HOME

25 Januari, 2022

Aliran Mu'tazilah

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Mu’tazilah

Secara harfiah kata Mu’tazilah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah atau memisahkan diri atau menjauh[1]. Secara teknis istilah Mu’tazilah dapat diartikan sebagai golongan yang memisahkan diri dari Imam Hasan Al – Basri karena perbedaan pendapat[2]. Ada sebutan lain untuk Mu’tazilah yaitu “al – Mu’attilah”, karena golongan Mu’tazilah berpemdapat bahwa Tuhan tidak mempunyai sifat, dalam arti sifat mempunyai wujud di luar zat Tuhan[3].


B. Sejarah Aliran Mu’tazilah

1.      Latar Belakang

Pada saat Imam Hasan al-Basri sedang mengajar di mesjid, Washil bin Atha’ bertanya tentang para pendosa, ”Apakah masih beriman atau telah kafir?”. Diapun diam sejenak untuk berfikir sebelum menjawab pertanyaan itu. Namun lebih dahulu Wasil bin Atha' menjawab bahwa para pendosa berada di antara mu'min dan kafir. Kemudian ia keluar dari mesjid dan memisahkan diri. Imam Hasan al – Basri berkata "Ia telah i'tizal (mengasingkan diri) dari kita. Oleh karena itu , Washil dan rekan – rekannya yang sama pendiriannya dinamakan “Mu’tazilah” yakni orang yang memisahkan diri[4].


2.      Kelahiran

Kelahiran Mu’tazilah dilatarbelakangi oleh perbedaan pendapat antara Washil bin Atha’ dan Imam Hasan Al – Basri pada abad ke 2 Hijriyah yaitu pada tahun 105 – 110 H, tepatnya pada masa pemerintahan khalifah Abdul Malik Bin Marwan dan khalifah Hisyam Bin Abdul Malik pada pemerintahan Bani Umayyah[5].


3.     Pertumbuhan dan Perkembangan

Generasi pertama kaum Mu’tazilah hidup pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah dengan waktu yang tidak terlalu lama. Kemudian memenuhi zaman awal daulah Bani Abbasiyah dengan aktivitas, gerak, teori, diskusi dan pembelaan terhadap agama, dalam suasana yang dipenuhi oleh pemikiran – pemikiran baru. Gerakan kaum Mu`tazilah pada mulanya memiliki dua cabang yaitu :

a.  Di Basrah (Iraq) yang dipimpin oleh Washil Ibn Atha` dan Amr Ibn Ubaid dengan murid-muridnya, yaitu Ustman bin Ath Thawil , Hafasah bin Salim dll. Ini berlangsung pada permulaan abad ke 2 H. Kemudian pada awal abad ke 3 H wilayah Basrah dipimpin oleh Abu Huzail Al-Allah (wafat 235), kemudian Ibrahim bin Sayyar (211 H) kumudian tokoh Mu`tazilah lainnya.

b.  Di Bagdad (Iraq) yang dipimpin dan didirikan oleh Basyir bin Al-Mu`tamar salah seorang pemimpin Basrah yang dipindah ke Bagdad kemudian mendapat dukungan dari kawan-kawannya, yaitu Abu Musa Al- Musdar, Ahmad bin Abi Daud dll. Inilah imam-imam Mu`tazilah di sekitar abad ke 2 dan ke 3 H. Di Basrah dan di Bagdad, khalifah-khalifah Islam yang terang-terangan menganut dan mendukung aliran ini adalah:

1)      Yazid bin Walid (Khalifah Bani Umayyah yang berkuasa pada tahun 125-126 H)

2)      Ma`mun bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 198-218 H)

3)      Al- Mu`tashim bin Harun Ar-Rasyid (Khalifah Bani Abbasiah 218-227 H)

4)      Al- Watsiq bin Al- Mu`tashim (Khalifah Bani Abbasiah 227-232 H)

Golongan Mu’tazilah pernah menghebohkan dunia ajaran Islam selama lebih dari 300 tahun akibat fatwa – fatwa mereka yang menghebohkan, selama waktu itu pula kelompok ini telah menumpahkan ribuan darah kaum muslimin terutama para ulama Ahlussunah wal Jamaah yang bersihkukuh dengan pedoman mereka[6].


C. Ajaran – Ajaran Aliran Mu’tazilah

Abu Hasan Al- Kayyath berkata dalam kitabnya Al- Intisar “Tidak ada seorang pun yang berhak mengaku sebagai penganut Mu`tazilah sebelum ia mengakui Al- Ushul Al- Khamsah ( lima landasan pokok ) yaitu Tauhid, Al - ‘Adl, Al- Wa`du Wal Wai`id, Al- Manzilah Baina Manzilatain, dan Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al  Munkar.

1.      At- Tauhid (Ke – Esaan)

At-tauhid (pengesaan Tuhan) merupakan prinsip utama dan intisari ajaranmu’tazilah. Sebenarnya, setiap mazhab teologis dalam islam memegang doktrin ini.Namun bagi mu’tazilah ,tauhid memiliki arti yang spesifik. Tuhan harus disucikan dari segala sesuatu yang dapat mengurangi arti kemahaesaannya.Untuk memurnikan keesaan Tuhan, Mu’tazilah menolak konsep Tuhan memiliki sifat – sifat. Konsep ini bermula dari founding father aliran ini, yakni Washil bin ‘Atho. Ia mengingkari bahwa mengetahui, berkuasa, berkehendak, dan hidup adalah termasuk esensi Allah. Menurutnya, jika sifat-sifat ini diakui sebagai kekal-azali, itu berarti terdapat “pluralitas yang kekal” dan berarti bahwa kepercayaan kepada Allah adalah dusta belaka. Namun gagasan Washil ini tidak mudah diterima. Pada umumnya Mu’taziliyyah mereduksi sifat-sifat Allah menjadi dua, yakni ilmu dan kuasa, dan menamakan keduanya sebagai sifat-sifat esensial. Selanjutnya mereka mereduksi lagi kedua sifat dasar ini menjadi satu saja, yakni keesaan. 

Doktrin tauhid Mu’tazilah lebih lanjut menjelaskan bahwa Tuhan dapat dilihat dengan mata kepala. Juga, keyakinan tidak ada satupun yang dapat menyamai Tuhan, begitupula sebaliknya, Tuhan tidak serupa dengan makhluk-Nya. Tegasnya Mu’tazilah menolak antropomorfisme. Penolakan terhadap paham antropomorfistik bukan semat-mata atas pertimbanagan akal, melainkan memiliki rujukan yang yang sangat kuat di dalam Al qur’an yang berbunyi (artinya) : “tidak ada satupun yang menyamainya.” ( Q.S.Assyura : 9 ).


2.      Al – ‘Adl (Keadilan Tuhan)

Ajaran dasar Mu’tazilah yang kedua adalah al-adl, yang berarti Tuhan Maha Adil. Adil ini merupakan sifat yang paling gamblang untuk menunjukkan kesempurnaan, karena Tuhan Maha sempurna dia pasti adil. Faham ini bertujuan ingin menempatkan Tuhan benar-benar adil menurut sudut pandang manusia. Tuhan dipandang adil apabila bertindak hanya yang baik dan terbaik. Begitupula Tuhan itu adil bila tidak melanggar janjinya.

Dengan demikian Tuhan terikat dengan janjinya. Merekalah golongan yang mensucikan Allah daripada pendapat lawannya yang mengatakan: bahwa Allah telah mentaqdirkan seseorang itu berbuat maksiat, lalu mereka di azab Allah, sedang Mu’tazialah berpendapat, bahwa manusia adalah merdeka dalam segala perbuatan dan bebas bertindak, sebab itu mereka di azab atas perbuatan dan tindakannya. Inilah yang mereka maksud keadilan itu. Ajaran tentang keadilan berkaitan dengan beberapa hal, antara lain :

a.       Perbuatan manusia.

Manusia menurut Mu’tazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri, terlepas dari kehendak dan kekuasaan Tuhan. Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihannya. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik. Konsep  ini memiliki konsekuensi logis dengan keadilan Tuhan, yaitu apapun yang akan diterima manusia di akhirat merupakan balasan perbuatannya di dunia. 

b.      Berbuat baik dan terbaik. 

Maksudnya adalah kewajiaban Tuhan untuk berbuat baik, bahkan terbaik bagimanusia. Tuhan tidak mungkin jahat atau aniaya karena itu akan menimbulkan persepsi bahwa Tuhan tidak maha sempurna. Bahakan menurut Annazam, salah satu tokoh mu’tazilah konsep ini berkaiatan dengan kebijaksanaaan, kemurahan dan kepengasihan Tuhan.

c.       Mengutus Rasul.

Mengutus Rasul kepada manusia merupakan kewajiaban Tuhan karena alasan berikut ini :

1)  Tuhan wajib berbuat baik kepada manusia dan hal itu tidak dapat terwujud kecuali dengan mengutus Rasul kepada mereka.

2)  Al qur’an secara tegas menyatakan kewajiban Tuhan untuk belas kasih kepada manusia .Cara terbaik untuk maksud tersebut adalah dengan pengutusan rasul.

3)  Tujuan di ciptakannya manusia adalah untuk beribadah kepadaNya dengan jalan mengutus rasul.


3.      Al-Wa’ad wa al-Wa’id (Janji dan ancaman)

Ajaran ini berisi tentang  janji dan ancaman. Tuhan yang Maha Adil tidak akan melanggar janjinya dan perbuatan Tuhan terikat dan di batasi oleh janjinya sendiri. Ini sesuai dengan prinsip keadilan. Ajaran ketiga ini tidak memberi peluang bagi Tuhan selain menunaikan janjinya yaitu memberi pahala orang yang ta’at dan menyiksa orang yang berbuat maksiat, ajaran ini tampaknya bertujuan mendorong manusia berbuat baik dan tidak melakukan perbuatan dosa.


4.      Al-Manzilah bain Al-Manzilatain (tempat diantara kedua tempat)

Inilah ajaran yang mula-mula menyebabkan lahirnya mazhab mu’tazilah. Ajaran ini terkenal dengan status orang mukmin yang melakukan dosa besar, seperti dalam sejarah, khawarij menganggap orang tersebut kafir bahkan musyrik, sedangkan murji’ah berpendapat bahwa orang itu tetap mukmin dan   dosanya sepenuhnya di serahkan kepada Tuhan.

Menurut pandangan Mu’tazilah orang islam yang mengerjakan dosa besar yang sampai matinya belum taubat, orang itu di hukumi tidak kafir dan tidak pula mukmin, tetapi diantara keduanya. Mereka itu dinamakan orangg fasiq, jadi mereka di tempatkan di suatu tempat diantara keduanya.


5.      Al Amr bi Al Ma’ruf wa Al Nahi an Al  Munkar (Menyuruh kebaikan dan melarang keburukan)

Ajaran ini menekankan keberpihakan kepada kebenaran dan kebaikan. Ini merupakan konsekuensi logis dari keimananan seseorang. Pengakuan keimanan harus dibuktikan dengan perbuatan baik, diantaranya dengan menyuruh orang berbuat baik dan mencegahnya dari kejahatan. Perbedaan mazhab Mu’tazilah dengan mazhab lain mengenai ajaran kelima ini terletak pada tata pelaksanaanya. Menurut Mu’tazilah jika memang diperlukan kekerasan dapat ditempuh untuk mewujudkan ajaran tersebut[7].


D. Sekte-sekte dan Tokoh-tokoh Aliran Mu’tazilah

1.      Washil bin ‘Ata (Al-Washiliyah)

Lengkapnya Washil bin ‘Ata al Ghazzal. Ia terkenal sebagai pendiri aliran Mu’tazilah dan kepalanya yang pertama. Ia pula yang meletakkan lima prinsip ajaran Mu’tazilah. Ajaran Washil diantaranya :

Pertama menolak adanya sifat-sifat Allah seperti Ilmu, Qudrat, Iradat dan Hayat. Menurutnya mustahil ada dua Tuhan yang Qadim dan Azali. Kedua tentang takdir, katanya: “Allah adalah hakim yang adil, karenanya tidak mungkin disandarkan kepada-Nya keburukan dan kedzhaliman, tidak mungkin Allah menghendaki dari manusia sesuatu yang bertentangan dengan apa yang diperintahKan-Nya.”

Ketiga tentang orang yang terlibat dalam perang Jamal dan Shiffin, menurutnya salah satu kelompok memang bersalah, demikian juga dengan orang yang membunuh dan menghina Utsman ibn Affan. Katanya: “Salah satu kelompok jelas ada yang berbuat fasik demikian juga pada berlaku pada orang-orang yang saling mengutuk (lian), namun tidak diketahui persis kelompok mana.”


2.      Al-‘Allaf (Al-Huzailiyyah)

Namanya Abdul Huzail al ‘Allaf. Sebutan al ‘Allaf diperolehnya karena rumahnya terletak di kampung penjual makanan binatang (‘alaf-makanan binatang). Ia berguru pada Usinan at-Tawil, murid Wasil,. Puncak kebesarannya dicapai pada masa al-Ma’mun, karena khalifah ini pernah menjadi muridnya dalam perdebatan mengenai soal agama dan aliran-aliran pada masanya. Hidupnya penuh dengan perdebatan dngan orang zindiq (orang yang pura-pura Islam), skeptik, Majusi, Zoroaster, dan menurut riwayat ada 3000 orang yang masuk Islam di tangannya. Ia banyak membaca buku-buku dan banyak hafalannyaterhadap syair-syair Arab. Ia banyak berhubungan dengan filosof-filosof dan buku-buku filsafat.

Pendapat Abu Huzail diantaranya: Menurutnya Iradah Allah tidak ada tempatnya, Allah hanya menghendakinya.


3.      An Nazzham (An-Nazhzhamiyah)

Namanya Ibrahim bin Sayyar bin Hani an-Nazzham, tokoh Mu’tazilah yang terkemuka, lancar bicara, banyak mendalami filsafat dan banyak pula karyanya. Ketika kecil ia banyak bergaul dengan orang-orang bukan Islam, dan sesudah dewasa ia banyak berhubungan dengan filosof-filosof yang hidup pada masanya, serta banyak mengambil pendapat-pendapat mereka.

An-Nazzham mempunyai kekuatan otak yang luar biasa, dimana beberapa pemikirannya telah mendahului masnya, antara lain tentang metode keraguan (methode of doubt) dan empirika (percobaan-percobaan) yang menjadi dasar kebangunan baru (renaissance) di Eropa. Ia mengatakan tentang kedudukan “Keraguan” dalam penyelidikan keilmuan sebagai berikut:”Orang yang ragu-ragu lebih dekat kepadamu daripada orang yang engkar enggan (al-jahad). Tiap-tiap keyakinan mesti kemasukan (didahului) keragu-raguan. Setiap kali orang beralih dari satu kepercayaan kepada kepercayaan yang lain, mesti diantarai dengan keadaan ragu-ragu).[8]

Ia berpendapat bahwa Allah tidak berkuasa untuk menciptakan keburukan dan maksiat karena hal itu tidak termasuk dalam kehendak (qudrah) Allah.


4.      Al-Jubbai

Nama lengkapnya Abu Ali Muhammad bin Ali al-Jubbai, tokoh Mu’tazilah Basrah dan murid as-Syahham (wafat 267 H/885 M), Tokoh Mu’tazilah juga. Al Jubbai dan anaknya, yaitu Abu Hasim al-Jubbai, mencerminkan akhir masa kejayaan aliran Mu’tazilah.[9]

Sebutan al-Jubbai diambil dari nama satu tempat, yaitu (Jubba, dipropinsi Chuzestan (Iran), tempat kelahirannya.

Al-Jubbai adalah guru imam al-Asy’ari, tokoh utama aliran Ahlussunnah. Ia membantah buku karangan Ibnu Ar Rawandi, yang menyerang aliran Mu’tazilah dan juga membalas serangan imam al-Asy’ari ketika yang terakhir ini keluar dari barisan Mu’tazilah. Akan tetapi pikiran-pikiran dan tafsiran-tafsirannya terhadap Quran tidak sampai kepada kita. Menurut dugaan, pikiran itu banyak diambil oleh az-Zamakhsyari.

Antara al-Jubbai dan anaknya, Abu Hasyim, sering dikelirukan orang, karena anaknya tersebut juga menjadi tokoh Mu’tazilah, dan alirannya terkenal dengan nama “Bahsyamilah”. Aliran ini banyak tersebar di Rai dan sekitarnya (Iran), karena mendapat dukungan dari Sahib bin ‘Abad, memteri kerajaan Bani Buwaihi.[10]


5.      Bisjr bin Al-Mu’tamir (Al-Bisyariyyah)

Ia adalah pendiri aliran Mu’tazilah di Bagdad. Pandangan-pandangannya mengenai keusastraan, sebagaimana yang banyak dikutip oleh al-Jahiz dalam bukunya al Bayan wat-Tabyin, menimbulkan dugaan bahwa di adalah orang yang pertama-tama mengadakan ilmu Balghah.[11]

Beberapa pendapatnat tentang paham ke-Mu’tazilahan hanya sedikit saja yang sampai kepada kita. Ia berpendapat bahwa warna, rasa, bau, dan apa saja yang dapat dicapai melalui panca indera termasuk penglihatan dan pendengaran, dan apa saja yang terjadi pada manusia dari akibat gerak tak langsung, disandarkan pada manusia karena terjadinya dari perbuatan manusia.

 Di antara murid-muridnnya yang besar pengaruhnya dalam penyebaran paham-paham kemu’tazilahan di Bagdad ialah Abu Musa al Mudar, Tsumamah bin al-Asyras dan Ahmad bin Abi Fu’ad.


6.      Ahmad ibn Khabith dan Al-Fadhal al-Haditsi (Al-Khatabiyyah dan al-Hadidiyyah)

Dua tokoh ini termasuk murid An-Nazhzham sehingga pendapatnya hampir serupa hanya ada sedikit perbedaan yaitu keduanya mengakui bahwa Isa al Masih memang Tuhan sebagaimana dianggap oleh orang Nasrani, yang menurutnya pada hari kiamat nanti dia menghitung segala amal perbuatan manusia. Keyakinan ini diperkuat dengan beberapa ayat Al Quran diantaranya: “Dan datanglah Tuhan mu, sedang malaikat berbaris-baris (Q.s AI Fajr: 22)”.


7.      Isa ibn Shabih (Al-Mardariyyah)

Ia Abu Musa atau Mardar, ia berpendapat manusia mampu saja membuat kalimat yang sefasih Al Quran, pendapatnya sangat berlebihan yaitu Al Quran adalah ciptaan Allah dan mengkafirkan orang yang berpendapat bahwa Al Quran itu Qadim (kekal), Ia juga menolak bahwa Allah SWT dapat dilihat dengan mata kepala di akhirat.


E. Perkembangan Pemikiran Aliran Mu’tazilah dalam Dinamika Kontemporer

Di zaman modern dan kemajuan ilmu pengetahuan serta teknik sekarang, ajaran-ajaran kaum Mu’tazilah yang bersifat rasional itu telah mulai timbul kembali di kalangan umat Islam. Namun bukan dengan nama “mu’tazilah”. Mereka tidak dipanggil dengan nama “mu’tazilah”. Namun mereka membawa pemahaman mu’tazilah, dan mereka sama seperti mu’tazilah dan mengagungkan mu’tazilah.

Golongan Mu’tazilah dikenal juga dengan nama nama lain seperti Ahl Al-Adl (golongan yang mempertahankan keadilan Tuhan) dan Ahl Al-Tawhidwa Al-Adl (golongan yang mempertahankan keesaan murni dan keadilan Tuhan). Mereka menamai dengan Al-Mu’attilah (Tuhan tidak memiliki sifat, dalam arti sifat mempunyai wujud diluar zat Tuhan). Dan mereka juga menamai W’idiah (ancaman tuhan itu pasti akan menimpa orang orang yang tidak taat akan hukum-hukum Tuhan).

Baca juga artikel yang lain:

Footnoote

[1] Rochimah, R. Khudori, A. F. Aniq, Muktafi, Ilmu Kalam (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2014), 79.

[2] https://id.wikipedia.org/wiki/Muktazilah (diakses pada 20 Oktober 2017).

[3] Masdar F. Masudi, dalam Kontekstualisasi Doktrin Islam dalam Sejarah (Jakarta : Paramadina, 1995), 126.

[4] Al – Sahrastani, Al – Milal wa Al – Nihal (Kairo : Mustafa Al – Babi Al – Halabi, 1967), 47 – 48.

[5] http://sumber-ilmu-islam.com/2014/01/makalah-mutazilah (diakses pada 20 Oktober 2017).

[6] Ibid.

[7] Ibid.

[8] Dhuhal Islam III : 112. Dalam A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Penerbit Pustaka, 1989) h.72.

[9] Al Mu’tazilahs : 149. Dalam A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Penerbit Pustaka, 1989) h.72.

[10] Dhuhrul Islam III :141. Dalam A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Penerbit Pustaka, 1989) h.73.


[11] Dhuhal Islam III : 141. Dalam A. Hanafi, Pengantar Theology Islam (Jakarta: Penerbit Pustaka, 1989) h.73.

Aliran Syi'ah

 

BAB I

PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG

          Seiring dengan berjalannya waktu, pemikiran manusia semakin lama semakin menunjukkan perkembangan yang kompleks. Perbedaan-perbedaan dalam berfikir dan berpendapat sering sekali ditemukan dalam masyarakat. Perbedaan ini menyebabkan  oarng-orang yang memiliki pemikiran yang sama membentuk suatu kelompok, dan semakin lama kelompok-kelompok tersebut berkembang menjadi aliran-aliran besar yang berpegang teguh pada ajaran yang diyakini. Salah satu contohnya adalah aliran syiah. Syiah adalah aliran pertama yang muncul dalam agama islam. Aliran ini sangat mengagungkan kholifah Ali bin abi Tholib. Pada dasarnya, Syiah muncul hanya dalam lingkup khilafah, akan tetapi seiring dengan perkembangan waktu, pemikiran mereka tentang politik berkembang dan bercampur dengan masalah-masalah agama. Maka dari itu, perbedaan paham agama mereka banyak bermunculan dikalangan umat, dan perbedaan tersebut ternyata juga terjadi dalam satu golongan syiah itu sendiri.

          Berdasarkan paparan di atas, kami tertarik untuk menjelaskan secara terperinci mengenai aliran Syiah dalam makalah sederhana ini.

 

B.     RUMUSAN MASALAH

1.         Apa pengertian Syiah ?

2.         Bagaimana sejarah perkembangan aliran Syiah ?

3.         Apa saja ajaran atau doktrin-doktrin aliran syiah ?

4.         Apa saja sekte-sekte dan pemikiran dalam aliran Syi’ah ?

5.         Bagaimana perkembangan pemikiran aliran Syi’ah dalam dinamika kontemporer ?

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Syi’ah

       Dilihat dari makna dalam bahasa Arab, Syi’ah artinya cabang, pecahan, atau sebagian dari sesuatu. Sedangkan secara terminologi Syi’ah adalah kumpulan yang berasal dari pecahan penyokong sayidina Ali bin Abi Tholib yang tidak berpuas hati dengan keputusan Majlis at-Tahkim ketika menamatkan perang siffin. Hasil dari pembicaan dalam peristiwa tersebut adalah khilafah negara islam bertukar jabatan, yaitu dari Sayyidina ali bin Abi Tholib kepada Muawiyah bin Abi Sofyan, dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah antara Sayyidina Ali dengan Muawiyah dalam perang siffin. Dari peristiwa tersebut muncul kumpulan yang berdiri tegus di belakang sayyida Ali, dan mereka menyatan diri bahwa mereka adalah dari kelompok penyokong Ali r.a. yang akan membantu beliau untuk berjuang[1].

B. Sejarah Perkembangan Aliran Syi’ah

       Syi’ah adalah aliran yang muncul pertama dalam islam. Ada banyak pendapat mengenai awal munculnya aliran ini. Pendapat-pendapat tersebut antara lain:

1.      Ada yang berpendapaat bahwa Syi’ah lahir setelah wafatnya Nabi Muhammad. Pada saat itu ada beberapa kaum yang memandang bahwa ahlul baiyth adalah penerus yang paling tepat untuk meneruskan kepemimpinan nabi[2], dan yang paling berhak dari ahlul baiyth adalah Ali bin Abi Tholib.

2.      Syi’ah lahir pada zaman kholifah ketiga yaitu, Ustman bin Affan, sebagai konsekuensi logis adanya berbagai kejadian dan berbagai penyimpangan di tengah-tengah mansyarakat islam. Pendapat tersebut diutarakan oleh ibnu Hazm dan beberapa ulama lain.

3.      Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Tholib. Pada masa itu terjadi pemberontakan terhadap kholifah Usaman bin Affan dan ada tuntutan umat agar Ali bin Abi Tholib bersedia dibaiat sebagai kholifah.

4.      Pendapat yang paling populer adalah bahwa Syi’ah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan Ali bin Abi Tholib dan pasukan Muawiyah bin abi Sofyan dalam perang siffin, yang biasa disebut peristiwa Tahkim atau arbitrase. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali keluar dari barisan Ali, Dan mereka disebut golongan khowarij. Sebagian besar dari orang yang setia kepada kholifah Ali disebut Syi’ah.

Selain pendapat-pendapat di atas, ada beberapa faktor yang menjadikan Syi’ah cepat berkembang yaitu, adanya fitnah-fitnah dari kaum munafik yang menyebarkan berita yang tidak benar mengenai kholifah Ali. Mereka mengatakan bahwa Kholifah Ali tidak setuju dengan pengangkatan kholifah Abu Bakar sebagai kholifah pertama. Ketidak hadiran Ali bin Abi Tholib dalam proses pembaiatan Abu Bakar, menjadi alasan bahwa Ali tidak setuju dengan hal tersebut. Dan mereka menyebarkan berita tersebut pada saat Ali bin Abi Tholib sibuk mengurus jenazah Rosulullah. Ia  juga berkata bahwa yang berhak untuk meneruskan pemerintahan negara adalah ahlul baiyth.

Gerakan Syi’ah semakin membara pada zaman saiyidina Usman bin Affan r.a. gerakan tersebut dipelopori oleh seorang yahudi berasal dari Yaman yang berpura pura masuk islam. Ia bernama Abdullah bin Saba’. Setelah peristiwa arbitrase selesai, mereka langsung mendakwa diri sebagai pembela Ahlul baiyth. Mereka mencela siapa saja yang tidak bersama-sama membela ahlul baiyth, ataupun siapa saja yang dirasa menghianati saidina Ali r.a.

 

C. Ajaran / Doktrin-doktrin Aliran Syi’ah

Inti ajaran Syi’ah awalnya berkisar pada masalah khilafah, akan tetapi lambat laun masalah politik ikut berkembang dan bercampur dengan masalah-masalah agama. Adapun ajaran-ajaran yang berkaitan dengan khilafah ialah Al’Ishmah, Al- Mahdi, at-Taqiyyah, dan ar Roj’ah :

1. Menurut keyakinan golongan Syi’ah, imam-imam mereka itu sebagaimana Nabi, mereka memiliki sifat Al-Ishmah atau ma’sum dalam segala tindak lakunya, tidak pernah berbuat dosa besar dan dosa kecil, tidak ada tanda-tanda berlaku maksiat, tidak oleh berbuat salah maupun lupa.[3]

2. Faham Raj’ah. faham yang diyakini oleh kaum Syi’ah tentang kembalinya imam setelah goib atau matinya.

3.  Faham Al-mahdi, faham ini memiliki kaitan yang eratdengan hukum roj’ah. yaitu keyakinan orang-orang Syi’ah tentang akan datangnya imam mereka setelah gaib, untuk menegakkan keadilan, menghancurkan kedloliman, dan membangun kembali kekuasaan mereka.

4. Faham taqiyyah menurut kaum Syi’ah adalah program rahasia. Apabila seorang imam hendak keluar dari kholifah untuk mengadakan pembrontakan terhadapnya, maka mereka menjadikan taqiyyah itu sebagai strategi yang harus dirahasiakan . mereka pura-pura taat sehingga pada saat yang mugkin nanti untuk melaksanakan rencananya. Apabila mereka takut kepada orang-orang kafir atau penguas, maka mereka pura-pura menunjukkan persetujuannya.

     Dalam Syi’ah , ada usulud-din (perkara pokok dalam agama) dan Furu’ud-din (perkara cabang dalam agama).  Syi’ah memiliki lima perkara pokok atau rukun islam, yaitu:

1.      Tauhid, bahwa Tuhan adalah Maha Esa.

2.      Al- ‘Adl, bahwa tuhan adalah Maha adil.

3.   An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syia’ah menyakini keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada umat manusia.

4.  Al-Imamah, bahwa Syi’ah meyakini adanya imam yang senantiasa memimpin umta sebagai penerus risalah kenabian.

5.      Al-Ma’ad, bahwa akan terjadi hari kebangkitan.

Dalam perkara kenabian Syi’ah berkeyakinan bahwa

1.      Jumlah nabi dan rosul Allah 124.000.

2.      Nabi dan rasul terakhir adalah Nabi Muhammad.

3.      Nabi Muhammad adalah suci dari segala aib dan tanpa cacat sedikitpun. Beliau adalah nabi yang paling utama dari seluruh nabi yang pernah diutus Allah.

4.    Ahlul-Bait Nbi Muhammad adalah  Imam Ali, Sayyidah Fatimah, Imam Hasan, Imam Husain, dan 9 Imam dari keturunan Imam Husain adalah manusia-manusia suci sebagaiman Nabi Muhammaad.

5.      Al-quran adalah mukjizat kekal Nabi Muhammad.

6.      Kaum Syi’ah hanya menerima hadist dari ahlul-bait

 

D. Sekte, Tokoh, dan Pemikiran Syi’ah

       Penganut Syi’ah terdiri atas kelompok yang ekstrim (al-ghulat), moderat, dan liberal. Diantara kelompok yang ekstrim ada yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkatnya pada derajat ketuhanan, bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad[4]. Berikut adalah keterangan tentang kelompok Syi’ah ekstrim, yang karena keekstrimannya telah keluar dari Islam, dan Syi’ah dewasa ini menolak untuk memasukkan mereka ke dalam golongan madzhabnya. Diantara aliran-aliran itu ialah sebagai berikut:

1.    Saba’iyyah

       Aliran Saba’iyyah adalah pengikut Abdullah ibn Saba’. Ia adalaah seorang Yahudi dari suku al-Hirah yang menyatakan diri masuk islam. Aliran ini sangat mengagungkan kholifah Ali, dan menentang kekholifanaan Ustman bin Affan. Sebagian penganut Sabaiyyah berkata

 “sesungguhnya Tuhan bersemayam pada diri ali, dan pada diri para imam sesudah wafatnya. Sebagian penganut lain mengatakan bahwa Tuhan menjelma dalam tubuh Ali. Mereka berkata kepada Ali, “Dia adalah engkau, Allah.” ketika mendengar hal itu, Ali bermaksud membuuh mereka.

2.    Ghurabiyyah

       Aliran tidak sampai mempertuhan Ali, tetapi lebih memuliakan Ali dari pada Nabi Muhammad. Mereka beranggapan bahwa risalah kenabian seharusnya jatuh kepada Ali, tetapi Jibril salah dalam menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad. Mereka disebut al-Ghurobiyyah karena mreka berpendapat bahwa Ali mirip dengan Nabi Muhammad, sebagaimana miripnya seekor burung gagak (al-ghurob) dengan burung gagak lainnya. Alian ini dan aliran_Alira menyesatkan lainnya yang mirip dengan aliran ini di bidang akidah tidak diakui oleh kalangan Syi’ah         sendiri sebab bagian dari mereka. Ahkan mereka ada yang berpendapat bahwa penganut aliran ini tidak termasuk orang islam.

3.    Kaisaniyyyah

       Pengnut aliran ini adalah pengikut al-Mukhtar ibn ‘Ubaid al-Tsaqafi. Dia adalah seorang skowarij yang kemudian masuk ke kelompok Syi’ah dan mendukung Ali. Adapun ajaran-ajaran aliran ini adalah :

a.  Aqidah aliran kaisaniyyah tidak didasarkan atas ketuhanan para imam dari Ahlul-Bait sebagaimana yang dianut oleh Sabaiyah, tetapi didasarkan atas faham bahwa seorang iman adalah pribadi yang suci dan wajib dipatuhi.mereka percaya sepenuhnya akan kesempurnaan pengetahuannya dan keterpeliharaanya dari dosa, karena ia adalah simbol dari ilmu Ilahi.

b.      Mereka percaya bahwa imam akan kembali.

c.     Mereka meyakini doktrin al-bada’, yaitu keyakinan bahwa Allah dapat mengubah kehendak-Nya sejalan dengan perubaha ilmu-Nya, serta dapat memerintahkan suatu perbuatan kemudian memerintah yang sebaliknya.

d.  Aliran ini menganut paham reinkarnasi, yaitu keluarnya ruh dari satu jasad dan mengambil tempat pada jasad yang lain. Paham ini diambil dari filsafat Hindu.

e.   Aliran ini percaya bahwa, segala sesuatu memiliki sisi lahir dan sisi batin, maksudnya segala sesuatu memiliki ruh dan semua wahyu ada takwilnya, segala sesuatu di alam ini ada hakikatnya, semua hukum ada rahasia yang ada di alam ini terkumpul dalam diri seseorang dan itu merupakan ilmu yang diwariskan Ali kepada cucunya, Muhammad ibnu Hanafiyah. Maka barang siapa di dalam dirinya terkumpul ilmu ini, dialah imam yang sebenarnya.

4. Zaidiyyah

       Zaidiyah adalah aliran yang paling dekat kepada jamaah islam (sunni) dan paling moderat karena mereka tidak mengangkat imam ke derajat kenabian, tapi mereka memandang para imam sebagai manusia paling uatama setelah Nabi Muhammad. Mereka juga tidak mengkafirkan para sahabat, khususnya mereka yang dibai’at Ali, dan mengakui kepemimpinan mereka. Tokoh aliran ini adalah Zaid bin Ali bin Zainal ‘Arifin. Aliran ini menyakini bahwa imam yang mewarisi kepemimpinan Rosulullah telah ditentukan nama dan orangnya oleh Rosul, akan tetapi beliau hanya menyebutkan sifat-sifatnya saja. Menurut mereka sifat-sifat yang telah disebutkan ada pada diri ali, dan tidak dimilikki oleh orang lain

5. Al-Imamiyyah / Imamiyah Itsna ‘Asyariyyah (Imamiyah Dua Belas)

       Sehubungan dengan kekuasaan seorang imam, Imamiyah menetapkan bahwa seorang imam memiliki kekuasaan penuh dalam membentukn undang-undang. Segala ucapannya adalah syariat, dan tidak mungkin yang berasal dari imam akan bertentangan dengan syariat. Al-Allamah Syeikh Muhammad Husain menjelaskan bahwa ada tiga hal yang berkaitan dengan pembuatan undang-undang:

     a. Nabi Muhammad meninggalkan rahasia-rahasia syariat untuk dititipkan kepada para      imam.

     b. ucapan imam adalah syariat islam.

     c. para imam memiliki hak untuk melakukan takhshish terhadap nash-nash  yang bersifat umum dan melakukan taqyid terhadap nash-nash yang bersifat mutlak.

6. Ismailiyyah        

       Ismailiyyah adalah bagian dari imamiyyah. Nama aliran ini dinisbahkan kepada Ismail ibn Ja’far al-Shodiq. Ia adalah imam keenam dalam aliran imamiyyah dua belas. Aliran ini juga disebut al-Bathiniyyah atau al-Bathiniyyun. Dinamakan demikian karena mereka mempunyai kecenderungan untuk menyembunyikan diri dan pahamnya  orang lain. Adapun pendapat yang dianut oleh aliran Ismailiyyah yang moderat didasarkan atas tiga teori yang sebagian besar juga dianut oleh aliran Imamiyyah. Pertama, limpahan cahaya ilahi (al-faidh al-ilahi) dalam bentuk pengetahuan yang dilimpahkan kepada para imam. Kedua, seorang imam tidak mesti menampakkan diri dan dikenal, tetapi dapat bersembunyi, dan meskipun begitu ia wajib dipatuhi. Ketiga, seorang imam tidak bertangggung jawab kepada siapapundan tidak boleh mempersalahkan ketika ia melakukan suatu perbuatan.sebaliknya, mereka wajib mengakui bahwa bahwa semua perbuatannya mengandung kebaikan, karena ia memiliki pengetahuan yang tidak diketahui oleh siapapun.

7. Hakimiyyah dan Druz               

       Hakimiyyah adalah golongan ekstrim dan berle bihan serta telah melampui batas-batasajaran islam. Mereka memiliki pemahaman yang berlebihan dalam menafsirkan pelimpahan cahaya ilahi, sehingga menimbulkan pemikiran bahwa Allah bertempat tinggal di dalam diri seorang imam dan menyerukan untuk menyembahnya. Tokoh aliran ini al-Hakim  bi Amrillah al-Fathimi.

8. Nasiriyyah

       Nasiriyyah adalah faham yang juga telah mencabut akarnya dari ajaran islam dan mengikuti jejak aliran Hakimiyyah. Mereka juga memutarbalikkan ajaran-ajaran islam. Adapun orang yang melopori timbulnya aliran ini adalahal-Hasan ibn al-Shabah.

9. Gholiyyah atau Ashabul Ghulat

       Goliyyah atau Ashabul Ghulat adalah golongan Syi’ah yang ajaran-ajaranya telah melampui batas (ekstrim). Mereka berpendapat bahwa imam-imam mereka memiliki unsur-unsur ketuhanan. Ada pula yang menyerupakan Tuhan dengan makhluk-Nya.[5] 

 

 E. Perkembangan Pemikiran Syi’ah dalam Dinamika Kontemporer

            Seiring dengan perkembangan zaman mulai banyak muncul aliran-aliran baru dalam ilmu kalam. Meskipun demikian ajaran-ajaran aliran Syi’ah tetap melekat pada diri pemeluknya, sebab antara ajaran Syi’ah moderat dan ajaran ahli sunnah wal jamaah tidak terlau beda jauh. Mereka hanya memiliki perbedaan pandangan dalam khilafah. Akan tetapi pada akhir banyak aliran-aliran baru yang berkembang dari aliran Syi’ah yang radikal. Aliran –aliran tersebut memiliki ajaran menyimpang dari ajaran islam yang sesungguhnya. Dan semakin hari, ajaran menyimpang mereka dirasa sangat ekstrim dan tidak sesuai dengan ajaran-ajaran islam yang penuh dengan perdamaian.[6]

 Baca juga artikel yang lain:

BAB III

PENUTUP 

A.    SIMPULAN

1.      Syi’ah adalah kumpulan yang berasal dari pecahan penyokong sayidina Ali bin Abi Tholib yang tidak berpuas hati dengan keputusan Majlis at-Tahkim ketika menamatkan perang siffin.

2.      Gerakan Syi’ah semakin membara pada zaman saiyidina Usman bin Affan r.a. gerakan tersebut dipelopori oleh seorang yahudi berasal dari Yaman yang berpura pura masuk islam. Ia bernama Abdullah bin Saba’. Setelah peristiwa arbitrase selesai, mereka langsung mendakwa diri sebagai pembela Ahlul baiyth. Mereka mencela siapa saja yang tidak bersama-sama membela ahlul baiyth, ataupun siapa saja yang dirasa menghianati saidina Ali r.a.

3.      Inti ajaran Syi’ah awalnya berkisar pada masalah khilafah, akan tetapi lambat laun masalah politik ikut berkembang dan bercampur dengan masalah-masalah agama.

4.      Penganut Syi’ah terdiri atas kelompok yang ekstrim (al-ghulat), moderat, dan liberal. Diantara kelompok yang ekstrim ada yang menempatkan Ali pada derajat ketuhanan, dan ada yang mengangkatnya pada derajat ketuhanan, bahkan lebih tinggi dari Nabi Muhammad[7]. Berikut adalah keterangan tentang kelompok Syi’ah ekstrim, yang karena keekstrimannya telah keluar dari Islam, dan Syi’ah dewasa ini menolak untuk memasukkan mereka ke dalam golongan madzhabnya

5.         Seiring dengan perkembangan zaman mulai banyak muncul aliran-aliran baru dalam ilmu kalam. Meskipun demikian ajaran-ajaran aliran Syi’ah tetap melekat pada diri pemeluknya, sebab antara ajaran Syi’ah moderat dan ajaran ahli sunnah wal jamaah tidak terlau beda jauh. Mereka hanya memiliki perbedaan pandangan dalam khilafah.

 

DAFTAR PUSTAKA

Hofman, Murad Wilfried.1997. Islam 2000. Jakarta: Amana.

Rochimah. 2017. Ilmu Kalam. Surabaya: UINSAPress.

Nasir, Sahilun A .1991. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta: Rajawali.

Zahrah, Imam Muhammad Abu.1961. Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam Jakarta: Logos.

 

 



[1] Murad Wilfried Hofman. Islam 2000 (Amana: 1997) hal. 369

[2] Rochimah. Ilmu Kalam (UINSAPress: 2017) hal. 45

[3]Sahilun A. Nasir, Pengantar Ilmu Kalam (Jakarta: Rajawali 1991), hal. 81.

[4] Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam (Jakarta: Logos, 1961). hal. 40

[5] Nasir , pengantar ilmu kalam. hal. 106

[6]  Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan ‘Aqidah dalam Islam (Jakarta: Logos, 1961). hal. 40

 

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...