BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ulama merupakan pewaris para Nabi. Ilmu yang Nabi
ajarkan secara turun menurun hingga sampai kepada kita melewati para ulama. Sebagaimana
tradisi para pencari ilmu mulai zaman sahabat Nabi dan tabiin, seorang ulama
harus meninggalkan tanah kelahirannya guna mengembara mencari ilmu.
Di antara ulama kontemporer yang melakukan tradisi
tersebut adalah Muhammad bin ‘Ali al-Shaukani. Al-Shaukani lahir di desa Hijrat
Shaukan dan besar di San’a, Yaman. San’a adalah kota yang memiliki hasrat
keilmuan yang tinggi.
Dalam makalah ini, penulis akan membahas biografi
singkat al-Shaukani dan pemikirannya terhadap dunia hadis.
B.
Rumusan
Masalah
Berkenaan
dengan latar belakang yang tersebut di atas, maka penulis menguraikan beberapa
rumusan masalah yakni sebagai berikut:
1.
Bagaimana
biografi al-Shaukani?
2.
Bagaimanakah pemikiran
dan kritik nalar al-Shaukani terhadap hadis dan ilmu hadis?
C.
Tujuan
Pembahasan
Adapun
tujuan pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui sejarah hidup al-Shaukani.
2.
Untuk
mengetahui pemikiran dan kritik nalar al-Shaukani terhadap hadis dan ilmu hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Biografi
Al-Shaukani:
1.
Nama
dan Tanggal Lahir
Muhammad bin ‘Ali bin Muhamad bin
‘Abdillah al-Shaukani al-San’ani adalah nama lengkap al-Shaukani. Dia merupakan
ulama terkenal pada zamannya. Tidak ada yang meragukan keilmuannya, ibadahnya,
zuhudnya. Ia menjadi rujukan utama dalam keilmuan Islam. Para sarjana Islam
berguru kepadanya.[1]
Al-Shaukani dikenal sebagai ahli tafsir, hadis, fikih, usul fikih,
sejarawan, dan sastrawan. Ia hidup di zaman perpecahan umat Islam kian
meruncing dan isu sekterian semakin memanas.[2]
Nama
al-Shaukani adalah penisbatan nama desa kelahirannya Hijrat Shaukan, sedangkan
al-San’ani diambil dari nama kota San’a, tempat tumbuh dan berkembangnya
al-Shaukani.[3]
Seperti yang pernah ditulis al-Shaukani sendiri, ia lahir pada hari Senin, 28 Dzulqa’dah 1172 H di daerah Hijrat Shaukan.[4] Desa Hijrat Shaukan terletak di kawasan Bani Hishah yang masih dalam ruang lingkup kabilah Bani Siham. Jarak desa Hijrat Shaukan dengan kota San’a sekitar 15 kilometer.[5]
Dalam keterangan lain, al-Shaukani lahir pada tahun 1173
H, seperti yang tertulis pada biografinya di kitab Adab al-Talab wa Muntaha
al-Arab karya al-Shaukani sendiri.[6]
2.
Perjalanan
Mencari Ilmu
Ayahnya
pindah dari Hijrat Shaukan ke kota San’a. Lalu al-Shaukani dibawa dan tumbuh
besar di kota San’a dengan pendidikan Islam dari ayahnya yang sangat fanatik.[7] Kota San’a merupakan gudang ilmu. Para
pencari ilmu dari berbagai belahan bumi membanjiri kota ini. Banyak dari
sarjana Islam yang lahir dari kota San’a.
Al-Shaukani tumbuh tidak seperti
anak-anak lain pada umumnya. Di kala anak-anak lain senang bermain dan
bergurau, al-Shaukani justru sibuk mencari ilmu. Dengan cepat ia hafal jalan
menuju ke masjid. Ia nyantri di beberapa majelis ilmu di kota San’a, di
antaranya masjid besar San’a. Ayahnya saat itu menjadi hakim kota San’a dan
terkenal dengan keilmuannya yang luas, ketaqwaannya, kebaikan, dan termasuk
ulama yang diperhitungkan di kota San’a.[8]
Al-Shaukani mehibahkan dirinya untuk
ilmu. Setiap waktu ia gunakan untuk belajar, membaca, dan menghadiri majelis
ilmu.[9] Kitab-kitab sejarah, sastra, dan adab ia baca dan
hafalkan. Hidupnya hanya berada di taman orang-orang saleh.[10]
Ia mengaji Alquran kepada beberapa guru dan ia rampungkan hafalannya pada Hasan
bin ‘Abdullah al-Habl. Lalu ia belajar ilmu Tajwid. Kemudian ia menghafalkan
kitab fikih al-Azhar karya al-Mahdi, Mukhtasar al-Faraid karangan
al-‘Usaifiri, al-Kafiyah wa al-Shafiyah Ibn al-Hajib, al-Tahdhib milik
al-Tiftazani, dan kitab-kitab lain di bidang Balaghoh, usul fikih, qiraat,
‘arud, dan lain sebagainya.[11]
Tak hanya
ilmu agama yang ia geluti, ilmu Falak, Matematika, dan beberapa ilmu lainnya
yang bersinggungan erat dengan nalar ia kuasai dan ia serap dari guru-guru yang
ahli di bidangnya masing-masing. Oleh karenanya,
al-Shaukani amat terkenal sebagai intelektual muslim di berbagai bidang
diskursus apapun.[12]
3.
Prinsip
dan Idealisme
Ibrahim Hilal dalam mukadimah Fath
al-Qadir berpendapat bahwa ada 3 seruan yang digagas oleh al-Shaukani dalam
rangka pembaharuan dalam dunia Islam dan kondisi umat Islam:[13]
a.
Seruan untuk
berijtihad dan meninggalkan taklid.
b. Seruan kembali
kepada akidah yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya.
c.
Seruan
menyucikan akidah dari hal-hal yang berbau syirik meskipun khafi.
Ulasan Ibrahim Hilal ini dibenarkan
dengan buku yang ditulis oleh al-Shaukani dengan judul Sharh Sudur fi Tahrim
Raf’ al-Qubur, Al-Durru al-Nadid fi Ikhlas Kalimat al-Tauhid, Qatr al-Wali fi
Hadith al-Wali.
Sebelum menyerukan untuk berijtihad dan
meninggalkan taklid, al-Shaukani bermazhab Al-Zaidiyah[14]
secara fikih.[15]
Meski dulunya mengikuti mazhab tertentu, al-Shaukani tidak pernah terkungkung
pada taklid mazhab. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk tidak terikat dengan
mazhab tertentu dan kelompok tertentu dalam hal apapun. Ia berpegangteguh
sepenuhnya kepada Alquran dan hadis. Dengan keilmuannya yang mumpuni,
al-Shaukani menjadi seorang ahli agama besar. Bahkan ia termasuk dalam kategori
al-Mujtahidin.[16]
Menurut analisa al-Shaukani, ada
beberapa faktor
penyebab umat merasa cukup dan nyaman
bertaklid daripada berijtihad, di antaranya:[17]
a.
Takut mengakui kebenaran.
b.
Mengikuti ulama yang mudah diatur pemerintah.
c. Fanatik terhadap mazhabnya dan menyalahkan pendapat lain
yang tidak sama dengan mazhabnya.
d.
Fanatisme kekeluargaan.
e. Merasa cukup dengan kitab-kitab klasik yang mengkaji permasalahan-permasalahan mazhabnya, padahal tidak seorang pun dari pendiri mazhab yang dengan tegas memerintahkan untuk taklid/mengikuti pendapat atau mazhabnya. Untuk membaca lebih lanjut klik berikut untuk mendownload.....
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
- KARAKTERISTIK HADIS-HADIS PADA PERIODE MAKKIYAH DAN MADANIYAH
- PEMIKIRAN A. HASSAN (PERSIS)
- PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH TENTANG HADIST
- PEMIKIRAN SYUHUDI ISMAIL DALAM KAJIAN ILMU HADIST
- PEMIKIRAN NAHDHATUL ULAMA (NU) TENTANG HADIST
- HADIS MENURUT PANDANGAN DARUL AL-HADITH (LDII)
- AL-SYAUKANI DAN PEMIKIRANNYA DALAM KAJIAN HADIS
- HERMENEUTIKA IBN ‘ARABI
- MEMAHAMI HADIS DENGAN PENDEKATAN HISTORIS, SOSIOLOGIS DAN ANTROPOLOGIS
- HADIS TENTANG ZAKAT HARTA KARUN (RIKAZ)
- KEHUJJAHAN HADIS AHAD MENURUT PENGINGKAR SUNNAH
[1] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Nailu al-Autar Sharh Muntaqa al-Akhbar (Kairo: Mustafa al-Halibi, t.th), 3.
[2] Mona Abu Zaid, “Al-Shaukani”, Mausu’ah A’lam al-Fikr al-Islami (Kairo: Majlis al-A’la, 2007), 515.
[3] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Al-Fath al-Rabbani min Fatawa al-Imam al-Shaukani, Vol. I, tahkik. Abu Mus‘ab Muhamad Subhi (San’a: al-Jil al-Jadid, t.th), 23.
[4] Al-Shaukani, Nailu al-Autar…, 3.
[5] Ahmad bin Muhammad al-‘Ulaimi, “Al-Imam al-Shaukani wa ‘Inayatuhu bi ‘Ilm al-Hadith”, Majallah Markaz Buhuth al-Sunnah wa al-Sirah, Vol. 11, (Qatar: Jami’ah Qatar, 2004), 311.
[6] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Adab al-Talab wa Muntaha al-Arab, tahkik. Abdullah bin Yahya al-Surayhi (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2008), 20.
[7] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Al-Fawaid al-Majmu’ah, tahkik. ‘Abd al-Rahman bin Yahya al-Muallimi al-Yamani (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1995), 12.
[8] Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad al-Shaukani, Fath al-Qadir al-Jami’ baina Fanni al-Riwayah wa al-Dirayah min ‘Ilm al-Tafsir, Vol. I, tahkik. ‘Abd al-Rahman ‘Amirah (Kairo: Dar al-Wafa, t.th), 13.
[9] Ibid., 14.
[10] Muhammad Husain al-Dahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Vol. 2 (Kairo: Wahba, 2000), 211.
[11] Al-Shaukani, Nailu al-Autar..., 4.
[12] Al-Shaukani, Fath al-Qadir…, 13.
[13] Ibid., 16.
[14] Mazhab fikih al-Zaidiyah merupakan mazhab yang direkomendasikan. Selain empat mazhab fikih yang terkenal, mazhab ini masih dikaji di Universitas Al-Azhar -Kairo (penulis). Secara akidah, mazhab al-Zaidiyah dikategorikan ke dalam mazhab Syiah. Namun al-Zaidiyah sangat moderat, ajarannya lebih dekat dan mirip dengan Ahl al-Sunnah. Al-Zaidiyah, meski mengutamakan Ali bin Abi Talib sebagai imam pengganti Nabi, tapi al-Zaidiyah tidak pernah mengajarkan mencerca, menyesatkan, apalagi mengkafirkan Abu Bakar, ‘Umar, dan ‘Uthman. Lihat, Rizq al-Hajar, “Al-Zaidiyah”, Mausu’ah al-Firaq wa al-Madzahib fi al-‘Alam al-Islami (Kairo: Majelis A’la, 2009), 340.
[15] Al-Shaukani, Al-Fath al-Rabbani…, 25.
[16] Mona Abu Zaid, “Al-Shaukani”, Mausu’ah A’lam al-Fikr al-Islami…, 515.
[17] Ibid., 515.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar