PENGANTAR PENDIDIKAN
PANCASILA
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan
bermasyarakat sejak sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam
satu sistem nilai. Sejak zaman dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini
mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh oleh masyarakatnya, sebagai
contoh: 1. Percaya kepada Tuhan dan toleran, 2. Gotong royong, 3. Musyawarah,
4. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.
Munculnya permasalahan yang mendera Indonesia, memperlihatkan telah
tergerusnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, perlu diungkap berbagai permasalahan di negeri
tercinta ini yang menunjukkan pentingnya mata kuliah pendidikan Pancasila.
1. Masalah Kesadaran
Perpajakan Kesadaran perpajakan menjadi permasalahan utama bangsa, karena uang
dari pajak menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan. APBN 2016, sebesar
74,6 % penerimaan negara berasal dari pajak. Masalah yang muncul adalah masih
banyak Wajib Pajak Perorangan maupun badan (lembaga/instansi/perusahaan/dan
lain-lain) yang masih belum sadar dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Laporan
yang disampaikan masih belum sesuai dengan harta dan penghasilan yang
sebenarnya dimiliki, bahkan banyak kekayaannya yang disembunyikan. Masih banyak
warga negara yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak, tidak membayar pajak
tetapi ikut menikmati fasilitas yang disediakan oleh pemerintah.
2. Masalah Korupsi
Masalah korupsi sampai sekarang masih banyak terjadi, baik di pusat maupun di
daerah. Transparency Internasional (TI) merilis situasi korupsi di 188 negara
untuk tahun 2015. Berdasarkan data dari TI tersebut, Indonesia masih menduduki
peringkat 88 dalam urutan negara paling korup di dunia.
3. Masalah Lingkungan
Indonesia dikenal sebagai paru-paru dunia. Namun dewasa ini, citra tersebut
perlahan mulai luntur seiring dengan banyaknya kasus pembakaran hutan,
perambahan hutan menjadi lahan pertanian, dan yang paling santer dibicarakan,
yaitu beralihnya hutan Indonesia menjadi perkebunan.
4. Masalah Disintegrasi
Bangsa Demokratisasi mengalir dengan deras menyusul terjadinya reformasi di
Indonesia. Disamping menghasilkan perbaikan-perbaikan dalam tatanan Negara
Republik Indonesia, reformasi juga menghasilkan dampak negatif, antara lain
terkikisnya rasa kesatuan dan persatuan bangsa. Sebagai contoh acapkali
mengemuka dalam wacana publik bahwa ada segelintir elit politik di daerah yang
memiliki pemahaman yang sempit tentang otonomi daerah
5. Masalah Dekadensi
Moral Dewasa ini, fenomena materialisme, pragmatisme, dan hedonisme makin
menggejala dalam kehidupan bermasyarakat. Paham-paham tersebut mengikis
moralitas dan akhlak masyarakat, khususnya generasi muda. Fenomena dekadensi
moral tersebut terekspresikan dan tersosialisasikan lewat tayangan berbagai
media massa. Perhatikan tontonan-tontonan yang disuguhkan dalam media siaran
dewasa ini.
6. Masalah Narkoba
Dilihat dari segi letak geografis, Indonesia merupakan negara yang strategis.
Namun, letak strategis tersebut tidak hanya memiliki dampak positif, tetapi
juga memiliki dampak negatif. Sebagai contoh, dampak negatif dari letak
geografis, dilihat dari kacamata bandar narkoba, Indonesia strategis dalam hal
pemasaran obat-obatan terlarang. Tidak sedikit bandar narkoba warga negara
asing yang tertangkap membawa zat terlarang ke negeri ini. Namun sayangnya,
sanksi yang diberikan terkesan kurang tegas sehingga tidak menimbulkan efek
jera. Akibatnya, banyak generasi muda yang masa depannya suram karena kecanduan
narkoba.
7. Masalah Penegakan
Hukum yang Berkeadilan
Salah satu tujuan dari gerakan reformasi adalah
mereformasi sistem hukum dan sekaligus meningkatkan kualitas penegakan hukum.
Memang banyak faktor yang berpengaruh terhadap efektivitas penegakan hukum,
tetapi faktor dominan dalam penegakan hukum adalah faktor manusianya.
Konkretnya penegakan hukum ditentukan oleh kesadaran hukum masyarakat dan
profesionalitas aparatur penegak hukum. Inilah salah satu urgensi mata kuliah
pendidikan Pancasila, yaitu meningkatkan kesadaran hukum para mahasiswa sebagai
calon pemimpin bangsa.
8. Masalah Terorisme Salah satu masalah besar
yang dihadapi Indonesia saat ini adalah terorisme. Asal mula dari kelompok
terorisme itu sendiri tidak begitu jelas di Indonesia. Namun, faktanya terdapat
beberapa kelompok teroris yang sudah ditangkap dan dipenjarakan berdasarkan
hukum yang berlaku. Para teroris tersebut melakukan kekerasan kepada orang lain
dengan melawan hukum dan mengatasnamakan agama.
Adapun visi dan misi mata kuliah pendidikan Pancasila adalah sebagai
berikut:
Visi Pendidikan Pancasila Terwujudnya kepribadian sivitas akademika yang
bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Misi Pendidikan Pancasila
1. Mengembangkan potensi akademik peserta didik
(misi psikopedagogis).
2. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan
berkehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara (misi psikososial).
3. Membangun budaya ber-Pancasila sebagai salah
satu determinan kehidupan (misi sosiokultural).
4. Mengkaji dan mengembangkan pendidikan Pancasila
sebagai sistem pengetahuan terintegrasi atau disiplin ilmu sintetik (synthetic
discipline), sebagai misi akademik (Sumber: Tim Dikti).
Menanya Alasan Diperlukannya
Pendidikan Pancasila
Dalam pikiran Anda pasti pernah terlintas, mengapa harus ada pendidikan
Pancasila di perguruan tinggi? Hal tersebut terjadi mengingat jurusan/ program
studi di perguruan tinggi sangat spesifik sehingga ada pihak-pihak yang
menganggap pendidikan Pancasila dianggap kurang penting karena tidak terkait
langsung dengan program studi yang diambilnya. Namun, apabila Anda berpikir
jenih dan jujur terhadap diri sendiri, pendidikan Pancasila sangat diperlukan
untuk membentuk karakter manusia yang profesional dan bermoral. Hal tersebut
dikarenakan perubahan dan infiltrasi budaya asing yang bertubi-tubi mendatangi
masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi dalam masalah pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga berbagai aliran (mainstream) dalam berbagai kehidupan
bangsa. Oleh karena itu, pendidikan Pancasila diselenggarakan agar masyarakat
tidak tercerabut dari akar budaya yang menjadi identitas suatu bangsa dan
sekaligus menjadi pembeda antara satu bangsa dan bangsa lainnya.
Dengan demikian, pendidikan Pancasila diharapkan dapat memperkokoh
modalitas akademik mahasiswa dalam berperan serta membangun pemahaman
masyarakat, antara lain: 1. Kesadaran gaya hidup sederhana dan cinta produk
dalam negeri, 2. Kesadaran pentingnya kelangsungan hidup generasi mendatang, 3.
Kesadaran pentingnya semangat kesatuan persatuan (solidaritas) nasional, 4.
Kesadaran pentingnya norma-norma dalam pergaulan, 5. Kesadaran pentingnya
kesahatan mental bangsa, 6. Kesadaran tentang pentingnya penegakan hukum, 7.
Menanamkan pentingnya kesadaran terhadap ideologi Pancasila.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan Pancasila
sangat penting diselenggarakan di perguruan tinggi. Berdasarkan SK Dirjen Dikti
No 38/DIKTI/Kep/2002, Pasal 3, Ayat (2) bahwa kompetensi yang harus dicapai
mata kuliah pendidikan Pancasila yang merupakan bagian dari mata kuliah
pengembangan kepribadian adalah menguasai kemampuan berpikir, bersikap
rasional, dan dinamis, serta berpandangan luas sebagai manusia intelektual
dengan cara mengantarkan mahasiswa: 1. agar memiliki kemampuan untuk mengambil
sikap bertanggung jawab sesuai hati nuraninya; 2. agar memiliki kemampuan untuk
mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya; 3. agar
mampu mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi
dan seni; 4. agar mampu memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya
bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia. Pendidikan Pancasila sebagai
bagian dari pendidikan nasional, mempunyai tujuan mempersiapkan mahasiswa
sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi, dan bermartabat
agar: 1. menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur; 3.
memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai hari
nurani; 4. mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni; serta 5. mampu ikut
mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi bangsanya.
Secara spesifik, tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di perguruan
tinggi adalah untuk:
- memperkuat Pancasila sebagai dasar
falsafah negara dan ideologi bangsa melalui revitalisasi nilai-nilai dasar
Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,berbangsa, dan
bernegara.
- memberikan pemahaman dan penghayatan
atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila kepada mahasiswa sebagai warga
negara Republik Indonesia, dan membimbing untuk dapat menerapkannya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
- mempersiapkan mahasiswa agar mampu
menganalisis dan mencari solusi terhadap berbagai persoalan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara melalui sistem pemikiran yang
berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD Negara RI Tahun 1945.
- membentuk sikap mental mahasiswa yang
mampu mengapresiasi nilainilai ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada
tanah air, dan kesatuan bangsa, serta penguatan masyarakat madani yang
demokratis, berkeadilan, dan bermartabat berlandaskan Pancasila, untuk
mampu berinteraksi dengan dinamika internal daneksternal masyarakat bangsa
Indonesia (Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2013: viii).
Selanjutnya, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012, tentang
pendidikan tinggi, memuat penegasan tentang pentingnya dan ketentuan
penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal
berikut: 1. Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan
Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika. 2. Pasal 35 ayat (3) menegaskan
ketentuan bahwa kurikulum pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib memuat mata kuliah: agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa
Indonesia.
Menggali Sumber Historis,
Sosiologis, Politik Pendidikan Pancasila
1. Sumber Historis Pendidikan Pancasila
Dalam peristiwa sejarah nasional, banyak hikmah yang dapat dipetik,
misalnya mengapa bangsa Indonesia sebelum masa pergerakan nasional selalu
mengalami kekalahan dari penjajah? Jawabannya antara lain karena perjuangan
pada masa itu masih bersifat kedaerahan, kurang adanya persatuan, mudah dipecah
belah, dan kalah dalam penguasaan IPTEKS termasuk dalam bidang persenjataan
2. Sumber Sosiologis Pendidikan Pancasila
Sosiologi dipahami sebagai ilmu tentang kehidupan antarmanusia. Di dalamnya mengkaji, antara lain latar
belakang, susunan dan pola kehidupan sosial dari berbagai golongan dan kelompok
masyarakat, disamping juga mengkaji masalah-masalah sosial, perubahan dan
pembaharuan dalam masyarakat. Soekanto (1982:19) menegaskan bahwa dalam
perspektif sosiologi, suatu masyarakat pada suatu waktu dan tempat memiliki
nilai-nilai yang tertentu. Melalui pendekatan sosiologis ini pula, Anda
diharapkan dapat mengkaji struktur sosial, proses sosial, termasuk
perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial yang patut disikapi
secara arif dengan menggunakan standar nilai-nilai yang mengacu kepada
nilai-nilai Pancasila.
3. Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila
Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) dan salah satu
cirinya atau istilah yang bernuansa bersinonim, yaitu pemerintahan berdasarkan
hukum (rule of law). Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan
sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara hukum tersebut. Hal tersebut
berarti pendekatan yuridis (hukum) merupakan salah satu pendekatan utama dalam
pengembangan atau pengayaan materi mata kuliah pendidikan Pancasila. Urgensi
pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan Undang-Undang (law
enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara yang penting. Penegakan
hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh kesadaran hukum warga
negara terutama dari kalangan intelektualnya.
4. Sumber Politik Pendidikan Pancasila
Salah satu sumber pengayaan materi pendidikan Pancasila adalah berasal dari
fenomena kehidupan politik bangsa Indonesia. Tujuannya agar Anda mampu
mendiagnosa dan mampu memformulasikan saran-saran tentang upaya atau usaha
mewujudkan kehidupan politik yang ideal sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Pengertian Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila
Mata kuliah pendidikan Pancasila merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kepribadian, dan
keahlian, sesuai dengan program studinya masing-masing. Selain itu, mahasiswa
diharapkan mampu memberikan kontribusi yang konstruktif dalam bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara, dengan mengacu kepada nilai-nilai Pancasila. Jadi,
mata kuliah Pancasila merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan student centered learning, untuk mengembangkan knowledge, attitude,
dan skill mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa dalam membangun jiwa
profesionalitasnya sesuai dengan program studinya masing-masing dengan
menjadikan nilainilai Pancasila sebagai kaidah penuntun (guiding principle)
sehingga menjadi warga negara yang baik (good citizenship).
Pentingnya Mata Kuliah
Pendidikan Pancasila
Urgensi pendidikan Pancasila, yaitu dapat memperkokoh jiwa kebangsaan mahasiswa
sehingga menjadi dorongan pokok (leitmotive) dan bintang penunjuk jalan
(leitstar) bagi calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa di berbagai
bidang dan tingkatan. Selain itu, agar calon pemegang tongkat estafet
kepemimpinan bangsa tidak mudah terpengaruh oleh pahampaham asing yang dapat
mendorong untuk tidak dijalankannya nilai-nilai Pancasila. Pentingnya
pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk menjawab tantangan dunia
dengan mempersiapkan warga negara yang mempunyai pengetahuan, pemahaman,
penghargaan, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan Pancasila. Hal tersebut
ditujukan untuk melahirkan lulusan yang menjadi kekuatan inti pembangunan dan
pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap tingkatan lembaga-lembaga
negara, badan-badan negara, lembaga daerah, lembaga infrastruktur politik,
lembaga-lembaga bisnis, dan profesi lainnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai
Pancasila.
BAGAIMANA PANCASILA DALAM
ARUS SEJARAH BANGSA INDONESIA?
Periode Pengusulan Pancasila
Jauh sebelum periode pengusulan
Pancasila, cikal bakal munculnya ideologi bangsa itu diawali dengan lahirnya
rasa nasionalisme yang menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa
Indonesia. Ahli sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar
Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal Rasionalitas
Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai tertanam kuat dalam
gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat menekankan solidaritas dan kesatuan
bangsa. Perhimpoenan Indonesia menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu
teguh menghadapi penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya
Soempah Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momenmomen perumusan diri bagi bangsa
Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal yang sudah dimiliki
tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang maraton BPUPKI yang difasilitasi
Laksamana Maeda, tidak sedikitpun ada intervensi dari pihak penjajah Jepang.
Para peserta sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas dasar
konstituensi, melainkan juga atas dasar integritas dan rekam jejak di dalam
konstituensi masingmasing. Oleh karena itu, Pabottinggi menegaskan bahwa diktum
John Stuart Mill atas Cass R. Sunstein tentang keniscayaan mengumpulkan the
best minds atau the best character yang dimiliki suatu bangsa, terutama di saat
bangsa tersebut hendak membicarakan masalah-masalah kenegaraan tertinggi, sudah
terpenuhi.
Siapa sajakah tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang BPUPKI tersebut?
Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut menampilkan beberapa
pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo.
Keempat tokoh tersebut menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut
pandangannya masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara
mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan kesatuan demi mewujudkan
Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang berkembang di kalangan para pendiri
negara seperti inilah yang seharusnya perlu diwariskan kepada generasi berikut,
termasuk kita.
Periode Perumusan Pancasila
Hal terpenting yang mengemuka dalam
sidang BPUPKI kedua pada 10 - 16 Juli 1945 adalah disetujuinya naskah awal
“Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta.
Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia. Pada
alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila sebagai
berikut. 1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Naskah awal
“Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam Jakarta” ini di kemudian hari
dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika para pemimpin Indonesia sedang sibuk
mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang, secara tiba-tiba terjadi
perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya perubahan peta
politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu. Peristiwa itu
ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Sehari
setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah Pendudukan Jepang di Jakarta
mengeluarkan maklumat yang berisi: (1)
pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi
Indonesia (PPKI), (2) panitia itu
rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai bersidang 19 Agustus 1945,
dan (3) direncanakan 24 Agustus 1945
Indonesia dimerdekakan. Esok paginya, 8
Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil Jenderal Terauchi (Penguasa
Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara) yang berkedudukan di Saigon, Vietnam
(sekarang kota itu bernama Ho Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi
kewenangan oleh Terauchi untuk segera membentuk suatu Panitia Persiapan
Kemerdekaan bagi Indonesia sesuai dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus
1945 tadi. Sepulang dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total
anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus Hadikusumo,
Otto Iskandar Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo, Supomo, Abdul Kadir, Yap
Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas, Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I
Gde Puja, Hamidan, Panji Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan (Sartono
Kartodirdjo, dkk., 1975: 16--17).
Periode Pengesahan Pancasila
Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus 1945, ketika itu
Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil oleh penguasa militer
Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas tentang hari kemerdekaan
Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di luar dugaan ternyata
pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15
Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan
mereka disambut oleh para pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa
Indonesia diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan
situasi politik dunia pada masa itu. Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang
menyerah kepada sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis
di wilayah pendudukan, termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat itu
menimbulkan kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan Soekarno dan
kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas diri Soekarno dan M. Hatta ke
Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu “mengamankan”), tindakan
pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang diadakan pada pukul 24.00 WIB
menjelang 16 Agustus 1945 di Cikini no. 71 Jakarta (Kartodirdjo, dkk., 1975:
26).
Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan
kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin
negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang dihasilkan
mencakup hal-hal berikut: 1. Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45)
yang terdiri atas Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari
Piagam Jakarta dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari
rancangan BPUPKI dengan sejumlah perubahan pula. 2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang
pertama (Soekarno dan Hatta). 3.
Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah
tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite ini dilantik 29 Agustus
1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo. Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD
1945 adalah sebagai berikut: 1. Ketuhanan Yang Maha Esa. 2. Kemanusiaan yang
adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan
Pancasila yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang
termaktub dalam Piagam Jakarta.
Berdasarkan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dilaksanakanlah Pemilu yang
pertama pada 1955. Pemilu ini dilaksanakan untuk membentuk dua badan
perwakilan, yaitu Badan Konstituante (yang akan mengemban tugas membuat
Konstitusi/Undang-Undang Dasar) dan DPR (yang akan berperan sebagai parlemen).
Sesudah dikeluarkannya Dekrit 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno, terjadi
beberapa penyelewengan terhadap UUD 1945. Antara lain, Soekarno diangkat
sebagai presiden seumur hidup melalui TAP No. III/MPRS/1960. Selain itu,
kekuasaan Presiden Soekarno berada di puncak piramida, artinya berada pada
posisi tertinggi yang membawahi ketua MPRS, ketua DPR, dan ketua DPA yang pada
waktu itu diangkat Soekarno sebagai menteri dalam kabinetnya sehingga
mengakibatkan sejumlah intrik politik dan perebutan pengaruh berbagai pihak dengan
berbagai cara, baik dengan mendekati maupun menjauhi presiden. Pertentangan
antarpihak begitu keras, seperti yang terjadi antara tokoh PKI dengan perwira
Angkatan Darat (AD) sehingga terjadilah penculikan dan pembunuhan sejumlah
perwira AD yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September (G30S PKI).
Peristiwa G30S PKI menimbulkan peralihan kekuasaan dari Soekarno ke
Soeharto. Peralihan kekuasan itu diawali dengan terbitnya Surat Perintah dari
Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang di kemudian hari
terkenal dengan nama Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Surat itu
intinya berisi perintah presiden kepada Soeharto agar “mengambil langkahlangkah
pengamanan untuk menyelamatkan keadaan”. Supersemar ini dibuat di Istana Bogor
dan dijemput oleh Basuki Rahmat, Amir Mahmud, dan M. Yusuf. Supersemar ini pun juga menjadi kontroversial
di belakang hari. Supersemar yang diberikan oleh Presiden Soekarno kepada
Letjen Soeharto itu kemudian dikuatkan dengan TAP No. IX/MPRS/1966 pada 21 Juni
1966. Dengan demikian, status supersemar menjadi berubah: Mula-mula hanya
sebuah surat perintah presiden kemudian menjadi ketetapan MPRS. Jadi, yang
memerintah Soeharto bukan lagi Presiden Soekarno, melainkan MPRS. Hal ini
merupakan fakta sejarah terjadinya peralihan kekuasaan dari Soekarno ke
Soeharto. Bulan berikutnya, tepatnya 5 Juli 1966, MPRS mengeluarkan TAP No.
XVIII/ MPRS/1966 yang isinya mencabut TAP No. III/MPRS/1960 tentang
Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur Hidup.
Setelah menjadi presiden, Soeharto mengeluarkan Inpres No. 12/1968 tentang
penulisan dan pembacaan Pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 (ingatlah, dulu setelah Dekrit 5 Juli 1959 penulisan Pancasila
beraneka ragam). Ketika MPR mengadakan Sidang Umum 1978 Presiden Soeharto
mengajukan usul kepada MPR tentang Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan
Pancasila (P-4). Usul ini diterima dan dijadikan TAP No. II/MPR/1978 tentang
P-4 (Ekaprasetia Pancakarsa). Dalam TAP itu diperintahkan supaya Pemerintah dan
DPR menyebarluaskan P-4. Presiden Soeharto kemudian mengeluarkan Inpres No.
10/1978 yang berisi Penataran bagi Pegawai Negeri Republik Indonesia. Kemudian,
dikeluarkan juga Keppres No. 10/1979 tentang pembentukan BP-7 dari tingkat
Pusat hingga Dati II. Pancasila juga dijadikan satu-satunya asas bagi orsospol
(tercantum dalam UU No. 3/1985 ttg. Parpol dan Golkar) dan bagi ormas
(tercantum dalam UU No. 8/1985 ttg. Ormas). Banyak pro dan kontra atas lahirnya
kedua undangundang itu. Namun, dengan kekuasaan rezim Soeharto yang makin kokoh
sehingga tidak ada yang berani menentang (BP7 Pusat, 1971).
Alasan Diperlukannya
Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia.
1. Pancasila sebagai
Identitas Bangsa Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa setiap bangsa mana pun di dunia ini pasti
memiliki identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya masing-masing.
Budaya merupakan proses cipta, rasa, dan karsa yang perlu dikelola dan
dikembangkan secara terus-menerus. Budaya dapat membentuk identitas suatu
bangsa melalui proses inkulturasi dan akulturasi. Pancasila sebagai identitas
bangsa Indonesia merupakan konsekuensi dari proses inkulturasi dan akulturasi
tersebut.
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan. Sikap
mental, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia mempunyai ciri khas,
artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Kepribadian itu mengacu pada
sesuatu yang unik dan khas karena tidak ada pribadi yang benar-benar sama.
Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau halnya sendiri, demikian pula halnya
dengan ideologi bangsa (Bakry, 1994: 157).
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diyakini
kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya oleh bangsa Indonesia
yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan bermasyarakat dan berbangsa dan
menimbulkan tekad yang kuat untuk mengamalkannya dalam kehidupan nyata (Bakry,
1994: 158).
4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana dikatakan von Savigny
bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya masing-masing, yang dinamakan volkgeist
(jiwa rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan
dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila telah ada sejak dahulu kala
bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia (Bakry, 1994: 157).
5.
Pancasila sebagai Perjanjian
Luhur
Perjanjian luhur, artinya
nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian bangsa disepakati
oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai dasar negara Indonesia
(Bakry, 1994: 161). Kesepakatan para pendiri negara tentang Pancasila sebagai
dasar negara merupakan bukti bahwa pilihan yang diambil pada waktu itu
merupakan sesuatu yang tepat.
BAGAIMANA PANCASILA MENJADI
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Diponolo menyimpulkan 3 (tiga) unsur yang menjadi syarat mutlak bagi adanya
negara yaitu: a. Unsur tempat, atau daerah, wilayah atau territoir b. Unsur
manusia, atau umat (baca: masyarakat), rakyat atau bangsa c. Unsur organisasi, atau tata kerjasama,
atau tata pemerintahan. Ketiga unsur tersebut lazim dinyatakan sebagai unsur
konstitutif. Selain unsur konstitutif ada juga unsur lain, yaitu unsur
deklaratif, dalam hal ini pengakuan dari negara lain. Berbicara tentang negara
dari perspektif tata negara paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan,
yaitu: a. Negara dalam keadaan diam,
yang fokus pengkajiannya terutama kepada bentuk dan struktur organisasi negara
b. Negara dalam keadaan bergerak, yang fokus pengkajiannya terutama kepada
mekanisme penyelenggaraan lembaga-lembaga negara, baik di pusat maupun di
daerah. Pendekatan ini juga meliputi bentuk pemerintahan seperti apa yang
dianggap paling tepat untuk sebuah negara.
Menelusuri Konsep dan Urgensi Dasar Negara Secara etimologis, istilah dasar
negara maknanya identik dengan istilah grundnorm (norma dasar), rechtsidee
(cita hukum), staatsidee (cita negara), philosophische grondslag (dasar
filsafat negara). Banyaknya istilah Dasar Negara dalam kosa kata bahasa asing
menunjukkan bahwa dasar negara bersifat universal, dalam arti setiap negara
memiliki dasar negara. Secara
terminologis atau secara istilah, dasar negara dapat diartikan sebagai landasan
dan sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara. Dasar negara juga dapat
diartikan sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Secara teoretik,
istilah dasar negara, mengacu kepada pendapat Hans Kelsen, disebut a basic norm
atau Grundnorm (Kelsen, 1970: 8). Norma dasar ini merupakan norma tertinggi
yang mendasari kesatuan-kesatuan sistem norma dalam masyarakat yang teratur
termasuk di dalamnya negara yang sifatnya tidak berubah (Attamimi dalam Oesman
dan Alfian, 1993: 74). Dengan demikian, kedudukan dasar negara berbeda dengan
kedudukan peraturan perundang-undangan karena dasar negara merupakan sumber
dari peraturan perundang-undangan. Implikasi dari kedudukan dasar negara ini,
maka dasar negara bersifat permanen sementara peraturan perundang-undangan
bersifat fleksibel dalam arti dapat diubah sesuai dengan tuntutan zaman.
Prinsip bahwa norma hukum itu bertingkat dan berjenjang, termanifestasikan
dalam Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang tercermin pada pasal 7 yang menyebutkan jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan, yaitu sebagai berikut: a. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat; c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan
Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Sumber Yuridis Pancasila
sebagai Dasar Negara
Secara yuridis ketatanegaraan,
Pancasila merupakan dasar negara Republik Indonesia sebagaimana terdapat pada
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, yang
kelahirannya ditempa dalam proses kebangsaan Indonesia. Melalui Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai payung hukum, Pancasila
perlu diaktualisasikan agar dalam praktik berdemokrasinya tidak kehilangan arah
dan dapat meredam konflik yang tidak produktif (Pimpinan MPR dan Tim Kerja
Sosialisasi MPR periode 2009--2014, 2013: 89).
Peneguhan Pancasila sebagai dasar negara sebagaimana terdapat pada
pembukaan, juga dimuat dalam Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998, tentang
Pencabutan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) dan ketetapan tentang Penegasan
Pancasila sebagai Dasar Negara. Meskipun status ketetapan MPR tersebut saat ini
sudah masuk dalam kategori ketetapan MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan
hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut maupun
telah selesai dilaksanakan (Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR periode
20092014, 2013: 90).
Penjabaran Pancasila dalam Pasal-Pasal UUD NRI 1945 Benarkah pasal-pasal
yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia itu
berhubungan dengan Pancasila? Mari cermati bahasan berikut! (Anda dapat membaca
kembali contoh hubungan dasar negara dengan bentuk negara pada uraian
terdahulu) Anda tentu mengetahui bahwa setelah Amandemen atau Perubahan ke-4
(dalam 2002), Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri
atas Pembukaan dan Pasal-pasal (lihat Pasal II Aturan Tambahan UUD 1945). Hal
ini berarti bahwa Penjelasan UUD 1945 sudah tidak lagi menjadi bagian dari
ketentuan dalam UUD 1945. Meskipun Penjelasan UUD 1945 , sudah bukan merupakan
hukum positif, tetapi penjelasan yang bersifat normatif sudah dimuat dalam
pasal-pasal UUD 1945. Selain itu, dalam tataran tertentu penjelasan UUD 1945
dapat menjadi inspirasi dalam kehidupan bernegara bagi warga negara. Terkait
dengan penjabaran Pancasila dalam pasal-pasal UUD 1945, silahkan Anda simak
bunyi penjelasan UUD 1945, sebagai berikut. Pokok-pokok pikiran tersebut
meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.
Pokok-pokok pikiran ini mewujudkan cita-cita hukum (rechtsidee) yang menguasai
hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis (UndangUndang Dasar) maupun hukum
yang tidak tertulis. Undang-Undang Dasar menciptakan pokok-pokok pikiran ini dalam
pasal-pasalnya.” Pola pemikiran dalam pokok-pokok pikiran Penjelasan UUD 1945
tersebut, merupakan penjelmaan dari Pembukaan UUD 1945, Pancasila merupakan
asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai staatsfundamentalnorm. Apabila
disederhanakan, maka pola pemikiran tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pancasila merupakan asas kerohanian dari Pembukaan UUD 1945 sebagai
staatsfundamentalnorm. 2. Pembukaan UUD
1945 dikristalisasikan dalam wujud Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar. 3. Pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945 terjelma dalam pasal-pasal UUD 1945.
Sebagai bahan pembanding atas uraian tersebut, berikut ini adalah pandangan
Mubyarto dalam Oesman dan Alfian (1993: 240--241) mengenai 5 prinsip
pembangunan ekonomi yang mengacu kepada nilai Pancasila, yaitu sebagai berikut:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa, roda perekonomian digerakkan oleh
rangsangan-rangsangan ekonomi, sosial, dan moral; 2) Kemanusiaan Yang Adil dan
Beradab, ada kehendak kuat dari seluruh masyarakat untuk mewujudkan pemerataan
sosial (egalitarian), sesuai asas-asas kemanusiaan; 3) Persatuan Indonesia,
prioritas kebijaksanaan ekonomi adalah penciptaan perekonomian nasional yang
tangguh. Hal ini berarti nasionalisme menjiwai setiap kebijaksanaan ekonomi; 4)
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan, koperasi merupakan sokoguru perekonomian dan
merupakan bentuk saling konkrit dari usaha bersama; 5) Keadilan Sosial bagi
Seluruh Rakyat Indonesia, adanya imbangan yang jelas dan tegas antara
perencanaan di tingkat nasional dan desentralisasi dalam pelaksanaan
kebijaksanaan ekonomi untuk mencapai keadilan ekonomi dan keadilan sosial.
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara dalam bidang ekonomi
mengidealisasikan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Latihan Soal
Jawablah pertanyaan berikut dalam kertas kerja
anda!
- Jelaskanlah bagaimana kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara?
- Bagaimana kedudukan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945?
- Sebutkanlah pokok pikiran pembukaan UUD 45 dan apa hubungannya
dengan Pancasila?
- Tunjukkan pokok pikiran pertama dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 45?
- Pancasila dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 45 kedalam system
pemerointahan Negara, Jelaskanlah?
- Bagaimanakah implementasi Panasila dalam kebijakan Negara dalam
bidang:
- Politik
- Ekonomi
- Agama, social budaya
- Hankam
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar