a.
Kehujjahan dari segi Wurud
dan Dalalah
Menurut seluruh fuqaha, hadis hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan. Demikian pula pendapat kebanyakan Muhaddisin dan ahli Usul. Alasan mereka adalah karena telah diketahui kejujuran rawinya dan keselamatan perpindahannya dalam sanad. Rendahnya tingkat ke-dhabit-an tidak mengeluarkan rawi yang bersangkutan dari jajaran rawi yang mampu menyampaikan hadis sebagaimana keadaan hadis itu ketika didengar. Karena maksud pemisahan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa hadis hasan berada pada tingkat terendah dari hadis sahih, tanpa mencela ke-dabit-annya. Hadis yang kondisinya demikian cenderung dapat diterima oleh setiap orang dan kemungkinan kebenarannya sangat besar, sehingga ia dapat diterima.[1]
b.
Persamaan dan Perbedaan Kehujjahan
Hadis Sahih dan Hasan
Kebanyakan ulama ahli ilmu dan fuqaha bersepakat
menggunaka hadis sahih dan hasan sebagai hujjah. Di
samping itu, ada ulama yang mensyaratkan bahwa hadis hasan dapat
di pergunakan hujjah bila memenuhi sifat-sifat yang dapat di terima.
Pendapat terakhir ini memerlukan peninjauan yang seksama. Sebab sifat-sifat
yang dapat di terima itu ada yang tinggi, menengah dan rendah. Hadis
yang mempunyai sifat dapat di terima yang tinggi dan menengah adalah hadis
sahih, sedang hadis yang mempunyai sifat dapat di terima yang
rendah adalah hadis hasan.[2]
Jadi, pada prinsipnya kedua-duanya mempunyai
sifat yang dapat diterima (maqbul). Walaupun rawi hadis
hasan kurang hafalannya dibanding dengan rawi hadis sahih.
Tetapi rawi hadis hasan masih terkenal sebagai orang yang
jujur dan terhindar dari melakukan dusta.[3]
Hadis-hadis yang mempunyai
sifat yang dapat diterima sebagai hujjah disebut hadis maqbul
dan hadis yang tidak mempunyai sifat-sifat yang dapat diterima disebut hadis
mardud.[4]
Yang
termasuk hadis maqbul ialah:
1.
Hadis sahih,
baik sahih lidhatih maupun sahih lighairih
2.
Hadis hasan,
baik hasan lidhatih maupun hasan lighairih
Yang
termasuk hadis mardud ialah segala macam hadis da’if.
Hadis mardud, tidak dapat di terima menjadi hujjah karena
terdapat sifat-sifat tercela pada rawi-rawinya
atau pada sanadnya.[5]
Dengan
demikian, hadis sahih baik yang ahad maupun mutawatir,
yang sahih lidhatih ataupun yang
sahih lighairih dapat dijadikan hujjah
atau dalil agama dalam bidang hukum, akhlak, sosial, ekonomi, dan
sebagainya kecuali di bidang akidah, hadis sahih yang ahad di perselisihkan dikalangan
ulama.[6]
Sebagaimana hadis sahih,
hadis hasan dapat dijadikan sebagai hujjah baik hasan
lidhatih maupun hasan lighairih, meskipun hadis hasan
kekuatannya berada di bawah hadis sahih. Karena itu, sebagian
ulama memasukkan hadis hasan sebagai bagian dari kelompok hadis
sahih, misalnya al-Hakim al-Naysaburi, Ibn Hibban, Ibn Khuzaimah, dengan
catatan bahwa hadis hasan secara kualitas berada di bawah hadis sahih.[7]
Hanya saja, berbeda dengan hadis sahih, hadis hasan tidak
ada yang berstatus mutawatir kesemuanya berstatus ahad baik ahad
mashhur, ‘aziz, maupun gharib, sehingga status kehujjahannya
juga tidak persis sama dengan hadis sahih.[8]
Baca selanjutnya, artikel yang lainya :
- Definisi Dan Kriteria Hadis Hasan
- Macam-Macam Hadis Hasan
- Kehujjahan Hadis Hasan
- Kitab-Kitab Yang Memuat Hadis Hasan
- Pengertian Hadis Dha'if & Kriteriannya
- Macam-Macam Hadis Dha'if
- Kehujjahan Hadis Dha’if
- Hadis Mutawattir
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Kuantitasnya
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Posisinya Dalam Hujjah
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Ketersambungan Sanad
- Klasifikasi Hadis Dari Segi Penyandaran Berita
- Hadis Qudsi
- Definisi Hadis Ahad
- Hukum Mengamalkan Hadis Ahad
- Kehujjahan Hadis Ahad Dalam Penetapan Hukum Menurut Ulama Empat Mazhab
DAFTAR PUSTAKA
‘Asqalani (al), Ibn Hajar.
Sharh al-Nukhbah. Kairo: Dar al-Basair, 2011.
Bukhari
(al), Abu Abdullah Muhammad ibn Isma’il Ibn Ibrahim. al-Jami’ al-Sahih. Beirut:
Dar al-Fikr, 2006.
Idri. Studi Hadis. Jakarta:
Kencana, 2010.
Ismail, M. Syuhudi. Pengantar
Ilmu Hadis. Bandung: Angkasa, t.th.
‘Itr,
Nuruddin, Ulum al-Hadith, terj.Mujiyo. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012.
Khattib (al), Muhammad
‘Ajjaj. Ushul al-Hadis, terj. Qadirun
Nur dan Ahmad Musyafiq. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.
Khon, Abdul Majid. Ulum al-Hadith, Jakarta:
Amzah, 2011.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar
Mustalah al-Hadis. Bandung: Alma’arif, 1974.
Shakir,
Ahmad Muhammad. al-Ba’is al-Hasis sharh Ikhtisar ‘Ulum al-Hadith Li al-Hafiz
Ibnu Kathir. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif, 1995.
Suryadilaga,
Muhammad al-Fatih, Ulum al-Hadith. Yogyakarta: Sukses Offset, 2010.
Tahhan,
Mahmud. Taisir Mustalah al-Hadith. Beirut: Dar al-Thaqafah al-Islamiyah,
t.th.
[1] Nuruddin ‘itr, Ulum
al-Hadith, 268.
[2] Fatchur Rahman, Ikhtisar
Mustalah al-Hadith, 143.
[3] Ibid., 143.
[4] Ibid., 143.
[5] Ibid., 143.
[6]Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana, 2010), 175.
[7] Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadis, 300.
[8] Idri, Studi Hadis, 175.