HOME

16 Juni, 2016

TAKHRIJ AL-HADITH (Pengertian, Latar Belakang, Proses dan Metode)

 TAKHRIJ AL-HADITH
A.     Pengertian takhrij al-hadith
Ada istilah yang berkaitan erat dengan takhrij, yaitu takhrij, ikhraj, dan istikhraj. Takhrij berasal dari kata kharraja yang berarti tampak atau jelas. Sedangkan menurut mahmud al-thahhan, secara etimologis, takhrij berarti berkumpulnya dua persoalan dalam satu hal. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa ada pengertian takhrij, yaitu al-istimbat (mengeluarkan), at-tadrib (melatih atau membiasakan), dan at-taujih (mengarahkan).
            Sedangkan menurut ulama ahli hadith, kata tahrij mempunyai beberapa arti, yaitu:
1.      Kata takhrij sama dengan kata ikhraj yang berarti menampakkan hadith kepada orang lain dengan menyebutkan sumbernya. Misalnya, hadith ini dikeluarkan oleh al-bukhori atau ditakhrij oleh al-bukhori. artinya, dia meriwayatkanyadan menyebutkan tempat dikeluarkanya secara independen.
2.      Takhrij kadang-kadang digunakan untuk arti mengeluarkan hadith dan meriwayatkannya.
3.      Takhrij terkadang juga disebut dilalah, artinya petunjuk sumber-sumber asli hadith dan mengacu kepadanya dengan menyebutkan penyusun yang pernah meriwayatkannya.
Secara terminologis, takhrij berarti petunjuk jalan ke tempat atau letak suatu hadith (menyebut sejumlah buku yang di dalamnya terdapat hadith itu) pada sumber-sumbernya yang orisinal berikut sanadnya, dan menjelaskan martabatnya jika diperlukan.
B.     Latar belakang munculnya ilmu takhrij al-hadith
Mahmud al-thahhan mengatakan bahwa pada mulanya ilmu tahrij al-hadith tidak dibutuhkan oleh ulama dan peneliti hadith karena pengetahuan mereka tentang hadith sangat luas dan mantap. Lagi pula, hubungan para ulama dengan sumber hadith aslinya pada waktu itu sangat dekat dan melekat, sehingga ketika mereka hendak menjelaskan validitas suatu hadith, mereka cukup menjelaskan tempat dan sumbernya dalam berbagai kitab hadith. Mereka mengetahui cara-cara kitab sumber hadith itu di tulis, sehingga dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki mereka tidak mengalami kesulitan untuk menggunakan dan mencari sumber dalam rangka mengemukakan suatu hadith. Apabila dibacakan kepada mereka suatu hadith yang bukan dari kitab hadith, maka dengan mudah mereka menjelaskan sumberaslinya.
            Beberapa abad kemudian, para ulama hadith mereka kesulitan untuk mengetahui hadith dari sumber aslinya, terutama setelah berkembang karya-karya besar di bidang syari’ah yang banyak menggunakan hadith sebagai dasar ketetapan hukum, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain seperti tafsir, sejarah, dan lainnya. Keadaan ini menjadi latar belakang timbulnya keinginan para ulama untuk melakukan takhrij. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan menjelaskan atau menunjukkan hadith kepada sumber aslinya, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadith sesuai dengan kedudukannya.
            Hasil jerih payah ulama itu memunculkan kitab-kitab takhrij, diantaranya yang terkenal adalahfawaid al-muntakhabah al-shahab karya abu qasim al-husaini, takhrij al-fawaid al-muntakhabah al-shahab wa al-gharaib karya abu qasim al-mahrawani.
C.     Tujuan dan manfaat takhrij al-hadith
Bagi seorang peneliti hadith, kegiatan takhrij al-hadith ini sangatlah penting. Tujuan dan manfaat takhrij adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadith yang diteliti.
2.      Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadith yang diteliti.
3.      Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid atau muttabi’ pada sanad yang diteliti.
4.      Adanya syahid dan atau muttabi’ yang kuat dapat memperkuat sanad yang diteliti.

D.     Proses dan metode takhrij al-hadith
1.      Proses takhrij hadith
Mentakhrij hadith berarti melakukan tiga hal, yaitu:
a.       Menulusuri di kitab mana hadith yang diteliti berada. Tahap ini berarti menemukan kitab di mana hadith tersebut berada dan berapa jalur periwatannya.
b.      Membuat bagan sanad periwayat hadith. Tahap ini dimulai dengan menemukan para periwayat hadith itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanadnya.
c.       Memberikan penilaian kualitas hadith. Tahap ini dilakukan dengan memeriksa persambungan sanad dan reputasi para periwayat, sehingga diketahui apakah hadith itu sahih atau tidak.
2.      Syarat hadith yang ditakhrij
Hadith yang diteliti harus diambil atau ditakhrij dari sumber-sumber asli hadith yaitu:
a.       Kitab-kitab hadith yang dihimpun sendiri oleh pengarangnya dan lengkap sanadnya sampai kepada rasul, seperti: kutub as-sittah, muwatta’, musnad ahmad, dsb.
b.      Kitab-kitab hadith pengikut kitab hadith pokok (no. 1), seperti: kitab al-jami’u baina sahihaini karya al-humaidi, tahzib as-sunan abi dawud karya al-munziny, kitab tuhfatul asyraf bi ma’rifatil atraf karya al-mazi.
c.       Kitab-kitab selain hadith, seperti kitab tafsir, fiqih, dan sejarah yang didukung hadith, dengan syarat hadith tersebut lengkap sanadnya.
3.      Metode-metode takhrij
Mengenai cara-cara mentakhrij hadith, al-mahdi dan al-thahhan mengemukakan lima metode takhrij sebagai berikut:
a.       Takhrij melalui periwayat pertama (al-rawi al-a’la/sahabat)
Takhrij dengan metode ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahi secara pasti perawi pertamanya dari kalangan sahabat. Langkah pertama dari metode ini adalah mengenal nama perawi pertama dari hadith yang akan ditakhrij. Langkah berikutnya adalah mencari nama perawi yang diinginkan dari kitab-kitab al-athraf atau musnad. Bila nama perawi pertama yang dicari telah ditemukan, kemudian dicari hadith yang diinginkan di antara hadith-hadith yang tertera di bawah nama perawi tersebut. Bila sudah ditemukan, maka akan diketahui ulama hadith yang meriwayatkanya.
b.      Takhrij melalui lafadz pertama matan hadith
c.       Takhrij melalui penggalan kata-kata yang ada dalam matan hadith
d.      Takhrij berdasarkan topik hadith
e.       Takhrij berdasarkan status hadith


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...