tadwin, (Beirut: Dar al-Fikr, 1993), 298.

[2] Ibn Hajar al-‘Asqalani, Muqaddimah Fath al-Bari (Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1379 H.), 4.

[3] Akram Diya’ al-‘Umari, Buhuth fi Tarikh al-Sunnah al-Musharrafah (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, t.th.), 298.

[4] Ibid., 298-299.

[5] Ibid., 299-301.

[6] ‘Ubaidullah bin Muhammad ‘Abd al-Salam al-Mubarakfuri, Mir‘at al-Mafatih Sharh Mishkat al-Masabih, vol. 1 (Banaras: Idarah al-Buhuth al-‘Ilmiyyah wa al-Da‘wah wa al-Ifta’, 1984), 407. Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, vol. 3 (Damaskus: Dar Ibn Kathir, 2007), 349-350.

[7] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 350.

[8] Al-Sayyid Sadiq Hasan al-Qanuji, al-Hittah fi Dhikr al-Sihah al-Sittah (Beirut: Dar al-Kutub al-Ta‘limiyyah, 1985), 53.

[9] Muhammad bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub al-Sunnah al-Musannafah (Beirut: Dar Basha’ir al-Islamiyyah, 1986), 90.

[10] Badran al-‘Ayyari, Sharh Kitab Usul al-Takhrij wa Dirasat al-Asanid (t.t.: t.p, t.th.), 13.

[11] Abdullah al-Sa‘d, Sharh al-Muqidah fi ‘Ilm al-Mustalah, vol. 1 (t.t.: t.p., t.th.), 143.

[12] Muhammad Khalaf Salamah, Lisan al-Muhaddithin, vol. 5 (t.t.: t.p., t.th.), 133

[13] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 350. Lihat juga dalam Muqaddimah al-Mu‘jam fi Asami  Suyukh Abi Bakr al-‘Isma‘ili, vol. 1 (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1990), 223.

[14] Lihat biografinya lebih detail dalam Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 27 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 190-197.

[15] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 353.

[16] Abi Ya‘la al-Mawsili, al-Mu‘jam (Faisal Abad: Idarah al-‘Ulu al-Athariyyah, 1407 H.), 66.

[17] Ibid., 69

[18] Ibid., 114-115.

[19] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 353.

[20] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 28 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 3.

[21] Ibid., 19.

[22] Ibid., 4-5.

[23] Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Janki, Muqaddimah Mu‘jam al-Sahabah (Kuwait: Dar al-Bayan, 2000), 43.

[24] Abu al-Qasim al-Baghawi, Mu‘jam al-Sahabah, vol. 1(Kuwait: Dar al-Bayan, 2000), 3-6.

[25] Lihat biografinya lebih detail dalam Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 29 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 401-404. Abu Nu‘aym Ahmad bin ‘Abdillah al-Asbahani, Hilyat al-Awliya’ wa Tabaqat al-Asfiya’, vol. 10 (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi, 1405 H.), 375.

[26] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 354.

[27] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, 404.

[28] Ibid.

[29] Abu Nu‘aym Ahmad bin ‘Abdillah al-Asbahani, Hilyat al-Awliya’, 375.

[30] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 354.

[31] Lihat Ahmad bin Muhammad bin Ziyad bin Bishr al-Basri, Mu‘jam Ibn al-A‘rabi (t.t.: t.p., t.th.)

[32] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 354.

[33] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 31 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 135.

[34] Ibid., 135-137.

[35] Ibid., 138.

[36] Ibid., 148.

[37] Ibid., 146.

[38] Muhammad bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub al-Sunnah al-Musannafah, 90.

[39] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 1 (t.t.: t.p., t.th.), 1.

[40] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan, al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah (t.t.: t.p., t.th.), 47.

[41] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, 139.

[42] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan, al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah (t.t.: t.p., t.th.), 47. Al-Muqill adalah perawi yang sedikit periwayatannya dibandingkan dengan kawan-kawannya. Lihat Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 420. Menurut Sa‘d bin ‘Abdullah Alu Hamid, al-Muqillun adalah para perawi yang hanya meriwayatkan satu atau dua hadis saja. (Fatawa Hadithiyyah, 86.)

[43] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan, al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah, 47.

[44] Ibid.

[45] Ibid., 50.

[46] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 16 (t.t.: t.p., t.th.), 250-251.

[47] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 2 (t.t.: t.p., t.th.), 244.

[48] Ibid.

[49] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 1, 42.

[50] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, vol. 3 (Damaskus: Dar Ibn Kathir, 2007), 354.

[51] Muhammad bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub al-Sunnah al-Musannafah (Beirut: Dar Basha’ir al-Islamiyyah, 1986), 90.

[52] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Tadhkirat al-Huffaz, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 85.

[53] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Awsat (Kairo: Dar al-Haramayn, 1415 H.)

[54] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355.

[55] Abu Jamil al-Hasan al-‘Ilmi, Ummahat Kutub al-Hadith wa Manahij al-Tasnif ‘Inda al-Muhaddithin (t.t.: Ma‘had al-Gharb al-Islami, 2005), 51.

[56] Ibid.

[57] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Saghir, vol. 1 (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985), 21.

[58] Muhammad bin Ja‘far al-Kattani, al-Risalah al-Mustatrafah li Bayan Mashhur Kutub al-Sunnah al-Musannafah, 90.

[59] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355.

[60] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Saghir  (Beirut: al-Maktab al-Islami, 1985)

[61] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355.

[62] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Tadhkirat al-Huffaz, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 106.

[63] Ibid., 108.

[64] Ibid., 106. Abu Jamil al-Hasan al-‘Ilmi, Ummahat Kutub al-Hadith wa Manahij al-Tasnif ‘Inda al-Muhaddithin, 53.

[65] Ibid.

[66] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 355-356.

[67] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Siyar A‘lam al-Nubala‘, vol. 33 (Beirut: Mu’assasah al-Risalah, t.th.), 147.

[68] Ibid., 149.

[69] Ibid., 149-150.

[70] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 356.

[71] Muhammad al-Amin bin Muhammad al-Janki, Muqaddimah Mu‘jam al-Sahabah (Kuwait: Dar al-Bayan, 2000), 43.

[72] Sulayman bin Ahmad bin Ayyub bin Mutir al-Lukhami al-Shami al-Tabrani, al-Mu‘jam al-Kabir, vol. 1 (t.t.: t.p., t.th.), 1.

[73] Sayyid ‘Abd al-Majid al-Ghawri, Mawsu‘ah ‘Ulum al-Hadith wa Fununih, 350. Lihat juga dalam Muqaddimah al-Mu‘jam fi Asami Suyukh Abi Bakr al-‘Isma‘ili, vol. 1 (Madinah: Maktabah al-‘Ulum wa al-Hikam, 1990), 223.

[74] Muhammad bin Ahmad al-Dhahabi, Tadhkirat al-Huffaz, vol. 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1998), 85.

[75] ‘Abd al-‘Aziz bin Salih al-Luhaydan, al-Turuq al-‘Ilmiyyah fi Takhrij al-Ahadith al-Nabawiyyah, 50.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...