HOME

17 September, 2023

PENJARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM

 


Pembahasan "Fiqih Penjara" sebagai bahasan yang menarik bagi kehidupan manusia, khususnya bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia penjara baik dari petugas pemerintah atau orang yang dipenjarakan (narapidana, Red.). Semoga Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya kepada kita semua dan menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.


DEFINISI PENJARA

Penjara dalam bahasa Arab disebut السِّجْنُ secara bahasa artinya menahan. Dan yang dimaksud di sini adalah tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi dari segala kebebasan karena suatu pelanggaran atau tuduhan.

  

SYARIAT PENJARA DALAM ISLAM

Al-Qur'an telah mengabarkan bahwa penjara sudah ada sejak lama. Allah عزّوجلّ berfirman tentang Nabi Yusuf عليه السلام:

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku, penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepada-ku. Dan jika tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh." (QS. Yusuf [12]: 33)

وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ أَنَّهُ نَاجٍ مِنْهُمَا اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ

Dan Yusuf berkata kepada orang yang diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku kepada tuanmu. "Maka setan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf) kepada tuannya. Karena itu, tetaplah dia Yusuf) dalam penjara beberapa tahun lamanya. (QS. Yusuf [12]: 42)

Penjara disyari'atkan dalam al-Qur'an, hadits, dan ijma':

1. Dalil al-Qur'an

إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. al-Maidah [5]: 33)

Segi perdalilannya dari firman-Nya: "atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya)" salah satu penafsirannya adalah dengan dipenjarakan. (Tabyinul Haqaiq 4/179 oleh az-Zaila'i) .

 

2.  Hadits

عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَبَسَ رَجُلًا فِي تُهْمَةٍ

Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم menahan/memenjarakan seorang karena suatu tuduhan. (HR. Abu Dawud 3603 dan dihasankan al-Albani)

3. Ijma'

Penjara sudah ada semenjak dahulu kala, juga pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم dan para sahabat sampai zaman sekarang tanpa ada yang mengingkarinya. Imam Zaila'i mengatakan, "Adapun ijma', karena para sahabat dan orang-orang setelah mereka telah bersepakat tentangnya." (Tabyinul Haqaiq 4/179)


HIKMAH PENJARA

Adanya penjara memiliki beberapa manfaat dan maslahat, di antaranya:

1.    Menahan para pelaku kejahatan yang tidak sampai derajat untuk dihukum had, sehingga tidak mengganggu orang lain, sebab apabila orang-orang tersebut dibiarkan maka akan menyakiti lainnya dan apabila mereka dihukum bunuh maka itu adalah pembunuhan yang tidak dibenarkan. Maka tidak ada cara lain kecuali menahan mereka di suatu tempat sehingga mereka bisa bertaubat kepada Allah عزّوجلّ dan menjadi baik.

2.    Menahan orang yang tertuduh melakukan tindak kriminal sehingga dilakukan proses penyelidikan dan pemeriksaan apakah dia benar-benar melakukan tindak kriminal tersebut ataukah tidak. (Ahkamu Sijni wa Mu'amalah Sujana' fil Islam oleh Hasan Abu Ghuddah hlm. 67, Ahkamul Habsi fis Syari'ah Islamiyyah oleh Muhammad bin Abdillah hlm. 49-50)

 

SEJARAH PENJARA DALAM ISLAM

Telah dimaklumi bersama bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq رضي الله عنه tidak membuat penjara dalam tempat tertentu, tetapi hanya di rumah atau diikat di salah satu pagar masjid dan sebagainya. Ketika pada zaman Umar bin Khaththab رضي الله عنه, rakyat semakin banyak dan Khilafah Islamiyyah semakin menyebar, beliau membeli rumah Shafwan bin Umayyah yang di Makkah dengan 4.000 dirham dan menjadikannya sebagai tempat penjara. Maka tercatatlah Umar رضي الله عنه sebagai orang yang pertama kali membuat rumah penjara dalam Islam, (ath-Thuruq al-Hukmiyyah fis Siyasah Syar'iyyah oleh Ibnul Qayyim hlm. 140-141, Tabshiratul Hukkam oleh Ibnu Farhun 2/215)

Ketika pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه, beliau membangun (bukan membeli) rumah penjara dan memberinya nama "Penjara Nafi' (yang bermanfaat)". Namun, sayangnya, penjara yang beliau bangun tersebut tidak kokoh sehingga banyak orang yang dipenjarakan lepas. Setelah itu, beliau membangun penjara baru lagi yang beliau beri nama Mukhayyis. Maka tercatatlah dalam sejarah bahwa Ali رضي الله عنه adalah pembangun rumah penjara untuk pertama kali dalam Islam. (Tabyinul Haqaiq oleh az-Zaila'i 4/179)

  

SIFAT PENJARA YANG SYAR'I

Adapun sifat penjara yang syar'i maka Ibnul Qayyim menggambarkannya, "Penjara yang syar'i bukanlah tempat yang sempit sekali, melainkan hendaknya luas. Orang yang dipenjarakan mendapatkan nafkah yang diambil dari Baitul Mal (uang kas negara) dan diberi makan, minum, dan pakaian sesuai dengan kebutuhannya." Lalu kata beliau, "Bila orang yang dipenjarakan tidak diberi makan, pakaian, dan tempat yang sehat maka itu adalah suatu dosa yang akan dibalas oleh Allah." (ath-Thuruqul Hukmiyyah hlm. 140)

 

MU'AMALAH Dl DALAM PENJARA

Ibnu Farhun menyebutkan beberapa hal yang hendaknya diberlakukan terhadap orang yang berada di dalam penjara:

1.    Tidak diikat kecuali kalau dikhawatirkan akan lari dan kabur.

2.    Tidak diizinkan keluar penjara untuk shalat Jum'at,[1] hari raya, atau jenazah di luar penjara, atau ziarah ke kerabatnya kecuali bila tidak ada lainnya.

3.    Tidak diberi alat-alat mewah di penjara.

4.    Tidak diberi izin orang lain untuk mengobrol dengannya kecuali kerabat dekatnya saja, itu pun jika memang dipandang maslahat dan dibatasi waktunya.

5.    Tidak terlarang untuk bersepi-sepi dengan istrinya jika memang ada tempat sepi khusus untuk mereka berdua.

6.    Bila sakit atau gila dan ada yang mengobatinya di penjara maka cukup, tetapi jika tidak ada maka boleh keluar penjara dengan penjagaan.

7.    Nafkah mereka ditanggung oleh pemerintah menurut pendapat terkuat.

8.    Boleh penjara secara individu atau bersama-sama tergantung mana yang lebih maslahat. (Tabshiratul Hukkam 2/224 secara ringkas)

Dan penjara hendaknya dipisah sesuai dengan tingkatan kriminal masing-masing, karena tentu saja berbeda antara orang yang masih tertuduh dan orang yang sudah terbukti, orang yang pelanggarannya ringan dengan yang pelanggarannya berat, demikian seterusnya. Dan boleh penjara untuk individu dan penjara seumur hidup sesuai dengan kemaslahatan dan kebijakan pemimpin.

 

BIMBINGAN DALAM PENJARA

Satu hal yang harus diperhatikan oleh semua kalangan bahwa penjara bukanlah sekadar untuk melampiaskan amarah dan memberikan hukuman semata,[2] melainkan lebih dari itu, penjara harus dijadikan sebagai tempat pendidikan agar orang-orang yang dipenjarakan—di mana mayoritas mereka adalah para pelaku kejahatan—bertaubat kepada Allah عزّوجلّ, memperbaiki diri mereka, dan tidak mengulang tindak kriminal yang telah dilakukan.

Hal itu bukan hanya dengan kegiatan-kegiatan keterampilan atau kerja bakti—apalagi dengan menyanyi, melainkan dengan siraman rohani dan penyadaran kepada mereka berupa aqidah yang benar, ibadah kepada Allah عزّوجلّ, dan akhlak yang mulia. Tindak kriminal terjadi tidak lain adalah karena lemahnya aqidah dan iman. Hal inilah yang harus ditanamkan betul-betul pada diri seorang.

Sungguh sangat menyedihkan hati, ketika kita melihat bahwa orang-orang yang keluar dari penjara tidak ada perubahan pada mereka, bahkan terkadang lebih parah dan lebih lihai karena telah mendapatkan kursus gratis dari teman-temannya di penjara.

Maka alangkah baiknya jika para pengurus yang diberi amanat mengurusi penjara mengadakan kegiatan-kegiatan bermanfaat yang akan mencerahkan hati mereka dan membekali mereka dengan iman dan takwa.

Dan bagi orang-orang yang dipenjarakan hendaknya menyibukkan diri dengan ibadah, penyucian jiwa berupa membaca al-Qur'an, ibadah, dzikir, dan sebagainya. Dr. Sulaiman as-Shughayyir mengatakan bahwa telah diadakan penelitian pada 185 orang yang dipenjarakan lalu mereka diberi syarat akan dibebaskan jika mampu menghafal al-Qur'an di penjara. Ternyata terbukti tidak ada satu pun dari mereka yang mengulangi kriminal tersebut dengan persentase 0%. (Dinukil dari Liyaddabaru Ayatihi hlm. 20)

Para ulama telah memberikan potret indah dalam mengubah penjara sebagai kenikmatan dan kebahagiaan. Saya akan menukilkan dua contoh saja:

Pertama: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

Muridnya, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله menuturkan, "Saya pernah mendengar Syaikhul Islam mengatakan padaku suatu saat:

مَايَصْنَعُ أَعْدَائِيْ بِيْ؟ أَنَا جَنَّتِيْ وَبُسْتَانِيْ فِيْ صَدْرِيْ، إِنْ رُحْتُ فَهِيَ مَعِيْ لاَ تَفَارِقُنِيْ، إِنَّ حَبْسِيْ خَلْوَةٌ، وَقَتْلِيْ شَهَادَةٌ، وَإِخْرَاجِيْ مِنْ بَلَدِيْ سِيَاحَةٌ

"Apa yang dilakukan musuh-musuhku padaku? Sesungguhnya taman dan kebunku ada di dadaku, ke mana pun saya pergi dia bersama tidak terpisah dariku, penjara bagiku adalah bersepi untuk ibadah, terbunuhnya diriku adalah mati syahid, dan pengusiran diriku dari kampungku adalah rekreasi."

Beliau juga mengatakan ketika dipenjarakan, 'Seandainya saya memberi mereka emas sebesar penjara ini maka saya belum berterima kasih kepada mereka karena mereka telah menyebabkan kebaikan bagiku di penjara.'

Beliau juga mengatakan, 'Orang yang dipenjarakan sesungguhnya adalah orang yang dipenjarakan hatinya dari Allah.'

Dan tatkala beliau dijebloskan ke penjara dan berada di dalamnya, beliau memandangnya seraya membaca firman Allah عزّوجلّ:

فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa. (QS. al-Hadid [57]: 13)

Demi Allah, saya tidak pernah melihat seorang yang lebih bahagia hidupnya padahal dia melarat dan dipenjarakan serta terancam namun dia bahagia dan gembira serta ceria daripada beliau." (al-Wabilush Shayyib hlm. 109-110)

Kedua: Syaikh al-Albani

Tokoh ahli hadits abad ini pernah dipenjarakan juga namun beliau mengubahnya menjadi kenikmatan. Simaklah beliau tatkala bercerita, "Pada tahun 1389 H bertepatan pada tahun 1969 M, saya dan beberapa rekan pernah dipenjarakan tanpa dosa yang kami lakukan kecuali karena dakwah dan mengajar manusia agama yang benar. Saya dijebloskan ke penjara Damaskus kemudian dibebaskan untuk dipindahkan ke Jazirah untuk mendekam di penjara sana beberapa bulan lamanya. Takdir Allah عزّوجلّ, saya saat itu tidak membawa kecuali kitab kecintaanku, Shahih Imam Muslim, bersama sebuah pensil dan penghapusnya! Waktu pun saya pusatkan untuk meringkas dan menyaringnya sehingga dapat selesai kurang lebih tiga bulan. Saya mengerjakannya siang malam tanpa rasa lelah dan jemu. Dengan demikian, keinginan musuh-musuh untuk menghinakan kami berubah menjadi kenikmatan bagi kami sehingga manfaatnya akan tersebar kepada seluruh penuntut ilmu di setiap tempat." (Muhadditsul 'Ashr Muhammad Nashiruddin al-Albani hlm. 29-30 oleh Samir az-Zuhairi dan Hayatul al-Albani 2/774 oleh asy-Syaibani)

Demikianlah pembahasan kita secara singkat. Semoga bermanfaat.[]

 

BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:



[1]   Ada kisah menarik tentang Imam al-Buwaitihi (salah seorang murid senior Imam Syafi'i رحمه الله), beliau ketika berada di penjara, pada setiap hari Jum'at melakukan mandi, memakai minyak wangi, dan mengenakan baju bersih lalu keluar ke pintu penjara jika mendengar suara adzan. Para penjaga menegurnya, "Kembalilah ke tempatmu, semoga Allah عزّوجلّ merahmatimu", kemudian dia menjawab, "Ya Allah عزّوجلّ, saya telah memenuhi panggilan-Mu tetapi mereka melarangku." (Thabaqat Syafi'iyyah 2/165)

[2]   Alangkah bagusnya ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, "Hukuman itu adalah obat yang mujarab untuk mengobati orang-orang yang sakit hatinya. Dan ini termasuk kasih sayang Allah عزّوجلّ kepada hamba-Nya." (Majmu' Fatawa 15/290)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...