HOME

25 Maret, 2022

Perbedaan Antara Nasakh, Bada, dan Takhsis

 

Bada secara bahasa memiliki dua makna yang hampir mirip, yaitu:[1]

1.             Jelas setelah samar.

2.             Munculnya ide baru yang sebelumnya tidak ada.

Kedua makna tersebut sangat mustahil bagi Allah SWT karena didahului dengan ketidaktahuan atau kebodohan serta bersifat hudust (baru). Sifat bodoh dan baru amat mustahil bagi Allah.[2]

Adapun Nasakh tidak mempunyai definisi atau arti munculnya kejelasan setelah kesamaran atau ide baru yang sebelumnya tidak ada. Nasakh memang sudah ada sejak zaman azali hanya saja Nasakh membutuhkan tenggang waktu atau tarakhi pada kemunculannya.

Perbedaan Nasakh dengan takhsis, ‘Abdul Jalal memetakannya menjadi lima poin, di antanya:[3]

1.      Kalimat yang ‘am (umum) setelah ditakhsis (dibatasi) maka jangkauannya menjadi samar karena bentuknya masih umum namun jangkauannya dibatasi. Berbeda dengan kalimat yang diMansukh, maka kalimat tersebut sudah tidak berlaku lagi.

2.    Ketentuan hukum yang ditakhsis memang sejak semula tidak dikehendaki sama sekali, berbeda dengan hukum yang diMansukh yang sedari awal hukum tersebut berlaku.

3.      Nasakh membatalkan kehujjahan hukum yang diMansukh, adapun takhsis tidak membatalkan hanya membatasi saja.

4.      Nasakh hanya terjadi pada dalil Alquran dan hadis saja, adapun takhsis bisa terjadi di luar Alquran dan hadis.

5.    Nasakh bersifat tarakhi yaitu memiliki tenggang waktu untuk menghapus dan menggantikan hukum sebelumnya adapun takhsis tidak harus bersifat tarakhi.


Baca artikel lain yang berkaitan;


[1] H{asan Ayyub, al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa Al-H{adith..., 110.

[2] Ibid., 110.

[3]Abdul Jalal, ‘Ulumul Qura’n..., 126-130.

Tujuan Nasakh

 

Secara umum hikmah dan tujuan adanya Nasakh ialah untuk menjaga kemaslahatan manusia, dan kemaslahatan manusia berubah seiring dengan berubahnya kondisi manusia dan alam sekitarnya.[1]

Tujuan Nasakh juga untuk mempermudah manusia dalam menapaki hukum-hukum syariat. Pada awal mula dakwah Rasulullah SAW, masyarakat Mekkah merasakan kesusahan yang luar biasa dalam menjalankan hukum syariat Islam dan meninggalkan kebiasaan, adat-istiadat mereka, apalagi perpindahan akidah mereka yang selama ini menyekutukan Allah menjadi mengesakan Allah.[2]

Oleh karenanya dalam sejarah dakwah Islam, kita mengenal al-Tadrij fi al-Tashri’ yaitu mengajarkan syariat dan menjalankannya secara bertahap.

Rasulullah SAW pernah ditanya perihal hukum meminum khamar dan bermain judi, Rasulullah SAW pun menjawab dengan bahasa Alquran surata Al-Baqarah ayat 219,

 يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ    

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”[3]

 

Jawaban Rasulullah SAW dari pertanyaan tersebut sangatlah tepat dan bijak. Pada permulaan dakwah, Islam tidak langsung mengharamkan khamar dan judi, melainkan menginformasikan bahwa bahaya dan efek negatif khamar dan judi lebih besar dan banyak daripada keuntungan dan dampak positifnya. Pada ayat tersebut, hukum khamar dan judi tidak disebutkan secara gamblang dan transparan. Selang beberapa waktu, ayat tentang larangan salat dalam keadaan mabuk turun, surat Al-Nisa ayat 43. Ayat tersebut mengisyaratkan bahwa pelarangan khamar berlaku secara bertahap. Kemudian turun ayat yang menjelaskan pelarangan khamar secara mutlak, surat al-Maidah ayat 90.[4]

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكَارٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا 

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam Keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”[5]

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”[6]

 

Nasakh adakalanya dari hukum yang berat menjadi hukum yang ringan, tujuan Nasakh jenis ini adalah untuk meringankan manusia dalam menjalankan syariat Islam, juga sebagai bentuk kasih-sayang Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya. Namun ada Nasakh yang berupa mengubah hukum yang mulanya mudah menjadi berat. Nasakh semacam ini bertujuan untuk menambah pahala dan kebaikan, menguji iman dan kesetiaan seorang hamba kepada Allah SWT dan syariat Islam.[7]


Baca artikel lain yang berkaitan;

DAFTAR PUSTAKA

Ayyub, H{asan. al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa al-H{adith. Kairo: Dar al-Salam, 2007.

Bik, Muhammad al-Hadari. Tarikh al-Tashri’ al-Islami. Surabaya: al-Hidayah, t.h.

Departemen Agama. Alquran dan Terjemahannya. Bandung: Sygma, 2009.

Effendy,Ahmad Fuad. Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran. Malang: Misykat Indonesia, 2013.

Jalal, ‘Abdul. ‘Ulumul Qura’n. Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.

Khallaf, ‘Abd al-Wahhab. ‘Ilm Usul al-Fiqh. Kairo: Dar al-H{adith, 2003.

Maliki (al), Abu  Bakr Ibn al-‘Arabi. al-Nasikh wa al-Mansukh fi Alquran al-Karim. Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Islamiyah, 2010.

Sijistani (al), Abu Dawud. al-Sunan. Stuttgart: Maknaz al-Islami Digital, 2010.

Suyuti (al), Jalal al-Din. al-Itqan fi Ulumi Alquran. Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah, 2008.

______. al-Tahbir fi ‘Ilmi al-Tafsir . Beirut: Dar al-Fikr, 1996.

Qattan (al), Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Surabaya: Litera AntarNusa, 2013.

Zarkashi (al), Muhammad bin ‘Abdillah. al-Burhan fi ‘Ulumi Alquran. Beirut: Maktabah al-Asriyyah, 2006.

Zarqani (al), Muhammad ‘Abd al-‘Azim. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Alquran. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1996.


[1] ‘Abd al-Wahhab Khallaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh..., 205.

[2] H{asan Ayyub, al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa al-H{adist..., 115.

[3] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya..., 34.

[4] Muhammad al-Hadari Bik, Tarikh al-Tashri’ al-Islami ..., 21.

[5] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya..., 85.

[6] Ibid., 123.

[7] H{asan Ayyub, al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa al-H{adith..., 116.

Nasakh Dalam Surat Alquran

 

Muhammad bin ‘Abdillah al-Zarkashi dalam al-Burhan fi ‘Ulumi Alquran menukil tulisan Hibbatullah bin Al-Salam dari karyanya yang berjudul al-Nasikh wa al-Mansukh tentang pembagian surat-surat Alquran yang berkaitan dengan Nasakh, Nasikh dan Mansukh. Berikut pembagian tersebut:[1]

1.         Surat-surat yang di dalamnya tidak terdapat Nasikh dan Mansukh: al-Fatihah, Yusuf, Yasin, al-H{ujurat, al-Rahman, al-H{adid, al-Saff, al-‘Jumuah, al-Tahrim, al-Mulku, al-H{aqqah, Nuh, al-Jin, al-Mursalat, Al-Naba, al-Nazi’at, al-Infitar, al-Mutaffifin, al-Inshiqaq, al-Buruj, al-Fajr, al-Balad, al-Shams, al-Lail, al-D{uha, al-Inshirah, al-Qalam, al-Qadr, Al-Infikak (al-Bayyinah), al-Zilzalah, al-‘Adiyat, al-Qari’ah, al-Takatsur, al-Humazah, al-Fil, al-Quraish, al-Din (al-Ma’un), al-Kautsar, al-Nasr, Tabbat, al-Ikhlas, al-Falaq, al-Nas.

2.      Surat-surat yang di dalamnya terdapat Nasikh tapi tidak ditemukan Mansukh: al-Fath, al-H{ashr, al-Munafiqun, al-Taghabun, al-T{alaq, Al-A’la.

3.          Surat-surat yang di dalamnya terdapat Mansukh dan tidak ditemukan Nasikh: al-‘An’am, al-A’raf, Yunus, Hud, al-Ra’d, al-H{ijr, al-Nahl, Banu Israil, al-Kahf, T{aha, al-Mukminun, al-Naml, al-Qasas, al-‘Ankabut, al-Rum, Luqman, al-Madaji’ (al-Sajadah), al-Saffat, Sad, al-Zumar, al-Masabih (Fussilat), al-Zukhruf, al-Dukhan, al-Jatsiyah, al-Ahqaf, Muhammad, al-Najm, al-Ma’arij, al-Muddatsir, al-Qiyamah, al-Insan, ‘Abasa, al-T{ariq, al-Ghashiyah, al-Tin, al-Kafirun.

4.     Surat-surat yang di dalamnya terdapat Nasikh dan Mansukh bersamaan: al-baqarah, A<li ‘Imran, al-Nisa, al-Maidah, al-A’raf, al-Anfal, al-Taubah, Ibrahim, al-Nahl, al-Isra, Maryam, T{aha, al-Anbiya, al-H{ajj, al-Mukminun, al-Nur, al-Furqan, al-Shu’ara, al-Ahzab, Saba, al-Shura, Muhammad, al-Zariyat, al-T{ur, al-Waqi’ah, al-Mujadalah, al-mumtahanah, al-Muzammil, al-Muddatsir, al-Takwir, al-‘Asr.     


Baca artikel lain yang berkaitan;


[1] Muhammad bin ‘Abdillah al-Zarkashi, Al-Burhan fi ‘Ulumi Alquran (Beirut: Maktabah al-Asriyyah, 2006), 23-24.

Cara Mengetahui Nasakh

 

Untuk mengetahui Nasakh, ulama tafsir merumuskan tiga metode yaitu sebagai berikut:

1.             Salah satu dari dalil (Nasikh atau Mansukh) harus ada ketentuan mana di antara keduanya yang datang dahulu dan mana yang baru.[1] Contoh antara surat al-Anfal ayat 66 dan al-Anfal ayat 65:

اَلْـٰٔنَ خَفَّفَ اللّٰهُ عَنْكُمْ وَعَلِمَ اَنَّ فِيْكُمْ ضَعْفًاۗ فَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّائَةٌ صَابِرَةٌ يَّغْلِبُوْا مِائَتَيْنِۚ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ اَلْفٌ يَّغْلِبُوْٓا اَلْفَيْنِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ

 

“Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan Dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir; dan jika diantaramu ada seribu orang (yang sabar), niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ribu orang, dengan seizin Allah. dan Allah beserta orang-orang yang sabar.”[2]

 

Bila kita amati ayat tersebut, kita akan mendapatka kata “al-A<na” yang berarti sekarang. Ini berarti ayat tersebut datang belakangan dari ayat lain yang menjelaskan tentang perbandingan antara kaum muslimin dan kafir 1:10, yaitu surat al-Anfal ayat 65,[3]

يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ حَرِّضِ الْمُؤْمِنِيْنَ عَلَى الْقِتَالِۗ اِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ عِشْرُوْنَ صَابِرُوْنَ يَغْلِبُوْا مِائَتَيْنِۚ وَاِنْ يَّكُنْ مِّنْكُمْ مِّائَةٌ يَّغْلِبُوْٓا اَلْفًا مِّنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا بِاَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ  

“Hai Nabi, Kobarkanlah semangat Para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. dan jika ada seratus orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu dari pada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.”[4]

 

2.             Adanya kesepakatan para imam di setiap masa dalam menentukan antara dalil Nasikh dan dalil yang Mansukh.[5] Bila terdapat ketentuan atau keterangan yang jelas antara dua dalil tersebut sehingga bisa dibedakan antara yang Nasikh dan Mansukh, maka kesepakatan ulama dalam menetapkan dan membenarkan hal tersebut sangat diperlukan.[6]


3.             Harus ada riwayat sahih dari seorang sahabat yang menentukan mana dalil yang lebih dahulu dari kedua dalil yang saling bertentangan tersebut.[7] Seperti sebuah pernyataan:

أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ بَعْدَ تِلْكَ الْآيَةِ

“Ayat ini diturunkan setelah ayat itu.”

atau,

نُزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ عَامَ كَذا وَتِلِكَ الْآيَةُ عَامَ كَذَا

“Ayat ini diturunkan pada tahun sekian dan ayat itu pada tahun sekian.”


Baca artikel lain yang berkaitan;

DAFTAR PUSTAKA

Ayyub, H{asan. al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa al-H{adith. Kairo: Dar al-Salam, 2007.

Bik, Muhammad al-Hadari. Tarikh al-Tashri’ al-Islami. Surabaya: al-Hidayah, t.h.

Departemen Agama. Alquran dan Terjemahannya. Bandung: Sygma, 2009.

Effendy,Ahmad Fuad. Sudahkah Kita Mengenal Al-Quran. Malang: Misykat Indonesia, 2013.

Jalal, ‘Abdul. ‘Ulumul Qura’n. Surabaya: Dunia Ilmu, 2013.

Khallaf, ‘Abd al-Wahhab. ‘Ilm Usul al-Fiqh. Kairo: Dar al-H{adith, 2003.

Maliki (al), Abu  Bakr Ibn al-‘Arabi. al-Nasikh wa al-Mansukh fi Alquran al-Karim. Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Islamiyah, 2010.

Sijistani (al), Abu Dawud. al-Sunan. Stuttgart: Maknaz al-Islami Digital, 2010.

Suyuti (al), Jalal al-Din. al-Itqan fi Ulumi Alquran. Kairo: al-Maktabah al-Taufiqiyah, 2008.

______. al-Tahbir fi ‘Ilmi al-Tafsir . Beirut: Dar al-Fikr, 1996.

Qattan (al), Manna’ Khalil. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS. Surabaya: Litera AntarNusa, 2013.

Zarkashi (al), Muhammad bin ‘Abdillah. al-Burhan fi ‘Ulumi Alquran. Beirut: Maktabah al-Asriyyah, 2006.

Zarqani (al), Muhammad ‘Abd al-‘Azim. Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum Alquran. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Arabi, 1996.


[1] H{asan Ayyub, al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa al-H{adist..., 118.

[2] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya..., 185.

[3]Abdul Jalal, ‘Ulumul Qura’n..., 132.

[4] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya..., 185.

[5] H{asan Ayyub, al-H{adist fi ‘Ulumi Alquran wa al-H{adist..., 118.

[6]Abdul Jalal, ‘Ulumul Qura’n..., 133.

[7] Ibid., 133.

SERVICE KEYBOARD YAMAHA SURABAYA PAK ADI WARSITO Telpn. 081217262829 / 085102297969

    Kami Menerima Panggilan dan Berpengalaman  SERVICE KEYBOARD YAMAHA SURABAYA "Melayani Segala Kerusakan Dari Yang Ringan Sampai Bera...