Ada beberapa cara Islamisasi di
Indonesia yang dijelaskan oleh ahli sejarah dan penulis mengutip dari
penjelasan Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam. Adapunn cara-cara
yang digunakan dalam meng-Islam-kan penduduk Indonesia adalah:[1]
1.
Saluran Perdagangan
Pada abad ke-7
hingga ke-16 M merupakan situasi sibuknya lalu lintas perdagangan sehingga para
pedagang Muslim baik yang dari Arab, Persia dan India ikut andil dalam
perdagangan dari negeri bagian barat, tenggara dan timur Benua Asia. Para
penguasa juga ikut serta dalam perdagangan bahkan menjadi pemilik kapal dan
saham.[2]
Sebagian dari
pedagang ini ada yang tinggal untuk sementara waktu maupun menetap. Kemudian
tempat tinggal mereka ini menjadi koloni-koloni, seperti koloni China dan
koloni Arab. Pada tahap selanjutnya, koloni-koloni tersebut menjadi
perkampungan pecinan (kampong China) dan Pajokan (kampong orang
India yang kemudian diambil alih oleh orang Arab).[3]
2.
Perkawinan
Saudagar-saudagar
muslim memiliki status sosial lebih tinggi daripada penduduk pribumi dari segi
ekonomi maka tidak heran jika putri-putri bangsawan ingin menjadi istri dari
saudagar tersebut. Maka terjadilah perkawinan antara saudagar asing dengan
penduduk pribumi yang sebelumnya telah diislamkan.[4]
Ikatan perkawinan inilah menjadi awal mula terbentuknya masyarakat muslim
karena mereka memiliki keturunan sehingga menjadi keluarga muslim yang nantinya
Islam akan berkembang secara turun temurun.[5]
Kemudian anak keturunan dari keluarga muslim ini dididik dan memang
dipersiapkan untuk menjadi penerus dalam menyebarkan agama Islam.[6]
Lewat
perkawinan ini akan lebih menguntungkan jika terjadi antara saudagar dengan
putri bangsawan atau putri raja karena akan memudahkan dalam proses islamisasi.
Seperti yang terjadi antara Raden Rahmat dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati
dengan putri kawunganten, Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah
(raja pertama Demak), dan lain-lain.[7]
3.
Tasawuf
Sebelum Islam,
Hindu dan Budha terlebih dahulu dikenal oleh masyarakat Indonesia. Mereka telah
mahir dalam bidang magis dan kekuatan menyembuhkan. Ajaran tasawuf yang dibawa
oleh orang Islam memiliki persamaan dengan kepercayaan masyarakat pribumi
sehingga mudah diterima.[8]
Adapun ahli tasawuf tersebut diantaranya Hamzah Fansuri, Syamsudin
al-Sumaterani, Syaikh Siti Jenar, dan Sunan Panggung.[9]
4.
Pendidikan
Daerah Islam
di Indonesia memiliki system pendidikan yang menitik beratkan pada pendidikan
al-Qur’an, pelaksanaan shalat, dan pelajaran tentang kewajiban pokok agama.
Lembaga umum yang menampung kebutuhan pendidikan antara lain, masjid, langgar,
atau komunitas kecil seperti keluarga. Pendidikan awal dengan belajar membaca
al-Qur’an kemudian dilanjutkan belajar di pondok atau pesantren yang didirikan
oleh guru agama, ulama atau kiai.[10]
Pesantren atau
pondok ini dibangun untuk mendidik generasi muda dalam bidang agama yang siap
untuk berdakwah. Setelah mereka keluar dari pesantren mereka pulang ke kampong
halamannya masing-masing baru kemudian berdakwah ke tempat tertentu untuk
mengajarkan agama Islam. Seperti pesantren yang didirikan oleh Raden Rahmat di
Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri. Alumni pesantren Giri ini kemudian banyak
di undang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.[11]
Selain berdakwah untuk masyarakat umum, ada juga yang sengaja di undang oleh
bangsawan atau raja untuk mengajar agama pada keluarganya. Adapula kiai yang
kemudian menjadi penasehat kerajaan, sehingga memungkinkan untuk memberi
pengaruh dalam hal politik.[12]
5.
Kesenian
Selain dengan
cara-cara yang telah disebutkan diatas, salah satu cara yang dilakukan untuk
mengislamkan masyarakat pribumi ialah melalui seni baik seni tari, seni music,
dan seni sastra. Nilai-nilai keislaman juga dimasukkan dalam upacara-upacara
keagamaan misalnya maulid Nabi sering dipertunjukkan seni tari atau seni music
tradisional. Sekaten yang terdapat di keratin Yogyakarta dan Surakarta,
di Cirebon ada seni music yang dibunyikan ketikan perayaan grebek maulud.
Begitu pula dengan tarian dedewan, debu, birahi dan bebeksan. Seni
yang paling popular adalah seni wayang yang dimainkan oleh Sunan Kalijaga.
Setiap kali melakukan pertunjukan beliau tidak pernah meminta upah, tetapi
beliau meminta agar penonton mengikutinya membaca syahadat. Sebagian wayangnya
diambil dari cerita Mahabrata dan Ramayana kemudian nama-namanya diganti dengan
nama pahlawan Islam.[13]
6.
Politik
Rakyat Maluku dan Sulawesi Selatan kebanyakan masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam. Masuk Islamnya para raja ini sangat mempengaruhi tersebarnya agama Islam. Baik di Sumatera, Jawa maupun Indoonesia bagian timur, mereka memerangi kerajaan non-muslim untuk kepentingan politik. Secara politis, kemenangan kerajaan Islam ini menarik penduduk pribumi untuk memeluk Islam.[14]
Ira M. Lapidus dalam bukunya Sejarah
Sosial Ummat Islam, menjelaskan bahwa ada tiga teori yang bisa menjelaskna
penerimaan Islam di Nusantara. Pertama, peran pedagang yang tinggal di
wilayah pesisir yang melakukan perkawinan dengan keluarga penguasa lokal.
Selain itu mereka telah menyumbangkan peran diplomatik serta pengalaman
internasional terhadap perusahaan perdagangan penguasa pesisir. Para penguasa lokal
menjalin persekutuan untuk menyaingi pedagang Hindu dari Jawa. Kedua, peran
guru sufi yang sekaligus menjadi pedagang dan politisi. Para guru sufi ini
memasuki lingkungan istana penguasa, perkampungan pedagang, dan pedalaman. Para
sufi berhasil mengkomunikasikan visi agamanya karena disesuaikan dengan
keyakinan yang berkembang di Nusantara. Ketiga, ajaran Islam sendiri
telah menyumbang sebuah landasan teologis bagi kebijakan individu, solidaritas
kaum tani, dan pedagang.[15]
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN
- Letak Geografi Arab Pra-Islam
- Perjuangan Dakwah Nabi Muhammad
- Pembentukan Negara Madinah
- Khulafaur Rasyidin
- Renaisans Di Eropa
- Kedatangan Barat Di Berbagai Dunia Islam
- Kemunduran Kerajaan Utsmani Dan Ekspansi Barat Ke Timur Tengah
- Bangkitnya Nasionalisme Di Dunia Islam Untuk Kemerdekaan Negaranya
- Kemerdekaan Negara-Negara Islam Dari Penjajahan
- Teori Datangnya Islam Ke Indonesia
- Saluran Dan Cara Islamisasi Di Indonesia
[1] Dalam masalah ini bisa di lacak pula di Amin, Sejarah Peradaban, 306-309. Lihat pula Azyumardi Azra, Ensiklopedi Islam, (Jkarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, t. th), 180-181.
[2] Yatim, Sejarah Peradaban, 201.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
Rajawali Pers. 2010.
[3] Huda, Islam Nusantara, 45.
Huda, Nur. Islam Nusantara: Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. 2007.
[4] Yatim, Sejarah Peradaban, 202.
[5] Asyumardi Azra, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, t.th), 180.
[6] Huda, Islam Nusantara, 45-46
[7] Yatim, Sejarah Peradaban, 202
[8] Ibid.
[9] Huda, Islam Nusantara, 47.
[10] Ibid, 48.
[11] Yatim, Sejarah Peradaban, 202.
[12] Huda, Islam Nusantara, 48.
[13] Ibid, 50, lihat pula Yatim, Sejarah Peradaban, 203, lihat pula Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 12.
[14] Yatim, Sejarah Peradaban, 203-204.
[15] Ira M. Lapidus, Sejarah Sosila Ummat Islam, terj. Ghufron A. Mas’adi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), 720-721.