HOME

05 Maret, 2022

Macam-Macam Hadis Sahih

 

Para Ulama hadis membagi hadis sahih menjadi dua macam yaitu hadis sahih li dhatih dan hadis sahih li ghairih. Hadis sahih li dhatih adalah hadis yang memenuhi kriteria-kriteria hadis sahih yang lima sebagaimana di jelaskan sebelumnya. Hadis sahih kategori ini telah di himpun oleh para mudawwin hadis seperti al-Bukhari dalam kitab nya sahih al-Bukhari. Muslim Ibn al-Hajjaj dalam Sahih Muslim, Abu Daud dalam Sunan Abu Daud, Ahmad bin Hambal Dalam Musnad Ahmad, dan lain sebagainya.[1]

Hadis sahih li ghairih. Aadalah hadis yang kesahihanya di bantu dengan adanya hadis yang lain. Pada mulanya hadis kategori in memiliki kelemahan berupa periwayat yang kurang dabit, sehingga di nilai tidak memenuhi syarat  untuk di kategorikan sebagai hadis sahih. Tetapi, setelah di ketahui ada hadis lain dengan kandungan matan yang sama dan berkualitas sahih. Maka hadis tersebut naik derajatnya menjadi sahih. Dengan kata lain, hadis sahih lighairih pada asalnya adalah hadis hasan yang ada hadis sahih dengan matan yang sama, maka hadis hasan tersebut naik menjadi hadis sahih.

1)    Contoh Hadis sahih li dhatih

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ ، حَدَّثَنَا جَرِيرٌ ، عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ بْنِ شُبْرُمَةَ ، عَنْ أَبِي زُرْعَةَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ يَا رَسُولَ /اللهِ مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِي قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ أُمُّكَ قَالَ ثُمَّ مَنْ قَالَ ثُمَّ أَبُوكَ ( صحيح البخاري :5971 )

Meriwayatkan kepada kami Qutaibah Bin Sa’id, Ia berkata “meriwayatkan kepada kami jarir dari ‘Umarah bin Al-Qa’Qa’ dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia berkata : Datang kepada Rasul Allah seorang laki laki ia bertanya  “Ya Rasul Allah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan ku yang baik” Rasul Allah menjawab “Ibu mu” Orang itu bertanya  “kemudian siapa”? Rasul Allah menjawab “Ibu mu” Orang itu bertanya lagi “kemudian siapa”? Rasul Allah menjawab “Ibu mu” Orang itu kembali bertanya “kemudian siapa”? Rasul Allah menjawab “kemudian Bapak mu”[2]. (Sahih Bukhari : 5971)

            Sanad hadis di atas bersambung melalui pendengaran orang yang adil dan dabit dari orang yang semisalnya. Al-Bukhari dan Muslim adalah dua orang Imam yan agung dalam bidang ini. Dan guru mereka, Qutaibah bin Said, Adalah orang yang thiqah dan Thabt serta berkedudukan tinggi. Jarir adalah putera Abdul Hamid, seorang rawi yang thiqah dan sahih kitabnya. Umarah Bin Al-Qa’Qa’ juga seorang yang thiqah Demikian pula Abu Zur’ah al-Tabi’i Ia Adalah Putera ‘amr bin Jarir bin Abdullah al-Bajali.

           Para perawi dalam sanad di atas seluruhnya orang thiqah dan di pakai berhujah oleh para imam. Untaian sanad di atas telah di kenal di kalangan muhaddithin, dan padanya tidak terdapat hal hal yang janggal. Demikian pula matan hadis tersebut sesuai dengan dalil dalil lain tentang masalah yang sama. Jadi hadis tersebut termasuk hadis yang sahih dengan sendirinya (sahih li dhatih)[3]

 

2)    Contoh hadis sahih li ghairih.

حدثنا أبو كريب حدثنا عبدة بن سليمان عن محمد بن عمرو عن أبي سلمة عن أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة (سنن الترمذي : 22)[4]

Nabi berkata “Seandaianya saya tidak (dianggap) mempersulit umatku, niscaya aku akan  memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat. (Suan Al-Tirmidhi : 22)

      

                        Muhammad Ibn ‘Amr ‘Alqamah termasuk perawi yang terkenal jujur, tetapi tidak termasuk ahlul Itqan (mereka yang memiliki hafalan yang kuat). Sehingga ada yang menilainaya Da’if dari sisi hafalan namun yang lain menilainya Thiqah dari sisi kejujurannya. Jadi hadis ni termasuk hadis hasan li datih dan sahih lighairi. Karena ia hadis in juga di riwayatkan dari guru Muhammad Ibn ‘Amr dari guru-gurunya melalui jalur lain. Ada yang meriwayatkan dari Abu Hurairah, yaitu Al-A’raj, Sa’id al-Maqbariy, Ayahnya dan lain lain.

Berikut Hadis penguat dari jalur lain.

وحدثني عن مالك عن أبي الزناد عن الأعرج عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه و سلم قال :لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك (الموطأ :145)[5]

Nabi berkata “Seandianya saya tidak (dianggap) mempersulit umatku, niscaya aku akan  memerintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali hendak shalat.  (Al-Muata’ : 145)

Baca Juga Artikel yang lainya :

DAFTAR PUSTAKA

Ajaj, Muhammad Al-Khatib Usul Al-Hadith, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1998

-------------------------------------, Hadis Nabi Sebelum Dibukukan, Terj AH. Akraom                         Fahmi (Gema Insani Press,1999) 

Anas,  Malik Ibn, Muwatta’.

Bukhari Sahih Bukhari.

Idri, Studi Hadith, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010

Nuruddin Itr, Ulum Al-Hadith, Bandung, PT Remaja Rosdakarya 2012

Habshy, Muhammad Al-Shidiqie, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadith Semarang Pustaka                     Rizqi Putra 2009

Sholahudin, Muhammad Agus & Suyadi, Agus, Ulum Al-Hadith, Bandung, Pustaka                         setia.

Tirmidhi Sunan Al-Tirmidhi.


[1] Idri, Studi Hadis, (Kencana Prenada Media Group,2010) 172-173

[2] Imam Al-Bukhari Sahih Bukhari.

[3] Nur Al-din Itr, Ulum Al-Hadith (PT.Remaja Rosda Karya 2012) 244.

[4] Al Tirmidhi Sunan Al-Tirmidhi,.34.

[5] Malik Ibn Anas, Muwatta’, .66.

Perbedaan Kriteria Hadis Sahih Dalam Kitab Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Dan kitab-kitab Hadis Lain

 

a)      Imam al-Bukhari

Nama lengkapnya adalah Abu’abdullah Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhari. Ia dilahirkan pada bulan Syawal 194 H di negeri Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah sehingga lebih di kenal dengan nama Al-Bukhari[1]

Sejak kecil ia telah menunjukkan kecerdasanya, ia hafal Al-Qur’an pada masa kanak-kanak, kemudian menghafalkan hadis dari gurunya di Bukhara.[2]

Imam Bukhari adalah salah satu tokoh yang memilki hafalan dan keteguhan ingatan yang sangat kuat. Sumber-sumber yang menyebutkan biografi beliau semuanya menyebutkan hal ini. Oleh karena itu, kita tidak perlu merasa heran bahwa majlis Imam Bukhari di baghdad dihadiri tidak kurang dari sepuluh ribu orang.

Pada ahir hayat beliau Imam bukhari keluar menuju Khartank suatu tempat berjarak dua farsakh dari Samarkand. Di sanalah beliau wafat pada tanggal 30 Ramadhan 256 H.[3]

Imam Bukhari meninggalkan sekitar dua puluh karya dalam bidang hadis, ilmu-ilmunya dan tokoh-tokohnya serta ilmu ke-Islaman lainya. Yang terpopuler adalah al-Jami’ al-Sahih, yang lebih di kenal dengan sebutan Sahih Bukhari.

Sahih Bukhari di anggap sebagai karya pertama yang memuat hadis sahih saja. Imam Bukhari menghimpun 9082 buah hadis di dalamnya –dengan pengulangan di dalam nya- yang beliau pilih dari enam ratus ribu hadis. Dengan segenap upaya dan dalam waktu yang lama, kurang lebih enam belas tahun, beliau menyusun karya itu sampai muncul seperti yang kita lihat sekarang. Beliau tidak meletakkan satu hadis pun kecuali shalat dua rakaat terlebih dahulu. Dalam hal ini beliau mengatakan : “Aku jadikan ia sebagai hujjah antara diriku dengan Allah SWT”.

Kitab Bukhari itu telah didengar oleh kurang lebih sembilan puluh ribu orang pada masanya.[4]

1)        Syarat Imam Bukhari dalam kitab Sahihnya

Al-Bukhari berkata : “Dahulu kami pernah berada di samping Ishaq bin Rahawaih, Ia berkata “Alangkah baiknya jka engkau himpun suatu kitab khusus untuk Sunnah Nabi, yang Sahih” . Kemudian al-Bukhari berkata “Pesan itu begitu membekas dalam hatiku, maka mulailah aku melangkah menyusun al-Jami’ al-Sahih[5].

Imam Bukhari tidak menyebutkan secara tegas syarat yang beliau terapkan dalam mentakhrij hadis-hadis dalam kitabnya itu. Akan tetapi ulama’ menggalinya dari metode yang beliau tempuh. Orang yang meneliti dengan cermat akan memukan, bahwa beliau memilih perawi-perawi yang telah terkenal ‘adil dabit dan teguh. Tak seorang alim pun tak mengetahui hal ini, yakni metode spesifik yang beliau tempuh dalam kitab itu yang mengindikasikan kekuatan hafalan, keluasan ilmu dan kemampuan istinbat beliau.

Dalam penyusunan kitab sahih  nya Imam bukhari tidak merasa cukup dengan kesejamanan (mu’asarah) perawi dengan gurunya, tetapi mengharuskan adanya pertemuanantara keduanya, meski hanya sekali. Dari sinilah, Ulama mengatakan Imam Bukhari memiliki dua syarat, yaitu syarat mu’asyarah (Kesejamanan) dan syarat liqa’ (bertemunya perawi dengan gurunya)[6]

Berdasarkan kriteria kriteria itulah para Imam, yang klasik maupun modern, menilai bahwa kitab bukhari merupakan kitab hadis yang paling sahih. Bahkan merupakan kitab paling sahih setelah al-Qur’an. Para Ahli sepakat bahwa hadis muttasil yang marfu’ berstatus sahih dan di terima oleh umat.[7]

 

b)      Imam  Muslim

Nama lengkapnya adalah Al-Imam  Abu Husain Muslim Al-Hajjaj Al-Qusyairi al-Naisaburi. ia di lahirkan pada tahun 204 hijriah dan meninggal dunia pada sore hari Ahad bulan Rajab tahun 261 Hijriah dan di makamkan di Naisaburi. Ia juga sudah belajar hadis sejak kecil seperti Imam Bukhari dan pernah mendengar dari guru-guru Al-Bukhari dan ulama lain selain mereka. Ia juga telah menyusun beberapa karangan yang bermutu dan bermanfaat, yang paling bermanfaat adalah kitab sahih nya yang di kenal dengan Sahih Muslim.[8]

Para tokoh ilmu memujinya. Abu Zur’ah dan Abu Hatim mendahulukanya di atas para imam semasanya[9].

Imam muslim menyusun kitab nya itu dari tiga ratus ribu hadis yang di dengarnya langsung. Untuk menyeleksinya, beliau menghabiskan waktu sekitar lima belas tahun. Dalam hal ini Imam Muslim mengatakan “Aku tidak meletakkan suatu hadis pun dalam kitabku ini kecuali dengan Hujjah, dan aku tidak menggugurkan suatu hadispun dari kitabku ini kecuali dengan hujjah pula”.  Di tempat lain beliau mengatakan “Tidaklah semua hadis sahih yang ada pada ku aku letakkan letakkan dalam kitab ku ini. Aku hanya meletakkan yang di sepakati kesahihanya oleh ulama”. Maksudnya hadis sahih yang memenuhi syarat yang telah di sepakati oleh para ulama.[10]

Selain hadis hadis yang terulang, jumlah hadis yang ada pada sahih Muslim ada 3030 buah hadis, dan bila di hitung berdasarkan sanad sanad yang beragam mencapai sekitar sepuluh ribu hadis

1)      Syarat Imam Muslim Dalam kitab Sahih nya.

Setelah membicarakan syarat Imam bukhari dalam kitab Sahihnya, maka saatnya kita membicarakan syarat Imam Muslim. Tak seorang pun di antara keduanya yang menyebut secara tegas syarat yang keduanya terapkan. Ulama menggali syarat keduanya melalui metode takhrij keduanya, patut saya tegaskan di sini, bahwa masing masing men-takhrij hadis yang memenuhi syarat kesahihan, yakni muttasil sanad nya, diriwayatkan oleh perawi yang ‘adil lagi dabit dari perawi lain yang ‘adil lagi dabit pula, dari awal sampai akhir sanadnya tanpa shudhudh dan tanpa ‘illat.

Al-Nawawi berkata “Para ulama sepakat atas ke agunganya, keimananya, ketinggian martabatnya, kecerdasanya, dan kepeloporanya dalam dunia perhadisan ini[11].

Imam Muslim berbeda dengan Imam bukhari dalam hal, Imam muslim menghukumi snanad mu’an’an sebagai muttasil dan hal ini beliau sebutkan secara tegas dalam muqaddimah Sahihnya. Beliau berpendapat, bahwa kesejamanan cukub bisa menjadikan suatu riwayat diterima secara ‘an’anah, meski tidak ada riwayat yang falid bertemunya perawi dengan gurunya. Sedang Imam Bukhari tidak menilainya sebagai muttasil, kecuali ada riwayat yang valid bahwa keduanya pernah bertemu. Imam Muslim menilai bahwa perawi thiqah  tidak akan meriwayatkan kecuali dari orang yang ia dengar dari orang itu. Dan ia tidak akan meriwayatkan dari orang itu, kecuali hadis-hadis yang di dengarnya.

Kesimpulannya adalah bahwa Imam Muslim merasa cukup dengan kesejamanan antara perawi dengan gurunya (‘an’anah ), sedangkan Imam Bukhari tidak merasa cukup dengan kesejamanan (mu’asarah), tetapi mensyaratkan adanya pertemuan antara keduanya, meski hanya sekali.

       Intinya bahwa syarat yang di gunakan oleh Imam Muslim itu tidak menurunkan kualitas kitabnya, meskipun harus diakui bahwa syarat Imam Bukhari lebih ketat. Namun yang jelas keduanya mentakhrij hadis-hadis yang memenuhi syarat-syarat kesahihan.[12]

 

c)      Imam Abu Daud al-Sijistani

Beliau adalah Sulaiman Ibn Al-‘As’at Ibn Ishaq al-Azdiy al-Sijistaniy, penulis kitab terpopuler. Beliau lahir tahun 202 H dan telah mulai belajar sejak berusia dini. Kemudian beliau mengembara ke Hijaz, Syam, Irak, Mesir, al-Jazair, dan Khurasan. Beliau berguru kepada imam-imam terkemuka, antara lain Abu Amr adh-dharir, al-Qa’nabiy, Abu Al-Walid ath-Tayalisiy, Sulaiman ibn Harb Imam Ahmad Ibn Hambal dll.[13]

Abu Daud  meninggalkan banyak karya, Khususnya dalam bidang hadis dan sebagaian  ilmu syari’ah pada umumnya. Karya-karya beliau mencapai dua belas karya. Yang termasyhur adalah kitab sunan.

Abu Daud menjelaskan metode yang beliau gunakan dalam kitab sunan itu. Beliau mengatakan “saya menyebut hadis sahih dan yang serupa dengannya. Dan yang terlalu da’if akan saya jelaskan”. Lebih lanjut beliau mengatakan “ Dalam kitab sunan yang saya susun ini tidak ada satu hadis pun yang berasal dari perawi yang matruk. Bila ada hadis yang munkar, maka saya akan menjelaskan bahwa ia munkar,dan memang dalam bab tertentu tidak ada lainya, selain hadis itu.

Dengan demikian, Abu Daud mentakhrij dalam kitabnya itu yang sahih dengan yang lainnya. Beliau juga menjelaskan bahwa di dalam nya ada yang sangat da’if[14] 

 

d)   Imam Tirmidhi

Beliau adalah Abu Isa Muhammad Ibn Isa Ibn Surah al-Tirmidhi. Beliau lahir pada tahun 209 H, Di desa “buj”, wilayah tirmidh tepi sungai jihun. Beliau telah memulai menuntut ilmu sejak dini. Untuk itu, beliau melakukan pengembraan ilmiah ke Irak, Hijaz, Khurasan, dan lain-lain. Beliau berhasil bertemu dengan imam-imam dan syaikh-syaikh hadis, mendengar dan meriwayatkan dari mereka. Yang terpopuler antara lain Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Abu Daud. Beliau juga mendengar dari sebagian guru mereka, seperti Quthaibah Ibn Sa’id, Muhammad Ibn Basyar dan lain-lain. Banyak ahli ilmu yang meriwayatkan dari beliau.

Imam Tirmidhi meninggalkan banyak karya dalam biang hadis dan yang lain. Karya yang terpopuler adalah dalam bidang hadis yang berjudul Al-jami’  yang lebih di kenal dengan Sunan Al-Tirmidhi . Ia termasuk karya yang paling banyak mengandung faedah dan paling sedikit pengulangannya. Kitab ini lebih di kenal dengan sebutan Sunan Tirmidhi,  di samping di kenal pula dengan sebutan “Jami’ Al-Tirmidhi”. Sebagian ulama bersikap longgar dengan memberikan sebutan “Al-Jami’ Al-Sahih”  untuknya.

Imam Tirmidhi di dalam kitab itu mentakhrij hadis-hadis Shahih, hasan. da’if, gharib, dan mu’allal dengan menyebutkan ‘illatnya. Di samping itu, beliau juga menyebutkan hadis munkar dengan memberika penjelasan alasanya.[15]

Baca Juga Artikel yang lainya :

DAFTAR PUSTAKA

Ajaj, Muhammad Al-Khatib Usul Al-Hadith, Jakarta, Gaya Media Pratama, 1998

-------------------------------------, Hadis Nabi Sebelum Dibukukan, Terj AH. Akraom Fahmi (Gema Insani Press,1999) 

Anas,  Malik Ibn, Muwatta’.

Bukhari Sahih Bukhari.

Idri, Studi Hadith, Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2010

Nuruddin Itr, Ulum Al-Hadith, Bandung, PT Remaja Rosdakarya 2012

Habshy, Muhammad Al-Shidiqie, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadith Semarang Pustaka Rizqi Putra 2009

Sholahudin, Muhammad Agus & Suyadi, Agus, Ulum Al-Hadith, Bandung, Pustaka setia.

Tirmidhi Sunan Al-Tirmidhi..



[1] Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulum Al-Hadith, 230

[2] Nur al-Din Itr, Ulumul Hadis,235

[3] ‘Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith, (Gaya media Pratama,1998), 281

[4] Ibid, .281.

[5] Nur al-Din Itr, Ulumul Hadis, 254.

[6] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith. 282.

[7] Ibid., 282.

[8] Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulum Al-Hadith. 234.

[9] Nur al-Din Itr, Ulumul Hadis, 255.

[10] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith,.283.

[11] Nur al-Din Itr, Ulumul Hadis, 255.

[12] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith. 284.

[13] Ibid., 287.

[14] Ajaj Al-Khatib, Usul Al-Hadith. 287.

[15] Ibid. 288.

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...