BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Hukum
kewarisan merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan sangat
penting bahkan menentukan dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku
dalam suatu masyarakat. Hal ini disebabkan karena hukum kewarisan sangat erat
kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan manusia. Setiap manusia pasti akan
mengalami peristiwa yang disebut dengan meninggal dunia.
Apabila
terjadi suatu peristiwa tersebut maka akan menimbulkan hukum dalam keluarga
yakni bagaimana pengurusan dan kelanjutan kewajiban serta hak-hak seorang yang
meninggal tersebut. Penyelesaian kewajiban dan hak-hak seorang tersebut diatur
dalam Hukum Kewarisan Islam atau lazim disebut dengan Ilmu Faroidl. Faroidl ini adalah salah satu bagian dari keseluruhan
Hukum Kewarisan Islam yang khusus mengatur peralihan harta seorang yang telah
meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Ketentuan
hukum warisan dalam Ilmu Faroidl telah
diatur secara jelas dalam Al-Qur’an mulai dari siapa yang berhak menerima dan
berapa bagian yang harus diterima oleh masing-masing ahli waris, hal tersebut
diterangkan dalam surat Al-Nisa’ ayat 7,11,12, dan 176. Ketentuan lainnya juga
diterangkan dalam hadits, Ijma’ dan Ijtihad para sahabat.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian
warisan?
2.
Apa sebab-sebab
mendapat atau tidak mendapat harta warisan?
3.
Bagaimana
pembagian masing-masing ahli waris ?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui
pengertian
2.
Untuk mengetahui
sebab-sebab mendapat atau tidak mendapat harta warisan
3.
Untuk mengetahui
pembagian masing-masing ahli waris
4.
Untuk mengetahui
bagaimana cara penghitungan pembagian warisan
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Warisan
Mawaris
menurut bahasa berasal dari bentuk jamak
miratsun, mauruts yang dalam bahasa Indonesia bermakna peninggalan orang
meninggal yang diwariskan kepada ahli warisnya. Mawaris juga sering disebut dengan ilmu faraidl yang secara
bahasa dari jamak faradah, yang dalam
konteks ilmu mawaris adalah ilmu yang
telah ditetapkan oleh syara’ Sedangkan
ilmu Mawaris sendiri dapat diartikan
ilmu untuk mengetahui orang yang berhak nenerima harta pusaka / warisan, orang
yang dapat menerima warisan, kadar pembagian yang diterima oleh masing-masing
ahli waris, dan tata cara pembagiannya. Beberapa istilah mengenai warisan :
1. Mawaris
adalah harta-harta peninggalan atau harta-harta pusaka dari orang yang
meninggal yang dapat diwarisi oleh orang-orang yang dapat menerimanya.
2. Muwaris
adalah orang yang meninggalkan harta warisan.
3. Waris
(ahli waris) adalah orang yang berhak menerima warisan dari orang yang
meninggal.
4. Faroid
adalah ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta warisan.
Beberapa
ketentuan warisan :
1. Pembagian
warisan dalam Islam dilakukan secara adil, demokratis dan mengangkat derajat
kaum wanita sekalipun bagiannya sebagian/separo
dari bagian laki-laki karena adanya tanggung jawab pria lebih besar ketimbang
kaum perempuan, yang pada zaman jahiliyah
wanita dianggap harta warisan.
2. Ketentuan
pembagian warisan didasarkan pada firman Allah SWT., surat An-Nisa : 7 Artinya
: "Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak
dan kerabatnya dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut
bagian yang telah ditetapkan". (Q.S An-Nisa : 7) Selanjutnya mengenai
bagiannya masing-masing dapat dilihat pada surat An-Nisa : 11 – 12.
Sebelum
harta dibagi-bagikan kepada ahli waris harus dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1. Diambil untuk
biaya perawatan mayat sewaktu sakit. Misalnya biaya pengobatan, biaya rumah
sakit dan sebagainya.
2. Diambil untuk
biaya pengurusan mayat. Misalnya kain kafan, papan, minyak dan lain-lainnya.
3.
Diambil untuk
hak harta itu sendiri. Misalnya zakat.
4.
Diambil untuk
membayar hutang, nadzar, sewa dan
lain-lain.
5.
Diambil untuk
wasiat apabila ada.
Setelah
hak tersebut diselesaikan barulah harta peninggalan dibagikan. Bagian ahli
waris yang telah ditetapkan oleh Allah swt, dalam Al-Qur'an disebut dengan " Furudul Muqoddaroh ", yaitu
1/2, 1/3, 1/4, 1/6, 1/8, 2/3 dan sisa (
ashobah ).
Sebab-sebab
seseorang memperoleh harta waris (asbabul
irtsi) yaitu:
1.
Karena nasab (hubungan keturunan / darah).
2.
Karena
perkawinan, yakni sebagai suami/istri.
3.
Karena
memerdekakan mayat (jika mayat pernah menjadi budak).
4. Karena ada
hubungan sesama muslim. ( jika orang Islam tidak mempunyai ahli waris bisa di
serahkan ke Baitul Maal ).
Sebab-sebab
seseorang tidak mendapat harta waris
sebagai berikut :
1. Hamba (budak) ia
tidak cakap memiliki sebagaimana firman Allah SWT. (Q.S. An-Nahl:75).
2. Pembunuh, orang
yang membunuh tidak dapat mewarisi harta dari yang dibunuh. Sabda Rasulullah
SAW yang artinya: ”Yang membunuh tidak dapat mewarisi sesuatu dari yang
dibunuhnya” (H.R. Nisa’i).
3. Murtad
dan kafir, orang yang keluar dari Islam,
yaitu antara pewaris atau yang mati, murtad salah satunya.
B. Golongan
Ahli Waris
Orang
yang berhak mendapat bagian harta warisan semuanya berjumlah 25 orang, 15 orang
dari pihak laki-laki dan 10 orang dari pihak perempuan. Dan apabila dari 15
orang dari pihak laki-laki itu ada semua maka yang berhak menerima hanya ada 3
saja (lihat bagan) dan apabila 10 orang dari pihak perempuan itu ada semua maka
yang berhak menerima ada lima saja (lihat bagan), dan apabila 25 orang itu ada
semua yang berhak menerima ada 5 orang ( lihat bagan ). Untuk lebih jelasnya
lihat bagan sebagai berikut :
Ahli Waris Dzawil
Furudl dan Ashobah.
Ahli waris dzawil furudl adalah ahli
waris yang sudah ditentukan secara jelas besar kecilnya. Misalnya 1/2, 1/3, 1/4
dan sebagainya. Sedang ahli waris Ashobah
adalah ahli waris yang belum tentu bagianya, mungkin menerima semua harta atau
tidak sama sekali.
Adapun
bagian-bagian dari ahli waris dzawil
furudl adalah sebagai berikut :
1. Yang mendapat
bagian setengah (1/2)
a.
Anak perempuan
tunggal.
b.
Cucu perempuan
tunggal dari anak laki-laki.
c.
Saudara
perempuan sekandung.
d.
Saudara
perempuan sebapak (jika no : 3 tidak ada).
e.
Suami, jika
istri yang meninggal tidak punya anak.
2. Yang mendapat
bagian seperempat (1/4)
a.
Suami, jika
istri mempunyai anak.
b.
Istri, jika
suami yang meninggal tidak punya anak.
3. Yang mendapat
bagian seperdelapan (1/8)
·
Istri, jika
suami mempunyai anak.
4. Yang mendapat
bagian dua pertiga (2/3)
a.
Dua anak
perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki.
b.
Dua cucu
perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak perempuan.
c.
Dua saudara
perempuan sekandung /lebih.
d.
Dua saudara
perempuan sebapak/lebih jika tidak ada saudara pr. sekandung.
5. Yang mendapat
bagian sepertiga (1/3)
a.
Ibu, jika yang
meninggal tidak mempunyai anak atau saudara perempuan.
b. Dua orang
saudara perempuan/lebih, jika yang meninggal tidak punya anak atau orang tua.
6. Yang mendapat
bagian seperenam (1/6)
a.
Ibu, jika
bersama anak/cucu dari anak laki-laki.
b.
Ayah, jika
bersama anak/cucu.
c.
Kakek, jika
bersama anak/cucu sedangkan ayahnya tidak ada.
d.
Nenek, jika
tidak ada ibu.
e.
Saudara seibu,
jika tidak ada anak.
Adapun
yang tidak masuk dalam ahli waris dzawil
furudl berarti ia mendapat bagian ashobah.
Ashobah terbagi tiga jenis yaitu ashabah binafsihi, ashobah bighairi
dan ashobah yang menghabiskan bagian
tertentu.
Ashobah binafsihi
adalah yang ashobah dengan sendirinya. Tertib ashobah binafsihi sebagai berikut:
1.
Anak laki-laki
2.
Cucu laki-laki
dari anak laki-laki terus kebawah
3.
Ayah
4.
Kakek dari garis
ayah keatas
5.
Saudara
laki-laki kandung
6.
Saudara
laki-laki seayah
7.
Anak laki-laki
saudara laki-laki kandung sampai kebawah
8.
Anak laki-laki
saudara laki-laki seayah sampai kebawa
9.
Paman kandung
10.
Paman seayah
11.
Anak laki-laki
paman kandung sampai kebawah
12.
Anak laki-laki
paman seayah sampai kebawah
13.
Laki-laki yang
memerdekakan yang meninggal Ashobah
dengan dengan saudaranya
a.
Anak perempuan
bersama anak laki-laki atau cucu laki.
b.
Cucu perempuan bersama
cucu laki-laki
c. Saudara
perempkuan kandung bersama saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki
seayah.
d.
Saudara
perempuan seayah bersama saudara laki-laki seayah.
Ashobah
yang menghabiskan bagian tertentu :
1.
Anak perempuan
kandung satu orang bersama cucu perempuan satu atau lebih (2/3)
2.
Saudara
perempuan kandung bersama saudara perempuan seayah (2/3)
C.
Praktik
pembagian warisan
Seorang
wafat dan meninggalkan suami, saudara laki-laki seibu, ibu, dan paman kandung.
Maka pembagiannya sebagai berikut :
·
Suami
mendapatkan ½
·
Saudara laki-laki
mendapatkan 1/6
·
Ibu mendapatkan
1/3
· Paman sebagai ashobah, ia
akan mendapatkan sisa yang ada setelah ashhabul
furudh menerima bagian masing-masing. Bila tidak tersisa, maka ia tidak
berhak menerima harta warisan.
Dari
contoh tersebut, tampak ada campuran antara kelompok pertama (yakni ½ dengan
1/3 dan 1/6), yang merupakan kelompok kedua.
Berdasarkan
kaidah yang ada, pokok masalah pada contoh tersebut dari enam. Lihat dibawah
ini :
Pokok
masalah dari 6
Suami
setengah ( 1/2 ) 3
Saudaraa
laki-laki seibu seperenan (1/6 ) 1
Ibu
sepertiga (1/3 )
2
Paman
kandung sebagai ashobah 0
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Harta
warisan adalah harta yang dalam istilah faroidl
dinamakan Tirkah (peninggalan)
merupakan suatu harta kekayaan oleh yang meninggal, baik berupa uang atau
materi lainnya yang dibenarkan oleh syariat
islam untuk diwariskan kepada ahli waris. Dalam pelaksanaan atau apa-apa
yang ditinggalkan oleh yang meninggal harus diartikan sedemikian luas sehingga
mencakup hal-hal yang ada pembagiannya.
Pentingnya
pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan seadil-adilnya
sudah diatur dalam islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli waris dan
menghindari perpecahan ukhuwah
persaudaraan antar sesame keluarga yang masih hidup. Pembagian tersebut sudah
diatur dalam Al-Quran dan Hadits, namun
ada beberapa ketentuanyang disepakati ijma’
dengan seadil-adilnya.
B.
Saran
Diharapkan dengan adanya makalah ini pembaca akan lebih dapat mencari tahu tentang warisan secara terperinci dan masyrakat hendaknya terutama bagi diri sendiri mampu mengkaji fiqih tentang warisan yang bertujuan untuk menemukan pembagian warisan secara adil agar tidak ada perpecahan diantara keluarga yang masih hidup dan juga ukhuwah kekeluargaan masih tetap terjaga dengan erat.
Baca juga artikel yang terkait:
- Tauhid Rububiyyah
- Akhlak Tasawuf
- Pengertian Safa'at
- Pembagian Warisan dan Praktik Pembagian Warisan
- Hakim, Mahkum Bihi, Mahkum Fihi dan Mahkum Alaihi
- Qurban dalam Islam
- Hadits tentang Materi Pendidikan
- Hadits Tentang Pendidikan dan Pengajaran
- Hadits tentang Metode-Metode Pembelajaran
- Adab-adab Membaca Al-Qur'an
- Keutamaan-keutamaan Hari Jum'at