Para ulama’ berbeda pendapat
tentang tafsir bi al-ra'yi
Sebagian ulama’ dan mufassir menyatakan bahwa
seseorang tidak boleh menafsirkan sendiri ayat Alquran, meskipun ia dikatakan ‘alim
(ulama’), mengerti bahasa dan sastra Arab (adib), mengerti ilmu nahwu,
hadis Nabi r dan mengetahui athar para sahabat.
Manna’ al-Qattan (w. 1420 H) dalam kitabnya mengatakan
bahwa Tafsir bi al-Ra’yi tidak termasuk kategori pemahaman (terhadap Alquran)
yang sesuai dengan roh syari’at. Bahkan ia mengklaim orang yang melakukan
penafsiran dengan semangat demikian adalah ahli bid’ah dan penganut madzhab
batil. Ia pun mencontohkan beberapa tafsir tersebut seperti tafsir (karya)
‘Abdurrah{man ibn Kaisan al-Asam, al-Juba’I, ‘Abdul Jabbar, al-Rummani,
Zamakhshari dan sebagainya.
Dalil golongan yang melarang
a.
Dalil dari Alquran
Tafsir bi
al-ra'yi adalah menafsirkan firman Allah tanpa ilmu. Orang yang
melakukan tafsir bi al-ra'yi tidak yakin bahwa apa yang mereka
kemukakan sama dengan yang dikehendaki Allah. Artinya tafsir tersebut
hanya berdasarkan pada perkiraan (zanny).
Tentunya menafsirkan ayat Alquran seperti ini dilarang, sebagaimana firman
Allah:
وَلا
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ
أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
Dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya. [al-Isra’ 36]
... وَأَن تَقُولُواْ عَلَى ٱللَّهِ مَا لَا تَعۡلَمُونَ
Kalian
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kalian ketahui" [Al A'raf 33]
Sebagian ulama’
yang menolak tafsir bi al-ra'yi berkeyakinan bahwa yang berhak
menjelaskan Alquran hanya Nabi Muhammad r. Sebagaimana dijelaskan
dalam Alquran:
وَأَنزَلۡنَآ
إِلَيۡكَ ٱلذِّكۡرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيۡهِمۡ
Dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka [An Nahl 44]
b.
Dalil dari Hadis
حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ بْنُ وَكِيعٍ حَدَّثَنَا سُوَيْدُ بْنُ عَمْرٍو الْكَلْبِيُّ حَدَّثَنَا
أَبُو عَوَانَةَ عَنْ عَبْدِ الْأَعْلَى عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اتَّقُوا الْحَدِيثَ عَنِّي
إِلَّا مَا عَلِمْتُمْ فَمَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنْ النَّارِ وَمَنْ قَالَ فِي الْقُرْآنِ بِرَأْيِهِ فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ
مِنْ النَّارِ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ
Telah menceritakan kepada kami Sufyan bin Waki',
telah menceritakan kepada kami Suwaid bin 'Amru Al Kalbi telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Abdul A'la dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas
dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Jagalah diri
untuk menceritakan dariku kecuali yang kalian ketahui, barangsiapa berdusta
atas namaku, maka bersiap-siaplah untuk menempati tempatnya di neraka dan
barangsiapa mengatakan tentang al-Qur'an dengan pendapatnya, maka
bersiap-siaplah menempati tempatnya di neraka." Abu Isa berkata;
Hadits ini hasan. (HR. Tirmidzi)
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَحْيَى حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِسْحَاقَ الْمُقْرِئُ
الْحَضْرَمِيُّ حَدَّثَنَا سُهَيْلُ بْنُ مِهْرَانَ أَخِي حَزْمٍ الْقُطَعِيُّ حَدَّثَنَا
أَبُو عِمْرَانَ عَنْ جُنْدُبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ فِي كِتَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِرَأْيِهِ فَأَصَابَ فَقَدْ
أَخْطَأَ
Telah
menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Yahya telah menceritakan
kepadaku Ya'qub bin Ishaq Al Muqri` Al Hadlrami telah menceritakan kepada kami
Suhail bin Mihran saudara Hazm Al Qutha'I, telah menceritakan kepada kami Abu
'Imran dari Jundub ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Barangsiapa berbicara tentang Kitabullah 'azza wajalla
menggunakan pendapatnya, meskipun benar maka ia telah salah." (HR. Abu
Dawud)
c.
Sikap Para Sahabat
Para sahabat dan tabi‘in sangat menghormati
tafsir Alquran dan menghindari penggunaan akal. Sebagai contoh Ketika Sa‘id ibn
Musayyab ditanya soal halal haram, dia menjawab. Tetapi ketika ditanya tentang
tafsir salah satu ayat Alquran, maka ia akan diam seolah tidak mendengar
apapun.
Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Salam meriwayatkan, Abu Bakar
al-S{iddiq pernah ditanya tentang maksud dari kata al-abb dalam firman Allah:
وَفَاكِهَةً وَأَبًّا
Dan buah-buahan serta
rumput-rumputan (Abasa 31).
Ia menjawab:
“Langit manakah yang akan menaungiku dan bumi manakah yang akan menyanggaku,
jika aku mengatakan tentang kalamullah sesuatu yang tidak aku ketahui?”
Meskipun begitu Manna’ al-Qattan (w. 1420 H) tidak
menyangkal adanya sahabat yang menafsirkan ayat Alquran. Para sahabat hanya
menafsirkan hal yang mereka ketahui saja, baik berkenaan dengan bahasa maupuan
syara’. Sedangkan untuk hal yang tidak mereka ketahui, mereka enggan untuk
bicara.
Akan tetapi jika tafsir bi al-ma’thur yang sahih ditinggalkan dan beralih ke pendapat yang berdasarkan
pada ra’yu semata, maka hal ini merupakan perbuatan mungkar. Ibn
Taimiyyah berkata, “Siapa pun yang beralih dari madhhab sahabat dan
tabi’in serta penafsiran mereka ke sesuatu hal yang menyalahinya, ia telah
melakukan perbuatan salah dan bahkan bid’ah. Sebab merekalah yang paling
mengetahui tentang tafsir Alquran dan makna-maknanya sebagaimana mereka pulalah
yang lebih mengerti akan kebenaran yang dibawa oleh misi Rasulullah r.”
a.
Allah dalam banyak
ayat di alquran menganjurkan penggunaan akal, pemikiran, perenungan dan
penelitian.
Sebagaimana firman Allah:
أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ ٱلۡقُرۡءَانَۚ
Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Quran? [An Nisa 82].
كِتَٰبٌ
أَنزَلۡنَٰهُ إِلَيۡكَ مُبَٰرَكٞ لِّيَدَّبَّرُوٓاْ ءَايَٰتِهِۦ وَلِيَتَذَكَّرَ
أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ
Ini adalah
sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai fikiran [Sad 29]
وَإِذَا جَآءَهُمۡ أَمۡرٞ مِّنَ ٱلۡأَمۡنِ أَوِ ٱلۡخَوۡفِ
أَذَاعُواْ بِهِۦۖ وَلَوۡ رَدُّوهُ إِلَى ٱلرَّسُولِ وَإِلَىٰٓ أُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ
مِنۡهُمۡ لَعَلِمَهُ ٱلَّذِينَ يَسۡتَنۢبِطُونَهُۥ مِنۡهُمۡۗ
Dan apabila
datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka
lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri
di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan
dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). [An Nisa 83]
Pada ayat
pertama dan kedua menujukkan bahwa Allah menganjurkan hamba-Nya untuk
berpikir, merenung dan menggunakan akal. Sedangkan ayat ketiga menunjukkan
bahwa Alquran dapat digali isi kandungannya melalui ijtihad orang-orang
berakal, yang berilmu dan mumpuni.
b.
Seandainya tafsir bi
al-ra'yi tidak diperbolehkan, lalu mengapa ijtidah dibolehkan? Seorang
mujtahid dalam hukum syara’ diberi dua pahala jika benar dan diberi satu pahala
jika salah. Jadi jelas penolakan tafsir bi al-ra'yi tidaklah
tepat.
c.
Para sahabat dalam
menafsirkan Alquran ada sedikit perbedaan, itu dikarenakan mereka belum
mendapat penjelasan seluruh makna Alquran dari Rasulullah r.
Maka mereka menggunakan akal dan ijtihadnya. Seandainya tafsir bi al-ra'yi
dilarang, tentu para sahabat telah menyalahi dan melakukan apa yang dilarang Allah.
d.
Rasulullah r
pernah berdo’a untuk ‘Abdullah ibn ‘Abbas
حَدَّثَنَا حَسَنُ بْنُ مُوسَى حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ أَبُو
خَيْثَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُثْمَانَ بْنِ خُثَيْمٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَضَعَ
يَدَهُ عَلَى كَتِفِي أَوْ عَلَى مَنْكِبِي شَكَّ سَعِيدٌ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ فَقِّهْهُ
فِي الدِّينِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيلَ
Telah
menceritakan kepada kami Hasan bin Musa telah menceritakan kepada kami Zuhair
Abu Khaitsamah dari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim dari Sa'id bin Jubair dari
Ibnu Abbas; bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meletakkan tangannya
di atas bahuku atau di atas pundaku, -Sa'id merasa ragu, - kemudian beliau
berdoa; "Ya Allah fahamkanlah ia terhadap agama dan ajarilah ia ta`wil."
(HR. Ahmad)
Seandainya
penafsiran Alquran terbatas pada apa yang didengar dari Rasulullah r,
tentu disini tidak ada artinya do’a Nabi r yang dikhususkan kepada
ibn ‘Abbas t.
Baca artikel lain yang berkaitan:
DAFTAR PUSTAKA
‘Ak.
(al), Khalid ‘Abdurrahman, Ushul al-Tafsir wa qawa‘iduhu. Beirut: Dar
al-Nafais, 1406 H / 1986 M.
Alquran
Terjemah Departemen Agama
Anshori,
Ulumul Qur’an. Depok: PT Rajagrafindo Persada, 2013.
Dawud,
Abu, Sunan Abi Dawud, juz 2. Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu al-Maknaz
al-Islamy, 2000.
Dhahabi.
(al), Husein, al-tafsir wa al-Mufassirun. Al-Qahirah: Maktabah Wahbah,
2003.
Hermawan,
Acep, ‘Ulumul Quran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Ja’far,
Abdul Ghafur Mahmud Mustafa, Tafsir wal Mufassirun fi Thaubihi al-Jadid. Kairo:
Dar Salam, 2007.
Qattan.
(al), Manna’ Khalil, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Bogor:
Pustaka Litera Antar Nusa, 2011.
S{abuni,
Ali, al-Tibyan fi Ulum al-Qur’an. Pakistan: Maktabah al-Bushra, 2011.
Tirmidzi, Imam, Sunan
Tirmidzi, juz 2, no. Hadis 3205. Stuttgart – Germany: Jam’iyyatu
al-Maknaz al-Islamy, 2000.
Zuhdi,
Acmad, dkk, Studi al-Qur’an. Surabaya: UINSA Press, 2015.