HOME

13 Februari, 2022

Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran

Memiliki Wawasan dan Kreatifitas Dalam Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran PAI


DAFTAR ISI

COVER............................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................. 1

A.    Latar Belakang............................................................................ 1

B.     Rumusan Masalah...................................................................... 5

C.    Tujuan ........................................................................................ 5


BAB II PEMBAHASAN.................................................................... 6

A.    Macam-Macam Metode Pembelajaran Pai................................. 6

B.     Media Pembelajaran Pai............................................................ 11

C.    Alat Evaluasi Pembelajaran........................................................ 15


BAB III KESIMPULAN.................................................................... 19


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Paradigma pembelajaran senantiasa mengalami perubahan.Perubahan dimaksudkan untuk perkembangan dan kemajuan pembelajaranyang dapat memberikan hasil yang lebih baik. Paradigma pembelajaran yang berkembang dan diterapkan selalu menyesuaikan dengan kondisi kekinian. Tidak berlebihan bilamana terdapat anggapan umum, bahwa pembangunan sumber daya manusia dimulai dari ruang-ruang kelas dalam lingkup pendidikan formal di sekolah. Proses pendidikan merupakan langkah nyata untuk mempersiapkan sumber daya manusia bagi kemajuan bangsa dan negara (human investment).

Salah satu cita-cita pendidikan diantaranya, proses pembelajaran dikelas mampu membentuk sumber daya manusia yang memiliki kapasitas dan kualitas yang dibutuhkan jaman, tanpa meninggalkan karakter humanis yang berkebangsaan. Melihat betapa pentingnya pembelajaran di kelas, sebagai bagian dari human investement, tentu proses pembelajaran di kelas harus memiliki kualitas yang di atas rata-rata. Penentu proses pembelajaran yang berkualitas terletak di tangan guru. Secara sederhana proses pembelajaran dikelas dapat diringkas dalam tiga tahapan utama. Ketiga tahapan tersebutantara lain: (1) persiapan; (2) pelaksanaan; dan, (3) evaluasi.

Terminologi guru berperan sebagai “fasilitator” pembelajaran, memiliki makna yang fungsional. Menjadi seorang fasilitator pembelajaran, tidak cukup dimaknai dengan memberikan bimbingan dan mendampingi pembelajar, tetapi berkaitan dengan sejauh mana guru mampu mengoptimalkan kewenangan yang dimilikinya sebagai seorang fasilitator pembelajaran. Sebenarnya sangat disadari bahwa guru, sebagai seorang pendidik memiliki kewenangan yang luas dalam mengelola pembelajaran dikelas yang diampunya. Kewenangan yang luas tersebut dapat dilihat dari peran guru yang multidimensi. Pertama, dilihat dari dimensi persiapan pembelajaran, guru berperan sebagai seorang desainer, yang memiliki kebebasan dalam membuat perencanaan pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dalam hal ini meliputi pembuatan RPP sekaligus berbagai persiapan yang dibutuhkan sebelum proses pembelajaran di kelas dilaksanakan, seperti penguasaan materi, penentuan sumber maupun media belajar, menentukan setting belajar (lingkungan yang meliputi situasi dan suasana belajar), dan lain sebagainya.

Kedua, dilihat dari dimensi pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru memiliki peran sebagai konduktor. Dalam analogi yang sederhana, guru seolah-olah adalah seorang pemimpin orkestra musik yang banyak melibatkan banyak instrumen dan pemain musik yang beragam. “Guru sebagai konduktor” dalam hal ini adalah guru bertugas memimpin proses pembelajaran. Memimpin proses pembelajaran tidak diartikan guru mendominasi di dalamnya, tetapi guru memastikan rencana pembelajaran (learning design) benar-benar terlaksana dengan baik, dengan berbagai penyesuaian terhadap lingkungan kelas. Sebagai seorang konduktor dalam proses pembelajaran, guru harus mampu mengelola berbagai aspek yang dibutuhkan dalam situasi belajar. Termasuk kemampuan dalam mengelolasituasi yang muncul pada saat pembelajaran berlangsung, yang terkadangmenjadi kendala dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Sebagaimana tugas seorang konduktor dalam sebuah orkestra musik yang mampumenggabungkan berbagai macam instrumen musik menjadi sebuah simponi. Demikian halnya dengan pelaksanaan proses pembelajaran di kelas.

Ketiga, dimensi evaluasi. Penilaian yang ideal adalah penilaian yangmampu mencakup tiga ranah penting dalam pembentukan pengalaman belajar. Antara lain mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor pesertadidik. Ini menjadikan penilaian tidak hanya pada penilaian pekerjaan siswa,tetapi juga penilaian terhadap kinerja siswa. Pekerjaan dan kinerja merupakan dua hal yang berbeda. Pekerjaan menunjuk pada hasil secara fisik, seperti jawaban soal, lembar kerja, laporan dan sebagainya yang bersifat fisik,sehingga penilaian terhadap pekerjaan dapat dilakukan setelah pembelajarandi kelas selesai. Berbeda dengan kinerja, penilaian kinerja peserta didikdilakukan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Dalam menilai kinerja peserta didik, yang menjadi indikator penilaian adalah partisipasi, performa,dan sikap peserta didik yang dapat diamati secara langsung oleh guru dan dicatat dalam lembar penilaian kinerja. Peran guru sebagai seorang evaluatorharus dijalankan secara profesional, sistematis, adil, dan terekam. Agar perantersebut terlaksana secara ideal, guru harus memberikan penilaian sebagaimana telah dirumuskan dalam desain pembelajaran. Penilaian akhir merupakan akumulasi dari pekerjaan dan kinerja.

Proses evaluasi tidak berhenti pada penilaian terhadap proses pembelajaran yang terpusat pada pekerjaan dan kinerja peserta didik saja. Evaluasi intern oleh guru terhadap keseluruhan tahapan utama pembelajaran yang diselenggarakannya pun harus dilakukan. Guru harus melakukan penilaian terhadap keseluruhan proses pembelajaran yang ia rancang dan ialaksanakan. Tujuannya agar guru menemukan kelebihan, kekurangan, maupun kendala-kendala yang dihadapi saat pelaksanaan proses pembelajaran. Guru juga perlu melakukan evaluasi diri dan memberikan tindak lanjut dari keseluruhan evaluasi yang dilakukannya, demi kemajuan kapasitasnya sebagai seorang pendidik.

Pelaksanaan pembelajaran yang meliputi tiga tahapan utama proses pembelajaran di kelas, mutlak memerlukan pertimbangan-pertimbangan dalam pemilihan metode pembelajaran yang sesuai. Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat berbagai macam metode pembelajaran, antara lain: ceramah, tanya jawab, diskusi, demonstrasi,simulasi, sosiodrama, resitasi, karyawisata, dril, problem solving, dan lainnya.Pemilihan metode pembelajaran yang sesuai akan memudahkan guru dan peserta didik dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Di sisi lain, pemilihan metode pembelajaran yang sesuai akan mampu memberikan pengalaman belajar pada peserta didik yang mencakup ranah kognitif, afektif,dan psikomotor.

Konsepsi student center, saat ini menjadi sebuah euforia pendidikan di Indonesia yang selama ini didominasi oleh porsi keaktifan guru daripada keaktifan siswa. Para pakar pendidikan menjadi lebih gencar dalam mensosialisasikan berbagai metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan keaktifan siswa. Pemerhati pendidikan termasuk guru terdorong untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif dalam merancang metode-metode pembelajaran yang mampu membuat siswa aktif. Namun tidak dipungkiri pula, bahwa tuntutan ini menjadi sulit dipenuhi oleh guru manakala guru dihadapkan pada kendala-kendala baik yang bersifat internal maupun eksternal. Kendala internal berkaitan dengan kompetensi dan kemauan guruuntuk mampu mengimplementasikan metode pembelajaran yang sesuai dalam mata pelajaran yang diampunya. Kendala eksternal berkaitan dengan kondisi sekitar lingkungan belajar, apakah mendukung atau tidak untuk dapat menerapkan suatu metode pembelajaran.

Adanya tuntutan pendidikan di Indonesia, bahwa penyelenggaraan pembelajaran harus mampu membentuk karakter dan nilai-nilai budaya bangsa yang luhur, juga menuntut guru untuk dapat mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam penyelenggaraan pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu, pemilihan metode pembelajaran sebenarnya akan membantu guru mengimplementasikan pembelajaran yang dapat memunculkan nilai-nilailuhur tersebut. Melihat banyaknya tuntutan pelaksanaan pembelajaran yang ideal, untuk menentukan penggunaan suatu metode pembelajaran harus mempertimbangkan banyak hal. Tujuannya, agar metode pembelajaran yang dipilih dapat mencapai hasil yang hendak dicapai, memudahkan interaksi dan kegiatan belajar, memberikan pengalaman belajar bagi peserta didik secara fungsional, serta “membekas”.

Keberhasilan suatu pembelajaran dapat diraih manakala semua aspekyang berkaitan dengan pembelajaran membentuk hubungan yang sinergis, saling melengkapi, dan didukung oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya. Dukungan dari semua warga belajar tidak diperoleh begitu saja, tetapi harus dibangun melalui pola interaksi positif antara pendidik dan peserta didik. Seorang pendidik harus memiliki kepercayaan diri yang dilandasi dengan kapasitas, kualitas, dan komitmen yang kuat, sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan peserta didik akan kemampuan pendidik sebagai seorang fasilitator pembelajaran. Guru sebagai seorang learning designer, konduktor, sekaligus evaluator harus mampu mengoptimalkan peranan-peranan fungsional tersebut agar keberhasilan pembelajaran dapat dicapai. Keberhasilan pelaksanaan pembelajaran, bukan keberhasilan guru seorang, tetapi keberhasilan yang sama-sama diraih beserta peserta didik.


B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimana memilih metode pembelajaran PAI ?

2.      Bagaimana memilih media evaluasi pembelajaran PAI ?

3.      Bagaimana memilih alat evaluasi pembelajaran PAI ?


C.     Tujuan

1.   Untuk mengetahui metode pembelajaran PAI.

2.   Untuk mengetahui media evaluasi pembelajaran PAI.

3.   Untuk mengetahui alat evaluasi pembelajaran PAI.


BAB II

PEMBAHASAN

A.    Macam – macam metode pembelajaran PAI

Dari bentuk keempat kriteria pengajaran PAI maka dapat disesuaikan apakah keempat kriteria itu termasuk dalam bidang studi Fiqih, aqidah akhlak, al-Qur’an Hadits, SKI dan mata pelajaran yang lain.

Yang mana dalam pengajaran agama dikenal beberapa metode dalam pengajaran seperti:

Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara penyampaian materi pendidikan melalui komunikasi satu arah yaitu dari pendidik kepada peserta didik (one way traffic comunication). Metode ini agak identik dengan tausiyah (memberi nasihat), dan khutbah.


Metode Tanya Jawab

Metode Tanya  jawab adalah dengan cara, satu pihak memberikan pertanyaan sementara piahak lainnya memberikan jawaban. Dalam pengajaran, guru dan atau peserta didik dapat memberikan pertanyaan ataupun jawaban.


Metode I’tibar

Metode I’tibar adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara mengambil pelajaran, hikmah, dan pengartian dari sebuah peristiwa dan atau kisah yang terjadi. Biasanya metode ini terkait dengan penyampaian metode Cerita atau Ceramah.


Metode Resitasi

Metode Resitasi adalah metode pendidikan dengan pemberian tugas. Biasanya metode ini terdiri dari tugas individu dan kerja kelompok. Metode ini dimaksudkan agar proses mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan lebih efektif.


Metode Diskusi

Metode diskusi adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran, pendapat dengan menetapkan pengertian dan sikap terhadap suatu masalah. Dengan metode ini peserta didik akan mencapai titik kebenaran.


Metode Tamsiliyah

Metode tamsiliyah adalah cara memberikan perumpamaan kepada yang lebih faktual. Pendidikan dengan metode ini dapat memberikan pelajaran-pelajaran berharga dari perumpamaan-perumpamaan kepada peserta didik.


Metode Mukatabah

Metode mukatabah adalah pendidikan dengan cara korespondensi atau membuat surat-menyurat dalam berbagai tema (bahan pelajaran). Dengan metode ini hasil pengajaran yang disampaikan oleh pendidik akan lebih berkesan dan terkumpul dalam tulisan.


Metode Tafhim

Metode tafhim adalah pendidikan dengan cara memahami apa-apa yang telah diperoleh dari belajar sendiri atau dengan  guru pendidik. Dengan metode ini peserta didik dituntut untuk lebih aktif mendapatkan makna secara mendalam terhadap bahan yang diterimanya.


Metode Cerita

Metode cerita adalah pendidikan dengan membacakan sebuah cerita yang mengandung pelajaran baik. Dengan metode ini peserta didik dapat menyimak kisah-kisah yang diceritakan oleh guru, kemudian mengambil pelajaran dari cerita tersebut.


Metode Uswatun Hasanah

Metode pemberitahuan contoh dan tauladan adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan contoh-contoh yang baik (uswahtun al-hasanah) berupa prilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak. Contoh tauladan ini merupakan pendidikan yang mengandung nilai paradadogis tinggi bagi peserta didik[1].


Adapun tambahan metode pembelajaran di bawah ini serta langkah-langkahnya, sebagai berikut :

1. JIGSAW (MODEL TIM AHLI)

Langkah-langkah :

1.    Siswa dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim

2.    Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda

3.    Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan

4.    Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka

5.    Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya mendengarkan dengan sungguh-sungguh

6.    Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi

7.    Guru memberi evaluasi

8.    Penutup.


2. PROBLEM BASED INTRODUCTION (PBI)

(Pembelajaran Berdasarkan Masalah)

Langkah-langkah :

1.    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

2.    Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dll.)

3.    Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, hipotesis, pemecahan masalah.

4.    Guru membantu siswa dalam merencanakan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya

5.    Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.


3. ARTIKULASI

Langkah-langkah :

1.    Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai

2.    Guru menyajikan materi sebagaimana biasa

3.    Untuk mengetahui daya serap siswa, bentuklah kelompok berpasangan dua orang

4.    Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari guru dan pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga kelompok lainnya

5.    Suruh siswa secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman pasangannya. Sampai sebagian siswa sudah menyampaikan hasil wawancaranya

6.    Guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami siswa

7.    Kesimpulan/penutup.


4. MIND MAPPING

Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal siswa atau untuk menemukan alternatif jawaban

Langkah-langkah :

1.    Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

2.    Guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh siswa/sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban

3.    Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang

4.    Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi

5.    Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru

6.    Dari data-data di papan siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

Berdasarkan dari penjelasan diatas jelaslah bahwa pentingnya metode dalam pendidikan. Karena dalam melakukan kegiatan belajar mengajar seorang guru menjalankan metode pembelajaran yang beraneka ragam akan membuat sarana kelas menjadi baik dan kelangsungan pembelajaran menjadi nyaman. Khususnya dalam pendidikan Islam di tingkat Sma.


B.     MEDIA PEMBELAJARAN

1.      PENGERTIAN MEDIA PEMBELAJARAN

Untuk memahami hakikat mengenai media pembelajaran maka harus kita pahami terlebih dahulu pengertiannya dalam segi bahasa. Kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau ‘pengantar’. Dalam bahasa arab, media adalah perantara (وسائل) atau pengantar pesan dari pengantar ke penerima.

Adapun berbagai pendapat dari ahli mengenai pengertian media. Menurut Santoso S. Hamidjojo, media adalah semua bentuk perantara yang dipakai orang penyebar idea, sehingga gagasannya sampai pada penerima.

Menurut Mc Luhan, media adalah sarana yang disebut pula channel, karena pada hakikatnya media telah memperluas atau memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat batas-batas jarak, ruang dan waktu tertentu, kini dengan bentuan media batas-batas itu hampir menjadi tidak ada.

Sedangkan menurut menurut Blake dengan Horalsen, media adalah saluran dimana perantara ini merupakan jalan atau alat untuk lalu lintas suatu pesan antara komunikator dengan komunikan.

Dari berbagai pengertian yang diutarakan para ahli mengenai media, dapat kita simpulkan bahwa media merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan. Maka selanjutnya dapat kita pahami mengenai media pembelajaran, secara umum media pembelajaran adalah alat bantu proses belajar mengajar. Segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan peserta didik sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran.

Media pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran yaitu penerima pesan  tersebut. Bahwa materi yang ingin di sampaikan adalah pesan pembelajarannya serta tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar mengajar. Dalam pembelajaran PAI maka media yang digunakan harus mampu menyampaikan materi pesan sehingga mencapai tujuan ataupun sasaran dari mata pelajaran PAI tersebut. Apabila media tidak dapat menjalankan sebagaimana fungsinya sebagai penyalur pesan yang diharapkan, maka media tersebut tidak efektif dalam arti tidak mampu mengkomunikasikan isi pesan yang diinginkan dan disampaikan oleh sumber kepada sasaran yang ingin dicapai.


2.      FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN

Media pembelajaran tentunya memiliki fungsi dalam penerapannya. Livie dan Lentz  mengemukakan empat fungsi media pembelajaran yang khususnya pada media visual, yaitu fungsi atensi, fungsi efektif, fungsi kognitif, dan fungsi kmpensatoris. Masing-masing fungsi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1.   Fungsi atensi berarti media fisual merupakan merupakan inti, menarik dan mengarahkan perhatian pembelajaran unuk berkonsentrasi kepada isi pembelajaran yang  berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks materi pelajaran.

2.    Fungsi afektif maksudnya media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan pembelajaran ketika belajar  membaca teks bergambar. Gambar ataulambang visual akan dapat menggugah emosi dan sikap pembelajar. 

3.  Fungsi kognitif bermakna media visual mengungkapkan bahwa lambang visual memperlancar pencapaian tujuan untuk mmahami dan mendengar informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar.

4.    Fungai kompensatoris artinya media visual memberikan konteks untuk memahami teks, membantu yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasi informasi dalam teks dan mengikatnya kembali.


PENGELOMPOKKAN MEDIA PEMBELAJARAN

Perkembangan media pembelajaran mengikuti arus teknologi. Berdasarkan perkembangan teknologi tersebut, maka media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu media auditif yaitu media yang hanya dapat didengar saja, atau media yang hanya memiliki unsur suara, seperti radio, tape recoder, kaset, piringan hitam dan rekaman suara. Kemudian ada media visual, yaitu media yang hanya dapat dilihat saja, tidak mengandung unsur suara. Beberapa hal yang masuk kedalam media ini adalah film slide, foto, transparansi, likisan, gambar dan berbagai bentuk bahan yang dicetak seperti media grafis dan lain sebagainya.[2] Adapun media  teknologi audio visual, merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesi-mesin mekanis dan elektronik, untuk menyampaikan pesaan-pesaan audio visual.[3] Dan yang terakhir ialah media berbasis komputer, merupakan media yang menarik, atraktif, dan interaktif. Pembelajaran melalui media komputer memberikan bekal kepada pembelajar berbagai karakter yang menjadi kekuatan dan kelemahan suatu media.


KRITERIA PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN

Harus disadari bahwa setiap media memiliki kelemahan dan kelebihan. Pengetahuan tentang keunggulan dan keterbatasan media menjadi penting bagi guru dapat memperkecil kelemahan atas media yang dipilih oleh guru sekaligus dapat langsung memilih berdasarkan kriteria yang dikehendaki. Kriteria pemilihan media pembelajaran yaitu:

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Media dipilih berdasarkan tujuan instruksional yang telah ditetapkan baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.

Keterpaduan (validitas).Media harus tepat untuk mendukung isi pelajaran yang sifatnya fakta, konsep, prinsip atau generalisasi.

Media harus praktis, luwes dan bertahan. Jika tidak tersedia waktu, dana, atau sumber daya lainnya untuk memproduksi, tidak perlu dipaksakan. Media yang mahal dan memakan waktu yang lama bukanlah jaminan. Sebagai media yang terbaik. Sehingga guru dapat memilih media yang ada, mudah diperoleh dan mudah dibuat sendiri oleh guru. Media yang dipilih sebaiknya dapat digunakan dimanapun dan kapanpun dengan peralatan yang ada di lingkungan sekitarnya, dan mudah dibawa dan dipindahkan ke mana-mana.

Media harus dapat digunakan guru dengan baik dan terampil. Apapun medianya, guru harus mampu menggunakan dalam proses pembelajaran. Komputer, proyektor transparansi (OHP), proyektor slide, dan film, dan peralatan canggih lainnya tidak akan berarti apa-apa jika guru belum dapat menggunakannya dalam proses belajar mengajar di kelas.

Mutu teknis. Pengembangan visual baik gambar maupun fotograf harus memenuhi persyaratan teknis tertentu. Misalnya visual pada slide harus jelas dan informasi atau pesan yang ditonjolkan dan ingin disampaikan tidak boleh terganggu oleh elemen lain yang berupa latar belakang.

Media yang digunakan harus sesuai dengan taraf berfikir siswa. Media yang digunakan harus dapat menunjang dan membantu pemahaman siswa terhadap pelajaran tersebut sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan lancar dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

 

C.     Alat Evaluasi Pembelajaran

Pengertian Evaluasi Pembelajaran PAI

Evaluasi secara etimologi berasal dari kata “to evaluate” yang berarti “menilai”. Evaluasi pendidikan agama ialah suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan agama. Evaluasi adalah alat untuk mengukur ampai dimana penguasaan murid terhadap pendidikan yang telah diberikan.[4]

Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum; baik mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.[5]

Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan agama islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai islam sebagai tujuan dari pendidikan islam itu sendiri.[6] Atau lebih singkatnya yang dimaksud dengan evaluasi disini adalah evaluasi tentang proses belajar mengajar dimana guru berinteraksi dengan siswa.


Tujuan Evaluasi Pembelajaran PAI.

Tujuan evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar (termasuk belajar mengajar pendidikan agama): untuk mengetahui atau mengumpulkan informasi taraf perkembangan dan kemajuan yang diperoleh muri, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetepkan dalam kurikulum. Disamping itu agar guru dapat menilai daya guna pengalaman dan kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan sekaligus mempertimbangkan hasilnya serta metode mengajar dan sistem pengajaran yang dipergunakan apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan dalam kurikulum.[7]

Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Selain itu, program evaluasi bertujuan mengetahui siapa diantara anak didik yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia dapat mengejar kekurangannya, sehingga naik tingkat, kelas maupun tamat sekolah. Sasaran evaluasi tidak hannya bertujuan mengevaluasi anak didik saja, tetapi juga bertujuan mengevaluasi pendidik, sejauh mana ia bersungguh-sungguh dalam menjalankan tugasnya untuk mencapai tujuan pendidikan islam.[8]


Macam Evaluasi Pembelajaran PAI.

Macam-macam jenis evaluasi hasil belajar dalam proses belajar mengajar pendidikan agama di sekolah dapat dibedakan sebagai berikut:[9]

1.      Evaluasi Formatif

Evaluasi Formatif yaitu evaluasi yang dilakukan sesudah diselesaikan satu pokok bahasan. Dengan demikian evaluasi hasil belajar jangkan pendek. Dalam pelaksanaannya di sekolah evaluasi formatif ini merupakan ulangan harian.


2.       Evaluasi Sumative

Evaluasi Sumative yaiyu evaluasi yang dilakukan sesudah diselesaikan beberapa pokok bahasan. Dengan demikian evaluasi sumative adalah evaluasi hasil belajar jangka panjang. Dalam pelaksanaannya di sekolah, kalau evaluasi formative dapat disamakan dengan ulangan harian, maka evaluasi sumative dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dilaksanakan pada tiap akhir catur wulan atau akhir semester.


3.      Evaluasi Placement

Jika cukup banyak calon siswa yang diterima di suatu sekolah sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian diperlukan pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan di satu kelas ataukah semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik, sedanmg dan kurang, maka deperlukan adanya informasi. Informasi yang demikian dapat diperoleh dengan cara evaluasi placement. Tes ini dilaksanakan pada awal tahun pelajaran untuk mengetahui tingkat pengetahuan siswa berkaitan dengan materi yang telah disampaikan.


4.      Evaluasi Diagnostic

Evaluasi Diagnostic ialah suatu evaluasi yang berfungsi untuk mengenal latar belakang kehidupan (psikologi, phisik dan milliau) murid yang mengalami kesulitan belajar yang hasilnya dapat digunakann sebagai dasar dalam memcahkan kesulitan-kesulitan tersebut.


Alat-alat Penilaian.

Pada pelaksanaan evaluasi hasil belajar pengajaran agama, terdapat tiga bentuk alat evaluasi, yaitu: [10]

1.      Tes tertulis

Ialah tes, ujian atau ulangan, yang dialami oleh sejumlah siswa  secara serempak dan harus menjawab sejumlah pertanyaan atau soal secara tertulis dalam waktu yang sudah ditentukan. Terdapat dua jenis tes tertulis, yaitu tes esai dan Obyektive tes. Contohnya seperti lembar kerja siswa yang berupa soal pilihan ganda dan uraian.


2.      Tes Lisan

Ialah bila sejumlah siswa sorang demi seorang diuji secara lisan oleh seorang penguji atau lebih. Tes lisan ini bisa digunakan ketika siswa hafalan surat atau untuk menguji kemampuan membaca al-qur’an siswa.


3.      Observasi

Ialah metode/cara-cara menganalisis dan mengadakan pencatatan secar sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat/ mengamati siswa atau sekelompok siswa secara langsung. Dalam rangka evaluasi hasil belajar, observasi digunakan sebagai alat evaluasi untuk menilai kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat keterampilan atau aspek Psikomotor.

Baca juga artikel yang lain;

  1. Konsep Dasar Psikologi
  2. Metode Kajian Psikologi
  3. Konsep Dasar Puasa Sunnah
  4. Menonton Telivisi dan Pembentukan Karakter
  5. Budaya Membaca dan Budaya Menonton TV
  6. Perbedaan Sekolah dan Madrasah
  7. Gejala Kejiwaan Manusia
  8. Penelitian Kuantitatif
  9. Memiliki Wawasan dan Kreatifitas Dalam Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran PAI
  10. Konsep Dasar Statistik Pendidikan
  11. Data Statistik Pendidikan

BAB III

KESIMPULAN

Dalam pengajaran agama dikenal beberapa metode dalam pengajaran seperti:

Metode Ceramah

Metode Tanya Jawab

Metode I’tibar

Metode Resitasi

Metode Diskusi

Metode Tamsiliyah

Metode Mukatabah

Metode Tafhim

Metode Cerita

Metode Uswatun Hasanah

Media merupakan segala sesuatu yang dapat menyampaikan pesan. Maka selanjutnya dapat kita pahami mengenai media pembelajaran, Segala sesuatu yang mampu menyampaikan pesan sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemampuan atau ketrampilan peserta didik untuk mendorong terjadinya proses belajar. Batasan ini cukup luas dan mendalam mencakup pengertian sumber, lingkungan, manusia dan metode yang dimanfaatkan untuk tujuan pembelajaran.

FUNGSI MEDIA PEMBELAJARAN

·         Fungsi atensi

·         Fungsi afektif

·         Fungsi kognitif

·         Fungai kompensatoris

Berdasarkan perkembangan teknologi, media pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam empat kelompok, yaitu:

·         Media Auditif

·         Media Visual

·         Media Teknologi

·         Media Berbasis Komputer


KRITERIA PEMILIHAN MEDIA PEMBELAJARAN

·         Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

·         Keterpaduan

·         Praktis, luwes dan bertahan

·         Dapat digunakan guru dengan baik dan terampil

·         Mutu teknis

·         Sesuai dengan taraf berfikir siswa

Evaluasi dalam pendidikan agama Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan pendidikan agama islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang selaras dengan nilai-nilai islam sebagai tujuan dari pendidikan islam itu sendiri. Tujuan evaluasi adalah mengetahui kadar pemahaman anak didik terhadap materi pelajaran, melatih keberanian dan mengajak anak didik untuk mengingat kembali materi yang telah diberikan. Ada beberapa macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif, sumative, placement, dan diagnotics. Sedangkan alat dari evaluasi bisa menggunakan tes tulis, tes lisan ataupun observasi.


[1]  Ahmad Tafsir, Metode Khusus Pengajaran Agama Islam (Bandung, Rajawali Press, 2004) H. 25.

[2] Wina Sanjaya, Media Komunikasi pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 118

[3] Cecep Kustandi & Bambang Sutjipto, Media Pembelajaran Manual dan Digital, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), hlm. 30

[4]  Zuhairini dkk, Metodologi Penelitian Agama  (Solo: Ramadhani, 1993), 146.

[5]  Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Agama Islam  (Jakarta: Ciputat Press, 2002), 54.

[6] Ibid.,

[7] Zuhairini dkk, Metodologi Penelitian Agama,147.

[8] Choirul Anam, Metodologi Pendidikan Islam, 25.

[9] Zuhairini dkk,  Metodologi Penelitian Agama, 151.

[10] Adi Suryanto, Evaluasi Pembelajaran:Modul Belajar UT (Tangerang: Universitas Terbuka, 2017), 2.22.

Penelitian Kuantitatif

Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan (Deskriptif)

DAFTAR ISI

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Penelitian Kuantitatif

B.    Tujuan Penelitian Kuantitatif

C.    Penggunaan Metode Kuantitatif

D.   Desain Penelitian Kuantitatif

E.    Prosedur Penelitian Kuantitatif

F.    Kompetensi Peneliti Kuantitatif

G.   Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif


BAB III

PENUTUP

A.   Kesimpulan

B.    Saran


DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar belakang

Penelitian kuantitatif ialah penelitian yang mengacu pada data – data yang berupa angka. Penelitian ini berlangsung secara ringkas, terbatas, dan memilah – milah sesuatu menjadi bagian – bagian yang nantinya dapat diukur dan dinyatakan dalam bentuk angka. Metode penelitian ini juga disebut metode tradisional dan juga beraliran positivism karena sudah cukup lama digunakan sehingga sudah menjadi kebiasaan di masyarakat yang mana metode ini digunakan untuk meneliti sampel atau populasi tertentu, dengan Teknik pengambilan data yang biasanya random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat statistic dengan tujuan menguji teori atau hipotesis yang telah diterapkan, juga untuk mendukung atau menolak teori.

Pada makalah kali ini akan dijelaskan mengenai pengertian, tujuan, cara penggunaan, desain, prosedur, kompetensi, hingga kelebihan dan kekurangan dari metode penelitian kuantitatif. Dan akan dijelaskan pula cara – cara terbaik dan waktu – waktu terbaik kapan dan bagaimana metode penelitian kuantitatif ini dapat digunakan. Juga mengenai desain yang sesuai untuk mengaplikasikan metode ini ketika dilapangan serta bagaimana prosedur melakukan penelitian menggunakan metode ini. Hingga kelebihan yang dapat diunggulkan dan dijadikan acuan dari metode ini serta menjaga dan menutupi kekuarangan metode ini dengan sebaik mungkin.


2.      Rumusan masalah

a.       Jelaskan yang dimaksud penelitian kuantitatif?

b.      Jelaskan tujuan penelitian kuantitatif!

c.       Bagaimana penggunaan metode kuantitatif?

d.      Bagaimana desain penelitian kuantitatif?

e.       Bagaimana prosedur penelitian kuantitatif?

f.       Jelaskan kompetensi penelitian kuantitatif!

g.      Jelaskan kelebihan dan kekurangan penelitian kuantitatif!


3.      Tujuan

a.       Agar bisa menjelaskan penelitian kuantitatif

b.      Agar bisa menjelaskan tujuan penelitian kuantitatif

c.       Agar bisa memahami penggunaan metode kuantitatif

d.      Agar bisa memahami desain penelitian kuantitatif

e.       Agar bisa memahami prosedur penelitian kuantitatif

f.       Agar bisa menjelaskan kompetensi penelitian kuantitatif

g.      Agar bisa menjelaskan kelebihan dan kekurangan penelitian kuantitatif


BAB II

PEMBAHASAN

A.          Pengertian Penelitian Kuantitatif

Penelitian ilmiah adalah penelitian dengan menggunakan prosedur dan urutan tertentu yang bersifat tetap. Prosedur penelitian berupa pedoman peneliti agar dapat mencapai suatu penelitian yang benar. Penelitian tidak hanya dengan cara mengumpulkan data dan menganalisisnya, tetapi berawal dari menemukan permasalahan, menelaah secara teoritis, memverifikasi data, dan kesimpulan. Tahap-tahap tersebut berlaku untuk penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif.[1]

Pendekatan kuantitatif adalah salah satu upaya dalam pencarian ilmiah yang didasari oleh filsafat positivisme logikal yang beroperasi dengan aturan-aturan yang ketat mengenai logika, kebenaran, hukum-hukum, dan prediksi (Watson, dalam Danim, 2002). Penelitian kuantitatif diidentifikasikan sebagai proses kerja yang berlangsung secara ringkas, terbatas, dan memilah-milah suatu permasalahan menjadi bagian yang dapat diukur dan dinyatakan dalam bentuk angka. Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan, menguji hubungan antar variabel, menguji teori dan mencari generalisasi yang memiliki nilai prediktif dengan menggunakan instrumen yang menghasilkan data numerik. Analisis data dilakukan dengan menggunakan teknik statistik. Penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang akan menentukan tahapan-tahapan selanjutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan.[2]

Metode penelitian kuantitatif disebut juga sebagai metode tradisional, karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah menjadi tradisi untuk metode penelitian. Metode ini sebagai metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah, yaitu konkrit atau impiris, objektif, terukur, rasional dan sistematis. Metode ini juga disebut sebagai metode discovery karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangankan berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Metode ini disebut sebagai metode penelitian kuantitatif karena data penelitiannya berupa angka dan menggunakan statistik.

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti sampel atau populasi tertentu, dengan teknik pengambilan data yang biasanya random, pengumpulan data menggunakan intrumen penelitian, analisis data bersifat statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.


B.           Tujuan Penelitian Kuantitatif

Tujuan penelitian kuantitatif adalah untuk menguji teori atau hipotesis, mendukung atau menolak teori. Apabila ada penolakan terhadap teori atau hipotesis, biasanya peneliti tidak langsung menolak namun meneliti terlebih dahulu apakah ada kesalahan terhadap samplingnya atau definisi konsepnya urang operasional, sehingga menghasilkan instrumen (kuisioner) yang kurang valid.[3]


C.          Penggunaan Metode Kuantitatif

Dalam suatu penelitian, penggunaan pendekatan kuantitatif digunakan karena alasan-alasan berikut ini:[4]

1.     Jika permasalahan sudah jelas.

Masalah adalah penyimpangan atau tidak sesuainya antara harapan dan kenyataan, aturan dan pelaksanaan, atau teori dan praktik. Masalah harus ditunjukkan dalam bentuk data, baik hasil dari pengamatan sendiri atau pencermatan dokumen. Contoh: penelitian kuantitatif untuk menguji efektivitas pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa (data prestasi belajar siswa adalah masalah yang harus ditunjukkan).


2.      Jika peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi.

Penelitian kuantitatif digunakan untuk mendapatkan informasi yang luat tetapi tidak mendalam. Jika populasi terlalu luas, maka penelitian dapat menggunakan sampel dari populasi tersebut. Contoh: penelitian tentang disiplin kerja di Surabaya. Tidak harus semua guru di Surabaya menjadi sumber data penelitian, tetapi cukup dengan mengambil sampel yang mewakili.


3.      Jika ingin mengetahui sejauh mana pengaruh perlakuan terhadap objek tertentu.

Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode eksperimen. Contoh: penelitian untuk mengetaui pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap prestasi belajar siswa.


4.      Jika ingin menguji hipotesis penelitian.[5]

Hipotesis penelitian dapat berbentuk dugaan mengenai hubungan antar variabel (hipotesis asosiatif) atau perbedaan skor variabel antar kelompok (hipotesis komparatif). Contoh: pertama, penelitian untuk mengetahui perbedaan disiplin kerja antara guru laki-laki dan perempuan. Hipotesis komparatif yang diuji adalah terdapat perbedaan disiplin kerja guru laki-laki dan perempuan. Kedua, penelitian untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dan kinerja guru. Hipotesis asosiatif yang diuji adalah terdapat hubungan antara motivasi kerja dan kinerja guru.


5.     Jika ingin mendapatkan data yang akurat berdasarkan fenomena empiris dan dapat diukur. Contoh: ingin mengetahui IQ guru pada sekolah tertentu, maka diperlukan pengukuran melalui tes IQ terhadap guru-guru pada sekolah tersebut.


6.   Jika ingin menguji suatu keraguan tentang kebenaran pengetahuan, teori, dan kegiatan tertentu. Contoh: penelitian untuk mengetahui variabel yang lebih efektif antara pembelajaran menggunakan metode diskusi atau penugasan. Dalam hal ini, dibutuhkan pengukuran hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan penugasan, lalu dibandingkan.


D.      Desain Penelitian Kuantitatif

Desain penelitian merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh peneliti, karena hal itu dapat menentukan bagaimana data harus dianalisis serta bagaimana hasilnya diinterpretasikan. Desain penelitian mengacu pada rencana dan struktur penyelidikan yang digunakan untuk memperoleh data-data empiris dalam menjawab pertanyaan penelitian. Penetapan desain penelitian bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang terpercaya dan meyakinkan.[6] Pemilihan desain penelitian yang tepat akan meningkatkan reliabilitas dan validitas serta kredibilitas dan autensitas penelitian.

Perencanaan desain yang baik akan meningkatkan kualitas hasil penelitian kuantitatif. Hal ini dapat dicapai bila peneliti mampu mengontrol faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi hasil penelitian. Faktor-faktor tersebut memiliki kontribusi untuk menjelaskan hasil penelitian. Misalnya pada hasil penelitian tes masuk yang dibuat oleh panitia dapat dijadikan prediktor yang efektif terhadap prestasi belajar mahasiswa. Bila pada penelitian tersebut peneliti tidak mengontrol faktor lain, maka hasil penelitian tersebut belum dapat dijadikan pedoman untuk menilai prestasi belajar mahasiswa. Karena sangat dimungkinkan terdapat faktor-faktor lain seperti IQ, hasil belajar dari SMA atau MA serta motivasi belajar.[7]

Desain penelitian kuantitatif meliputi penentuan pemilihan subjek asal informasi atau data akan diperoleh, teknik pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, serta perlakuan yang digunakan (khusus untuk penelitian eksperimental). Selain itu, untuk lebih meyakinkan hasil penelitian peneliti juga harus memperjelas prosedur yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitiannya. Hal ini meliputi di mana, kapan dan bagaimana data akan dikumpulkan. Agar tidak menghasilkan data yang menyimpang, maka prosedur yang digunakan harus distandarisasikan.[8] Di samping itu dalam laporan prosedur penelitian harus dijelaskan serinci mungkin, sehingga memungkinkan bagi peneliti lain untuk menguji kebenaran penelitian tersebut.


E.           Prosedur Penelitian Kuantitatif

Prosedur yang digunakan dalam penelitian kuantitatif merupakan pengoprasian metode ilmiah yang sesuai dengan unsur-unsur keilmuan. Penelitian kuantitatif dimulai dengan adanya masalah yang dapat digali dari sumber empiris dan teoritik sebagai aktivitas prariset.[9] Penelitian dilakukan secara sistematis, empiris dan kritis berdasarkan teori serta hipotesis, hal ini ditunjukkan gambar D.1

Gambar D.1 Proses Kegiatan Penelitian

Kegiatan penelitian dimulai dengan mengidentifikasi permasalahan yang penting, akatual dan menarik. Dan hal yang paling penting merupakan manfaat yang akan dihasilkan dari penelitian persoalan tersebut. Agar masalah dapat ditemukan dengan baik diperlukan fakta-fakta empris yang diiringi penguasaan teori yang diperoleh dari pengkajian literatur yang relevan. Ditahap selanjutnya, masalah tersebut diformulasikan dalam sebuah rumusan masalah. Pada umumnya rumusan masalah penelitian kuantitatif disusun dalam bentuk pertanyaan. Rumusan masalah merupakan penentu faktor-faktor yang berkaitan dengan ruang lingkup kajian penelitian.[10]

Pada tahap selanjutnya yaitu pencarian data berdasarkan pada rumusan masalah dan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan desain penelitian yang berisi tahapan penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data (populasi atau sampel), serta alasan mengapa menggunakan metode tersebut. Sebelum dilakukan pengumpulan data, harus ditetapkan terlebih dahulu teknik penyusunan dan pengujian perangkat uji yang akan digunakan untuk dalam pengumpulan data. Data yang diperoleh akan diuji menggunakan teknik statistik hasil analisis data merupakan penemuan yang belum diberi makna.

Pemakanaan hasil analisis data dilakukan melalui penafsiran yang mengarah pada upayah mengatasi masalah atau menjawab masalah penelitian. Dalam tahap ini dikemukakan tentang penerimaan atau penolakan hipotesis.[11] Penafsiran tersebut dibentuk berdasarkan hubungan antara penemuan yang satu dengan yang lainnya. Hasil dari proses penafsiran tersebut digeneralisasikan menjadi sebuah kesimpulan. Dari hasil kesimpulan yang diperoleh maka diciptakan implikasi dan rekomendasi serta saran yang merupakan manfaat dari hasil penelitian.


F.           Kompetensi Peneliti Kuantitatif

Dalam melakukan penelitian kuantitatif ada beberapa hal yang harus dikuasai oleh peneliti, antara lain:[12]

1.      Memiliki wawasan yang luas dan mendalam mengenai bidang pendidikan yang akan diteliti.

2.   Mampu menganalisis masalah secara akurat, sehingga dapat menemukan masalah penelitian pendidikan yang benar-benar merupakan masalah.

3.      Mampu menggunakan teori pendidikan yang tepat sehingga dapat ditemukan untuk memeperjelas masalah yang diteliti dan merumuskan hipotesis penelitian.

4.    Memahami jenis-jenis metode penelitian kuantitatif, seperti metode survei, eksperiman, action research, expost facto, evaluasi dan R & D (Research and Development).

5.    Memahami teknik sampling, seperti probability sampling dan nonprobability sampling serta mampu menghitung dan memilih jumlah sampel yang dapat dijadikan dasar penelitian

6.      Mampu menyusun perakat uji untuk megukur variabel yang diteliti baik tes maupun nontes, serta mampu menguji kebenaran dan ketepatan perangkat tersebut

7.      Mampu mengumpulkan data dengan kuesioner, wawancara observasi dan dokumentasi

8.     Mampu menyajikan data, menganalisis data secara kuantitatif untuk menjawab rumusan masalah dan menguji hipotesis penelitian yang telah dirumuskan

9.      Mampu menafsirkan data hasil penelitian maupun hasil pengujian hipotesis.


G.          Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Kuantitatif

1.      Kelebihan Penelitian Kuantitatif[13]

a)   Menghasilkan teori yang kuat yang probabilitas kebenaran dan toleransi kesalahannya dapat diperhitungkan.

b)      Kebenaran teori yang dihasilkan selalu terbuka untuk diuji kembali.

c)       Analisa yang dilakukan atas angka menghindarkan unsur subjekifitas.


2.      Kekurangan Penelitian Kuantitatif

a)       Tidak dapat mengungkap makna yang tersembunyi.

b)      Pengembangan teori lambat.

c)       Kegunaannyan rendah karena pengambil kebijakan berada di luar penelitian.

Baca juga Makalah Statistik yang lain;

  1. Penelitian Kuantitatif
  2. Memiliki Wawasan dan Kreatifitas Dalam Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran PAI
  3. Konsep Dasar Statistik Pendidikan
  4. Data Statistik Pendidikan
  5. Makalah Distribusi Frekuensi
  6. Makalah Grafik dan Kurva
  7. Pengukuran Tendensial Sentral
  8. Pengukuran Variabilitas
  9. Korelasi Bivariate
  10. Korelasi Multivariate
  11. Teknik Analisis Komparasional Bivariate

BAB III

PENUTUP

A.          Kesimpulan

Penelitian Kuantitatif adalah penelitian yang ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan fenomena serta hubungan-hubungannya. Penelitian kuantitatif menyajikan proposal yang bersifat lengkap, rinci, prosedur yang spesifik, literatur yang lengkap dan hipotesis yang dirumuskan dengan jelas.

Sebuah penelitian tentunya harus dirancang dan direncanakan terlebih dahulu. Dalam penelitian kuantitatif, pelaksanaan penelitian meliputi proses membuat percobaan ataupun pengamatan serta memilih pengukuran variabel, prosedur dan teknik sampling, instrument, pengumpulan data, analisis data yang terkumpul, dan pelaporan hasil penelitian. Selain hal-hal tersebut, peneliti juga harus memikirkan teknik, instrumen, dan kelengkapan penelitian lainnya yang diperlukan dalam penelitian kuantitatif.

Tujuan Penelitian Kuantitatif adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis, teori-teori dan hipotesis yang dikaitkan dengan fenomena alam. Penelitian kuantitatif banyak digunakan untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan statistik, untuk menunjukkan hubungan antarvariabel, dan ada pula yang bersifat mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan banyak hal, baik itu dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu social.


B.           Saran

Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan. Kami tetap berharap makalah ini tetap memeberikan manfaat bagi pembaca. Namun, saran dan kritik yang sifatnya membangun dengan tangan terbuka kami terima demi kesempurnaan dimasa akan datang.


DAFTAR PUSTAKA

Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, Jakarta: Prenada Media, 2011.

Kriyantono, Rachmat, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana, 2012.

Hadjar, Ibnu, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.

Salim, dan Syahrum, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Bandung: Ciptapustaka Media, 2012.

Priyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Sidoarjo: Zifatama Publishing, 2016.

Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pendekatan, Jenis Dan Metode Penelitian Pendidiakan, 2008.

http://fitrirahmiku.blogspot.com/2013/01/tugas-makalah-kelompok-mp3m-penelitian.html



[1] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (Jakarta: Prenada Media, 2011), 174.

[2] Direktorat Tenaga Kependidikan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Pendekatan, Jenis Dan Metode Penelitian Pendidiakan, 2008, 16-17.

[3] Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2012), 10.

[4] Ibid., 174-175.

[5] Priyono, Metode Penelitian Kuantitatif (Sidoarjo: Zifatama Publishing, 2016), 31.

[6] Ibnu Hadjar, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), 102.

[7] Ibid., 104

[8] Ibid., 106.

[9] Trianto, Pengantar Penelitian Pendidikan Bagi Pengembangan Profesi Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 176-177.

[10] Syahrum dan Salim, Metodologi Penelitian Kuantitatif (Bandung: Ciptapustaka Media, 2012), 37.

[11] Ibid., 178.

[12] Sugiyono, Metode Penelitian., 40.

[13] http://fitrirahmiku.blogspot.com/2013/01/tugas-makalah-kelompok-mp3m-penelitian.html, diakses 1 Maret 2019.

12 Februari, 2022

Gejala Kejiwaan Manusia


BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Ditinjau dari asal katanya, psikologi berasal dari kata psyche yang berarti jiwa, dan Ligos yang berarti ilmu.Jadi secara istilah, psikologi berarti ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala kejiwaan. Tetapi dalam sejarah perkembangannya, kemudian arti psikologi menjadi ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Ini di sebabkan karena jiwa yang mengandung arti yang abstrak itu sukar untuk di pelajari secara objektif. Kecuali itu, keadaan jiwa seseorang melatarbelakangi timbulnya hampir setiap tingkah laku. Beragamnya pendapat para ahli psikologi tentang pengertian dari psikologi, sehingga bisa di simpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan perbuatan individu dimana individu tersebut tidak dapat di lepaskan dari lingkungannya

Psikologi diakui sebagai ilmu mandiri pada akhir abad ke-19. Selama dua abad sebelumnya, berbagai model dikembangkan mengenai apa yang semestinya menjadi subjek studi psikologi dan bagaimana studi tersebut dilakukan. Secara spesifik, selama abad ke-17 dan ke-18, berbagai model psikologi saling bersaing untuk mendominasi yang lain.

Para psikolog bekerja di banyak situasi terapan yang berbeda-beda, dan memiliki berbagai macam peran, bahkan dalam lingkungan akademiapsikologi kontemporer cukup sulit diidentifikasi. Penelitian dan pengajaran psikologi dilakukan di departemen psikologi, ilmu kognitif, manajemen organisasi, dan hubungan sosial. Psikologi tampaknya berkembang menuju diversifikasi yang lebih besar daripada menuju suatu kesatuan kohesif.

Paling tidak, sistem-sistem psikologi yang dikembangkan pada abad ke-20 memberikan deskripsi yang masuk akal tentang bagaimana psikologi mencapai keragamanya. Fase sistem dalam perkembangan psikologi merupakan bagian penting dalam evolusi psikologi. Fase tersebut menunjukan kesulitan dalam mendefinisikan psikologi sebagai ilmu pengetahuan dan menempatkan psikologi dalam ilmu pengetahuan.

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pengertian Psikologi

Psikologi lahir di jerman pada tahun 1870-an sebagai disiplin ilmiyah yang diakui. Psikologi (dari bahasa Yunani Kuno: psyche = jiwa dan logos = kata) dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa/mental. Psikologi tidak mempelajari jiwa/mental itu secara langsung karena sifatnya yang abstrak, tetapi psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa/mental tersebut yakni berupa tingkah laku dan proses atau kegiatannya, sehingga Psikologi dapat didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku dan proses mental. Psikologi merupakan cabang ilmu yang masih muda atau remaja. Sebab, pada awalnya psikologi merupakan bagian dari ilmu filsafat tentang jiwa manusia. Menurut plato, psikologi berarti ilmu pengetahuan yang mempelajari sifat, hakikat, dan hidup jiwa manusia (psyche = jiwa ; logos = ilmu pengetahuan)[1] .

Jiwa secara harfiah berasal dari perkataan sansekerta JIV, yang berarti lembaga hidup (levensbeginsel), atau daya hidup (levenscracht). Oleh karena jiwa itu merupakan pengertian yang abstrak, tidak bisa dilihat dan belum bisa diungkapkan secara lengkap dan jelas, maka orang lebih cenderung mempelajari “jiwa yang memateri” atau gejala “jiwa yang meraga/menjasmani”, yaitu bentuk tingkah laku manusia (segala aktivitas, perbuatan, penampilan diri) sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, psikologi butuh berabad-abad lamanya untuk memisahkan diri dari ilmu filsafat.

Pengertian Psikologi menurut beberapa ahli :

1. Psikologi menyelidiki berbagai panca indra, pengalaman, perasaan, pikiran dan kehendak (W. Wundt,1892)

2.  Psikologi mempelajari semua kesadaran, baik normal maupun abnormal (James Angell, 1910)

3. Psikologi adalah ilmu mental termasuk fenomena yang sering kita sebut sebagai perasaan, keinginan, kognisi, pikiran, keputusan dsb (William James, 1980)

4. Psikologi merupakan analisis ilmiah mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia (Richard Mayer, 1981)

5.  Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang hakekat manusia (Edwin G. Boring dan Herbert S.Langefeld)

6.  Ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya (Garden Murphy)[2]

Perkataan tingkah laku/perbuatan mempunyai pengertian yang luas sekali. Yaitu tidak hanya mencakup kegiatan motoris saja seperti berbicara, berjalan, berlari-lari, berolah-raga, bergerak dan lain-lain, akan tetapi juga membahas macam-macam fungsi seperti melihat, mendengar, mengingat, berpikir, fantasi, pengenalan kembali, penampilan emosi-emosi dalan bentuk tangis, senyum dan lain-lain.

Kegiatan berpikir dan berjalan adalah sebuah kegiatan yang aktif. Setiap penampilan dari kehidupan bisa disebut sebagai aktivitas. Seseorang yang diam dan mendengarkan musik atau tengah melihat televisi tidak bisa dikatakan pasif. Maka situasi dimana sama sekali sudah tidak ada unsur keaktifan, disebut dengan mati.

Pada pokoknya, psikologi itu menyibukkan diri dengan masalah kegiatan psikis, seperti berpikir, belajar, menanggapi, mencinta, membenci dan lain-lain. Macam-macam kegiatan psikis pada umumnya dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1.         Pengenalan atau kognisi

2.         Perasaan atau emosi

3.         Kemauan atau konasi

4.         Gejala campuran.[3]

Namun hendaknya jangan dilupakan, bahwa setiap aktivitas psikis/jiwani itu pada waktu yang sama juga merupakan aktifitas fisik/jasmani. Pada semua kegiatan jasmaniah kita, otak dan perasaan selalu ikut berperan, juga alat indera dan otot-otot ikut mengambil bagian didalamnya.


B.     Pengertian Gejala Jiwa.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, psikologi merupakan ilmu yang mempelajari proses mental dan perilaku pada manusia. Perilaku manusia akan lebih mudah dipahami jika kita juga memahami proses mental yang mendasari perilaku tersebut. Demikian juga kita akan lebih mudah memahami perilaku siswa jika kita memahami proses mental yang mendasari perilaku siswa tersebut Mengingat pentingnya pemahaman tentang proses mental tersebut, maka dalam bab ini akan dijelaskan beberapa akfivitas atau proses mental yang umum terjadi pada manusia, khususnya yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Proses mental juga sering disebut dengan gejala jiwa.


C.     Macam Macam Gejala Jiwa dan Karakteristiknya.

1.    Gejala Jiwa Kognisi (Pengenalan)

a.         Pengertian Kognisi Secara Etimologi

Istilah kognisi berasal dari bahasa Latin cognoscere yang artinya mengetahui. Kognisi dapat pula diartikan sebagai pemahaman terhadap pengetahuan atau kemampuan untuk memperoleh pengetahuan.[4]

b.       Pengertian Kognisi Secara Terminologi

Kognisi adalah kepercayaan seseorang tentang sesuatu yang didapatkan dari proses berpikir tentang seseorang atau sesuatu. Jadi gejala kognisi adalah gejala bagaimana cara manusia memberi arti pada rangsangan.

Menurut para ahli, teori psikologi kognisi dapat dikatakan berawal dari pandangan psikologi Gestalt di Jerman. Mereka berpendapat bahwa dalam meresepsi lingkungannya, manusia tidak sekedar mengendalikan diri pada apa yang diterima dari penginderaannya, tetapi masukan dari penginderaan itu diatur, saling dihubungkan dan diorganisasikan untuk diberi makna, dan selanjutnya dijadikan awal dari suatu perilaku.[5]

Pandangan teori kognisi menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk kedalam kognisi manusia.

Dalam perkembangannya, istilah kognisi berkembang menjadi suatu ranah psikologis manusia yang meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan pemahaman, pertimbangan, pengolahan informasi, pemecahan masalah, kesengajaan, dan keyakinan. Kognitif dipahami sebagai proses mental karena kognisi mencermikan pemikiran dan tidak dapat diamati secara langsung. Oleh karena itu kognisi tidak dapat diukur secara langsung, namun melalui perilaku yang ditampilkan dan dapat diamati. Misalnya kemampuan anak untuk mengingat angka dari 1-20, atau kemampuan untuk menyelesaikan teka-teki, kemampuan menilai perilaku yang patut dan tidak untuk diimitasi.

Gejala kognisi meliputi:

a.         Pengamatan dan Pengindraan

Pengindraan ialah penyaksian indera kita atas rangsangan yang merupakan suatu kompleks (suatu kesatuan yang kabur, tidak jelas). Dalam penginderaan bagian-bagian atau unsur-unsur dari ransangan yang belum terurai, masih menjadi satu, bahkan diri kitapun seakan-akan termasuk didalamnya. Jadi jiwa kita pasif. Misalnya pengindraan kita atas kendaraan-kendaraan yang simpang siur dijalan raya, panas terik matahari yang kita rasakan waktu kita asyik bermain dan sebagainya.

Sejak individu dilahirkan  secara langsung dapat berhubungan dengan dunia luarnya. Mulai saat itu pula individu-individu secara langsung menerima  rangsangan dari luar disamping menerima rangsangan dari dalam dirinya sendiri, seperti mulai merasa kedinginan, panas, sakit, senang dan sebagainya. Individu mengenal dunia sekitarnya dengan menggunakan alat inderanya. Untuk jelasnya berikut ini adalah jenis-jenis atau kerjanya tiap-tiap indera  dari kelima panca indra kita sebagai berikut:[6]

1)     Indra penglihatan

Alat yang berhubungan dengan penginderaan ini adalah mata. Indera ini menerima perangsangan cahaya, dan kerjanya dapat dibedakan menjadi 3 golongan:

a)   Menurut adanya cahaya: terang dan gelap.

b)   Menurut Warna, ada warna-warna seperti: Merah, Jingga, Biru, Kuning,Ungu, hitam, putih dan abu-abu.

c)    Menurut ukuran: besar, bentuk dan jarak.

d)   Dalam Psikologi, dikenal empat warna pokok, yaitu: Merah, kuning, hijau dan biru. Jika masing-masing warna ini ditempatkan pada sudut segi empat, maka pada sisinya dapat kita temukan semua warna lainnya. Misalnya, warna ungu pada garis merah biru, oranye pada garis merah kuning, dan abu-abu pada garis hijau biru, dan lainnya.

2)     Indera Pendengaran

Kita mendengar dengan telinga. Pada pengindraan pendengaran di bedakan antara nada-nada (terdengar tenang dan teratur), dan desah-desah atau gersik (gelisah dan tidak teratur). Kekuatan nada itu tergfantung pada amplitudo dari getaran-getaran udara. Semakin tinggi jumlah getarannya semakin tinggilah nadanya. Nada dengan kekuatan 20.000-30.000 getaran perdetik tidak bisa lagi diamati noleh manusia. Nada paling rendah pada piano memiliki 27 getaran, sedangkan yang tertinggi memiliki 3. 480 getaran perdetik. Orang-orang yang lahir tuli, biasanya juga tidak bisa berbicara (bisu), sekalipun pada umumnya organ-prgan bicaranya normal keadaannya.

3)     Indera Pembau

Indera pembau berlangsung via perangsang-perangsang berbentuk gas yang mengenai selaput lendir hidung. Pada selaput lendir inilah terletak ujung-ujung syraf pembau. Menurut W. Henning (peneliti jerman 1924) ada 6 bau pokok, yaitu; bau busuk, bau bunga, bau buah, bau sangit, bau akar, bau getah

4)      Indera pengecap

Ini berlangsung karena adanya rangsangan-rangsangan  cairan pada lidah dan tekak (langit-lamgit) lunak. Kepekaan orang untuk indera pengecap ini pun sangat berbeda. Kita membedakan empat cita rasa/pengecapan, yaitu manis, asam, asin dan pahit. Sedangkan yang lainnya merupakan kombinasi dari keempat cita rasa itu.[7]

5)     Indera peraba

Indera ini menerima perangsang tekanan atau suhu dan sakit. Penginderaan terdapat pada seluruh tubuh, kecuali pada rambut, kuku dan gigi.

6)     Indra keseimbangan

Indera ini menerima perangsang gangguan keseimbangan. Indera ini terletak pada telinga. Bentuknya seperti rumah siput. Indera inilah yang menjaga tubuh kita agar tetap tegak atau tetap seperti keadaan semula.

7)     Indra Kinaesthesis (Kineo= gerak)

Pada peristiwa ini, perangsang-perangsangnya berupa gerak-gerak  dan ketegangan-ketegangan  pada otot-otot tubuh . inderanya terdapat pada persendian.

8)     Indera Organis/vital

Ini merupakan penginderaan lapar, dahaga, sesak napas (kekurangan udara) dan pembuangan. Tidak ada pengaruh perangsang dari luar. Indera yang berfungsi untuk ini adalah organ-organ pencernaan makanan, pernapasan, organ sirkulasi darah, hati dan lain-lain.

9)      Indera synaesthesi (indera penyerta)

Indera Synaesthesi adalah penginderaan tidak dengan indera yang bersangkutan, akan tetapi dengan indera lainnya.  Dalam pengelompokan indera ini dimasukan juga penggantian suatu indera lainnya. Misalnya, kebutaan mata digantikan oleh indera pendengaran dan perasa.

Pada umumnya pengindraan selalu disusul dengan pengamatan, terutama rangsangan-rangsangan yang menarik perhatian kita. Namun pengamatan hanya dapat di lakukan oleh manusia, hewan dan bayi tidak dapat melakukannya. Jadi dalam pengamatan jiwa kita aktif.

Manusia mengenal dunia ini secara riil, baik dirinya sendiri maupun dunia sekitarnya dimana dia ada, dengan melihatnya, mendengarnya, membawanya atau mengecapnya. Cara mengenal objek yang demikian itu disebut mengamati, sedangkan melihat, mendengar dan seterusnya disebut modalitas pengamatan. Hal yang diamati itu dialami dengan sifat-sifat; di sini, kini, sendiri dan bermateri.[8]

Pengamatan ialah proses mengenal dunia luar dengan menggunakan indera. Dan dapat juga diartikan pengamatan adalah hasil perbuatan jiwa secara aktif dan penuh perhatian untuk menyadari adanya perangsang.

Dalam pengamatan dengan sadar orang dapat pula memisahkan unsure-unsur dari obyek tersebut. Misalnya, becak melampaui kita, mula-mula Nampak bulatnya (penginderaan), tetapi kemudian makin jelas catnya, belnya, pengendaranya, rodanya, dan sebagainya.

Proses pengamatan itu melalui 3 saat:

a)     Saat alami (physis) : saat indera kita menerima perangsang dari alam luar.

b)     Saat jasmani (saat physiologis) : saat perangsang itu diteruskan  oleh urat syaraf sensoris ke otak.

c)     Saat rohani (saat phychis) : saat sampainya perangsang itu keotak, kita menyadari perangsang itu dan bertindak.

Syarat-syarat terjadinya pengamatan ialah:

a)     Ada perhatian kita terhadap perangsang itu.

b)     Ada perangsang yang mengenai alat indera kita.

c)     Urat syaraf sensoris harus dapat meneruskan perangsang itu ke otak.

d)     Kita dapat menyadari perangsang itu.[9]

b.     Tanggapan

Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok ,dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan ,ketika objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang dan waktu pengamatan. Jadi, jika proses pengamatan sudah berhenti, dan hanya tinggal kesan-kesannya saja, peristiwa sedemikian ini disebut sebagai tanggapan. Misalnya tentang kesan pemandangan alam yang baru kita liahat, melodi indah yang baru menggema.[10]

Tanggapan disebut “laten”  (tersembunyi, belum terungkap) apabila tanggapan tersebut ada di bawah sadar , atau tidak kita sadari. Sedang tanggapan disebut aktual (actuel = sungguh) apabila tanggapan tersebut kita sadari.

Diantara gambar pengamatan dan gambar tanggapan ada gambar pengiring dan gambar editis.Gambar pengiring berlangsung singkat , yakni sesaat sesudah perangsangnya  berlalu. Sedang pada gambar tanggapan perangsangnya sudah tidak ada lagi. Gambar editis banyak berlangsung pada anak-anak kecil dan anak muda, jarang terjadi pada orang dewasa.  Gambar editis itu sangat jelas, hidup dan mirip dengan gambar pengamatan  bahkan warna-warnanyapun masih jelas terukir dalam ingatan.[11]

Apabila tanggapan-tanggapan yang kita sadari itu langsung berpengaruh dalam kehidupan kejiwaan (berpikir, perasaan, dan pengenalan). Maka fungsi tanggapan tadi disebut sebagai “fungsi primer”. Selanjutnya , apabila tanggapan-tanggapan yang sudah tidak disadari dan ada dalam bawah sadar itu masih terus berpengaruh trhadap kehidupan kejiwaan kita maka fungsi tanggapan itu disebut sebagai “fungsi sekunder.” Bilamana fungsi tersebut menyangkut  pengalaman-pengalaman masa lampau, yang sedikit atau banyak pasti memberikan pengaruh pada kepribadian seseorang.

Individu yang memiliki “fungsi sekunder lemah” atau memiliki “fungsi primer dominan, mempunyai ciri khas, banyak gerakannya, lincah, charmant, menarik, ramah, mudah mengerti, namun dangkal pengetahuannya, suka mengajuk [menduga], brani, gagah, banyak humor, mempunyai kecenderungan untuk berlebih-lebihan, bermulut besar, gembira, akan tetapi juga mudah berkecil hati, suasana hatinya tidak tetap, dan mudah berganti-ganti. Sedangkan orang yang mempunyai  “fungsi sekunder dominan” memiliki sifat-sifat sebagai berikut : suasana hatinya tenang, tekun, hemat, teliti, wataknya tertutup, berbicara dan ketawanya sedikit, sering kelihatan kaku, tidak menarik dan membosankan.[12]

Perbedaan antara tanggapan dan pengamatan :

1)     Pengamatan terikat pada tempat dan waktu, sedang pada tanggapan tidak terikat pada waktu dan tempat.

2)   Objek pengamatan sempurna dan mendetail, sedangkan objek tanggapan tidak mendetail dan kabur.

3)     Pengamatan memerlukan perangsang, sedangkan pada tanggapan tidak ada perngsang.

4)     Pengamatan bersifat sensoris , sedang pada tanggapan bersifat immaginer (imajinasi).

Beberapa catatan praktis sehubungan dengan  tanggapan :

1)     Murid-murid harus kita beri prbendaharaan tanggapan yang besar, artinya kita harus memberi tanggapan sebanyak-banyaknya. Memperkaya perbendaharaan tanggapan dan menyempurnakan tanggapan dapat dicapai dengan pengajaran berupa sebab sesuatu yang betul-betul pernah dilihat anak-anak, tidak akan mudah dilupakan.

2)     Murid-murid dalam mengamati benda-benda itu hendaknya dengan mempergunakan alat-alat diri sebanyak-banyknya , seperti : pelihat, suara, dan gerak. Dengan demikian, tanggapan-tanggapan yang terkesan akan lebih kaya isinya.

3)     Pengajaran harus dihubungkan dengan apa yang telah diketahui oleh murid-murid. Sebab dengan cara demikian murid-murid akan dapat dengan mudah mencerna pelajaran itu, dan keterangan guru tidak jadi sia-sia.

Gejala yang terletak diantara pengamatan dan tanggapan :

1)     Bayangan pengiring dan bayangan edidetis

Gejala yang terletak diantara pengamatan dan tanggapan adalah “bayangan pengiring” dan bayangan “eidtis” . kedua bayangan tersebut dapat diamati oleh orang yang bersangkutan.

Kalau diurutkan gejala-gejala tersebut  sebagai berikut : mengamati – bayangan pengiring – bayangan – eiditis – tanggapan – pengertian, yang masing-masing gejala tersebut mempunyai perbedaan kualitatif. Bayangan pengiring optis tidak mempunyai tempat yang pasti dalam medan penglihatan, sebab bayangan itu berpindah-pindh sesuai dengan gerakan mata. Misalnya apabila kita berdiri di halaman pada waktu sinar ,atahari menyorot diri kita, dan dalam waktu sejenak kita pandang bayangan kita sendiri dengan tidak memejamkan mata, maka apabila kita sekarang melihat ke langt maka disana akan ada bayangan serupa yang kita pandang itu.

Suarapun kadang mempunyai bayangan pengiring. Misalnya kalau kita semalam  suntuk baru saja menyaksikan pertunjukkan wayang kulit maka paginya sering suara gamelan itu masih terdegar, meskipun kita sudah berada jauh dari tempat pertunjukkan.

Bayangan eiditis (eidos = arca, golek) yaitu suatu gambaran yang jelas yang didapat setelah adanya pengawasan. Gambar ini sifatnya lebih tahan lama , lebih jelas dari bayangan pengiring. Yang bersankutan dalam mengamatinya seolah-olah bendanya ada dihadapannya, dan kadang-kadang ia menggerakkan kepala dan membut sikap sedemikian rupa supaya  benda yang diamati itu kelihatan jelas.[13]

Bayangan eiditis ini diketemukan oleh Urbant-Schitseh,dan disediliki  secara mendalam oleh dua bersaudara Erich dan Walter Jaensch menurut jaensch dibedakan  sebagai berikut :

a)     Ada orang yang mempunyai bayangan eiditis bertipe tetnoid (tipe T) bayangannya lebih menyerupai bayangan pengiring, gambarnya kaku dan tidak dapat dipengaruhi oleh kehendak.

b)     Ada orang yang mempunyai bayangan eiditis bertipe basedoid (tipe B) bayangannya mempunyai banyak persamaan dengan tanggapan, dapat dihidupkan dan dan dapat pula diubah bentuknya.

c.          Fantasi

Fantasi adalah daya jiwa untuk membentuk atau mencipta tanggapan tanggapan baru dengan bantuan tanggapan tanggapan yang sudah ada.[14] Jenis jenis fantasi adalah sebagai berikut :

1)   Fantasi Mencipta

Fantasi yang terjadi atas inisiatif atau kehendak sendiri, tanpa bantuan orang lain atau jenis fantasi yang mampu menciptakan hal hal baru. Fantasi macam ini biasanya lebih banyak dimilki oleh para seniman, anak-anak, dan para ilmuwan.[15]

2)   Fantasi Tuntunan atau Terpimpin

Fantasi yang terjadi dengan bantuan pimpinan atau tuntunan orang lain. Dalam hal ini misalnya kita sedang membaca buku, kita mengikuti alur pengarang dalam ceritanya.

Fungsi Pokok Fantasi adalah sebagai berikut:

1)    Fantasi Mengabstrahir (mengabstraksi)

Fantasi dengan menyaring atau memisahkan sifat sifat tertentu dari tanggapan yang sudah ada. Misalnya anak yang belum pernah melihat gurun pasir, maka dalam fantasi, mereka membayangkan bahwa gurun pasir seperti lapangan tanpa pohon pohon disekitarnya dan tanahnya berupa pasir semua.

2)   Fantasi Mengkombinir

Fantasi dengn menggaungkan dua atau lebih tanggapan tanggapan yang sudah ada, sehingga disusun menjadi satu tanggapan baru.[16]

3)   Fantasi Mendeternir

Fantasi dimana tanggapan lama dilengkapi, disempurnakan dan mendapatkan ketentuan yang lebih jelas dan terbatas sehingga tercipta tanggapan baru.

d.         Ingatan (Memory)

Ingatan (memory) ialah kekuatan jiwa untuk menerima, menyimpan, dan mereproduksikan kesan-kesan. Ada 3 unsur dalam perbuatan ingatan, ialah menerima kesan-kesan, menyimpan, dan mereproduksikan.

Dengan adanya kemampuan untuk mengingat pada manusia, berarti ada suatu indikasi bahwa manusia mampu untuk menyimpan dan menimbulkan kembali sesuatu yang pernah dialami. Namun, tidak berarti semua yang pernah dialami akan seluruhnya tetap tinggal dalam ingatan, oleh karena ingatan merupakan kemampuan yang terbatas.

Beberapa sifat ingatan, yaitu:

1)      Ingatan yang cepat dan mudah; artinya seseorang dengan cepat dan mudah dalam menerima kesan-kesan, misalnya: ada orang yang dengan cepat dapat mengingat baik-baik suatu lagu dan ada pula yang lambat.

2)        Ingatan yang luas, artinya: sekaligus seseorang dapat menerima banyak kesan dan dalam daerah yang luas.

3)    Ingatan yang teguh, artinya: kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah, tetap sebagaimana pada waktu menerimanya (tidak mudah lupa).

4)        Ingatan yang setia, artinya: kesan yang telah diterimanya itu tetap tidak berubah, melainkan tetap sebagaimana pada waktu menerimanya.

5)        Ingatan mengabdi atau patuh, artinya: bahwa kesan yang pernah dicamkan dapat dengan mudah direproduksikan secara lancar.[17]

Cara penyelidikan ingatan:

1)        Metode mempelajari (the learning method)

Metode ini merupakan metode untuk menyelidiki kemampuan ingatan dengan cara melihat sampai sejauh mana waktui yang diperlukan atau usaha yang dijalankan oleh subjek (S), untuk dapat menguasai materi yang dipelajari dengan baik, misalnya dapat menimbulkan kembal materi tersebut tanpa kesalahan.

2)       Metode mempelajari kembali (the relearning method)

Metode ini merupakan metode yang berbentuk di mana subyek disuruh mempelajari kembali materi yang pernah dipelajari sampai pada suatu criteria tertentu seperti pada mempelajari materi tersebut pada pertama kali.

3)       Metode rekontruksi

Metode ini merupakan metode yang berbentuk di mana subjek disuruh mengkonstruksi kembali sesuatu materi yang diberikan kepadanya. Dalam mengkonstruksi itu dapat diketahui waktu yang digunakan, kesalahan-kesalahan yang diperbuat sampai pada kriteria tertentu.

4)      Metode mengenai kembali

Metode ini digunakan dengan mengambil bentuk dengan cara pengenalan kembali. Subjek disuruh mengambil sesuatu materi, kemudian diberikan materi untuk mengetahui sampai sejauh mana yang dapat diingat dengan bentuk pilihan benar salah, atau dengan pilihan ganda (multiple choise). Dalam bentuk pilihan ganda dari beberapa kemungkinan jawaban maka jawaban yang betul telah disajikan di antara beberapa kemungkinan jawaban tersebut.

5)      Metode mengingat kembali

Metode ini adalah mengambil bentuk subjek disuruh mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Misalnya, dengan menyuruh membuat karangan atau dengan cara mengisi.

6)       Metode asosiasi berpasangan

Metode ini mengambil bentuk subjek disuruh mempelajari materi secara berpasang-pasangan. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dalam mengingat, dalam evaluasi salah satu pasangan digunakan sebagai stimulus, dan subjek disuruh menyebutkan atau menimbulkan kembali pasangannya.[18]

e.         Berpikir (Thinking)

Proses menyimpan, dan mengolah kembali informasi, ( baik informasi yang dapat lewat pendengaran, penglihatan, atau penciuman) biasa disebut berfikir.

Berfikir adalah kemampuan jiwa taraf tinggi yang hanya bisa dicapai dan dimiliki oleh individu manusia. Sementara binatang dan makhluk lainnya, tidak memiliki kemampuan berfikir dalam arti yag sebenarnya. Adanya kemampuan berfikir menjadi pembeda antara manusia dan binatang.[19]

Di dalam berfikir, kita mempergunakan alat. Alat itu adalah akal. Hasil pemikiran terkadang lahir dengan bahasa. [20]

Para ahli logika  mengemukakan adanya tiga proses yang harus dilalui dalam berfikir :

1)        Pembentukan Pengertian

Membentuk pengertian dapat diartikan sebagai suatu upaya dalam proses berfikir dengan memanfaatkan isi ingatan, bersifat riil, abstrak dan umum serta mengandung sifat hakikat tertentu.

Dengan rumusan pengertian seperti tersebut, maka pengertian dan tanggapan dapat dibedakan menjadi :

a)    Pengertian merupakan hasil dari proses berpikir, sedangkan tanggapan adalah hasil pengamatan.

b)   Pengertian hanya mengandung sifat hakikat dari luasnya, tanggapan memiliki sifat sifat riil dari benda benda yang diamati.

c)    Pengertian bersifat abstrak dan umum. Tanggapan bersifat konkret dan individual.

d)   Kita dapat mempunyai pengertian tentang sesuatu yang tidak bersifat kebendaan semisal malaikat. Tanggapan selalu berhubungan dengan suatu benda tertentu.[21]

2)         Keputusan

Perhatikan ucapan berikut ini:

Rumah itu megah. Bunga itu harum. Kopi itu lezat rasanya.

Dalam  ilmu  jiwa,  ucapan  yang  demikian  itu  dinamakankeputusan.  Keputusan  itu  menentukan  sangkut  paut  (hubungan)  dengan bantuan bahasa. Jadi “memutuskan” itu ialah suatu perbuatan berfikir.

3)         Kesimpulan

Ialah keputusan yang diambil berdasarkan keputusan yang lain. Jadi, kesimpulan adalah keputusan yang spesifik.

Macam-macam kesimpulan:

a)    Kesimpulan Induksi :

Kesimpulan yang diambil dan dimulai dari kenyataan kenyataan khusus dan tiba pada kaidah kaidah umum.

b)   Kesimpulan deduksi :

Kesimpulan yang diambil dan dimulai dari kenyataan atau kaidah yang umum menuju kenyataan khusus.

c)    Kesimpulan Analogi :

Kesimpulan yang diambil dengan cara membandingkan hal hal baru dengan hal hal lama yang diketahui. Kesimpulan ini ditarik dari khusus ke khusus.

f.          Intellegensi

Intellegensi ialah kesanggupan rohani untuk menyesuaikan diri terhadap situasi yang baru dengan menggunakan berfikir menurut tujuannya. Seseorang dapat dikatakan berbuat  intellegent saat dalam situasi tertentu. Ia dapat berbuat dengan cara cara yang tepat. Artinya, ia dapat memecahkan kesulitan kesulitan, soal soal yang terdapat dalam situasi itu. Dengan kata lain, ia dapat menyesuaikan diri dengan situasi tertentu.[22]

2.    Gejala Jiwa Konasi. (Kemauan)

Kemauan  merupakan  salah  satu  dari  fungsi kejiwaan  manusia, dapat diartikan  aktifitas  psikis  yang  mengandung  usaha  aktif  dan  berhubungan dengan pelaksanaan suatu tujuan. Tujuan adalah titik akhir dari gerakan yang menuju suatu arah. Adapun tujuan kemauan adalah pelaksanaan suatu tujuan-tujuan mana, harus diartikan dalm suatu hubungan.

Dalam istilah sehari-hari kemauan dapat disamakan dengan kehendak atau  hasrat.  Kehendak  isalah  suatu  fungsi  jiwa  untuk  dapat  mencari  sesuatu. Kehendak  ini  merupakan  kekuatandari  dalam.  Dan  tampak  dari  luar  sebagai gerak-gerik.[23]

Dalam  berfungsinya  kehendak  ini  bertautan  dengan  pikiran  dan perasaan. Untuk dapat mempelajarinya dibagi atas:

a.    Dorongan

b.    Keinginann

c.    Hasrat

d.   Kecenderungan

e.    Hawa nafsu

f.     Kemauan

Pribadi  memberikan  corak  dan  menentukan,  sesudah  memilih  dan mengambil  keputusan.  Perbuatan  memilih  dan  mengambil  keputusan  ini disebut dengan keputusan kata hati.

Proses  kemauan  untuk  mencapai  proses  tindakan  biasanya  melalui bebrapa tingkat, ialah:[24]

a.         Motif (alasan, dasra, dan pendorong)

b.       Perjuangan  motif.  Sebelum  mengambil  keputusan,  pada  batin  biasanya  ada beberapa  motif,  yang  bersifat  luhur  dan  rendah.  Disisni  nerlangsung  suatu pemilihan.

c.         Keputusan.  Inilah  yang  sangat  penting.  Disini  kita  mengadakan  pemilihan antara motif-motif tersebutdan meninggalkan kemungkinan yang lain, sebab tak  mungkin  kita  punya  macam-macam  keinginan  dan  pada  waktu  yang sama.

d.        Perbuatan  kemauan.  Kalau  sudah  mengambil  keptusan,  maka  bertindak sesuai dengan keputusan yang diambil. Tetapi itu sering sangat sukar.

Adapun gejala hasrat juga terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a.    Hasrat yang berupsat pada kejasmanian[25]

Gejala  hasrat  ini  berhubungan  dengan  gerak  dan  perbuatan  yang berpusat  pada  kejasmanian.  Di  antara gejala  hasrat  ini  ada  yang  terdapat pada tumbuh-tumbuhan, binatang pada manusia.

1)      Tropisme

Adanya  peristiwa  yang  menyebabkan  timbulnya  gerak  ke  suatu arah  tertentu.  Gejala  tropisme  terdapat  pada  barang-barang  tingkat vegetatif  (tumbuh-tumbuhan)  dan  animal  (binatang).  Misalnya  bungan menghadap  mengarah  sinar  matahari,  laron  terbang  menyongsong  sinar, dan  sebagainya.  Tropisme  terjadi  kalau  mendapat  perangsang  dari  luar semata-mata, jadi tak ada pendorong dari dalam untuk tujuan tertentu.

2)   Refleks

Reflek adalah  gerak reaksi  yang tak disadari terhadap perangsang. Reflek  ini  dihubungka  dengan  konasi  yang  rendah  tingkatannya,  maka refleks boleh dikatakan hgerak refleks, hukum perbuatan refleks. Proses terjadinya gerak refleks.

Gerak  refleks  adalah  di  luar  kesadaran,  jadio  reaksi-reaksi  yang ditimbulalkan  tidak  bersumber  pada  pusat  susuna  syaraf  (otak)  tanpa suatu  pertimbangan. Proses  terjadinya  gerak  refleks  :  perangsang panca indra sel-sel syaraf sensoris urat syaraf motoris reaksi.

a)        Macam-macam refleks

i.     Reflek  bawaan,  yakni  eflek  yang  dibawa  sejak  lahir,  disebut  pula reflek asli atau sewajarnya

ii.     Reflek  latihan,  yakni  reflek  yang  diperoleh  dari  pengalaman. Reflek  ini  tidak  dibawa  sejak  lahir,  melainkan  hasil  daripada pengalaman atau perbuatan yang selalu diulang.

iii.     Reflek  bersyarata.  Reflek  ini  tidak  bergantung  pada  perangsang alam  yang  asli  tapi  timbul  karena  perangsang  lain  yang berassosiasi  dengan  rangsangan  alam  tersebutsupaya  timbul asosiasi  dengan  perangsang  alam  perlu  adanya  suatu  perantara yang disebut dengan syarata.

3)   Insting[26]

Yaitu  kemampuan  berbuat  tertentu  yang  dibawa  sejak  lahir  yaitu tertuju pada pemuasan dorongan-dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain,  disebut  insting.  Instink  ini  terdapat  pada  hewan  dan  juga  mansia, namun fungsi peranananya tidak sama.

a)        Macam-macam instink :

Instink  merupakan  dorongan  alami  yang  bebruat  tertentu  demi tercapainya  tujuan.  Jadi  disisni  ada  rangkaian  anatara  dorongan instink  dan  kebutuhan  yang  menjadi  tujuannya.  Pada  garis  besarnya dorongan instink dapat digolongkan menjadi :

i.          Dorongan instink mempertahankan diri,meliputi :

Instink makan

Instink berbafas

Bermain

Instink melindungi diri

Instink takut

Instink istirahat

ii.               Dorongan instink mempertahankan jenis, meliputi :

Instink seksual

Instink membela diri

Instink minta tolong

Instink sosial

Instink melindungi

Instink memelihara

iii.    Dorongan instink mengembangkan diri, meliputi :

Instink belajar

Instink menyelidiki

Instink ingin takut

4)   Automatisme

Gejala-gejala  yang  menimbulkan  gerak-gerak  terselenggara  denga sendirinya, disebut autmatisme.

a)        Automatisme asli : gerak-gerak automatis yang tidak digerakkan oleh gejala hasrat, mislanya : gerak, ajntung, paru-paru, dll.

b)        Automatisme  latihan  :  ialah  gerak-gerak  yang  berjalan  secara automatis karena seringnya gerak-gerak itu diulang, misalnya berjalan, bersepeda,  main  piano,  memetik  gitar,  menggosok  biola,  menulis, mengetik, bercakap-cakap dna sebagainya.

5)   Kebiasaan

Gerak  perbuatan  yang  berjalan  dnegan  lancar  dan  seolah-olah berjalan dengan sendirinya, disebut dengan kebiasaan.

6)    Nafsu

Dorongan  yang  terdapat  pada  tiap-tiap  manusia  dan  memberi kekuataan  bertindak  untuk  memenuhi  kebuthan  hidup  tertentu,  disebut nafsu.

Nafsu  ada  pertaliannya  dengan  instink,  tetepai  nampak  keluarnya  tidak sama. Namun nampak keluar dalam berbagai bentuk dan cara.

a)        Macam-macam nafsu :

i.     Nafsu  indivudual  (perseoragan),  mislanya  nafsu  makan,  nafsu beramain,  nafsu  bertindak,  nafsu  merusak,  nafsu  berkelahi,  nafsu berkuasa, dan sebagainya.

ii.     Nafsu  sosial  (kemasyarakatan),  misalnya  :  nafsu  meniru,  nafsu kawin, nafsu berkumpul dengan ornag lain, dan sebagainya.

b)        Hubungan nafsu dengan perasaan :

Perasaan yang hebat dapat menimbulkan bergeraknya suatu nafsu dan sebaliknya  nafsu  kadang-kadang  dapat  menimbulkan  perasaan  yang hebat, dan ada kalanya kemampuan berfikir dikesampingkan.

c)        Nafsu dan pendidikan :

Nafsu  terdapat  pada  tiap-tiap  orang-orang  walaupun  berbeda  macam dan  tingkatannya.  Kebiasaan-kebiasaan  yang  baik/positif  dan pengaruh-pengaruh  positif  pendidikan  yang  sudah  tertanam  dalam jiwa  sesorang  dapat  mempengaruhi  nafsu  dan  pertanyaan-pertanyaan nafsu. Dengan jalan demikian nafsu dapat diperhalus.

7)   Keinginan[27]

Nafsu  yang  mempunyai  arah  tertentu  dan  tuuan  tertentu  disebut keinginan.  Kalau  dorongan  sudah  menuju  ke  arah  tujuan  yang nyata/konngkrit dan tertentu, misalnya disitu akan terjadi dorongan keras dan terarah pada suatu objek tertentu maka nafsu itu disebut keinginan.

Misalnya  :  nafsu  makan  menimbulkan  keinginan  untuk  makan sesuatu,  nafsu  kerja  menimbulkan  keinginan  untuk  mngerjakan sesuatu,dan sebagainya. Lawan dari keinginan adalah keseganan.

8)   Kecenderungan (tendency) [28]

Keinginan-keinginan  yang  sering  munculatau  timbul  disebut kecenderungan.  Kecenderungan  sama  dengan  kecondongan. Kecenderungan Dapat menimbulkan dasra kegemaran terhadap sesuatu.

Kecenderungan dapat dibedakan menjadi beberapa golongan :

a)        Kecenderungan vital (hayat), mislanya lahap, gemar makan, dsb.

b)        Kecenderungan  perseorangan,  menimbulkan  sifat-sifat  loba,  tamak, kikir, egois, dll

c)        Kecenderungan sosial, mislanya : persahabatan, persaudaraan, berbuat amal, dsb.

d)       Kecenderungan abstrak, yang positif misalnya : taat pada Tuhan, jujur, patuh, bertanggungjawab, dsb. Yang negatif misalnya : dusta, bohong, dsb.

9)   Hawa Nafsu

Kecenderungan atau keinginan yang snagt kuat dan mendesak yang sedikit-sedikit  ynag  memepengaruhi  jiwa seseorang  disebut  hawa  nafsu. Dengan timbulnya hawa nafsu seakan-akan keinginan-keinginan yang lain dikesampingkan,  sehingga  tinggalsatu  keinginan  saja  yang  berkuasa  dan bergerak dalam kesadaran. Disamping itu hawa nafsu dicirikan dengan :

a)        Perasan sangat terpengaruh dan daya pikir dapat dilumpuhkan.

b)        Biasanya  hawa  nafsu  disertai  timbulnya  kekuatan-kekuatan  yang hebat.

Akibat timbulnya hawa nafsu tersebut hidup jasmani dan rohaninya menjadi  kacau  dan  terganggu.  Hawa  nafsu  yang  banyak  muncul  antara lain : judi, nonton, minuman keras, dsb.

10)    Kemauan[29]

Kemauan  adalah  dorongan  dari  dlamyang  lebih  tinggi  tingkatannya daripada  instink,  refleks,  automatisme,  kebiasaan,  nafsu,  keinginan, kecenderungan  dan  hawa  nafsu,  sekali  lagi  ditandaskan  bahwa kemauan hanya terdapat pada manusia saja.

3.    Gejala Jiwa Emosi (Perasaan )

Perasaan  termasuk  gejala  jiwa  yang  dimiliki  oleh  semua  orang  dan tingkatannya tidak sama. Perasaan tidak termasuk gejala mengenal, walaupun demikian, perasaan sering juga berhubungan dengan gejala mengenal.

Jenis-Jenis Perasaan:

a)         Perasaan-perasaan  jasmaniyah:  jenis  perasaan  ini  sering  pula  disebut perasaan tingkat rendah yang terbagi sebagai berikut:

1)        Perasaan  sensoris:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan stimulus terhadap indra, misalnya: dingin, hangat, pahit, asam dan sebagainya.

2)        Perasaan  vital:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan  kondisi jasmani  pada  umumnya,  misalnya  lelah,  lesu,  lemah,  segar,  sehat dan sebagainya.[30]

b)        Perasaan-perasaan  rohaniah:  sering  pula  disebut  sebagai  perasaan  luhur (tingkat tinggi), yang terdiri dari:

1)        Perasaan  intelektual:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan kesanggupan intelektual dalam mengatasi suatu masalah, misalnya: senang  atau  puas  ketika  berhasil  (perasaan  intelektual  positif), kecewa atau jengkel ketika gagal (perasaan intelektual negatif).

2)        Perasaan  kesusilaan  (etis):  yaitu  perasaan  yang  berhubungan dengan  baik-buruk  atau  norma,  misalnya:  puas  ketika  mampu melakukan  hal  yang  baik,  atau  menyesal  ketika  melakukan  hal yang tidak baik.

3)        Perasaan  estetis  (keindahan);  yaitu  perasaan yang  berhubungan dengan  penghayatan  dan  apresiasi  tentang  sesuatu  yang  indah  tau tidak indah. Perasaan ini timbul jika seseorang mengamati sesuatu yang  indah  atau  yang  jelek.  Yang  indah  menimbulkan  perasaan positif, yang jelek menimbulkan perasaan yang negatif.

4)        Perasaan  sosial  (kemasyarakatan):  yaitu  perasaan  yang  cenderung untuk  mengikatkan  diri  dengan  orang-orang  lain,  misalnya: perasaan cinta sesama manusia, rasa ingin bergaul, ingin menolong, rasa simpati atau setia kawan dan sebagainya.

5)        Perasaan  harga diri:  yaitu  perasaan  yang  berhubungan  dengan penghargaan  diri  seseorang,  misalnya:  rasa  senang,  puas,  dan bangga  akibat  adanya pengakuan  dan  penghargaan  dari  orang  lain atau sebaliknya.

6)        Perasaan  ketuhanan  (religius):  yaitu  perasaan  yang  berkaitan dengan  kekuasaan  dan  eksistensi  dari  Tuhan.  Manusia  merupakan satu-satunya yang dianugrahkan perasaan ini oleh Tuhan. Perasaan ini digolongkan pada peristiwa psikis yang paling luhur dan mulia. Menurut  pandangan  filsafat  ketuhanan  (theologi)  menusia  disebut “homo divinans” yaitu manusia senantiasa memilki kepercayaan terhadap Tuhan dan hal-hal yang bersifat ghaib.

4.    Gejala-Gejala Campuran

Sesuai dengan namanya, gejala-gejala jiwa ini merupakan campuran dari perhatian, kelelahan, dan saran (sugesti). Ketiga hal tersebut digolongkan menjadi gejala-gejala jiwa tersendiri terpisah dari gejala-gejala jiwa yang telah dikemukakan sebelumnya. Dengan alasan, gejala-gejala jiwa yang tiga ini tidak dapat dimasukkan ke dalam gejala-gejala jiwa seperti yang telah diulas sebelumnya secara tegas sebab pernyataan jiwa yang ini memang merupakan campuran dari ketiga gejala jiwa tersebut. Hal itu seperti dikerjakan oleh ahli-ahli, yaitu L C. Bigot, Kohnstamm, dan Palland.[31]

Ahli-ahli tersebut memberikan definisi atau pengertian untuk masing-masing hal dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam mempelajari atau mengkajinya. Menurut mereka yang dimaksudkan dengan perhatian dalam hal ini, yaitu konsentrasi atau aktivitas jiwa kita, terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan yang lain dari itu. Proses perhatian itu sendiri terjadi sewaktu jiwa kita hanya memilih suatu isi kesadaran saja sebagai sasaran kesadaran. Isi kesadaran yang lain yang tidak menjadi sasaran kesadaran menjadi tidak kita alami lagi. Perihal perhatian secara lebih detail telah dikemukakan pada subbab sebelumnya.

Kelelahan ialah semacam peringatan dari jiwa kita, kepada jiwa dan raga, bahwa jiwa dan raga telah mempergunakan kekuatan yang maksimal. Kelelahan dapat dibedakan menjadi kelelahan physic dan kelelahan psykhis. Kelelahan physic ialah kelelahan yang terutama disebabkan oleh kerja jasmani. Kelelahan jenis ini pun dibedakan lagi menjadi kelelahan physic seluruhnya dan kelelahan physic sebagian atau hanya sebagian dari tubuh yang lelah. Misalnya, kakinya lelah telah berjalan jauh, tangannya lelah karena telah banyak menulis, dan lain-lain. Kelelahan pykhis ialah kelelahan yang terutama disebabkan oleh kerja ruhani dan ini dibedakan lagi menjadi kelelahan berpikir, kelelahan berfantasi, kelelahan mengingat-ingat, bosan, yaitu lelah pada kemauan, lelah memerhatikan, dan lain-lain.

Sementara itu yang dimaksud dengan saran ialah pengaruh terhadap jiwa dan laku seseorang dengan maksud tertentu sehingga pikiran, perasaan, dan kemauan terpengaruh olehnya dan menuruti saja pengaruh tersebut tanpa dengan pemikiran atau pertimbangan-pertimbangan terlebih dahulu. Orang yang memberi sugesti (mensugesti) disebut sugestif. Sedangkan orang yang mudah disugesti disebut sugestibel. Cara mensugesti ada beberapa macam sebagai berikut.

a.       Membujuk atau memuji, misalnya kepada anak malas belajar dikatakan bahwa ia anak yang rajin dan giat belajar.

b.      Menakut-nakuti orang yang akan disugesti, misalnya kepada anak kecil yang enggan belajar waktu malam hari dikatakan akan ada "gendruwo" atau "wewe gombel" dan sebagainya dengan maksud agar anak tersebut menjadi rajin belajar.

c.       Menunjukkan kelemahan-kelemahan orang yang disugesti, misalnya orang yang terlanjur kecanduan narkoba dikatakan kepadanya telah pupus harapan hidup masa depannya karena diri orang itu telah rapuh jiwa dan raganya dan tidak akan lagi diterima hidupnya dalam bermasyarakat. Orang semacam itu lebih baik mati saja daripada hidup dikucilkan oleh masyarakat.

d.      Sugesti dalam kehidupan sehari-hari dapat digunakan untuk pengobatan oleh dokter atau dukun (paranormal) demonstrasi-demonstrasi, rapat-rapat akbar, untuk mensugesti dirinya sendiri (autosugesti), pada obat guna-guna, pada pemeriksaan terdakwa kasus kejahatan, perusahaan-perusahaan, kalangan pendidikan, dan lain- lain. Sugesti terkadang diberikan juga kepada serombongan orang. Sugesti semacam itu dinamakan massa sugesti. Artinya, sugesti yang diberikan kepada massa (orang banyak pada tempat, waktu situasi dan perasaan yang sama) dan hal itu jika berhasil akan berdampak seperti jiwa individu luluh menjadi jiwa massa pada hal jiwa massa merupakan jiwa segerombolan binatang. Kesanggupan berpikir menjadi berasa dan kemauannya menjadi hilang atau berkurang karena terdesak oleh pikiran, perasaan dan kemauan massa. Dengan demikian orang-orang yang cerdik pandai dan para alim ulama menjadi tidak berani berbuat sendirian sesuai dengan hati nuraninya. Dalam massa, akibat sugesti orang-orang menjadi bergelora dan terpengaruh kepada yang lainnya untuk berbuat impulsive tanpa disadarinya bahwa perbuatan tersebut tidak selalu benar karena saat itu mereka tidak lagi dapat berpikir secara kritis. Dalam massa, hidup mereka menjadi instingtif oleh adanya dorongan dari dalam yang mendapatkan kesempatan untuk aktif hingga kadang-kadang orang yang bersangkutan dikendalikan oleh ketidaksadarannya sendiri. Dalam massa mereka bersifat kodrat raksasa kolektif sehingga mendorong bagi jiwa massa bertindak laiknya binatang. Dengan begitu sugesti dapat menimbulkan bahaya dalam kehidupan masyarakat. Contoh konkret sugesti yang menimbulkan bahaya dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu :

1)        Sugesti yang negatif. Orang yang mensugesti semacam ini sama artinya dengan membunuh orang yang disugesti.

2)        Sugesti yang tidak tepat. Orang tua yang memerintah anaknya dengan keras atau sambil marah-marah sementara orangtua tersebut tidak pernah melakukan apa yang diperintahkan kepada anaknya. Orangtua semacam itu dapat merusak jiwa anak.

3)        Peranan aktif guru/sekolah. Guru/sekolah harus berperanan secara aktif agar peserta didik (murid-murid) nya tidak sampai terlibat dalam massa sugesti karena kalau tidak dikendalikan dengan baik hal ini dapat merusak jiwa peserta didik.

4)        Auto sugesti berlebihan. Seseorang dapat berputus asa karena sugesti yang berlebihan dan tidak disesuaikan dengan kemampuan yang ada pada dirinya sendiri.[32]


Hasil Revisi (Pertanyaan):

1. (Eva Nindya Kumala) tolong jelaskan kembali tentang gejala gerak yg terselenggara dalam automatisme.?

2. (Fadhlul Rahman) apa perbedaa  nafsu, insting, hasrat, dan keinginan?

3. (Annisa Amelia) apakah ada cara tips khusus untuk mensugesti dgn yg positif?

1.      Automatisme merupakan Gejala-gejala  yang  menimbulkan  gerak-gerak  terselenggara  dengan sendirinya. Disini automatisme dibagi menjadi 2 yaitu automatisme asli dan automatisme latihan.

Automatisme asli : gerak-gerak automatis yang tidak digerakkan oleh gejala hasrat, mislanya : gerak, jantung, paru-paru dll.

Automatisme  latihan  :  ialah  gerak-gerak  yang  berjalan  secara automatis karena seringnya gerak-gerak itu diulang, misalnya berjalan, bersepeda,  main  piano,  memetik  gitar,  menggosok  biola,  menulis, mengetik, bercakap-cakap dna sebagainya.

2.      Insting adalah : Yaitu  kemampuan  berbuat  tertentu  yang  dibawa  sejak  lahir  yaitu tertuju pada pemuasan dorongan-dorongan nafsu dan dorongan-dorongan lain

Nafsu adalah : Dorongan  yang  terdapat  pada  tiap-tiap  manusia  dan  memberi kekuataan  bertindak  untuk  memenuhi  kebuthan  hidup  tertentu

Hasrat : Dalam istilah sehari-hari kemauan dapat disamakan dengan kehendak atau  hasrat.  Kehendak  isalah  suatu  fungsi  jiwa  untuk  dapat  mencari  sesuatu.

Keinginan : Nafsu  yang  mempunyai  arah  tertentu  dan  tuuan  tertentu  disebut keinginan

3.      Berikut tips-tipsnya

-          selalu berusaha memandang sisi positif dalam setiap peristiwa yang terjadi dalam kehidupan

-          carilah sikap, keiasaan yang memiliki aura negatif

-          berkeyakinan tinggi dalam setiap masalah pasti ada solusi

-          memiliki kebiasaan dalam menyampaikan kebenaran yang positif pada diri sendiri

-          mengoleksi perbendaharaan kata positif sebanyak-banyaknya, berlatihlah untuk mengatakannya

-          temukan atmosfer positif dan kecaplah sebanyak yang anda bisa

-          selalu mewaspadai orang-orang yang memiliki aura negative

-          hindari timbulnya perasaan negatif yang bias merusak

-          perkokoh pemikiran positif menggunakan action positif

-          biasakan diri untuk mengucapkan syukur dengan penuh kesungguhan

-          yakin dan berserahlah hanya kepada tuhan

Baca juga artikel yang lain;

  1. Konsep Dasar Psikologi
  2. Metode Kajian Psikologi
  3. Konsep Dasar Puasa Sunnah
  4. Menonton Telivisi dan Pembentukan Karakter
  5. Budaya Membaca dan Budaya Menonton TV
  6. Perbedaan Sekolah dan Madrasah
  7. Gejala Kejiwaan Manusia
  8. Penelitian Kuantitatif
  9. Memiliki Wawasan dan Kreatifitas Dalam Pemilihan Metode, Media dan Alat Evaluasi Pembelajaran PAI
  10. Konsep Dasar Statistik Pendidikan
  11. Data Statistik Pendidikan

DAFTAR PUSTAKA

Sujanto, Agus. Psikologi umum. Jakarta : Bumi aksara, 1993.

Ahmadi, Abu . Psikologi Umum, Edisi Revisi, Surabaya : PT Bina Ilmu, 1992 .

Walgito, Bimo. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta : Andi, 2002.

F. Patty. Pengantar Psikologi Umum. Surabaya : Usaha Nasional, 1982.

Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia, 1999.

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum, Edisi Revisi . Surabaya : PT Bina Ilmu, 1992.

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h. 68

Ahmadi, Ishom . Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah.  Yogyakarta: SJ Press, 2009

Ahmadi, Abu. Psikologi Umum. Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Sujanto, Agus. Psikologi Umum. Bandung : PT. Bumi Aksara, 2004.

Soemanto, Wasti. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1998.

Prawira, Purwa Atmaja. Psikologi Umum. Jogjakarta : AR­-RUZZ MEDIA, 2017.

Mardianto. Psikologi Pendidikan. (Online) http://mardianto-iainsu.blogspot.com/. Diakses 10 Maret 2018.

Perdana,Andrean.2013. Gejala Kognisi, Konasi, Emosi Dan CampuranManusia. (Online)http://www.yuwonoputra.com/2013/07/gejala-kognisi-konasi-emosi-campuran.html. Diakses 10 Maret 2018.

Utomo, Bagus. 2013. Gejala Jiwa Kognisi, Emosi, Konasi, dan Campuran. (Online)http://embesgang.blogspot.com/2013/05/gejala-jiwa-kognisi-emosi-konasi-dan.html. Diakses 10 Maret 2018.

Wanny. 2011. Gejala-Gejala Jiwa yang dapat Memepengaruhi Kehidupan Manusia. (Online)http://wannypoenya.blogspot.com/2011/06/makalah-psikologi-gejala-gejala-jiwa.html. Diakses 10 Maret 2018.


[1] Abu Ahmadi dan M. Umar. Psikologi Umum, Edisi Revisi ( Surabaya : PT Bina Ilmu, 1992 ), h.7

[2] Ibid., 9

[3] Mardianto.. Psikologi Pendidikan. (Online) http://mardianto-iainsu.blogspot.com/. Diakses 10 Maret 2018

[4] Alex Sobur. Psikologi Umum. ( Bandung : Pustaka Setia, 1999) h. 409.

[5] Ibid., h.312.

[6] Agus sujanto, psikologi umum (Jakarta, Bumi aksara, 1993) hal : 89

[7] Utomo, Bagus. 2013. Gejala Jiwa Kognisi, Emosi, Konasi, dan Campuran. (Online) http://embesgang.blogspot.com/2013/05/gejala-jiwa-kognisi-emosi-konasi-dan.html. Diakses: 10 Maret 2018

[8] F. Patty. Pengantar Psikologi Umum. (Surabaya : Usaha Nasional, 1982), h.122

[9] Ibid., 122-125

[10] Abu Ahmadi, Psikologi Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) h. 68

[11] Bimo Walgito. Pengantar Psikologi Umum. (Yogyakarta : Andi, 2002), h. 133.

[12] Ahmadi, Psikologi Belajar,30

[13]  F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, 140

[14] M.Ishom Ahmadi, "Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah". (Yogyakarta: SJ Press, 2009) h. 70

[15] Wanny. 2011. Gejala-Gejala Jiwa yang dapat Memepengaruhi Kehidupan Manusia. (Online) http://wannypoenya.blogspot.com/2011/06/makalah-psikologi-gejala-gejala-jiwa.html. Diakses: 10 Maret 2018

[16] M.Ishom Ahmadi, "Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah", 72

[17] Abu Ahmadi, "Psikologi Umum", (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 74-75

[18] M.Ishom Ahmadi, "Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah", 76

[19] Walgito. Pengantar Psikologi Umum, 150.

[20] Agus Sujanto. Psikologi Umum. (Bandung : PT. Bumi Aksara, 2004), h. 56

[21] F. Patty, Pengantar Psikologi Umum, 123-124

[22] M.Ishom Ahmadi, Ya Ayyatuha An Nafsu Al Muthmainnah, 91

[23] Abu Ahmadi, “Psikologi Umum” (Jakarta: Rineka Cipta, 2003) h. 112

[24] Ibid., 116

[25] Ibid., 115-117

[26] Ibid., 118-119

[27] Ibid., 121

[28] Ibid., 122

[29] Ibid., 122-124

[30] Wasti Soemanto, "Psikologi Pendidikan", (Jakarta: Rineka Cipta, 1998) h. 38

[31] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Umum (Jogjakarta : AR­-RUZZ MEDIA, 2017), 161

[32] Ibid, 164

Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat

  Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat dan Makhluk Ghaib PEMBAHASAN 1.        Malaikat Pengertia...