HOME

20 November, 2016

MAKALAH ILMU NASIKH WA MANSUKH HADITH (PENGERTIAN, URGENSI, DAN CARA MENGETAHUINYA).

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kompleksitas permasalahan agama terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman dan bertambahnya kuantitas jumlah pemeluk agama Islam. Berbeda pada masa Rasulullah SAW kehidupan waktu itu masih sederhana, kalau terdapat permasalahan para sahabat bisa langsung bertanya kepada Rasulullah. Saat ini, bila ada permasalahan orang-orang berijtihad mencari hukum suatu masalah berdasar al-Qur’an dan al-Hadith (Sunnah).
Namun, bagaimana jika terdapat Hadith-hadith yang kontradiktif yang tidak mungkin dikompromikan antara keduanya. Tidaklah tepat  bila kita mengingkari dan memilih salah satu Hadith tersebut jika belum belum diteliti lebih mendalam. Oleh karena itu, diperlukan suatu ilmu yang membahas Hadith tersebut untuk mengetahui mana Hadith yang diriwayatkan pertama dan setelahnya atau Hadist yang fungsinya sebagai penghapus hukum Hadith pertama yang disebut Ilmu Nasi>kh  wa Mansu>kh.
B.    Rumusan Maslah
1.                  Apa pengertian Nasi>kh  dan Mansu>kh?.
2.                  Bagaimana urgensi Nasi>kh  dan Mansu>kh?.
3.                  Bagaimana cara mengetahui ilmu Nasi>kh  dan Mansu>kh?.
C.    Tujuan Masalah
1.                  Untuk mengetahui pengertian Nasi>kh  dan Mansu>kh.
2.                  Untuk mengetahui objek dan urgensi Nasi>kh  dan Mansu>kh.
3.                  Cara mengetahui  ilmu Nasi>kh  dan Mansu>kh.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Ilmu Nasi>kh  dan Mansu>kh Hadith
Secara bahasa, an-Naskh berarti pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah yang lain. Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, disebut dengan Nasi>kh. Sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, disebut dengan Mansu>kh.[1]
Sedangkan menurut istilah, Ilmu Nasi>kh  wa Mansu>kh al-Hadith adalah ilmu yang mempelajari Hadith-hadith yang dihapus hukumnya dengan hadith yang datang setelahnya. Dengan demikian ketentuan hukum yang datang kemudian, guna mencabut atau menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum yang terdahulu, sehingga ketentuan hukum yang berlaku adalah yang ditetapkan yang terakhir. [2]
Hadith-hadith kontradiktif yang tidak mungkin dikompromikan antara keduanya dengan menjadikan yang satu sebagai Nasi>kh  (penghapus) dan yang lainnya sebagai Mansu>kh (yang dihapus). Langkah seperti ini apabila dua atau beberapa Hadith terdapat unsur kontradiktif dan dapat diketahui mana Hadith yang pertama kali disampaikan Nabi dan Hadith yang terakhir disampaikan Nabi.
Kehadiran Ilmu Nasi>kh  Wa Mansu>kh diawali oleh Qatadah bin Di’mar al-Sudusi (61-118 H.) dengan karyanya al-Nasi>kh wa al-Mansu>kh. Namun, kitab tersebut tidak terjaga sampai sekarang.[3]
B.    Urgensi Ilmu Nasi>kh  dan Mansu>kh
Nasi>kh  dan Mansu>kh hanya ada pada kajian hukum.[4] Ketika terdapat Hadith-hadith hukum yang bertentangan yang tidak bisa dikompromikan, maka dibutuhkan ilmu Nasi>kh dan Mansu>kh untuk menentukan hukum. Cara menentukannya satu sebagai Nasi>kh  dan lainnya sebagai Mansu>kh. Hadith yang datang terlebih dahulu sebagai Mansu>kh dan yang datang kemudian sebagai Nasi>kh.
Nasi>kh  dan Mansu>kh  merupakan hal yang harus diketahui oleh mereka yang menekuni kajian hukum-hukum syari’at. Sebab, tidak mungkin bagi seseorang untuk menggali hukum-hukum dari dalil-dalilnya tanpa mengetahi dalil-dalil Nasi>kh  dan Mansu>kh.[5]
Seorang tanpa mengetahui dalil-dali Nasi>kh  dan Mansu>kh akan terjebak dalam kesalahan dalam penentuan hukum. Begitu juga seorang Muslim yang mengamalkan suatu Hadith tanpa mengaetahui kalau Hadith itu Mansu>kh (sudah terhapus hukumnya), berarti dia telah terjatuh ke dalam ilmu yang tidak diperintahkan oleh syari’at untuk mengamalkannya. Memahami khabar secara literal memang mudah, tetapi memahaminya secara detail sangatlah sulit. Kesulitan itu dikarenakan adanya misteri-misteri yang terkandung di dalam teks-teks itu yang mengakibatkan tidak mudah untuk menggali kandungan hukumnya. Salah satu untuk mengetahui kejelasannya adalah dengan mengetahui mana yang awal dan mana yang akhir dari dua hal yang tampak bertentangan.
C.    Cara Mengetahui Nasi>kh  dan Mansu>kh
Nasi>kh  dan Mansu>kh dapat diketahui dengan cara sebagai berikut;[6]
  1. Pernyataan dari Rasulullah, seperti sabda beliau yang artinya, “Aku dulu pernah melarang kalian berziarah kubur, maka (sekarang) berziarahlah kalian, karena hal itu bisa mengingatkan akhirat.” (HR. Muslim).
  2. Perkataan Sahabat.
  3. Mengetahui sejarah, seperti Hadith yang diriwayatkan Syaddah bin ‘Aus: Rasulullah bersabda yang artinya “Orang yang membekam dan yang dibekam batal puasanya.” (HR. Abu Dawud). Hadith ini di-Nasakh oleh hadith yang diriwayatkan Ibnu Abbas yang artinya: “bahwasanya Rasulullah berbekam sedangkan beliau sedang ihram dan berpuasa.” (HR. Muslim). Dalam salah satu jalur sanad Syaddad dijelaskan, bahwa Hadith itu diucapkan pada tahun 8 Hijriyah ketika terjadi fathul Makkah sedangkan Ibnu Abbas menemani Rasulullah SAW dalam keadaan Ihram pada saat Haji Wada’ tahun 10 Hijriyah. Oleh karenanya, Hadith yang pertama di-Nasakh hukumnya oleh hadith setelahnya.
D.    Kitab-kitab Tentang Nasi>kh  dan Mansu>kh
Sebagian ulama telah menyusun buku tentang Nasi>kh  dan Mansu>kh dalam Hadith, diantaranya:
1.      Al-Nasi>kh  wa al-Mansu>kh, karya Qatadah bin Di’amah al-Sadusi (w.118 H), namun tidak sampai ke tangan kita sekarang.
2.      Nasi>kh  al-Hadith wa Mansu>khu, karya ahli Hadith Iraq, Abu Hafsh Umar Ahmad al-Baghdadi, yang dikenal dengan Ibnu Syahin (w.385 H).
3.      Nasi>kh  al-Hadith wa Masukhu, karya al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Muhammad al-Atsram (w.261 H).
4.      Al-I’tibar fi al-Nasi>kh  wa al-Mansu>kh min al-Atsar, karya Imam Abu Bakar Muhammad bin Musa al-Hazimi al-Hamadani (w.584 H).[7]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.    Sesuatu yang membatalkan, menghapus, memindahkan, disebut dengan Nasi>kh. Sedangkan yang dibatalkan, dihapus, dipindahkan, disebut dengan Mansu>kh.
2.    Nasi>kh  dan Mansu>kh hanya ada pada kajian hukum. Sebab, tidak mungkin bagi seseorang untuk menggali hukum-hukum dari dalil-dalilnya tanpa mengetahi dalil-dalil Nasi>kh  dan Mansu>kh.
3.    Nasi>kh  dan Mansu>kh dapat diketahui dari pernyataan Rasulullah SAW, Sahabat, dan Sejarah.
Baca juga Artikel yang terkait:



[1] Muhammad Gufron dkk, Ulumul Hadits, (Yogyakarta : Teras, 2013), 83.
[2] Ibid., 83.
[3] Ibid., 83-84.
[4] Zainudin dkk, Studi Hadits, (Surabaya : UIN Sunan Ampel Press, 2013), 197.
[5] Ibid., 198.
[6] Muhammad Gufron dkk, Ulumul Hadits, (Yogyakarta : Teras, 2013), 84-85.
[7] Ibid., 85-86.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DALIL PUASA RAMADHAN DALAM AL-QUR'AN DAN HADIST

  Dalil Puasa Ramadhan dalam Al-Qur'an Berikut empat dalil tentang puasa Ramadhan yang ada dalam Al-Qur'an: 1. Surah Al-Baqarah ...