Ditulis oleh: Ahmad Sarwat, Lc
Para
ulama jauh sebelum kita ini sudah membicarakan hukum main caturnya saja. Dan
sebagaimana biasa pendapat mereka tidak sama. Secara lebih jauh bisa kita
sebutkan beberapa pendapat mereka.
1. Pendapat Pertama : Mereka yang mengharamkan main catur.
Mereka
adalah jumhur ulama dari kalangan Al-Hanafiyah, Al-Hanabilah dan sebagian
riwayat pendapat Imam Malik ra.
Ulama
Al-Hanafiyah menetapkan bahwa permainan catur itu hukumnya makruh baik main
dadu atau catur. Sedangkan bila permainan itu bercampur dengan unsur judi, atau
dilakukan secara rutin atau bahkan sampai meninggalkan pekerjaan yang wajib,
maka hukumnya menjadi haram secara ijma`.
Sedangkan
Al-Malikiyah mengatakan bahwa permainan tersebut tidak ada kebaikan di
dalamnya, hingga sampai pada titik dimana orang yang bermain catur tidak bisa
diterima kesaksiannya.
Al-Hanabilah
mengatakan bahwa permainan catur itu hukumnya haram secara mutlak.
2. Pendapat Kedua : Mereka yang mengatakan makruh
Pendapat
ini didukung oleh para ulama Asy-Syafi`iyyah dan para pengikutnya. Hanya saja
Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa hal-hal tersebut menjadi makruh bila dilakukan
secara rutin.
3. Pendapat Ketiga : Mereka yang mengatakan boleh.
Ini
adalah pendapat para tabiin besar seperti dan juga riwayat dari Abi Yusuf dari
Al-Hanafiyah dan mereka memberikan alasan jika permainan itu dimaksudkan untuk
melatih otak.
Al-Hafiz
Ibnul-Bar berkata bahwa pendapat jumhur fuqoha tentang catur adalah bahwa orang
yang memainkannya tanpa ada unsur judi dan dilakukan secara tertutup bersama
keluarga sekali dalam sebulan atau setahun dan juga tidak diketahui oleh orang
lain maka hukumnya dimaafkan dan tidak haram atau tidak makruh.
Tapi
jika dia melakukannya secara terang-terangan maka muru`ah dan A`dalahnya jatuh
sehinggga mengakibatkan kesaksiannya tidak diterima. (Lihat At-Tamhid : 13/183
dan Al-Qurtubi : 8/338.
Diantara
orang yang memberikan rukhshah untuk bermain catur selama tidak ada unsur judi
adalah : Said bin Musayyab, Said bin Jubair, Muhammad bin Sirin, Urwah bin
Zubair, As-Sya`bi, Al-Hasan Al-Bashri, Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib,
Ibnu Syihab, Rabi`ah dan Atho` (Lihat At-Tamhid : 13/181).
Pendapat
ini juga disepakati oleh Dr. Yusuf Al-Qordhawi dalam kitab Halal dan Haram
dengan tiga syarat yaitu :
a. Tidak boleh menyebabkan tertundanya shalat
b. Tidak boleh bercampur dengan unsur judi
c. Bisa menjaga lisannya ketika sedang bermain untuk tidak
bicara kotor atau membicarakan orang dan yang sejenisnya.
Dengan
ketatnya pendapat ulama tentang masalah main catur ini, apalagi para ulama
dahulu sering mengaitkannya dengan muruah dan `adalah seseorang, yaitu
kehormatan / nama baik dan keadilan. Sehingga bisa menggugurkan level
kebolehannya untuk bisa diterima kesaksiannya di depan sidang pengadilan.
Sehingga
main catur di masjid jelas merusak kehormatan masjid itu sendiri dan sebaiknya
dihindari.
Wallahu
A`lam Bish-Showab,
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- PENJARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
- CATUR MENURUT PANDANGAN ISLAM
- SENI RUPA MENURUT PANDANGAN ISLAM
- SENI MUSIK MENURUT PANDANGAN ISLAM
- SALON MUSLIMAH MENURUT PANDANGAN ISLAM
- TELIVISI MENURUT PANDANGAN ISLAM
- PANDANGAN ISLAM TERHADAP BUNGA
- KEKUASAAN NEGARA DALAM ISLAM (PENDEKATAN DAKWAH)
- KHILAFAH ISLAMIYAH DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar