Cukup banyak hadis
Nabi yang berbentuk Tamthil, berikut ini akan kami kemukakan beberapa di
antaranya.
1.
Persaudaraan
Atas Dasar Iman
Nabi SAW
bersabda :
حَدَّثَنَا خَلَّادُ بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا
سُفْيَانُ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ
جَدِّهِ عَنْ أَبِي مُوسَى
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
إِنَّ الْمُؤْمِنَ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
وَشَبَّكَ أَصَابِعَه
“Orang yang beriman terhadap orang
yang beriman lainya ibarat bangunan, bagian yang satu memperkokoh terhadap
bagian lainya” (HR.Imam Muslim)
Hadis Nabi
tersebut mengemukakan Tamthil bagi orang-orang yang
beriman sebagai bangunan. Tamthil tersebut
sangat logis dan berlaku tanpa terikat
oleh waktu dan tempat sebab setiap bangunan pastilah bagian bagianya
berfungsi memperkokoh bagian bagian lainya, orang orang yang beriman begitu
pula seharusnya yakni yang satu memperkuat yang lainya dan tidak berusaha untuk
saling menjatuhkan.
2.
Kembali Dari Haji Seperti Bayi
Nabi SAW
bersabda :
حَدَّثَنَا آدَمُ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ حَدَّثَنَا سَيَّارٌ
أَبُو الْحَكَمِ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا حَازِمٍ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ
سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَقُولُ مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ
وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Barang siapa yang melakukan ibadah
haji karena Allah semata, lalu (selama
melaksanakan ibadah haji itu ) dia tidak melakukan pelanggaran seksual dan
tidak berbuat fasik, niscaya dia kembali (dalam keadaan bersih dari dosa dan kesalahan)
seperti pada hari dia di lahirkan oleh ibunya. (HR. Imam Bukhari)
Secara tekstual, hadis tersebut
mengbaratkan orang yang berhasil menunaikan ibadah haji, menurut petunjuk
syariah sebagai hari yang dia itu baru saja di lahirkan oleh ibu nya.
Tegasnya, dia
itu sperti bayi yang baru di lahirkan oleh ibu nya.
Pemahaman
secara kontekstual terhadap petunjuk hadis tersebut ialah bahwa bagi orang ang berhasil menuaikn ibadah haji,
menurut petunjuk syariah maka dia di ampuni segala dosanya dan di maafkan segala kesalahanya oleh Allah,
sehingga ia seperti tatkala baru di lahirka oleh Ibunya.
3.
Dunia Bagaikan
Penjara
Nabi SAW
bersabda :
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ
يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا
سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia itu
penjaranya orang yang beriman dan surganya orang kafir” (HR Imam Muslim)
Teks hadis
tersebut dapat di pahami sebagai bentuk Tamthil dan dapat pula di pahami sebagai bukan
berbentuk Tamthil. Kedua pemahaman itu dapat saling melengkapi.
Secara
tekstual, hadis tersebut
menjelaskan bahwa dunia ini adalah penjara bagi orang yang beriman. Karenanya,
selama hidup di dunia orang yang beriman harus selalu dalam penderitaan.
Kebahagiaan hidup barulah di rasakan oleh orang yang beriman tatkala sudah
berada dalam Surga, yakni di akhirat kelak.
Bagi orang kafir hidup di dunia ini adalah surga. Di akhirat orang kafir berada
dalam neraka.
Penilaian yang
demikian itu wajar timbul karena pemahaman yang di gunakan adalah dengan
pemahaman secara tekstual. Padahal, matan hadis tersebut sangat di mungkinkan untuk di
pahami secara kontekstual.
Pemahaman yang lebih tepat terhadap petunjuk hadis
di atas adalah pemahaman secara
kontekstual, yakni kata penjara dalam hadis tersebut memberi petunjuk
perintah berupa kewajiban dan anjuran,
di samping adanya larangan berupa hukum haram dan hukum makruh. Bagi orang yang
beriman, kegiatan hidup di dunia ini tidak bebas tanpa batas. Ibarat penghuni
penjara, maka dia di batasi hidupnya oleh berbagai perintah dan larangan. Bagi
orang kafir, dunia ini adalah surga sebab dalam menempuh hidup dia bebas dari
perintah dan larangan tersebut.
Dari pemahaman
secara kontekstual terhadap hadis-hadis yang berbentuk Tamthil sebagaimana yang
telah di kutip di atas dapatlah disimpulakn bahwa ajaran Islam yang
dikemukakanya bersifat Universal.
BACA ARTIKEL LAIN YANG BERKAITAN:
Shahih Bukhari- (ج
2 / ص 289
Shahih Bukhari, Vol. V, 400.
صحيح مسلم - (ج
14 / ص 205