Para Ulama hadis membagi hadis sahih
menjadi dua macam yaitu hadis sahih li dhatih dan hadis sahih
li ghairih. Hadis sahih li dhatih adalah hadis yang memenuhi
kriteria-kriteria hadis sahih yang lima sebagaimana di jelaskan
sebelumnya. Hadis sahih kategori ini telah di himpun oleh para mudawwin
hadis seperti al-Bukhari dalam kitab nya sahih al-Bukhari. Muslim
Ibn al-Hajjaj dalam Sahih Muslim, Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Ahmad
bin Hambal Dalam Musnad Ahmad, dan lain sebagainya.[1]
Hadis sahih
li ghairih. Aadalah hadis yang kesahihanya di bantu dengan
adanya hadis yang lain. Pada mulanya hadis kategori in memiliki
kelemahan berupa periwayat yang kurang dabit, sehingga di nilai tidak
memenuhi syarat untuk di
kategorikan sebagai hadis sahih. Tetapi, setelah di ketahui ada hadis
lain dengan kandungan matan yang sama dan berkualitas sahih. Maka hadis
tersebut naik derajatnya menjadi sahih. Dengan kata lain, hadis sahih
lighairih pada asalnya adalah hadis hasan yang ada hadis
sahih dengan matan yang sama, maka hadis hasan tersebut naik
menjadi hadis sahih.
1)
Contoh Hadis
sahih li dhatih
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ عُمَارَةَ
بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه
وسلم فَقَالَ يَا رَسُولَ /اللهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ
صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ
أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ ( صحيح البخاري :5971 )
Meriwayatkan kepada kami Qutaibah Bin Sa’id, Ia berkata “meriwayatkan kepada kami jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’Qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata : Datang kepada Rasul Allah seorang laki laki ia bertanya “Ya Rasul Allah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan ku yang baik” Rasul Allah menjawab “Ibu mu” Orang itu bertanya “kemudian siapa”? Rasul Allah menjawab “Ibu mu” Orang itu bertanya lagi “kemudian siapa”? Rasul Allah menjawab “Ibu mu” Orang itu kembali bertanya “kemudian siapa”? Rasul Allah menjawab “kemudian Bapak mu”[2]. (Sahih Bukhari : 5971)
Sanad hadis di atas
bersambung melalui pendengaran orang yang adil dan dabit dari orang yang
semisalnya. Al-Bukhari dan Muslim adalah dua orang Imam yan agung dalam bidang
ini. Dan guru mereka, Qutaibah
bin Said, Adalah orang yang thiqah dan Thabt serta berkedudukan
tinggi. Jarir
adalah putera Abdul Hamid, seorang rawi yang thiqah dan sahih
kitabnya. Umarah
Bin Al-Qa’Qa’ juga seorang yang thiqah Demikian pula Abu Zur’ah
al-Tabi’i Ia Adalah Putera ‘amr bin Jarir bin Abdullah al-Bajali.
Para perawi dalam sanad di atas seluruhnya orang thiqah dan di pakai berhujah oleh para imam. Untaian sanad di atas telah di kenal di kalangan muhaddithin, dan padanya tidak terdapat hal hal yang janggal. Demikian pula matan hadis tersebut sesuai dengan dalil dalil lain tentang masalah yang sama. Jadi hadis tersebut termasuk hadis yang sahih dengan sendirinya (sahih li dhatih)[3]
2)
Contoh hadis sahih li ghairih.
حدثنا أبو
كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال :
قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل
صلاة (سنن الترمذي : 22)[4]
Nabi
berkata “Seandaianya saya tidak (dianggap) mempersulit umatku, niscaya
aku akan memerintahkan mereka untuk
bersiwak setiap kali hendak shalat. (Suan Al-Tirmidhi : 22)
Muhammad Ibn ‘Amr ‘Alqamah termasuk perawi yang terkenal jujur, tetapi tidak termasuk ahlul Itqan (mereka yang memiliki hafalan yang kuat). Sehingga ada yang menilainaya Da’if dari sisi hafalan namun yang lain menilainya Thiqah dari sisi kejujurannya. Jadi hadis ni termasuk hadis hasan li datih dan sahih lighairi. Karena ia hadis in juga di riwayatkan dari guru Muhammad Ibn ‘Amr dari guru-gurunya melalui jalur lain. Ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, yaitu Al-A’raj, Sa’id al-Maqbariy, Ayahnya dan lain lain.
Berikut Hadis penguat dari jalur lain.
وحدثني عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي
هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال :لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم
بالسواك (الموطأ :145)[5]
Nabi berkata “Seandianya saya tidak (dianggap) mempersulit umatku, niscaya aku akan memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat. (Al-Muata’ : 145)
- Pengertian Kodifikasi Hadist
- Sejarah Kodifikasi Hadist
- Faktor-Faktor Pendorong Kodifikasi Hadist
- Metode Kodifikasi Hadist
- Otoritas Hadis Dalam Kehidupan Manusia
- Otoritas Kashaf Dalam Hadis Nabawi
- Studi Kasus Hadis : Hadis tentang Ilmu yang Tersembunyi
- Definisi Hadis Shahih Dan Kriterianya
- Perbedaan Kriteria Hadis Sahih Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Dan kitab-kitab Hadis Lain
- Macam-Macam Hadis Sahih
- Sanad Yang Paling Sahih Dan Silsilah Al-Dzahab
- Kehujjahan Hadis Sahih
DAFTAR PUSTAKA
Ajaj, Muhammad Al-Khatib Usul Al-Hadith, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1998
-------------------------------------, Hadis Nabi Sebelum Dibukukan, Terj AH. Akraom Fahmi (Gema Insani Press,1999)
Anas, Malik Ibn, Muwatta’.
Bukhari Sahih Bukhari.
Idri, Studi Hadith, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010
Nuruddin Itr, Ulum Al-Hadith, Bandung, PT Remaja Rosdakarya 2012
Habshy, Muhammad Al-Shidiqie, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadith Semarang Pustaka Rizqi Putra 2009
Sholahudin, Muhammad Agus & Suyadi, Agus, Ulum Al-Hadith, Bandung, Pustaka setia.
Tirmidhi Sunan Al-Tirmidhi.