DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ ii
DAFTAR ISI ......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................. 2
D. Manfaat ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme ......................... 3
B. Konsep Manusia Dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa
dan Behaviorisme ................................................................................. 5
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ..................................................................................... 11
B. Saran ............................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia yang diwujudkan dalam bentuk penilain terhadap tingkah laku manusia. Sebagai ilmu yang mempelajari jiwa, psikologi melahirkan banyak banyak teori tentang konsep manusia. Konsep manusia dalam aliran psikologi ini menjadi penting. Karena dengan adanya konsep tersebut dapat mengetahui bagaimana perlakuan terhadap manusia pada saat melalukan penelitian.
Diantara aliran yang membahas mengenai konsep manusia adalah aliran psikologi Psikoanalisa dan aliran Psikologi Behaviorisme. Psikoanalisis adalah salah satu gerakan revolusioner di bidang psikologi yang dimulai dari satu metode penyembuhan penderita sakit mental, sehingga menjadi sebuah konsepsi baru tentang manusia. Inti pokok dari psikoanalisis menyatakan bahwa tingkah laku manusia sebagian besar ditentukan oleh motif-motif ketidaksadaran, sehingga Freud dijuluki sebagai bapak penjelajah dan pembuat ketidaksadaran manusia. Sedangkan Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B.Watson pada tahun 1913 yang merupakan aliran revlusioner, kuat dan berpengaruh, serta memiliki akar sejarah yang cukup dalam. Behaviorisme menolak unsur-unsur kesadaran yang tidak nyata sebagai obyek studi dari psikologi, dan membatasi diri pada studi tentang perilaku yang nyata.
Untuk itu dalam makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai bagaimana konsep manusia dalam aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Psikoanalisa dan Behaviorisme?
2. Bagaimana konsep manusia dalam prespektif aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Psikoanalisa dan Behaviorisme.
2. Untuk memahami konsep manusia dalam prespektif aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme.
D. Manfaat
Dengan penulisan makalah ini pemakalah berharap dapat meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman pada mata kuliah psikologi agama tentang konsep manusia dalam prespektif aliran Psikoanalisis dan Behaviorisme bagi pemakalah pada khususnya dan teman-teman pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
1. Aliran Psikoanalisa
Psikoanalisa adalah aliran yang menggunakan pendekatan yang menekankan pikiran ketidaksadaran (bawah sadar). Psikoanalisa memiliki sebutan-sebutan lain yaitu:
a. Psikologi dalam, karena menurut Freud penyebab neurosis adalah gangguan jiwa yang tidak dapat disadari, pengaruhnya lebih besar dari apa yang terdapat dalam kesadaran dan untuk menyelidikinya diperlukan upaya lebih dalam.
b. Psikodinamika, karena psikoanalisa memandang individu sebagai sistem dinamik yang tunduk pada hukum-hukum dinamika.[1]
Pendekatan ini berpendapat bahwa naluri biologis yang tidak dipelajari terutama seksual dan dorongan agresif, mempengaruhi cara manusia berfikir, merasa, dan berperilaku. Pendekatan psikoanalisa yang menekankan hampir semuanya pada penerapan klinis daripada eksperimen. Sehingga teori-teori psikoanalisa selalu menjadi kontroversial dan sulit divalidasi.
Tokoh-tokoh psikologi psikoanalisa antara lain: Franz Anton Mesmer (1734-1815), Jean Martin Charcot (1825-1893), Pierre Janet (1859-1947), Sigmund Freud (1856-1939), Gustave le Bon (1841-1931). Carl Gustaf Jung (1875-1961).[2]
2. Aliran Behaviorisme
Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang dikembangkan oleh Jhon B. Watson sejak tahun 1913. Watson dalam artikelnya berjudul “Psuchology Review” mengemukakan bahwa psikologi harus meninggalkan fokus kajian terhadap mental, dan mengalihkan fokus kajian terhadap tingkah laku yang tampak (behavior). Para ahli psikologi behavioristik kurang memiliki perhatian terhadap struktur kepribadian internal layaknya psikoanalisis. Mereka beralasan bahwa psikologi tidak meneliti proses mental secara ilmiah, sebab proses tersebut bersifat pribadi dan tidak dapat diamati publik.[3]
Adapun Suyono berpendapat bahwa behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu kepada sisi fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Hal ini dapat dimaklumi kerena behaviorisme berkembang melalui suatu penelitian yang melibatkan binatang seperti burung merpati, kucing, tikus dan anjing sebagai objek.peristiwa belajar semata-mata dilakukan dengan melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang dikuasai individu.[4]
Pendekatan psikologi ini mengutamakan pengamatan tingkah laku dalam mempelajari individu dan bukan mengamati bagian dalam tubuh atau mencermati penilaian orang tentang penasarannya. Behaviorisme menginginkan psikologi sebagai pengetahuan yang ilmiah, yang dapat diamati secara obyektif. Data yang didapat dari observasi diri dan intropeksi diri dianggap tidak obyektif. Jika ingin menelaah kejiwaan manusia, amatilah perilaku yang muncul, maka akan memperoleh data yang dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya.[5]
Tokoh-tokoh yang terkenal dalam teori ini meliputi E.L.Thorndike, I.P.Pavlov, B.F.Skinner, J.B.Watson, dll
B. Konsep Manusia Dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
1. Konsep Manusia dalam aliran Psikoanalisa
Sigmund Freud adalah pendiri aliran psikoanalisa yang lahir pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg. Menurut Sigmund Freud, sebagai tokoh terkenal dari aliran psikoanalisa. Segala tingkah laku manusia bersumber dari dorongan-dorongan yang terletak jauh didalam ketidaksadaran. Karena itu, psikologi Freud dikenal dengan "Depth psychology".[6]
Freud juga menjelaskan bahwa kesadaran hanyalah sebagian kecil saja dari kehidupan mental, sedangkan bagian yang terbesar adalah justru ketidaksadaran atau alam bawah sadar. Freud mengibaratkan alam bawah sadar dan tak sadar itu dengan sebuah gunung es yang terapung, dimana bagian yang muncul ke permukaan air alam kesadaran dan dibagian lainnya adalah prakesadaran dan yang terahir adalah ketidaksadaran. Jadi, kesadaran itu merupakan bagian kecil dari kepribadian. Ketidaksadaran yang merupakan bagian kecil dari gunung es di bawah permukaan air mengandung instinginsting yang mendorong perilaku manusia.[7]
Freud berpendapat bahwa perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia: Id, Ego, dan Superego.
Id terletak dalam ketidaksadaran. Ia merupakan tempat dari dorongan-dorongan primitif, yakni dorongan-dorongan yang belum dibentuk atau dipengaruhi oleh kebudayaan, yaitu dorongan untuk hidup "life instinct", dorongan untuk mati "Death instinct". Bentuk dari dorongan hidup adalah dorongan seksual atau disebut Libido. Sedangkan bentuk dorongan mati adalah dorongan agresi, yaitu dorongan yang menyebabkan seseorang ingin menyerang orang lain, marah, berkelahi dan lain-lain. Jadi prinsip dalam Id adalah prinsip kesenangan. Oleh sebab itu, tujuan Id adalah memuaskan semua dorongan primitif.
Adapun Superego adalah suatu sistem kepribadian yang terbentuk dari kebudayaan. Seperti perang anak yang sejak kecil di ajarkan oleh orang tuanya mengenai hal-hal yang baik dan hal-hal yang buruk, mana yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat dan mana yang bukan. Sehingga ketika seorang anak telah beranjak dewasa ia telah paham betul apa yang harus dilakukan dan apa yang tak pantas untuk dilakukan. Dorongan-dorongan yang timbul dari superego ini akan menekan dorongan yang timbul karena id. Sebab dorongan dari id ini masih primitif dan tidak dapat diterima oleh superego. Terkadang superego yang menang dan tak jarang pula id yang mengambil alih.
Dan yang terakhir adalah Ego. Peran ego adalah menjadi penyeimbang antara ego dan superego. Kalau ego terlalu dikuasai oleh Id saja, maka orang itu akan menjadi psikopat (tidak memperhatikan norma-norma dalam tindakan yang ia lakukan), sebaliknya bila seseorang terlalu dikuasai oleh superego, akan menjadikan orang itu akan menjadi psikoneurose (tidak dapat menyalurkan sebagian dorongan).[8]
Secara elaboratif dapat dikatakan pula, bahwa dalam pandangan psikoanalisa Freud, manusia hanyalah sebagai makhluk biologis semata. Manusia hidup, lahir dan berkembang hanyalah sebagai akibat bekerjanya daya-daya kosmik terhadap benda-benda inorganik. Pemikiran ini jelas sangat dipengaruhi pemikiran Charles Darwin bahwa manusia tak lebih dan tak kurang hanyalah binatang. Oleh karenanya, manusia menjadi tidak lagi berbeda dengan makhluk hewan yang bergerak hanya atas dasar instingnya saja yang bernama eros (instink hidup) dan tanatos (instink mati).[9]
Sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh Kees Berteens, bahwa ketika lahir manusia hanya memiliki nafsu/libido/id dan sama sekali tidak memiliki dorongan-dorongan kebaikan atau hati nurani. Dengan kata lain, manusia dalam perspektif Freud tidak memiliki kebebasan untuk menentukan tingkah lakunya sendiri. Pandangan ini tentu saja sangat deterministik dan menafikan konsep fitrah yang ada pada diri manusia sejak ia dilahirkan. Sebagai makhluk yang berakal dan apalagi memiliki keyakinan agama, tentunya pandangan ini patut dikritik, karena manusia tidak mau dan tidak bisa disamakan begitu saja dengan hewan. Ada potensi lain yang harus dilihat melalui dimensi berbeda antara manusia dan hewan yang berinsting. Ada konsep fitrah pada manusia yang dinafikan begitu saja dalam teori Freud. Ia lupa bahwa ketika terjadi konsepsi manusia, maka dalam dirinya dilekatkan adanya kecenderungan untuk kembali kepada Tuhan, kembali kepada kebenaran sejati.[10]
Pandangan ini dengan jelas menyuratkan bahwa ketika seseorang dilahirkan, ia tidak hanya dipenuhi dengan instink (id), tapi juga dipenuhi dengan nurani yang berfungsi untuk memanggil manusia untuk kembali kepada kebenaran. Disamping itu, akumulasi dari insting manusia yang mengarah pada suatu dorongan untuk bertindak harus diyakini merupakan hasil dari suatu wujud yang sudah terintegrasi melalui olahan akal, sentuhan nurani dan landasan keyakinan moral dan agama. Sedangkan insting hewani adalah potensi yang tidak mendapat imbuhan tersebut, sehingga tetap dalam bentuknya yang paling dangkal, tidak terolah, namun perlu dipertahankan demi kelangsungan makhluk itu.[11]
Dari uraian diatas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa konsep manusia dalam Psikoanalisa Freud adalah bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal inilah yang menyebabkan tingkah laku manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memang ada dalam diri manusia. Terkait hal ini diri manusia tidak memegang kendali atau tidak menentukan nasib seseorang tapi tingkah laku seseorang itu semata-mata diarahkan untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya.
Dalam psikologi Frued, manusia disamakan dengan hewan yang hanya mengandalkan instingnya saja. Sedangkan dalam kenyataanya antara manusia dan hewan tentulah berbeda. Manusia dalam menggunakan instingnya masih dapat dikontrol oleh adanya akal sedangkan dalam hewan tidak.
2. Konsep Manusia Dalam Aliran Behaviorisme
Tokoh Behaviorisme Ivan Petrovich Pavlov melalui percobaannya bernama Classic Conditioning (pengkondisian atau persyaratan klasik) menemukan melalui percobaannya terhadap hewan anjing, di mana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Dari contoh tentang percobaan dengan hewan anjing bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov ia menyimpulkan bahwa individu dapat dikendalikan melalui cara dengan mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respon yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.[12]
Tokoh Behavioris lain yaitu John B. Watson (1878-1958) adalah orang pertama di Amerika Serikat yang mengembangkan teori belajar Ivan Pavlov dengan teorinya Sarbon (Stimulus and response Bond Theory). Watson berpendapat bahwa belajar merupakan proses terjadinya refleks-refleks atau respons-respons bersyarat melalui stimulus pengganti. Menurutnya, manusia dilahirkan dengan beberapa refleks dan reaksi-reaksi emosional berupa takut, cinta, dan marah. Semua tingkah laku lainnya terbentuk oleh hubungan-hubungan stimulus-respons baru melalui ”conditioning”.[13]
Sementara Albert Bandura mengombinasi antara teori classical dan operant conditioning dengan memberi nama Social Learning Theory (Teori belajar sosial). Hal yang paling asas dalam teori ini adalah kemampuan seseorang untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain kemudian mengambil keputusan mengenai perilaku mana yang akan ditiru yang selanjutnya akan dilakukan sesuai dengan pilihannya.[14] Artinya tingkah laku manusia itu bukan semata-mata refleks otomatis atas stimulus melainkan juga akibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.
Behavioris berkeyakinan bahwa setiap anak manusia lahir tanpa warisan kecerdasan, warisan bakat, warisan perasaan dan warisan yang bersifat abstrak lainnya.[15] Aliran behavioritik ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya tidak membawa bakat apa-apa.
Manusia dianggap bersifat mekanistik, yaitu merespon terhadap lingkungan dengan kontrol yang terbatas dan mempunyai peran yang sedikit terhadap dirinya sendiri.[16] Sesuai dengan penyebutannya yaitu homo mechanicus, manusia mesin. Mesin adalah benda yang bekerja tanpa ada motif di belakangnya, sepenuhnya ditentukan oleh faktor obyektif (bahan bakar, kondisi mesin dsb). Manusia tidak dipersoalkan apakah baik atau tidak, tetapi ia sangat plastis, bisa dibentuk menjadi apa dan siapa sesuai dengan lingkungan yang dialami atau yang dipersiapkan untuknya.[17]
Dalam hal ini konsep behaviorisme memandang bahwa perilaku individu merupakan hasil belajar yang dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasikan kondisi-kondisi belajar dan didukung dengan berbagai penguatan (reinforcement) untuk mempertahankan perilaku atau hasil belajar yang dikehendaki.[18]
Berdasarkan uraian singat diatas kiranya dapat disimpulkan bahwa konsep manusia berdasarkan aliran Behaviorisme ini menyakini bahwa setiap individu yang lahir tidak memiliki warisan sifat dari orang tuanya. Konsep manusia dalam pandangan aliran ini, diyakini hanya dapat diamati dan diukur melalui pendekatan terhadap persoalan fisik dan teknis semata yang terwujud dalam perilaku. Aliran psikologi ini pada dasarnya baru mempelajari satu sisi atau sebagian saja dari totalitas manusia yang kompleks tersebut dan mengabaikan sisi atau bagian yang lain. Aliran Behaviorisme hanya menyorot segi-segi indrawi saja dari manusia dan menganggap bahwa itulah kenyataan yang sebenarnya. Padahal masih banyak segi-segi non-indrawi yang ada pada diri manusia yang hanya dapat didekati secara kualitatif, yaitu jiwa manusia.
Dalam behaviorisme ini pula beranggapan bahwa Manusia berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan. Oleh karena itu, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik pula dan begitupun sebaliknya lingkungan buruk akan menghasilkan manusia yang buruk pula. Semua bentuk perilaku manusia itu timbul setelah mereka mengalami kontak dengan alam dan lingkungan sosial budayanya dalam proses pendidikan. Maka manusia akan menjadi pintar, terampil, dan mempunyai sifat abstrak lainnya tergantung pada apakah dan bagaimana ia belajar dengan lingkungannya.
Baca juga artikel yang lain:
- Ulumul Hadist (Ilmu-ilmu Hadist)
- Pengertian Bid'ah
- Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
- Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
- Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
- Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
- Studi Al-Qur'an
- Studi Fikih (Hukum Islam)
- Urgensi Pengantar Studi Islam
- Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan pada sub pembahasan diatas adalah sebagai berikut:
1. Psikoanalisa adalah aliran yang dalam psikologi dengan menggunakan pendekatan yang menekankan pikiran ketidaksadaran (bawah sadar). sedangkan Behaviorisme adalah aliran dalam psikologi yang mempelajari individu dengan melakukan pengamatan terhadap tingkah laku individu tersebut.
2. Konsep manusia menurut aliran Psikoanalisa adalah bahwa manusia pada hakikatnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari dalam dirinya yang bersifat instingtif. Hal inilah yang menyebabkan tingkah laku manusia diatur dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang memang ada dalam diri manusia. Sedangkan pada aliran Behaviorisme, menyakini bahwa setiap individu yang lahir tidak memiliki warisan sifat dari orang tuanya. Manusia berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari lingkungan. Oleh karena itu, lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik pula dan begitupun sebaliknya lingkungan buruk akan menghasilkan manusia yang buruk pula.
B. Saran
Kami selaku penulis tentu menyadari seutuhnya bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami meminta kritik dan saran yang membangun dari pembaca agar kami dapat memperbaiki untuk kemajuan proses pembuatan makalah selanjutnya. Semoga dengan makalah ini dapat dijadikan sebagai sarana yang dapat membangun dan mendorong mahasiswa untuk berpikir aktif dan kreatif.
DAFTAR PUSTAKA
Berteens, Kees Memperkenalkan Psikoanalisa Sigmund Freud. Jakarta: PT. Gramedia, 1979.
Brill, A.A. (ed.). The Basic Writings of Sigmund Freud. New York: Modern Library, 1966.
Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011.
Hall, Calvin S. and Gardner Lindzey. Theories of Personality Second Edition. New York: John Wiley and Sond, Inc., 1970.
Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius, 1993.
Henri, Novi. Model-Model Konseling. Medan: Perdana Publishing, 2013.
Jahja, Yudrik. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana Prenamadia Group, 2013.
Jenudin, Ujam. Psikologi Transpersonal. Bandung: Pustaka Setia, 2012.
Mahmud, M. Dimyati. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud, 1989.
Rusuli, Izzatur. “Refleksi Teori Belajar Behavioristik dalam Perspektif Islam” Jurnal Pencerahan, Vol. 8, No. 1 (Juli – Desember, 2014).
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenaan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Soemanto, Wasty. Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan Cet. 3. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990.
Sudjana, Nana. Teori – teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1991.
Suyono. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
[1] Novi Henri, Model-Model Konseling (Medan: Perdana Publishing, 2013), 124.
[2] Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenaan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1978 ), 171.
[3] Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Teori Kepribadian (Bandung: Remaja Rosadakarya, 2011), 123.
[4] Suyono, Belajar dan Pembelajaran (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011), 59.
[5] Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011), 44-45.
[6] Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenaan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi...., 177.
[7] Nana Sudjana, Teori – teori Belajar Untuk Pengajaran (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1991), 20.
[8] Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenaan Dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi...., 177.
[9] Calvin S. Hall and Gardner Lindzey, Theories of Personality Second Edition (New York: John Wiley and Sond, Inc., 1970), 127.
[10] Kees Berteens, Memperkenalkan Psikoanalisa Sigmund Freud (Jakarta: PT. Gramedia, 1979), 23.
[11] A.A. Brill (ed.), The Basic Writings of Sigmund Freud (New York: Modern Library, 1966), 13.
[12] Yudrik Jahja, Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana Prenamadia Group, 2013), 100-102.
[13] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan Cet. 3 (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1990),118.
[14] M. Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Depdikbud, 1989), 145.
[15] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), 104.
[16] Ujam Jenudin, Psikologi Transpersonal (Bandung: Pustaka Setia, 2012), 59.
[17] Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, Teori-teori Sifat dan Behavioristik (Yogyakarta: Kanisius, 1993), 78.
[18] Izzatur Rusuli, “Refleksi Teori Belajar Behavioristik dalam Perspektif Islam” Jurnal Pencerahan, Vol. 8, No. 1 (Juli – Desember, 2014), 41.
.