HOME

31 Mei, 2022

KARAKTERISTIK HADIS-HADIS PADA PERIODE MAKKIYAH DAN MADANIYAH

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa hadis atau sunnah memliki peran penting dalam kehidupan umat islam. Ia merupakan sumber hukum kedua setelah alquran. Keduanya adalah dasar agama dan merupakan petunjuk menuju jalan yang benar.  Para ulama sangat memahami akan peran dan kedudukan hadis yang sangat tinggi. Oleh karena itu, mereka berusaha sekuat tenaga menjaganya dan melestarikannya baik dalam tulisan maupun amalan.[1]

sejak masa sahabat sampai masa tabi’in kemurnian hadis terus tetap dijaga. Para ulama terus mengembangkan metode ilmu hadis guna menjaga kemurnian dan kelestarian hadis. Dan akhirnya, tersusunlah beberapa kitab hadis dan ilmu hadis meskipun dengan sistem penulisan yang belum bagus.

Makalah ini mencoba untuk membahas dan mengupas tentang karakteristik hadis-hadis makkiyah dan madaniyah dengan harapan dapat menambah wawasan tentang khzanah keilmuan khususnya yang berkaitan dengan ilmu hadis.   

B.     Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:

1.      Apa yang diketahui tentang makkiyah dan madaniyah ?.

2.      Apa yang diketahui tentang karakteristik hadis-hadis makkiyah dan madaniyah ?.

C.    Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini adalah :

1.      Mengetahui tentang Makkiyah dan Madaniyah

2.      Mengetahui tentang karakteristik hadis-hadis makkiyah dan madaniyah.

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Definisi Makkiyah dan Madaniyah

1.      Definisi makkiyah dan madaniyah menurut bahasa

Menurut bahasa kata, “makkiyah” merupakan sebuah kata yang menunjukkan nisbat kepada sebuah tempat yang paling mulia di muka bumi, tempat tinggal para nabi dan tempat turunnya wahyu yaitu Makkah.[2]

Sedangkan kata “madaniyah” menurut bahasa adalah sebuah nisbat untuk sebuah tempat yang biasanya dinisbatkan kepada kota Rasulullah SAW. yaitu Madinah. Al-Sam’ani berkata sebagimana dinukil oleh Abd al-Razzaq dalam kitabnya bahwa kata yang paling banyak digunakan untuk menujukkan kota Madinah adalah kata “المدني” dan “المديني” .[3]     

2.      Definisi makkiyah dan madaniyah menurut istilah

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan definisi makkiyah dan madaniyah menurut istilah. Setidaknya ada tiga pendapat tentang makkiyah dan madaniyah. Berikut adalah pemaparannya:[4]

-          Pendapat yang pertama mengatakan bahwa makkiyah adalah apa yang turun sebelum hijrah, sedangkan madaniyah adalah apa yang turun setelah hijrah. Pendapat ini adalah pendapat yang paling masyhur.

-          Pendapat yang kedua mengatakan bahwa makkiyah adalah apa yang diturunkan di Makkah walaupun setelah hijrah, sedangkan madaniyyah adalah apa yang diturunkan di Madinah.

-          Pendapat yang ketiga adalah bahwa makkiyah adalah apa yang ditujukan kepada penduduk Makkah, sedangkan madaniyah adalah apa yang ditujukan kepada penduduk Madinah.

Diantara tiga pendapat di atas, pendapat yang pertama dianggap sebagai difenisi yang paling tepat.[5]    

B.     Mengenal Karakteristik Hadis-Hadis Makkiyah dan Madaniyah

1.      Definisi hadis makkiyah dan hadis madaniyah

kalimat “hadis makkiyah” dan “hadis madaniyah” sebenarnya adalah istilah baru dalam bidang ilmu hadis. Sepengetahuan penulis, belum ada karya yang secara khusus membahas tentang hal itu.

Term “makkiyah” dan “madaniyah” sebenarnya adalah sebuah istilah dan merupakan salah satu cabang ilmu yang terdapat dalam ulumul quran dan berkaitan erat dengan asbabun nuzul.

Adapun dalam bidang ilmu hadis, jika istilah tersebut digunakan, maka menurut hemat penulis, hal tersebut akan berkaitan erat dengan ilmu asbabul wurud. Sedangkan asbabul wurud itu sendiri juga ada hubungannya serta berkaitan erat dengan asbabun nuzul. Hal ini bisa dilihat dari dua sisi:

a.       Menurut Muhammad Ra’fat Sa’id, asbabul wurud  mempunyai kaitan erat dengan asbabun nuzul karena sebenarnya orang yang berkecimpung dalam pembahasan asbabun nuzul secara tidak langsung ia juga membahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan ilmu hadis.[6]

Hal ini juga dikuatkan oleh pernyataan Al-Wahidi dalam kitabnya bahwa orang yang mempunyai otoritas untuk berbicara tentang asbabun nuzul adalah orang yang memiliki periwayatan dari orang yang menjadi saksi akan turunnya sebuah ayat dan mengetahui sebab-musababnya.[7]   

b.      Salah satu fungsi hadis adalah sebagai penjelas bagi alquran, di mana ia bisa menjadi penguat terhadap apa yang ada dalam alquran, menjelaskan yang masih bersifat umum dan global di dalam alquran serta bisa juga menjadi dasar bagi sebuah hukum yang tidak terdapat di dalam alquran.[8]

Berdasarkan pemaparan di atas, maka kita bisa mengatakan bahwa hadis makkiyah dan hadis madaniyah sangat erat kaitannya dengan ilmu asababul wurud dan secara tidak langsung juga berhubungan erat dengan asababun nuzul.    

2.      Faedah mengetahui hadis-hadis makkiyah dan madaniyah

Faedah mengetahui hadis-hadis makkiyah dan madaniyah sama dengan faedah mengetahui surat-surat makkiyah dan madaniyah dalam alquran. Di antaranya adalah dengan mengetahui hadis-hadis makkiyah dan madaniyah akan mengetahui tentang sejarah ditetapkannya syariat-syariat islam dan hikmah dibaliknya.[9]

Selain itu, salah satu faedahnya juga adalah mengetahui nasikh dan mansukh al-hadith, karena dengan mengetahui hadis makkiyah dan madaniyah kita akan mengetahui hadis yang telebih dahulu disabdakan oleh Rasulullah SAW. dan hadis yang disabdakan belakangan.

C.    Metode mengetahui hadis-hadis makkiyah dan maaniyah

Untuk mengetahui bahwa suatu hadis adalah makkiyah atau madaniyah setidaknya bisa ditempuh dengan dua cara. Pertama, yaitu bisa diketahui dengan melihat sejarah atau latar belakang hadis tersebut disabdakan. Dalam hal ini kita bisa menggunakan ilmu asbabul wurud hadis, sejarah, dan biografi sahabat.

Salah satu contohnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh ­al-Tirmidhi:

حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ بُكَيْرٍ عَنِ النَّضْرِ أَبِى عُمَرَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلاَمَ بِأَبِى جَهْلِ بْنِ هِشَامٍ أَوْ بِعُمَرَ ». قَالَ فَأَصْبَحَ فَغَدَا عُمَرُ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَأَسْلَمَ

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibn Bukair, dari al-Nadhr Abi ‘Umar dari ‘Ikrimah dari Ibn ‘Abbas bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. berkata “Ya Allah, muliakanlah islam dengan (islamnya) Abu Jahl ibn Hisham atau dengan ‘Umar”. Ibn ‘Abbas berkata : maka keeseokan harinya ‘Umar datang kepda Rasulullah dan masuk islam.

 

Hadis di atas diriwayatkan oleh ­al-Tirmidhi dalam sunannya pada kitab al-Manaqib, bab manaqib ‘Umar ibn al-Khattab.[10]hadis tersebut termasuk hadis makkiyah, karena secara implisit menjelaskan tentang doa nabi Muhammad SAW. agar Allah memberikan hidayah kepada ‘Umar dan ia masuk islam sebelum hijrah.

Salah satu contoh juga

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِى سَعِيدُ بْنُ أَبِى سَعِيدٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - قَالَ « تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا ، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ »

Telah menceritakan kepada kami Musaddad, telah menceritakan kepada kami Yahya, dari ‘Ubaidillah, ia berkata: telah menceritakan kepadaku Sa’id ibn Abi Sa’id dari bapaknya (Sa’id), dari Abu Hurairah RA. Dari Rasulullah SAW. beliau bersabda : “seorang perempuan itu dinikahi dikarenakan empat perkara; hartanya, kedudukannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihah yang mempunyai agama, maka engkau akan beruntung.

 

Hadis di atas diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Sahih-nya, kitab al-Nikah.[11]hadis tersebut termasuk kategori hadis madaniyah dengan melihat dua faktor. Faktor pertama adalah sahabat yang meriwayatkan, yaitu Abu Hurairah. Beliau adalah sahabat nabi dan termasuk golongan sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis. Abu Hurairah masuk islam pada saat perang khaibar.[12] Dari keterangan ini, bisa disimpulkan bahwa Abu Hurairah menerima hadis dari Nabi setelah beliau hijrah ke Madinah.

Faktor kedua adalah dengan melihat sabab wurud hadis tersebut. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahih-nya

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ نُمَيْرٍ حَدَّثَنَا أَبِى حَدَّثَنَا عَبْدُ الْمَلِكِ بْنُ أَبِى سُلَيْمَانَ عَنْ عَطَاءٍ أَخْبَرَنِى جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ تَزَوَّجْتُ امْرَأَةً فِى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَلَقِيتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « يَا جَابِرُ تَزَوَّجْتَ ». قُلْتُ نَعَمْ. قَالَ « بِكْرٌ أَمْ ثَيِّبٌ ». قُلْتُ ثَيِّبٌ. قَالَ « فَهَلاَّ بِكْرًا تُلاَعِبُهَا ». قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِى أَخَوَاتٍ فَخَشِيتُ أَنْ تَدْخُلَ بَيْنِى وَبَيْنَهُنَّ. قَالَ « فَذَاكَ إِذًا، إِنَّ الْمَرْأَةَ تُنْكَحُ عَلَى دِينِهَا وَمَالِهَا وَجَمَالِهَا فَعَلَيْكَ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ »[13]

Dari penjelasan di atas, dan dengan adanya latar belakang adanya hadis tersebut, yaitu berkaitan dengan sahabat Nabi yang bernama Jabir ibn Abdullah, di mana ia merupakan sahabat dari kalangan ansar dan termasuk dari golongan sahabat yang paling banyak meriwaytkan hadis selain Abu Hurairah[14],  sehingga bisa dipastikan bahwa hadis di atas termasuk dalam hadis madaniyah.

Adapun cara yang kedua untuk mengetahui apakah hadis tersebut merupakan hadis makkiyah atau madaniyah adalah dengan mengetahui kedudukan sebuah hadis terhadap alquran karena hadis salah satu fungsinya adalah sebagai penjelas dan penguat bagi alquran. Dalam hal ini, kita bisa menggunakan asbabun nuzul sebagai media untuk mengetahui apakah hadis tersebbut makkiyah atau madaniyah. Apabila suatu hadis menerangkan atau menjadi sebab turunnya sebuah ayat makkiyah, maka bisa dikatakan bahwa hadis tersebut adalah makkiyah. Begitu juga dengan ayat madaniyah. Salah satu contohnya adalah hadis-hadis yang menjelaskan tentang aqidah ataupun hukum-hukum agama seperti sholat, puasa, zakat, haji dan lain sebagainya.

Salah satu contohny adalah hadis nabi yang menjadi sebab turunnya surat al-Lahab :

أَخبرَنا أحمد بن الحسن الحِيرِىّ، أخبرنا حَاجِبٌ ابن أحمد، حدثنا محمد بن حَمَّاد حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عن الأَعْمَشُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ صَعِدَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ذَاتَ يَوْمٍ عَلَى الصَّفَا فَنَادَى « يَا صَبَاحَاهُ ». فَاجْتَمَعَتْ إِلَيْهِ قُرَيْشٌ فَقَالَ « إِنِّى نَذِيرٌ لَكُمْ بَيْنَ يَدَىْ عَذَابٍ شَدِيدٍ أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنِّى أَخْبَرْتُكُمْ أَنَّ الْعَدُوَّ مُمَسِّيكُمْ أَوْ مُصَبِّحُكُمْ أَكُنْتُمْ تُصَدِّقُونِى ». فَقَالَ أَبُو لَهَبٍ أَلِهَذَا جَمَعْتَنَا تَبًّا لَكَ. فَأَنْزَلَ اللَّهُ (تَبَّتْ يَدَا أَبِى لَهَبٍ وَتَبَّ)[15].

Hadis di atas, secara zahir adalah makkiyah karena menjelaskan tentang dakwah nabi di mekkah. Selain itu, hadis tersebut merupakan sebab turunnya surat al-Lahab yang semuanya terjadi di mekkah sebelum nabi hijrah ke madinah.


BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:

 

DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahw , Muhammad, al-Hadith wal al-Muhaddithun. Riyad: tp, 1984.

Ahmad, Abd al-Razzaq Husain, al-Makki wa al-Madani fi al-Quran al-Karim, vol.1.  Kairo: Dar Ibn ‘Affan, 1999.

Bukhari (al), Muhammad ibn Isma’il , Sahih al-Bukhari , Juz 5 (Beirut: Dar Ibn Kathir, 1987)

ibn Abd al-Bar, Yusuf ibn Abdullah, al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashab. Amman: Dar al-A’lam, 2002.

‘Itr, Nur al-Din, ‘Ulum al-Quran. Damaskus: Matba’ah al-Dabl, 1993.

Naisaburi (al), Muslim ibn al-Hajjaj, Sahih Muslim, Juz 2, Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, tt.

Sa’id, Muhammad Ra’fat, Asbab Wurud al-Hadith Tahlil wa Ta’sis, Qatar: Jami’ah Qatr, tth.

Shayi’ (al), Muhammad Ibn Abd al-Rahman, al-Makki wa al-Madani fi al-Quran al-Karim. Riyadh: Maktabah Malik Fahd, 1997

Tirmidhi (al), Muhammad ibn ‘Isa , Sunan al-Tirmidhi, Juz 5. Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, tt

Wahidi (al), ‘Ali Ibn Ahmad, Asbab Nuzul al-Quran. tt, Dar al-Kutub al-Jadid, 1969.


[1] Muhammad Abu Zahw, al-Hadith wal al-Muhaddithun (Riyad: tp, 1984), 5-6.

[2] Abd al-Razzaq Husain Ahmad, al-Makki wa al-Madani fi al-Quran al-Karim, vol.1  (Kairo: Dar Ibn ‘Affan, 1999), 37.

[3] Ibid

[4] Nur al-Din ‘Itr, ‘Ulum al-Quran (Damaskus: Matba’ah al-Dabl, 1993), 55.

[5] Muhammad Ibn Abd al-Rahman al-Shayi’, al-Makki wa al-Madani fi al-Quran al-Karim (Riyadh: Maktabah Malik Fahd, 1997), 17.

[6] Muhammad Ra’fat Sa’id, Asbab Wurud al-Hadith Tahlil wa Ta’sis (Qatar: Jami’ah Qatr, tth), 190.

[7] ‘Ali Ibn Ahmad al-Wahidi al-Naisaburi, Asbab Nuzul al-Quran (tt, Dar al-Kutub al-Jadid, 1969), 5.

[8] Abu Zahw, al-Hadith wal al-Muhaddithun, 38-39.

[9] ‘Itr, ‘Ulum al-Quran, 58.

[10] Muhammad ibn ‘Isa al-Tirmidhi, Sunan al-Tirmidhi, Juz 5 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, tt), 618.

[11] Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Sahih al-Bukhari , Juz 5 (Beirut: Dar Ibn Kathir, 1987), 127.

[12] Yusuf ibn Abdullah ibn Abd al-Bar, al-Isti’ab fi Ma’rifah al-Ashab (Amman: Dar al-A’lam, 2002), 863

[13] Muslim ibn al-Hajjaj al-Naisaburi, Sahih Muslim, Juz 2 (Beirut: Dar Ihya’ al-Turath al-‘Arabi, tt), 373.

[14] ibn Abd al-Bar, al-Isti’ab, 114.

[15] al-Wahidi al-Naisaburi, Asbab Nuzul, 507.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...