HOME

04 Juni, 2022

AL-SYAUKANI DAN PEMIKIRANNYA DALAM KAJIAN HADIS

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Ulama merupakan pewaris para Nabi. Ilmu yang Nabi ajarkan secara turun menurun hingga sampai kepada kita melewati para ulama. Sebagaimana tradisi para pencari ilmu mulai zaman sahabat Nabi dan tabiin, seorang ulama harus meninggalkan tanah kelahirannya guna mengembara mencari ilmu.

Di antara ulama kontemporer yang melakukan tradisi tersebut adalah Muhammad bin ‘Ali al-Shaukani. Al-Shaukani lahir di desa Hijrat Shaukan dan besar di San’a, Yaman. San’a adalah kota yang memiliki hasrat keilmuan yang tinggi.

Dalam makalah ini, penulis akan membahas biografi singkat al-Shaukani dan pemikirannya terhadap dunia hadis.

 

B.       Rumusan Masalah

Berkenaan dengan latar belakang yang tersebut di atas, maka penulis menguraikan beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut:

1.    Bagaimana biografi al-Shaukani?

2.    Bagaimanakah pemikiran dan kritik nalar al-Shaukani terhadap hadis dan ilmu hadis?

C.      Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1.    Untuk mengetahui sejarah hidup al-Shaukani.

2.    Untuk mengetahui pemikiran dan kritik nalar al-Shaukani terhadap hadis dan ilmu hadis.


BAB II

PEMBAHASAN

    A.    Biografi Al-Shaukani:

1.      Nama dan Tanggal Lahir

Muhammad bin ‘Ali bin Muhamad bin ‘Abdillah al-Shaukani al-San’ani adalah nama lengkap al-Shaukani. Dia merupakan ulama terkenal pada zamannya. Tidak ada yang meragukan keilmuannya, ibadahnya, zuhudnya. Ia menjadi rujukan utama dalam keilmuan Islam. Para sarjana Islam berguru kepadanya.[1] Al-Shaukani dikenal sebagai ahli tafsir, hadis, fikih, usul fikih, sejarawan, dan sastrawan. Ia hidup di zaman perpecahan umat Islam kian meruncing dan isu sekterian semakin memanas.[2]

Nama al-Shaukani adalah penisbatan nama desa kelahirannya Hijrat Shaukan, sedangkan al-San’ani diambil dari nama kota San’a, tempat tumbuh dan berkembangnya al-Shaukani.[3]

Seperti yang pernah ditulis al-Shaukani sendiri, ia lahir pada hari Senin, 28 Dzulqa’dah 1172 H di daerah Hijrat Shaukan.[4] Desa Hijrat Shaukan terletak di kawasan Bani Hishah yang masih dalam ruang lingkup kabilah Bani Siham. Jarak desa Hijrat Shaukan dengan kota San’a sekitar 15 kilometer.[5]

Dalam keterangan lain, al-Shaukani lahir pada tahun 1173 H, seperti yang tertulis pada biografinya di kitab Adab al-Talab wa Muntaha al-Arab karya al-Shaukani sendiri.[6]

 

2.      Perjalanan Mencari Ilmu

Ayahnya pindah dari Hijrat Shaukan ke kota San’a. Lalu al-Shaukani dibawa dan tumbuh besar di kota San’a dengan pendidikan Islam dari ayahnya yang sangat fanatik.[7] Kota San’a merupakan gudang ilmu. Para pencari ilmu dari berbagai belahan bumi membanjiri kota ini. Banyak dari sarjana Islam yang lahir dari kota San’a.

Al-Shaukani tumbuh tidak seperti anak-anak lain pada umumnya. Di kala anak-anak lain senang bermain dan bergurau, al-Shaukani justru sibuk mencari ilmu. Dengan cepat ia hafal jalan menuju ke masjid. Ia nyantri di beberapa majelis ilmu di kota San’a, di antaranya masjid besar San’a. Ayahnya saat itu menjadi hakim kota San’a dan terkenal dengan keilmuannya yang luas, ketaqwaannya, kebaikan, dan termasuk ulama yang diperhitungkan di kota San’a.[8]

Al-Shaukani mehibahkan dirinya untuk ilmu. Setiap waktu ia gunakan untuk belajar, membaca, dan menghadiri majelis ilmu.[9] Kitab-kitab sejarah, sastra, dan adab ia baca dan hafalkan. Hidupnya hanya berada di taman orang-orang saleh.[10] Ia mengaji Alquran kepada beberapa guru dan ia rampungkan hafalannya pada Hasan bin ‘Abdullah al-Habl. Lalu ia belajar ilmu Tajwid. Kemudian ia menghafalkan kitab fikih al-Azhar karya al-Mahdi, Mukhtasar al-Faraid karangan al-‘Usaifiri, al-Kafiyah wa al-Shafiyah Ibn al-Hajib, al-Tahdhib milik al-Tiftazani, dan kitab-kitab lain di bidang Balaghoh, usul fikih, qiraat, ‘arud, dan lain sebagainya.[11]

Tak hanya ilmu agama yang ia geluti, ilmu Falak, Matematika, dan beberapa ilmu lainnya yang bersinggungan erat dengan nalar ia kuasai dan ia serap dari guru-guru yang ahli di bidangnya masing-masing. Oleh karenanya, al-Shaukani amat terkenal sebagai intelektual muslim di berbagai bidang diskursus apapun.[12]

3.      Prinsip dan Idealisme

Ibrahim Hilal dalam mukadimah Fath al-Qadir berpendapat bahwa ada 3 seruan yang digagas oleh al-Shaukani dalam rangka pembaharuan dalam dunia Islam dan kondisi umat Islam:[13]

a.    Seruan untuk berijtihad dan meninggalkan taklid.

b.  Seruan kembali kepada akidah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.

c.    Seruan menyucikan akidah dari hal-hal yang berbau syirik meskipun khafi.

Ulasan Ibrahim Hilal ini dibenarkan dengan buku yang ditulis oleh al-Shaukani dengan judul Sharh Sudur fi Tahrim Raf’ al-Qubur, Al-Durru al-Nadid fi Ikhlas Kalimat al-Tauhid, Qatr al-Wali fi Hadith al-Wali.

Sebelum menyerukan untuk berijtihad dan meninggalkan taklid, al-Shaukani bermazhab Al-Zaidiyah[14] secara fikih.[15] Meski dulunya mengikuti mazhab tertentu, al-Shaukani tidak pernah terkungkung pada taklid mazhab. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk tidak terikat dengan mazhab tertentu dan kelompok tertentu dalam hal apapun. Ia berpegangteguh sepenuhnya kepada Alquran dan hadis. Dengan keilmuannya yang mumpuni, al-Shaukani menjadi seorang ahli agama besar. Bahkan ia termasuk dalam kategori al-Mujtahidin.[16]

Menurut analisa al-Shaukani, ada beberapa faktor penyebab umat merasa cukup dan nyaman bertaklid daripada berijtihad, di antaranya:[17]

a.    Takut mengakui kebenaran.

b.    Mengikuti ulama yang mudah diatur pemerintah.

c.  Fanatik terhadap mazhabnya dan menyalahkan pendapat lain yang tidak sama dengan mazhabnya.

d.   Fanatisme kekeluargaan.

e. Merasa cukup dengan kitab-kitab klasik yang mengkaji permasalahan-permasalahan mazhabnya, padahal tidak seorang pun dari pendiri mazhab yang dengan tegas memerintahkan untuk taklid/mengikuti pendapat atau mazhabnya. Untuk membaca lebih lanjut klik berikut untuk mendownload.....


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:


[1] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Nailu al-Autar Sharh Muntaqa al-Akhbar (Kairo: Mustafa al-Halibi, t.th), 3.

[2] Mona Abu Zaid, “Al-Shaukani”, Mausu’ah A’lam al-Fikr al-Islami (Kairo: Majlis al-A’la, 2007), 515.

[3] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Al-Fath al-Rabbani min Fatawa al-Imam al-Shaukani, Vol. I, tahkik. Abu Mus‘ab Muhamad Subhi (San’a: al-Jil al-Jadid, t.th), 23.

[4] Al-Shaukani, Nailu al-Autar…, 3.

[5] Ahmad bin Muhammad al-‘Ulaimi, “Al-Imam al-Shaukani wa ‘Inayatuhu bi ‘Ilm al-Hadith”, Majallah Markaz Buhuth al-Sunnah wa al-Sirah, Vol. 11, (Qatar: Jami’ah Qatar, 2004), 311.

[6] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Adab al-Talab wa Muntaha al-Arab, tahkik. Abdullah bin Yahya al-Surayhi (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2008), 20.

[7] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Al-Fawaid al-Majmu’ah, tahkik. ‘Abd al-Rahman bin Yahya al-Muallimi al-Yamani (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), 12.

[8] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Fath al-Qadir al-Jami’ baina Fanni al-Riwayah wa al-Dirayah min ‘Ilm al-Tafsir, Vol. I, tahkik. ‘Abd al-Rahman ‘Amirah (Kairo: Dar al-Wafa, t.th), 13.

[9] Ibid., 14.

[10] Muhammad Husain al-Dahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Vol. 2 (Kairo: Wahba, 2000), 211.

[11] Al-Shaukani, Nailu al-Autar..., 4.

[12] Al-Shaukani, Fath al-Qadir…, 13.

[13] Ibid., 16.

[14] Mazhab fikih al-Zaidiyah merupakan mazhab yang direkomendasikan. Selain empat mazhab fikih yang terkenal, mazhab ini masih dikaji di Universitas Al-Azhar -Kairo (penulis). Secara akidah, mazhab al-Zaidiyah dikategorikan ke dalam mazhab Syiah. Namun al-Zaidiyah sangat moderat, ajarannya lebih dekat dan mirip dengan Ahl al-Sunnah. Al-Zaidiyah, meski mengutamakan Ali bin Abi Talib sebagai imam pengganti Nabi, tapi al-Zaidiyah tidak pernah mengajarkan mencerca, menyesatkan, apalagi mengkafirkan Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Uthman. Lihat, Rizq al-Hajar, “Al-Zaidiyah”, Mausu’ah al-Firaq wa al-Madzahib fi al-‘Alam al-Islami (Kairo: Majelis A’la, 2009), 340.   

[15] Al-Shaukani, Al-Fath al-Rabbani…, 25.

[16] Mona Abu Zaid, “Al-Shaukani”, Mausu’ah A’lam al-Fikr al-Islami…, 515.

[17] Ibid., 515.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...