Kerajaan-kerajaan Islam di Maluku
- Kesultanan
Ternate (1257 - 1583)
Kerajaan Gapi atau yang kemudian lebih dikenal sebagai Kesultanan Ternate (mengikuti nama
ibukotanya) adalah salah satu dari 4 kerajaan Islam di Maluku dan merupakan
salah satu kerajaan Islam tertua di nusantara. Didirikan oleh Baab Mashur
Malamo pada 1257. Kesultanan Ternate memiliki peran penting di kawasan timur
nusantara antara abad ke-13 hingga abad ke-17. Kesultanan Ternate menikmati
kegemilangan di paruh abad ke -16 berkat perdagangan rempah-rempah dan kekuatan
militernya. Di masa jaya kekuasaannya membentang mencakup wilayah Maluku,
Asal Usul
Pulau
Gapi (kini
Tahun
1257 momole Ciko pemimpin Sampalu terpilih dan diangkat sebagai Kolano (raja) pertama dengan gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272).
Kerajaan Gapi berpusat di kampung
Organisasi kerajaan
Di
masa – masa awal suku Ternate dipimpin oleh para momole. Setelah membentuk
kerajaan jabatan pimpinan dipegang seorang raja yang disebut Kolano. Mulai pertengahan abad ke-15,
Islam diadopsi secara total oleh kerajaan dan penerapan syariat Islam
diberlakukan. Sultan Zainal Abidin meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya
dengan gelar Sultan.
Setelah
Sultan sebagai pemimpin tertinggi, ada jabatan Jogugu (perdana menteri) dan Fala Raha sebagai para penasihat. Fala Raha atau Empat Rumah
adalah empat klan bangsawan yang menjadi tulang punggung kesultanan sebagai
representasi para momole di masa lalu, masing – masing dikepalai seorang Kimalaha. Mereka antara lain ; Marasaoli, Tomagola, Tomaito dan Tamadi.
Pejabat – pejabat tinggi kesultanan umumnya berasal dari klan – klan ini. Bila
seorang sultan tak memiliki pewaris maka penerusnya dipilih dari salah satu
klan. Selanjutnya ada jabatan – jabatan lain Bobato Nyagimoi se Tufkange (Dewan 18), Sabua Raha, Kapita Lau,
Salahakan, Sangaji dll. Untuk lebih jelasnya
lihat Struktur organisasi kesultanan Ternate.
Moloku Kie Raha
Selain
Ternate, di Maluku juga terdapat paling tidak 5 kerajaan lain yang memiliki
pengaruh. Tidore, Jailolo, Bacan, Obi dan Loloda. Kerajaan – kerajaan ini
merupakan saingan Ternate memperebutkan hegemoni di Maluku. Berkat perdagangan
rempah Ternate menikmati pertumbuhan ekonomi yang mengesankan, dan untuk
memperkuat hegemoninya di Maluku Ternate mulai melakukan ekspansi. Hal ini
menimbulkan antipati dan memperbesar kecemburuan kerajaan lain di Maluku,
mereka memandang Ternate sebagai musuh bersama hingga memicu terjadinya perang.
Demi menghentikan konflik yang berlarut – larut, raja Ternate ke-7 Kolano Cili
Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja –
raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan.
Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond.
Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah
penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini
dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
Kedatangan Islam
Tak
ada sumber yang jelas mengenai kapan awal kedatangan Islam di Maluku khususnya
Kolano
Marhum (1465-1486), penguasa Ternate ke-18 adalah raja pertama yang diketahui
memeluk Islam bersama seluruh kerabat dan pejabat istana. Pengganti Kolano
Marhum adalah puteranya, Zainal Abidin
(1486-1500). Beberapa langkah yang diambil Sultan Zainal Abidin adalah
meninggalkan gelar Kolano dan menggantinya dengan Sultan, Islam diakui sebagai
agama resmi kerajaan, syariat Islam diberlakukan, membentuk lembaga kerajaan sesuai
hukum Islam dengan melibatkan para ulama. Langkah-langkahnya ini kemudian
diikuti kerajaan lain di Maluku secara total, hampir tanpa perubahan. Ia juga
mendirikan madrasah yang pertama di
Kedatangan Portugis dan perang
saudara
Di
masa pemerintahan Sultan Bayanullah (1500-1521), Ternate semakin berkembang,
rakyatnya diwajibkan berpakaian secara islami, teknik pembuatan perahu dan
senjata yang diperoleh dari orang Arab dan Turki digunakan untuk memperkuat
pasukan Ternate. Di masa ini pula datang orang Eropa pertama di Maluku,
Loedwijk de Bartomo (Ludovico Varthema) tahun 1506. Tahun 1512 Portugis untuk
pertama kalinya menginjakkan kaki di Ternate dibawah pimpinan Fransisco Serrao, atas persetujuan
Sultan, Portugis diizinkan mendirikan pos dagang di Ternate. Portugis datang
bukan semata – mata untuk berdagang melainkan untuk menguasai perdagangan
rempah – rempah Pala dan Cengkih di Maluku. Untuk itu terlebih dulu mereka
harus menaklukkan
Pengusiran Portugis
Perlakuan
Portugis terhadap saudara – saudaranya membuat Sultan Khairun geram dan
bertekad mengusir Portugis dari Maluku. Tindak – tanduk bangsa barat yang satu
ini juga menimbulkan kemarahan rakyat yang akhirnya berdiri di belakang sultan
Khairun. Sejak masa sultan Bayanullah, Ternate telah menjadi salah satu dari
tiga kesultanan terkuat dan pusat Islam utama di Nusantara abad ke-16 selain
Aceh dan Demak setelah kejatuhan kesultanan Malaka tahun 1511. Ketiganya
membentuk Tripple Alliance untuk membendung sepak terjang Portugis di
Nusantara.
Tak
ingin menjadi Malaka kedua, sultan Khairun mengobarkan perang pengusiran
Portugis. Kedudukan Portugis kala itu sudah sangat kuat, selain memiliki
benteng dan kantong kekuatan di seluruh Maluku mereka juga memiliki sekutu –
sekutu suku pribumi yang bisa dikerahkan untuk menghadang
Kedatangan Belanda
Sepeninggal
Sultan Baabullah Ternate mulai melemah, Spanyol yang telah bersatu dengan
Portugis tahun 1580 mencoba menguasai kembali Maluku dengan menyerang
Sejak
awal hubungan yang tidak sehat dan tidak seimbang antara Belanda dan Ternate
menimbulkan ketidakpuasan para penguasa dan bangsawan
Perlawanan rakyat Maluku dan kejatuhan Ternate
Semakin
lama cengkeraman dan pengaruh Belanda pada sultan – sultan Ternate semakin
kuat, Belanda dengan leluasa mengeluarkan peraturan yang merugikan rakyat lewat
perintah sultan, sikap Belanda yang kurang ajar dan sikap sultan yang cenderung
manut menimbulkan kekecewaan semua kalangan. Sepanjang abad ke-17, setidaknya
ada 4 pemberontakan yang dikobarkan bangsawan Ternate dan rakyat Maluku.
· Tahun
1635, demi memudahkan pengawasan dan mengatrol harga rempah yang merosot
Belanda memutuskan melakukan penebangan besar – besaran pohon cengkeh dan pala
di seluruh Maluku atau yang lebih dikenal sebagai Hongi Tochten, akibatnya
rakyat mengobarkan perlawanan. Tahun 1641, dipimpin oleh raja muda Ambon
Salahakan Luhu, puluhan ribu pasukan gabungan
· Tahun
1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon,
pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah (1648-1650,1655-1675) yang
terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda.
· Sultan
Muhammad Nurul Islam atau yang
lebih dikenal dengan nama Sultan Sibori
(1675 – 1691) merasa gerah dengan tindak – tanduk Belanda yang semena - mena.
Ia kemudian menjalin persekutuan dengan Datuk Abdulrahman penguasa
Meski
telah kehilangan kekuasaan mereka beberapa Sultan Ternate berikutnya tetap
berjuang mengeluarkan Ternate dari cengkeraman Belanda. Dengan kemampuan yang
terbatas karena selalu diawasi mereka hanya mampu menyokong perjuangan
rakyatnya secara diam – diam. Yang terakhir tahun 1914 Sultan Haji Muhammad Usman Syah (1896-1927)
menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah – wilayah kekuasaannya, bermula di
wilayah Banggai dibawah pimpinan Hairuddin Tomagola namun gagal. Di Jailolo
rakyat Tudowongi, Tuwada dan Kao dibawah pimpinan Kapita Banau berhasil
menimbulkan kerugian di pihak Belanda, banyak prajurit Belanda yang tewas
termasuk Coentroleur Belanda Agerbeek, markas mereka diobrak – abrik. Akan
tetapi karena keunggulan militer serta persenjataan yang lebih lengkap dimiliki
Belanda perlawanan tersebut berhasil dipatahkan, kapita Banau ditangkap dan
dijatuhi hukuman gantung. Sultan Haji Muhammad Usman Syah terbukti terlibat
dalam pemberontakan ini oleh karenanya berdasarkan keputusan pemerintah Hindia
Belanda, tanggal 23 September 1915 no. 47, sultan Haji Muhammad Usman Syah
dicopot dari jabatan sultan dan seluruh hartanya disita, beliau dibuang ke
Bandung tahun 1915 dan meninggal disana tahun 1927. Pasca penurunan sultan Haji
Muhammad Usman Syah jabatan sultan sempat lowong selama 14 tahun dan
pemerintahan adat dijalankan oleh Jogugu serta dewan kesultanan. Sempat muncul
keinginan pemerintah Hindia Belanda untuk menghapus kesultanan Ternate namun
niat itu urung dilaksanakan karena khawatir akan reaksi keras yang bisa memicu
pemberontakan baru sementara Ternate berada jauh dari pusat pemerintahan
Belanda di Batavia.
Dalam
usianya yang kini memasuki usia ke-750 tahun, Kesultanan Ternate masih tetap
bertahan meskipun hanya tinggal simbol belaka. Jabatan sultan sebagai pemimpin
Ternate ke-49 kini dipegang oleh sultan Drs. Hi. Mudhaffar Sjah, BcHk.
(Mudaffar II) yang dinobatkan tahun 1986.
Warisan Ternate
Imperium
nusantara timur yang dipimpin Ternate memang telah runtuh sejak pertengahan
abad ke-17 namun pengaruh Ternate sebagai kerajaan dengan sejarah yang panjang
masih terus terasa hingga berabad kemudian. Ternate memiliki andil yang sangat
besar dalam kebudayaan nusantara bagian timur khususnya
Sebagai
kerajaan pertama yang memeluk Islam Ternate memiliki peran yang besar dalam
upaya pengislaman dan pengenalan syariat-syariat Islam di wilayah timur
nusantara dan bagian selatan Filipina. Bentuk organisasi kesultanan serta
penerapan syariat Islam yang diperkenalkan pertama kali oleh sultan Zainal
Abidin menjadi standar yang diikuti semua kerajaan di Maluku hampir tanpa
perubahan yang berarti. Keberhasilan rakyat Ternate dibawah sultan Baabullah
dalam mengusir Portugis tahun 1575 merupakan kemenangan pertama pribumi
nusantara atas kekuatan barat, oleh karenanya almarhum Buya Hamka bahkan memuji
kemenangan rakyat Ternate ini telah menunda penjajahan barat atas bumi nusantara
selama 100 tahun sekaligus memperkokoh kedudukan Islam, dan sekiranya rakyat
Ternate gagal niscaya wilayah timur Indonesia akan menjadi pusat kristen
seperti halnya Filipina.
Kedudukan
Ternate sebagai kerajaan yang berpengaruh turut pula mengangkat derajat Bahasa
Ternate sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah yang berada dibawah
pengaruhnya. Prof E.K.W. Masinambow
dalam tulisannya; “Bahasa Ternate dalam konteks bahasa - bahasa
- Kesultanan
Tidore (1110 - 1947?)
Kesultanan Tidore adalah kerajaan Islam yang berpusat di
wilayah Kota Tidore, Maluku Utara, Indonesia sekarang. Pada masa kejayaannya
(sekitar abad ke-16 sampai abad ke-18), kerajaan ini menguasai sebagian besar Halmahera
selatan, Pulau Buru, Ambon, dan banyak pulau-pulau di pesisir Papua barat.
Pada
tahun 1521, Sultan Mansur dari Tidore menerima Spanyol sebagai sekutu untuk
mengimbangi kekuatan Kesultanan Ternate saingannya yang bersekutu dengan Portugis.
Setelah mundurnya Spanyol dari wilayah tersebut pada tahun 1663 karena protes
dari pihak Portugis sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Tordesillas 1494,
Tidore menjadi salah kerajaan paling independen di wilayah Maluku. Terutama di
bawah kepemimpinan Sultan Saifuddin (memerintah 1657-1689), Tidore berhasil
menolak pengusaan VOC terhadap wilayahnya dan tetap menjadi daerah merdeka
hingga akhir abad ke-18.
- Kesultanan Jailolo
- Kesultanan
Bacan
Kesultanan Bacan adalah suatu kerajaan yang berpusat di Pulau
Bacan, Kepulauan Maluku. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Meski berada di Maluku,
wilayahnya cukup luas hingga ke wilayah Papua. Banyak kepala suku di wilayah Waigeo,
Misool dan beberapa daerah lain yang berada di bawah administrasi pemerintahan
kerajaan Bacan.
- Kerajaan
Tanah Hitu (1470-1682)
Kerajaan Tanah Hitu adalah sebuah kerajaan Islam yang
terletak di Pulau Ambon, Maluku. Kerajaan ini memiliki masa kejayaan antara 1470-1682
dengan raja pertama yang bergelar Upu Latu Sitania (raja tanya) karena
Kerajaan ini didirikan oleh Empat
Perdana yang ingin mencari tahu faedah baik dan tidak adanya Raja.
Kerajaan Tanah Hitu pernah menjadi pusat perdagangan rempah-rempah dan
memainkan peran yang sangat penting di Maluku, disamping melahirkan intelektual
dan para pahlawan pada zamannya. Beberapa di antara mereka misalnya adalah Imam
Ridjali, Talukabessy, Kakiali dan lainnya yang tidak tertulis didalam Sejarah
Maluku sekarang, yang beribu Kota
Negeri Hitu. Kerajaan ini berdiri sebelum kedatangan imprialisme barat
ke wilayah Nusantara.
Sejarah
Hubungan dengan kerajaan lain
Kerajaan
ini memiliki hubungan erat dengan barbagai kerajaan Islam di Pulau Jawa seperti
Kesultanan Tuban, Kesultanan Banten, Sunan Giri di Jawa Timur dan Kesultanan
Gowa di Makassar seperti dikisahkan oleh Imam Rijali dalam Hikayat Tanah
Hitu, begitu pula hubungan antara sesama kerajaan Islam di Maluku (Al
Jazirah Al Muluk; semenanjung raja-raja) seperti Kerajaan Huamual (Seram
Barat), Kerajaan Iha (Saparua), Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan
Jailolo dan Kerajaan Makian.
Empat Perdana Hitu
Etimologi
Kata
Perdana adalah asal kata dari Bahasa Sansekerta artinya Pertama.
Empat Perdana adalah empat kelompok yang pertama datang di Tanah Hitu, pemimpin
dari Empat kelompok dalam bahasa Hitu disebut Hitu Upu Hata atau Empat
Perdana Tanah Hitu.
Awal mula kedatangan
Kedatangan
Empat Perdana merupakan awal datangnya manusia di Tanah Hitu sebagai penduduk
asli Pulau Ambon. Empat Perdana Hitu juga merupakan bagian dari penyiar Islam
di Maluku. Kedatangan Empat Perdana merupakan bukti sejarah syiar Islam di Maluku
yang di tulis oleh penulis sejarah pribumi tua maupun Belanda dalam berbagai
versi seperti Imam Ridjali, Imam Lamhitu, Imam Kulaba, Holeman, Rumphius dan
Valentijn.
Orang Alifuru
Orang
Alifuru adalah sebutan untuk sub Ras Melanesia yang pertama mendiami Pulau
Seram dan Pulau-Pulau lain di Maluku, adapun Alifuru berasal dari kata Alif dan
kata Uru, Kata Alif adalah Abjad Arab yang pertama sedangkan kata Uru’ berasal
dari Bahasa Hitu Kuno yang artinya datang secara perlahan maka Alifuru artinya
Pertama datang.
Periode kedatangan Empat Perdana
Hitu
Kedatangan
Empat Perdana itu ke Tanah Hitu secara periodik :
1.
Pendatang Pertama adalah Pattisilang
Binaur dari Gunung Binaya (Seram Barat) kemudian ke Nunusaku dari Nunusaku ke
Tanah Hitu, tahun kedatangannya tidak tertulis.
Mereka mendiami suatu tempat yang bernama Bukit Paunusa, kemudian mendirikan
negerinya bernama Soupele dengan Marganya Tomu Totohatu. Patisilang Binaur
disebut juga Perdana Totohatu atau Perdana Jaman Jadi.
2.
Pendatang Kedua adalah Kiyai Daud dan
Kiyai Turi disebut juga Pattikawa dan Pattituri dengan saudara Perempuannya
bernama Nyai Mas.
o Menurut
silsilah Turunan Raja Hitu Lama bahwa Pattikawa, Pattituri dan Nyai Mas adalah
anak dari :
Muhammad Taha Bin Baina Mala Mala bin Baina Urati Bin Saidina Zainal Abidin
Baina Yasirullah Bin Muhammad An Naqib, yang nasabnya dari Ali bin Abi Thalib
dan Fatimah binti Rasulullah.
Sedangkan Ibu mereka adalah asal dari keluarga Raja Mataram Islam yang tinggal
di Kerajaan Tuban dan mereka di besarkan disana (menurut Imam Lamhitu salah
satu pencatat kedatangan Empat perdana Hitu dengan aksara Arab Melayu 1689),
Imam Rijali (1646) dalam Hikayat Tanah Hitu menyebutkan mereka orang Jawa, yang
datang bersema kelengkapan dan hulubalangnya yang bernama Tubanbessi, artinya
orang kuat atau orang perkasa dari Tuban.
Adapun kedatangan mereka ke Tanah Hitu hendak mencari tempat tinggal leluhurnya
yang jauh sebelum ke tiga perdana itu datang. Ia ke Tanah Hitu yaitu pada Abad
ke X masehi, dengan nama Saidina Zainal Abidin Baina Yasirullah (Yasirullah
Artinya Rahasia Allah) yang menurut cerita turun temurun Raja Hitu Lama bahwa
beliau ini tinggal di Mekah, dan melakukan perjalan rahasia mencari tempat
tinggal untuk anak cucunya kelak kemudian hari, maka dengan kehendak Allah
Ta’ala beliau singgah di suatu tempat yang sekarang bernama Negeri Hitu
tepatnya di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a).
o Disana
mereka temukan Keramat atau Kuburan beliau, tempatnya diatas batu karang.
Tempat itu bernama Hatu Kursi atau Batu Kadera (Kira-Kira 1 Km dari Negeri
Hitu). Peristiwa kedatangan beliau tidak ada yang mencatat, hanya berdasarkan
cerita turun – temurun.
o Perdana
Tanah Hitu Tiba di Tanah Hitu yaitu di Haita Huseka’a (Labuhan Huseka’a) pada
tahun 1440 pada malam hari, dalam bahasa Hitu Kuno disebut Hasamete artinya
hitam gelap gulita sesuai warna alam pada malam hari.
o Mereka
tinggal disuatu tempat yang diberi nama sama dengan asal Ibu mereka yaitu Tuban
/ Ama Tupan (Negeri Tuban) yakni Dusun Ama Tupan/Aman Tupan sekarang kira-kira
lima ratus meter di belakang Negeri Hitu, kemudian mendirikan negerinya di
Pesisir Pantai yang bernama Wapaliti di Muara Sungai Wai Paliti.
o Perdana
Pattikawa disebut juga Perdana Tanah Hitu atau Perdana Mulai artinya orang yang
pertama mendirikan negerinya di Pesisir pantai, nama negeri tersebut menjadi
nama soa atau Ruma Tau yaitu Wapaliti dengan marganya Pelu.
3.
Kemudian datang lagi Jamilu dari
Kerajaan Jailolo . Tiba di Tanah Hitu pada Tahun 1465 pada waktu magrib dalam
bahasa Hitu Kuno disebut Kasumba Muda atau warna merah (warna bunga) sesuai
dengan corak warna langit waktu magrib. Mendirikan negerinya bernama Laten,
kemudian nama negeri tersebut menjadi nama marganya yaitu Lating. Jamilu
disebut juga Perdana Jamilu atau Perdana Nustapi, Nustapi artinya Pendamai,
karena dia dapat mendamaikan permusuhan antara Perdana Tanah Hitu dengan
Perdana Totohatu, kata Nustapi asal kata dari Nusatau, dia juga digelari
Kapitan Hitu I.
4.
Sebagai Pendatang terakhir adalah Kie
Patti dari Gorom (P. Seram bagian Timur) tiba di Tanah Hitu pada tahun 1468
yaitu pada waktu asar (Waktu Sholat) sore hari dalam bahasa Hitu kuno disebut
Halo Pa’u artinya Kuning sesuai corak warna langit pada waktu Ashar (waktu
sholat).
Mendirikan negerinya bernama Olong, nama negeri tersebut menjadi marganya yaitu
marga Olong. Kie Patti disebut juga Perdana Pattituban, kerena beliau pernah
diutus ke Tuban untuk memastikan sistim pemerintahan disana yang akan menjadi
dasar pemerintahan di Kerajaan Tanah Hitu.
Penggabungan Empat Perdana Hitu
Oleh
karena banyaknya pedagang-pegadang dari Arab, Persia, Jawa, Melayu dan Tiongkok
berdagang mencari rempah-rempah di Tanah Hitu dan banyaknya pendatang –
pendatang dari Ternate, Jalilolo, Obi, Makian dan Seram ingin berdomisili di
Tanah Hitu, maka atas gagasan Perdana Tanah Hitu, ke Empat Perdana itu
bergabung untuk membentuk suatu organisasi politik yang kuat yaitu satu
Kerajaan.
Kemudian
Empat Perdana itu mendirikan negeri yang letaknya kira-kira satu kilo meter
dari Negeri Hitu (sekarang menjadi dusun Ama Hitu/Aman Hitu) disitulah awal
berdirinya Negeri Hitu yang menjadi Pusat kegiatan kerajaan Tanah Hitu,
bekasnya sampai sekarang adalah Pondasi Mesjid. Mesjid tersebut adalah mesjid
pertama di Tanah Hitu, mesjid itu bernama Masjid Pangkat Tujuh karena struktur pondasinya tujuh lapis.
Setelah itu Empat Perdana mengadakan pertemuan yang di sebut TATALO GURU (red:
duduk guru)artinya kedudukan adat atas petunjuk UPUHATALA (ALLAH TA’ALA--
metafor bahasa dari dewa agama Kakehang yaitu agama pribumi bangsa seram),
mereka bermusyawara untuk mengangkat pemimpin mereka, maka dipililah salah
seorang anak muda yang cerdas dari keturunan Empat Perdana yaitu anak dari
Pattituri adik kandung Perdana Pattikawa atau Perdana Tanah Hitu yang bernama
Zainal Abidin dengan Pangkatnya Abubakar Na Sidiq sebagai Raja Kerajaan Tanah
Hitu yang pertama yang bergelar Upu Latu Sitania pada tahun 1470.
Latu
Sitania terdiri dari dua kata yaitu Latu dan Sitania,dalam bahasa Hitu Kuno
Latu artinya Raja dan Sitania adalah pembendaharaan dari kata Ile Isainyia
artinya dia sendiri, maka Latu Sitania artinya Dia sendiri seorang Raja di
Tanah Hitu, dalam bahasa Indonesia modern artinya Raja Penguasa Tunggal,
sedangkan pada versi dari Hikayat Tanah Hitu karya Imam Ridzali: latu berarti
raja dan Sitania ( tanya,ite panyia) berarti tempat mencari faedah baik dan
buruk berraja.
Tujuh Negeri di Tanah Hitu
Sesudah
terbentuk Negeri Hitu sebagai pusat Kerajaan Tanah Hitu kemudian datang lagi
tiga clan Alifuru untuk bergabung, diantarannya Tomu, Hunut dan Masapal. Negeri
Hitu yang mulanya hanya merupakan gabungan empat negeri, kini menjadi gabungan
dari tujuh negeri. Ketujuh negeri ini terhimpun dalam satu tatanan adat atau
satu Uli (Persekutuan) yang disebut Uli Halawan (Persekutuan Emas), dimana Uli
Halawan merupakan tingkatan Uli yang paling tinggi dari keenam Uli Hitu
(Persekutuan Hitu). Pemimpin Ketujuh negeri dalam Uli Halawan disebut Tujuh
Panggawa atau Upu Yitu. (sebutan kehormatan).
Gabungan
Tujuh Negeri menjadi Negeri Hitu diantaranya :
1.
Negeri Soupele
2.
Negeri Wapaliti
3.
Negeri Laten
4.
Negeri Olong
5.
Negeri Tomu
6.
Negeri Hunut
7.
Negeri Masapal
Sastra bertutur
Kapatah
Tanah Hitu dari Uli Halawan dalam bahasa Hitu : Upu Lihalawan-e Sopo Himi
- o Hitu Upu-a Hata Tomu-a Upu-a Telu Nusa Hu’ul Amana Lima Laina Malono Lima
Pattiluhu Mata Ena Artinya Tuan Emas Yang di Junjung (Raja Tanah Hitu) Hitu
Empat Perdana Tomu Tiga Tuan (Tiga Pemimpin Ken Tomu) Kampung Alifuru Lima
Negeri Lima Keluarga dari Hoamual (Waliulu, Wail, Ruhunussa, Nunlehu,
Totowalat)
Lane atau Kapatah (Sastra bertutur) dari klen Hunut dalam bahasa Hitu yang
masih hidup sampai sekarang yang menyatakan dibawah perintah Latu Hitu (Raja
Hitu):
“yami he’i lete, hei
lete hunut – o
“yami he’i lete, hei
lete hunut – o
aman-e hahu’e,
aman-e hahu’e,-o
aman-e hahu’e,
aman-e hahu’e,-o
yami le di bawah
pelu-a tanah hitu-o
yami le di bawah
pelu-a tanah hitu-o
waai-ya na silawa
lete huni mua-o
waai-ya na silawa
lete huni mua-o
suli na silai salane
kutika-o
suli na silai salane
kutika-o
awal le e jadi lete
elia paunusa-o”
awal le e jadi lete
elia paunusa-o”
Artinya :
Kami dari Hunut,
Kami dari Hunut
Kami dari Hunut,
Kami dari Hunut
Negeri kami sudah
kosong, Negeri kami sudah kosong,
Negeri kami sudah
kosong, Negeri kami sudah kosong,
Kami dibawah
Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
Kami dibawah
Perintah Pengganti Kami ( Raja) Tanah Hitu
Orang Waai sudah
Lari Pergi Ke Hunimua
Orang Waai sudah
Lari Pergi Ke Hunimua
Orang Suli Sampai
Sekarang Belum datang bergabung
Orang Suli Sampai
Sekarang Belum datang bergabung
Kejadian ini terjadi
pertama di gunung Elia Paunussa
Kejadian ini terjadi
pertama di gunung Elia Paunussa
Pada
pemerintahan Raja Mateuna’ Negeri Hitu sebagai pusat kegiatan Kerjaan Tanah
Hitu di Pindahkan ke Pesisir Pantai pada awal abad XV masehi kini Negeri Hitu
sekarang, Raja Mateuna’ adalah Raja Kerajaan Tanah Hitu yang ke lima dan juga
merupakan raja yang terakhir pada pusat kegiatan Kerajaan Tanah Hitu yang
pertama sekarang menjadi dusun Ama Hitu letaknya kira-kira satu kilo meter dari
negeri Hitu sekarang, beliau meninggal dunia pada 29 Juni 1634. Pada masa Raja
Mateuna’ terjadi kontak pertama antara Portugis dengan Kerajaan Tanah Hitu, perlawanan
fisik pada Perang Hitu- I Pada tahun 1520-1605 di pimpin oleh Tubanbessy-I,
yaitu Kapitan Sepamole, dan akhirnya Portugis angkat kaki dari Tanah Hitu dan
kemudian mendirikan Benteng Kota Laha di Teluk Ambon (Jazirah Lei timur) pada
tahun 1575 dan mulai mengkristenkan Jazirah Lei Timur. Raja Mateuna
meninggalkan dua Putra yaitu Silimual dan Hunilamu, sedangkan istrinya berasal
dari Halong dan Ibunya berasal dari Negeri Soya Jazirah Leitimur (Hitu
Selatan), beliau digantikan oleh Putranya yang ke dua yaitu Hunilamu menjadi
Latu Sitania yang ke Enam (1637–1682). Sedangkan Putranya pertamanya Silimual
ke Kerajaan Houamual (Seram Barat) berdomisili disana dan menjadi Kapitan
Huamual, memimpin Perang melawan Belanda pada tahun 1625-1656 dikenal dengan Perang
Hoamual dan seluruh keturunannya berdomisili disana sampai sekarang menjadi
orang asli Negeri Luhu (Seram Barat) bermarga Silehu. Sesudah perginya Portugis
Belanda makin mengembangkan pengaruhnya dan mendirikan Benteng pertahanan di
Tanah Hitu bagian barat di pesisir pantai kaki gunung wawane, maka Raja
Hunilamu memerintahkan ketiga Perdananya mendirikan negeri baru untuk
berdampingan dengan Belanda (Benteng Amsterdam), agar bisa membendung pengaruh
Belanda di Tanah Hitu, Negeri itu dalam bahasa Hitu bernama Hitu Helo artinya
Hitu Baru, karena makin berkembangnya pangaruh dialek bahasa, akhirnya kata
Helo menjadi Hila yaitu Negeri Hila sekarang dan negeri asal mereka Negeri Hitu
berganti nama menjadi Negeri Hitu yang Lama. Belanda tiba di Tanah Hitu pada
tahun 1599 dan kemudian mendirikan kongsi dagang bernama V.O.C pada tahun 1602
sejak itulah terjadi perlawanan antara Belanda dengan Kerjaan Tanah Hitu,
karena mendirikan monopoli dagang tersebut, puncaknya terjadi Perang Hitu – II
atau Perang Wawane yang dipimpin oleh Kapitan Pattiwane anaknya Perdana Jamilu
dan Tubanbesi-2, yaitu Kapitan Tahalele tahun 1634 -1643 dan Kemudian
perlawanan Terakhir yaitu perang Kapahaha 1643 - 1646 yang dipimpin oleh
Kapitan Talukabesi (Muhammad Uwen) dan Imam Ridjali setelah Kapitan Tahalele
menghilang, berakhirnya Perang Kapahaha ini Belanda dapat menguasi Jazirah Lei
Hitu. Belanda melakukan perubahan besar-besaran dalam struktur pemerintahan
Kerajaan Tanah Hitu yaitu mengangkat Orang Kaya menjadi raja dari setiap Uli sebagai
raja tandingan dari Kerajaan Tanah Hitu. Hitu yang lama sebagai pusat kegiatan
pemerintahan Kerajaan Tanah Hitu di bagi menjadi dua administrasi yaitu
Hitulama dengan Hitumessing dengan politik pecah belah inilah (devidet et
impera) Belanda benar-benar menghancurkan pemerintah Kerajaan Tanah Hitu sampai
akar-akarnya.
Negeri
– Negeri di Jazirah Lei Hitu yang tidak termasuk di dalam Uli Hitu berarti
negeri-negeri tersebut adalah negeri – negeri baru atau negeri-negeri yang
belum ada pada zaman kekuasaan Kerajaan Tanah Hitu (1470-1682).Ketujuh Uli
diantaranya :
1. Uli Halawang terdiri dari dua negeri yaitu:
· Negeri
Hitu
· Negeri
Hila
Central
Ulinya di Negeri Hitu
2. Uli Solemata (Wakane) terdiri dari tiga negeri yaitu:
· Ngeri
Tial
· Ngeri
Suli
· Negeri
Tulehu
Central
Ulinya di Negeri Tulehu
3.Uli
Sailesi terdiri dari empat negeri yaitu:
· Negeri
Mamala
· Negeri
Morela
· Negeri
Liang
· Negeri
Wai
Central
Ulinya di Negeri Mamala
4.Uli Hatu Nuku terdiri dari satu negeri yaitu :
· Negeri
Kaitetu
Central
Ulinya di Kaitetu
5.Uli Lisawane terdiri dari satu negeri yaitu :
· Negeri
Wakal
6.Uli Yala terdiri dari tiga negeri yaitu :
·
Negeri Seith
·
Negeri Ureng
·
Negeri Allang
Central
Ulinya di Seith
7.Uli Lau Hena Helu terdiri dari satu negeri yaitu :
· Negeri
Lima
Central
Ulinya di Negeri
Silsilah Upu Latu Sitania Kerjaan Tanah Hitu
1.ZAINAL
ABIDIN (ABUBAKAR NASIDIQ)
2.MAULANA
IMAM ALI MAHDUM IBRAHIM
3.PATTILAIN
4.POPO
EHU’
5.MATEUNA
6.HUNILAMU
(1637 – 1682)
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Tanah_Hitu"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar