Pembahasan "Fiqih Penjara" sebagai bahasan yang menarik bagi kehidupan manusia, khususnya bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia penjara baik dari petugas pemerintah atau orang yang dipenjarakan (narapidana, Red.). Semoga Allah mencurahkan segenap rahmat-Nya kepada kita semua dan menambahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua.
DEFINISI PENJARA
Penjara dalam bahasa Arab disebut السِّجْنُ secara bahasa artinya menahan. Dan yang dimaksud di sini adalah
tempat di mana orang-orang dikurung dan dibatasi dari segala kebebasan karena
suatu pelanggaran atau tuduhan.
SYARIAT PENJARA DALAM ISLAM
Al-Qur'an telah mengabarkan bahwa
penjara sudah ada sejak lama. Allah عزّوجلّ berfirman tentang Nabi Yusuf عليه السلام:
قَالَ رَبِّ السِّجْنُ
أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ وَإِلا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ
أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ
Yusuf berkata: "Wahai Tuhanku,
penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepada-ku. Dan jika
tidak Engkau hindarkan daripadaku tipu daya mereka, tentu aku akan cenderung
untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang
bodoh." (QS. Yusuf [12]: 33)
وَقَالَ لِلَّذِي ظَنَّ
أَنَّهُ نَاجٍ مِنْهُمَا اذْكُرْنِي عِنْدَ رَبِّكَ فَأَنْسَاهُ الشَّيْطَانُ ذِكْرَ
رَبِّهِ فَلَبِثَ فِي السِّجْنِ بِضْعَ سِنِينَ
Dan Yusuf berkata kepada orang yang
diketahuinya akan selamat di antara mereka berdua: "Terangkanlah keadaanku
kepada tuanmu. "Maka setan menjadikan dia lupa menerangkan (keadaan Yusuf)
kepada tuannya. Karena itu, tetaplah dia Yusuf) dalam penjara beberapa tahun
lamanya. (QS. Yusuf [12]: 42)
Penjara disyari'atkan dalam
al-Qur'an, hadits, dan ijma':
1. Dalil al-Qur'an
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ
يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الأرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا
أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلافٍ أَوْ يُنْفَوْا
مِنَ الأرْضِ ذَلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا وَلَهُمْ فِي الآخِرَةِ عَذَابٌ
عَظِيمٌ
Sesungguhnya pembalasan terhadap
orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka
bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki
mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya).
Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di
akhirat mereka beroleh siksaan yang besar. (QS. al-Maidah [5]: 33)
Segi
perdalilannya dari firman-Nya: "atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya)"
salah satu penafsirannya adalah dengan dipenjarakan. (Tabyinul Haqaiq
4/179 oleh az-Zaila'i) .
2. Hadits
عَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ
عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَبَسَ
رَجُلًا فِي تُهْمَةٍ
Dari Bahz bin Hakim dari ayahnya
dari kakeknya bahwasanya Nabi صلى الله عليه وسلم
menahan/memenjarakan seorang karena suatu tuduhan. (HR. Abu Dawud 3603 dan
dihasankan al-Albani)
3. Ijma'
Penjara
sudah ada semenjak dahulu kala, juga pada zaman Nabi صلى الله عليه وسلم dan para sahabat sampai zaman sekarang tanpa ada yang
mengingkarinya. Imam Zaila'i mengatakan, "Adapun ijma', karena para
sahabat dan orang-orang setelah mereka telah bersepakat tentangnya." (Tabyinul
Haqaiq 4/179)
HIKMAH PENJARA
Adanya penjara memiliki beberapa
manfaat dan maslahat, di antaranya:
1. Menahan
para pelaku kejahatan yang tidak sampai derajat untuk dihukum had, sehingga
tidak mengganggu orang lain, sebab apabila orang-orang tersebut dibiarkan maka
akan menyakiti lainnya dan apabila mereka dihukum bunuh maka itu adalah
pembunuhan yang tidak dibenarkan. Maka tidak ada cara lain kecuali menahan
mereka di suatu tempat sehingga mereka bisa bertaubat kepada Allah عزّوجلّ dan menjadi baik.
2. Menahan
orang yang tertuduh melakukan tindak kriminal sehingga dilakukan proses
penyelidikan dan pemeriksaan apakah dia benar-benar melakukan tindak kriminal
tersebut ataukah tidak. (Ahkamu Sijni wa Mu'amalah Sujana' fil Islam
oleh Hasan Abu Ghuddah hlm. 67, Ahkamul Habsi fis Syari'ah Islamiyyah
oleh Muhammad bin Abdillah hlm. 49-50)
SEJARAH PENJARA DALAM ISLAM
Telah dimaklumi bersama bahwa
Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan khalifah
Abu Bakar ash-Shiddiq رضي الله عنه tidak membuat
penjara dalam tempat tertentu, tetapi hanya di rumah atau diikat di salah satu
pagar masjid dan sebagainya. Ketika pada zaman Umar bin Khaththab رضي الله عنه, rakyat semakin banyak dan Khilafah Islamiyyah semakin
menyebar, beliau membeli rumah Shafwan bin Umayyah yang di Makkah dengan 4.000
dirham dan menjadikannya sebagai tempat penjara. Maka tercatatlah Umar رضي الله عنه sebagai orang yang pertama kali membuat rumah penjara dalam
Islam, (ath-Thuruq al-Hukmiyyah fis Siyasah Syar'iyyah oleh Ibnul Qayyim
hlm. 140-141, Tabshiratul Hukkam oleh Ibnu Farhun 2/215)
Ketika pada masa kekhalifahan Ali
bin Abi Thalib رضي الله عنه, beliau
membangun (bukan membeli) rumah penjara dan memberinya nama "Penjara Nafi'
(yang bermanfaat)". Namun, sayangnya, penjara yang beliau bangun tersebut
tidak kokoh sehingga banyak orang yang dipenjarakan lepas. Setelah itu, beliau
membangun penjara baru lagi yang beliau beri nama Mukhayyis. Maka tercatatlah
dalam sejarah bahwa Ali رضي الله عنه adalah
pembangun rumah penjara untuk pertama kali dalam Islam. (Tabyinul Haqaiq
oleh az-Zaila'i 4/179)
SIFAT PENJARA YANG SYAR'I
Adapun sifat penjara yang syar'i
maka Ibnul Qayyim menggambarkannya, "Penjara yang syar'i bukanlah tempat
yang sempit sekali, melainkan hendaknya luas. Orang yang dipenjarakan
mendapatkan nafkah yang diambil dari Baitul Mal (uang kas negara) dan diberi
makan, minum, dan pakaian sesuai dengan kebutuhannya." Lalu kata beliau,
"Bila orang yang dipenjarakan tidak diberi makan, pakaian, dan tempat yang
sehat maka itu adalah suatu dosa yang akan dibalas oleh Allah." (ath-Thuruqul
Hukmiyyah hlm. 140)
MU'AMALAH Dl DALAM PENJARA
Ibnu Farhun menyebutkan beberapa hal
yang hendaknya diberlakukan terhadap orang yang berada di dalam penjara:
1. Tidak
diikat kecuali kalau dikhawatirkan akan lari dan kabur.
2. Tidak
diizinkan keluar penjara untuk shalat Jum'at,[1]
hari raya, atau jenazah di luar penjara, atau ziarah ke kerabatnya kecuali bila
tidak ada lainnya.
3. Tidak
diberi alat-alat mewah di penjara.
4. Tidak
diberi izin orang lain untuk mengobrol dengannya kecuali kerabat dekatnya saja,
itu pun jika memang dipandang maslahat dan dibatasi waktunya.
5. Tidak
terlarang untuk bersepi-sepi dengan istrinya jika memang ada tempat sepi khusus
untuk mereka berdua.
6. Bila
sakit atau gila dan ada yang mengobatinya di penjara maka cukup, tetapi jika
tidak ada maka boleh keluar penjara dengan penjagaan.
7. Nafkah
mereka ditanggung oleh pemerintah menurut pendapat terkuat.
8. Boleh
penjara secara individu atau bersama-sama tergantung mana yang lebih maslahat.
(Tabshiratul Hukkam 2/224 secara ringkas)
Dan penjara hendaknya dipisah sesuai dengan tingkatan kriminal masing-masing, karena tentu saja berbeda antara orang yang masih tertuduh dan orang yang sudah terbukti, orang yang pelanggarannya ringan dengan yang pelanggarannya berat, demikian seterusnya. Dan boleh penjara untuk individu dan penjara seumur hidup sesuai dengan kemaslahatan dan kebijakan pemimpin.
BIMBINGAN DALAM PENJARA
Satu hal yang harus diperhatikan oleh
semua kalangan bahwa penjara bukanlah sekadar untuk melampiaskan amarah dan
memberikan hukuman semata,[2]
melainkan lebih dari itu, penjara harus dijadikan sebagai tempat pendidikan
agar orang-orang yang dipenjarakan—di mana mayoritas mereka adalah para pelaku
kejahatan—bertaubat kepada Allah عزّوجلّ, memperbaiki diri mereka, dan tidak mengulang tindak kriminal
yang telah dilakukan.
Hal itu bukan hanya dengan
kegiatan-kegiatan keterampilan atau kerja bakti—apalagi dengan menyanyi,
melainkan dengan siraman rohani dan penyadaran kepada mereka berupa aqidah yang
benar, ibadah kepada Allah عزّوجلّ, dan akhlak
yang mulia. Tindak kriminal terjadi tidak lain adalah karena lemahnya aqidah
dan iman. Hal inilah yang harus ditanamkan betul-betul pada diri seorang.
Sungguh sangat menyedihkan hati,
ketika kita melihat bahwa orang-orang yang keluar dari penjara tidak ada
perubahan pada mereka, bahkan terkadang lebih parah dan lebih lihai karena
telah mendapatkan kursus gratis dari teman-temannya di penjara.
Maka alangkah baiknya jika para
pengurus yang diberi amanat mengurusi penjara mengadakan kegiatan-kegiatan
bermanfaat yang akan mencerahkan hati mereka dan membekali mereka dengan iman
dan takwa.
Dan bagi orang-orang yang
dipenjarakan hendaknya menyibukkan diri dengan ibadah, penyucian jiwa berupa
membaca al-Qur'an, ibadah, dzikir, dan sebagainya. Dr. Sulaiman as-Shughayyir
mengatakan bahwa telah diadakan penelitian pada 185 orang yang dipenjarakan
lalu mereka diberi syarat akan dibebaskan jika mampu menghafal al-Qur'an di
penjara. Ternyata terbukti tidak ada satu pun dari mereka yang mengulangi
kriminal tersebut dengan persentase 0%.
(Dinukil dari Liyaddabaru Ayatihi hlm. 20)
Para ulama telah memberikan potret
indah dalam mengubah penjara sebagai kenikmatan dan kebahagiaan. Saya akan
menukilkan dua contoh saja:
Pertama: Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah
Muridnya, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah رحمه الله menuturkan, "Saya pernah mendengar Syaikhul Islam
mengatakan padaku suatu saat:
مَايَصْنَعُ
أَعْدَائِيْ بِيْ؟ أَنَا جَنَّتِيْ وَبُسْتَانِيْ فِيْ صَدْرِيْ، إِنْ رُحْتُ
فَهِيَ مَعِيْ لاَ تَفَارِقُنِيْ، إِنَّ حَبْسِيْ خَلْوَةٌ، وَقَتْلِيْ شَهَادَةٌ،
وَإِخْرَاجِيْ مِنْ بَلَدِيْ سِيَاحَةٌ
"Apa yang dilakukan musuh-musuhku padaku? Sesungguhnya
taman dan kebunku ada di dadaku, ke mana pun saya pergi dia bersama tidak
terpisah dariku, penjara bagiku adalah bersepi untuk ibadah, terbunuhnya diriku
adalah mati syahid, dan pengusiran diriku dari kampungku adalah rekreasi."
Beliau juga mengatakan ketika
dipenjarakan, 'Seandainya saya memberi mereka emas sebesar penjara ini maka
saya belum berterima kasih kepada mereka karena mereka telah menyebabkan
kebaikan bagiku di penjara.'
Beliau juga mengatakan, 'Orang yang
dipenjarakan sesungguhnya adalah orang yang dipenjarakan hatinya dari Allah.'
Dan tatkala beliau dijebloskan ke
penjara dan berada di dalamnya, beliau memandangnya seraya membaca firman Allah
عزّوجلّ:
فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ
بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ
Lalu diadakan di antara mereka dinding
yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya
dari situ ada siksa. (QS. al-Hadid [57]: 13)
Demi Allah, saya tidak pernah
melihat seorang yang lebih bahagia hidupnya padahal dia melarat dan
dipenjarakan serta terancam namun dia bahagia dan gembira serta ceria daripada
beliau." (al-Wabilush Shayyib hlm. 109-110)
Kedua: Syaikh al-Albani
Tokoh ahli hadits abad ini pernah
dipenjarakan juga namun beliau mengubahnya menjadi kenikmatan. Simaklah beliau
tatkala bercerita, "Pada tahun 1389 H bertepatan pada tahun 1969 M, saya
dan beberapa rekan pernah dipenjarakan tanpa dosa yang kami lakukan kecuali
karena dakwah dan mengajar manusia agama yang benar. Saya dijebloskan ke
penjara Damaskus kemudian dibebaskan untuk dipindahkan ke Jazirah untuk
mendekam di penjara sana beberapa bulan lamanya. Takdir Allah عزّوجلّ, saya saat itu tidak membawa kecuali kitab kecintaanku, Shahih
Imam Muslim, bersama sebuah pensil dan penghapusnya! Waktu pun saya pusatkan
untuk meringkas dan menyaringnya sehingga dapat selesai kurang lebih tiga
bulan. Saya mengerjakannya siang malam tanpa rasa lelah dan jemu. Dengan
demikian, keinginan musuh-musuh untuk menghinakan kami berubah menjadi
kenikmatan bagi kami sehingga manfaatnya akan tersebar kepada seluruh penuntut
ilmu di setiap tempat." (Muhadditsul 'Ashr Muhammad Nashiruddin
al-Albani hlm. 29-30 oleh Samir az-Zuhairi dan Hayatul al-Albani
2/774 oleh asy-Syaibani)
Demikianlah pembahasan kita secara
singkat. Semoga bermanfaat.[]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- PENJARA DALAM PERSPEKTIF ISLAM
- CATUR MENURUT PANDANGAN ISLAM
- SENI RUPA MENURUT PANDANGAN ISLAM
- SENI MUSIK MENURUT PANDANGAN ISLAM
- SALON MUSLIMAH MENURUT PANDANGAN ISLAM
- TELIVISI MENURUT PANDANGAN ISLAM
- PANDANGAN ISLAM TERHADAP BUNGA
- KEKUASAAN NEGARA DALAM ISLAM (PENDEKATAN DAKWAH)
- KHILAFAH ISLAMIYAH DALAM PERSPEKTIF SEJARAH
[1]
Ada
kisah menarik tentang Imam al-Buwaitihi (salah seorang murid senior Imam
Syafi'i رحمه الله), beliau ketika berada di penjara, pada setiap hari Jum'at
melakukan mandi, memakai minyak wangi, dan mengenakan baju bersih lalu keluar
ke pintu penjara jika mendengar suara adzan. Para penjaga menegurnya,
"Kembalilah ke tempatmu, semoga Allah عزّوجلّ
merahmatimu", kemudian dia menjawab, "Ya Allah عزّوجلّ, saya telah
memenuhi panggilan-Mu tetapi mereka melarangku." (Thabaqat Syafi'iyyah
2/165)
[2]
Alangkah
bagusnya ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, "Hukuman itu adalah obat
yang mujarab untuk mengobati orang-orang yang sakit hatinya. Dan ini termasuk
kasih sayang Allah عزّوجلّ kepada hamba-Nya." (Majmu' Fatawa 15/290)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar