DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . .
DAFTAR
ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . .
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan pemilihan judul. . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Latar Belakang masalah . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sekilas tentang definisi
masyarakat . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
B. Masyarakat desa . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
C. Masyarakat kota . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
D. Perbedaan Masyarakat Kota dan
Desa . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
E. Hubungan Desa dan Kota . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .
B.
Saran-saran . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . .
DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Alasan pemilihan
Judul
Melihat dari berbagai aspek yang ada,
baik kita lihat secara langsung ataupun melalui media informasi, baik cetak
maupun media elektronik, bahwa betapa fenomena hidup yang ada dipedesaan mulai
mengalami pergeseran nilai, norma serta adat istiadat yang tidak lagi dihiraukan oleh banyak penduduk
desa yang ingin merasa kehidupannya berubah, baik ekonomi maupun status
sosialnya. Serta fenomena kehidupan perkotaan yang mempunyai motto hidup “Biar
tekor asal Tersohor” menjadi sebuah gaya hidup serba boleh, walaupun
itu melabrak norma-norma hukum lebih-lebih norma agama.
B. Latar Belakang
Pemilihan Judul
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah
sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (atau semi
terbuka), dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang
berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah
suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah
sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain).
Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Masyarakat (society)
merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang
tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan
perhubungan antara pelbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud
sesuatu yang dibuat - atau tidak dibuat - oleh kumpulan orang itu. Masyarakat
merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.
Perkataan society datang
daripada bahasa Latin societas, "perhubungan baik dengan orang
lain". Perkataan societas diambil dari socius yang bererti
"teman", maka makna masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa
yang dikatakan sosial. Ini bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahawa
ahli-ahlinya mempunyai kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat
selalu digunakan untuk menggambarkan rakyat sesebuah negara.[1]
Walaupun setiap masyarakat itu
berbeza, namun cara ia musnah adalah selalunya sama: penipuan, pencurian,
keganasan, peperangan dan juga kadangkala penghapusan etnik jika perasaan
perkauman itu timbul. Masyarakat yang baru akan muncul daripada sesiapa yang
masih bersama, ataupun daripada sesiapa yang tinggal.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Masyarakat
Dalam Bahasa Inggris disebut Society,
asal katanya Socius yang berarti “kawan”. Kata “Masyarakat”
berasal dari bahasa Arab, yaitu Syiek, artinya “bergaul”. Adanya
saling bergaul ini tentu karena ada bentuk – bentuk akhiran hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia
sebagai pribadi melainkan oleh unsur – unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial
yang merupakan kesatuan[2]
B. Masyarakat
Pedesaan (masyarakat tradisional)
a. Pengertian desa/pedesaan
Yang dimaksud
dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma mengemukakan sebagai berikut: Desa
adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat
pemerintahan tersendiri[3]
Menurut Bintaro,
desa merupakan perwujudan atau kesatuan goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan
kultur yang terdapat ditempat itu (suatu daerah), dalam hubungan dan
pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut
Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri
sebagai berikut :
a)
mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b)
Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan
terhadap kebiasaan
c) Cara berusaha
(ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti :
iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan
Dalam kamus
sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris, Tradition artinya
Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara, dan ada beberapa
pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian desa itu sendiri
mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain diantara
unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar dan
pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti tolong
menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam berpakaian,
adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang mempunyai
ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32
Tahun 2004 disebutkan pengertian desa sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam system pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
Dari defenisi
tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian vital bagi keberadaan bangsa
Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan terkecil dari bangsa ini yang
menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini terbukti keragaman tersebut telah
menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan eksisnya bangsa. Dengan demikian
penguatan desa menjadi hal yang tak bisa ditawar dan tak bisa dipisahkan dari
pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir
semua kebijakan pemerintah yang berkenaan dengan pembangunan desa mengedepankan
sederet tujuan mulia, seperti mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik
desa, meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan
social desa, hingga memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa
lebih modern. Sayangnya sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada
kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek pembangunan, yang keuntungannya
direguk oleh actor yang melaksanakan pembangunan di desa tersebut : bisa elite
kabupaten, provinsi, bahkan pusat.[4]
Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena
itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara
teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan
menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan
fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana
disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata,
istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.
Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa
yang selama ini terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan
pembangunan untuk, dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan
eksisnya sebuah bangsa (nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap
pembangunan merupakan sebuah program yang diterapkan sampai kedesa-desa,
alangkah baiknya jika menerapkan konsep :”Membangun desa, menumbuhkan kota”.
Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan oleh banyak kalangan,
tetapi belum
dituangkan ke dalam buku yang khusus dan lengkap. Inilah tantangan yang harus
segera dijawab.
b.
Ciri-ciri
Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku
Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli Sosiologi “Talcot Parsons”
menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional (Gemeinschaft)
yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada
hubungannya dengan perasaan kasih sayang, cinta , kesetiaan dan kemesraan.
Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan
tolong menolong, menyatakan simpati terhadap musibah yang diderita orang
lain dan menolongnya tanpa pamrih.
b. Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari
Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan
diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
c. Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada
hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk
kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
d. Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat
khusus yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja,
tetapi merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau
keturunan.(lawanya prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang
tidak jelas terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang
dinyatakan eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk
menunjukkan sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat
terlihat pada desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari
luar.[5]
C. Masyarakat Perkotaan
a. Pengertian Kota
Seperti halnya desa, kota juga
mempunyai pengertian yang bermacam-macam seperti pendapat beberapa ahli berikut
ini.
i.
Wirth
Kota adalah suatu
pemilihan yang cukup besar, padat dan permanen, dihuni oleh orang-orang yang
heterogen kedudukan sosialnya.
Kota menurutnya, apabila penghuni setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya dipasar lokal.
iii.
Dwigth Sanderson
Kota ialah tempat
yang berpenduduk sepuluh ribu orang atau lebih.
Dari beberapa pendapat secara umum
dapat dikatakan mempunyani ciri-ciri mendasar yang sama. Pengertian kota dapat
dikenakan pada daerah atau lingkungan komunitas tertentu dengan tingkatan dalam
struktur pemerintahan.
Menurut konsep
Sosiologik sebagian Jakarta dapat disebut
Kota,[6] karena memang gaya
hidupnya yang cenderung bersifat individualistik. Marilah sekarang kita
meminjam lagi teori Talcott Parsons mengenai tipe masyarakat kota yang
diantaranya mempunyai ciri-ciri :
a). Netral
Afektif
Masyarakat Kota
memperlihatkan sifat yang lebih mementingkat Rasionalitas dan sifat rasional
ini erat hubungannya dengan konsep Gesellschaft atau Association. Mereka tidak
mau mencampuradukan hal-hal yang bersifat emosional atau yang menyangkut
perasaan pada umumnya dengan hal-hal yang bersifat rasional, itulah sebabnya
tipe masyarakat itu disebut netral dalam perasaannya.
b). Orientasi
Diri
Manusia dengan
kekuatannya sendiri harus dapat mempertahankan dirinya sendiri, pada umumnya
dikota tetangga itu bukan orang yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan
kita oleh karena itu setiap orang dikota terbiasa hidup tanpa menggantungkan
diri pada orang lain, mereka cenderung untuk individualistik.
c). Universalisme
Berhubungan dengan semua hal yang berlaku umum, oleh karena itu pemikiran rasional merupakan dasar yang sangat penting untuk Universalisme.
d). Prestasi
Mutu atau prestasi seseorang akan dapat
menyebabkan orang itu diterima
berdasarkan kepandaian atau keahlian yang dimilikinya.
e). Heterogenitas
Masyarakat kota lebih memperlihatkan
sifat Heterogen, artinya terdiri dari lebih banyak komponen dalam susunan
penduduknya.
b. Ciri-ciri
masyarakat Perkotaan
Ada beberapa ciri yang menonjol pada
masyarakat perkotaan, yaitu :
i.
Kehidupan keagamaannya berkurang,
kadangkala tidak terlalu dipikirkan karena memang kehidupan yang cenderung
kearah keduniaan saja.
ii.
Orang kota pada umumnya dapat mengurus
dirinya sendiri tanpa harus berdantung pada orang lain (Individualisme).
iii.
Pembagian kerja diantara warga-warga
kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
iv.
Kemungkinan-kemungkinan untuk
mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota.
v.
Jalan kehidupan yang cepat
dikota-kota, mengakibatkan pentingnya faktor waktu bagi warga kota, sehingga
pembagian waktu yang teliti sangat penting, intuk dapat mengejar
kebutuhan-kebutuhan seorang individu.
vi.
Perubahan-perubahan tampak nyata dikota-kota, sebab kota-kota biasanya terbuka
dalam menerima pengaruh-pengaruh dari luar.
D. Perbedaan antara desa dan kota
Dalam masyarakat
modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural community) dan
masyarakat perkotaan (urban community). Menurut Soekanto (1994), per-bedaan
tersebut sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat
sederhana, karena dalam masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa,
pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat
membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya
karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan
fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda,
bahkan kadang-kadang dikatakan "berlawanan" pula. Perbedaan ciri
antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat menurut Poplin
(1972) sebagai berikut:
Masyarakat
Pedesaan |
Masyarakat Kota |
Perilaku
homogen Perilaku yang
dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan Perilaku yang
berorientasi pada tradisi dan status Isolasi sosial,
sehingga statik Kesatuan dan
keutuhan kultural Banyak ritual
dan nilai-nilai sakral Kolektivisme |
Perilaku
heterogen Perilaku yang
dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi Mobilitas sosial, sehingga dinamik Kebauran dan
diversifikasi kultural Birokrasi
fungsional dan nilai-nilai sekular Individualisme |
Warga suatu
masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam
ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem
kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem kekeluargaan (Soekanto, 1994).
Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan ciri-ciri relasi sosial yang ada di
desa itu, adalah pertama-tama, hubungan kekerabatan. Sistem kekerabatan dan
kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan
pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang
genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk
adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan
pekerjaan sambilan saja[7].
Golongan
orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya memegang peranan penting.
Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka apabila ada kesulitan-kesulitan
yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa di daerah pedesaan
kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu seorang kiyai, ajengan,
lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk untuk
membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada
mudah mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu
masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri
ciri tersebut antara lain :
1)
jumlah dan kepadatan penduduk
2)
lingkungan hidup
3)
mata pencaharian
4)
corak kehidupan sosial
5)
stratifiksi sosial
6)
mobilitas sosial
7)
pola interaksi sosial
8)
solidaritas sosial
9)
kedudukan dalam hierarki sistem
administrasi nasional
E. Hubungan
Desa-kota, hubungan pedesaan-perkotaan.
Masyarakat
pedesaan dan perkotaan bukanlah dua komonitas yang terpisah sama sekali satu
sama lain. Bahkan dalam keadaan yang wajar diantara keduanya terdapat hubungan
yang erat. Bersifat ketergantungan, karena diantara mereka saling membutuhkan.
Kota tergantung pada dalam memenuhi kebutuhan warganya akan bahan bahan pangan
seperti beras sayur mayur , daging dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga
kasar bagi bagi jenis jenis pekerjaan tertentu dikota. Misalnya saja buruh
bangunan dalam proyek proyek perumahan. Proyek pembangunan atau perbaikan jalan
raya atau jembatan dan tukang becak. Mereka ini biasanya adalah pekerja pekerja
musiman. Pada saat musim tanam mereka, sibuk bekerja di sawah. Bila pekerjaan
dibidang pertanian mulai menyurut, sementara menunggu masa panen mereka
merantau ke kota terdekat untuk melakukan pekerjaan apa saja yang tersedia.
“Interface”,
dapat diartikan adanya kawasan perkotaan yang tumpang-tindih dengan kawasan
perdesaan, nampaknya persoalan tersebut sederhana, bukankah telah ada alat
transportasi, pelayanan kesehatan, fasilitas pendidikan, pasar, dan rumah makan
dan lain sebagainya, yang mempertemukan kebutuhan serta sifat kedesaan dan
kekotaan.
Hubungan
kota-desa cenderung terjadi secara alami yaitu yang kuat akan menang, karena
itu dalam hubungan desa-kota, makin besar suatu kota makin berpengaruh dan makin
menentukan kehidupan perdesaan.
Secara
teoristik, kota merubah atau paling mempengaruhi desa melalui beberapa caar,
seperti: (i) Ekspansi kota ke desa,
atau boleh dibilang perluasan kawasan perkotaan dengan merubah atau mengambil
kawasan perdesaan. Ini terjadi di semua kawasan perkotaan dengan besaran dan
kecepatan yang beraneka ragam; (ii) Invasi
kota , pembangunan kota baru seperti misalnya Batam dan banyak kota baru
sekitar Jakarta merubah perdesaan menjadi perkotaan. Sifat kedesaan lenyap atau
hilang dan sepenuhnya diganti dengan perkotaan; (iii) Penetrasi kota ke desa, masuknya produk, prilaku dan nilai kekotaan
ke desa. Proses ini yang sesungguhnya banyak terjadi; (iv) ko-operasi kota-desa, pada umumnya berupa pengangkatan produk yang
bersifat kedesaan ke kota. Dari keempat hubungan desa-kota tersebut kesemuanya
diprakarsai pihak dan orang kota. Proses sebaliknya hampir tidak pernah
terjadi, oleh karena itulah berbagai permasalahan dan gagasan yang dikembangkan
pada umumnya dikaitkan dalam kehidupan dunia yang memang akan mengkota.
Salah satu bentuk
hubungan antara kota dan desa adalah :
a). Urbanisasi
dan Urbanisme
Dengan adanya
hubungan Masyarakat Desa dan Kota yang
saling ketergantungan dan saling membutuhkan tersebut maka timbulah masalah
baru yakni ; Urbanisasi yaitu suatu proses berpindahnya penduduk dari
desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses
terjadinya masyarakat perkotaan. (soekanto,1969:123
).[8]
b)
Sebab-sebab
Urbanisasi
1.) Faktor-faktor yang mendorong penduduk desa untuk
meninggalkan daerah kediamannya (Push factors)
2.) Faktor-faktor yang ada dikota yang menarik penduduk desa
untuk pindah dan menetap dikota (pull factors)
·
Hal – hal yang
termasuk push factor antara lain :
a.
Bertambahnya
penduduk sehingga tidak seimbang dengan persediaan lahan pertanian,
b.
Terdesaknya
kerajinan rumah di desa oleh produk industri modern.
c.
Penduduk desa,
terutama kaum muda, merasa tertekan oleh oleh adat istiadat yang ketat sehingga
mengakibatkan suatu cara hidup yang monoton.
d.
Didesa tidak banyak
kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan.
e.
Kegagalan panen
yang disebabkan oleh berbagai hal, seperti banjir, serangan hama, kemarau
panjang, dsb. Sehingga memaksa penduduk desa untuk mencari penghidupan lain
dikota.
·
Hal – hal yang
termasuk pull factor antara lain :
a.
Penduduk desa kebanyakan beranggapan
bahwa dikota banyak pekerjaan dan lebih
mudah untuk mendapatkan penghasilan
b.
Dikota lebih
banyak kesempatan untuk mengembangkan usaha kerajinan rumah menjadi industri
kerajinan.
c.
Pendidikan
terutama pendidikan lanjutan, lebih banyak dikota dan lebih mudah didapat.
d.
Kota dianggap
mempunyai tingkat kebudayaan yang lebih tinggi dan merupakan tempat pergaulan
dengan segala macam kultur manusianya.
e. Kota memberi kesempatan untuk menghindarkan diri dari kontrol sosial yang ketat atau untuk mengangkat diri dari posisi sosial yang rendah ( Soekanti, 1969 : 124-125 ).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia
menjalani kehidupan didunia ini tidaklah
bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri dalam artian butuh bantuan dan
pertolongan orang lain , maka dari itu manusia disebut makhluk sosial, sesuai
dengan Firman Allah SWT yang artinya : “ Wahai manusia! Sungguh Kami
telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian
Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal (
bersosialisasi ).....” (Al-Hujurat :13 ). Oleh karena itu
kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita
kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya
itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang
ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini,
kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya
dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah
sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan
masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama,
mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita berprasangka atau mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi dikota saja, ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka adalah tempat yang aman, tenang dan berakhlak (manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan cenderung tertinggal.
B. Saran - saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding
lurus dengan pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap
pembangunan kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya
problem masalah yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang
produktif akibat urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan
paradigma yang sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi
bahagia dan sejahtera menjadi masalah serius.
Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih
fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka
lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan
juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan
kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik,
sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;
- MAKALAH ETIKA PENDIDIKAN PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR
- MAKALAH ILMU POLITIK DAN PENDIDIKAN IPS
- MAKALAH ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN ILMU ILMU SOSIAL
- MAKALAH MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
- MAKALAH KATA SERAPAN DAN ARABISASI
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu
Sosial Dasar. Jakarta: Rineke Cipta.
Kosim, H, E. 1996. Bandung:
Sekolah Tinggi Bahasa Asing Yapari
Marwanto, 12 November 2006. Jangan bunuh desa kami. Jakarta:Kompas
_______, 1994. Sosiologi 3 SMU.
Jakarta: Yudistira
[1] http://ms.wikipedia.org/wiki/Masyarakat
[2] Sosiologi 3 SMU 1994, hal. 68
[3] Drs. H. Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, 2003, Hal.241
[5] Sosiologi 3 SMU 1994, hal. 70
[6] H..E Kosim, STBA Yapari Bandung, 1996, Hal. 97
[7] Rr. Tjahjani Busono, MS Barliana, dan Johar Maknun, Perubahan Sosial di Desa Asal Migran Tenaga Kerja Wanita, Hal. 2-3
[8] H.E Kosim, STBA Yapari Bandung, 1996, Hal. 99
Tidak ada komentar:
Posting Komentar