DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ………............................................................................ i
KATA
PENGANTAR ........................................................................................
ii
DAFTAR
ISI ......................................................................................................
iii
BAB
I PENDAHULUAN ....................................................................................
1
A. Latar belakang ................................................................................
1
B. Rumusan Masalah
.......................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN ….…………………………..……………………….
3
A. Makna Etika Pendidikan
............................................................... 3
B. Makna
Pendidikan Dasar ..............................................................
6
C. Etika
Pendidikan Pada Jenjang pendidikan Dasar
......................... 7
BAB
III PENUTUP
......................................................................................... 16
Kesimpulan ...................................................................................... 16
DAFTAR
PUSTAKA ......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hak untuk memperoleh pendidikan di negeri ini, yaitu negara
Republik Indonesia. dijamin oleh konstitusi sesuai yang tercantum dalam UUD
1945 pasal 31 ayat 1, yang berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”.
Berdasarkan pasal tersebut jelas bahwa
semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan
utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia
ini.
Berkaitan dengan itu, tujuan dari diselenggarakannya sistem
Pendidikan Nasional, yaitu pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya.
Untuk mewujudkan tujuan tersebut
dibutuhkan berbagai aspek komponen yang menunjang terselenggaranya pendidikan
nasional agar berjalan dengan baik, salahsatunya yaitu etika pendidikan. Etika
pendidikan dipandang sebagai sesuatu hal yang penting, utamanya dalam
terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan yang dapat
dirasakan seluruh segenap masayarakat.
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak
dipahami dari satu aspek saja, akan
tetapi juga dari berbagai aspek juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini etika
pendidikan adalah pedomannya. Tanpa pedoman yang baik dalam penyelenggaraan
pembelajaran, maka tujuan pendidikan nasional untuk proses pembentukan manusia
seutuhnya, kebijakan dalam pembaharuan pendidikan secanggih apapun akan
berakhir sia-sia dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.
Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan
tingkah laku (akhlak). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang
dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil
penilaian. Etika pendidikan diperlukan agar pelaksanaan dari pembelajaran dapat
berjalan dengan baik dan lancar. etika pendidikan diperlukan disetiap jenjang
pendidikan. Tidak hanya pada tataran jenjang pendidikan menengah dan tinggi,
etika pendidikan pun juga diperlukan pada jenjang pendidikan dasar.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini disusun dan dibuat
untuk membahas bagaimana etika pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional
yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru
profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional
terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri
dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan
maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :
1
. Apa yang dimaksud dengan Etika pendidikan?
2
. Bagaimana etika pendidikan yang berlangsung pada jenjang Pendidikan Dasar!
BAB II
PEMBAHASAN
A. Makna Etika Pendidikan
Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau
kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah
seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ). Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.
Etika menurut Franz Magnis Suseno (1989)
adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara
langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang leih mendasar dan
kritis.
Menurut Solomon, Etika ialah studi tentang cara
penerapan hal yang baik bagi hidup manusia yang menurut Solomon, 1984:2,
mencakup dua aspek:
1. Disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan
pembenarannya.
2. Nilai-nilai hidup nyata dan hukum tingkah laku manusia yang
menopang nilai-nilai tersebut.
Menurut K. Bertenes, Etika adalah
nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam
mengatur tingkah lakunya.
Dari
pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk
tentang perbuatan dan tingkah laku (akhlak). Jadi, Etika membicarakan tingkah
laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk
sebagai suatu hasil penilaian.
Etika pada hakikatnya mengamati realitas
moral secara kritis, tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa
kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral
secara kritis. Etika bisa memiliki banyak arti dan tentu saja arti tersebut
saling erkaitan, yaitu : etika bisa dijelaskan sebagai cara pandang manusia
atau sekelompok manusia terhadap dua hal yaitu aik dan buruk; etika merupakan
ilmu dalam mempertimbangkan perbuatan manusia, sehingga bisa dinilai baik atau
buruknya; etika adalah ilmu untuk mengkaji berbagai norma yang ada dalam
masyarakat; dan etika merupakan pegangan nilai yang universal atau umum bagi
suatu masyarakat. Pada dasarnya etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok,
yaitu:
a)
ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral,
b) kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak atau perilaku menggambarkan nilai etis dan moralitas,
c) nilai mengenai benar dan salah yang
dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
tika adalah niilai-nilai atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Etika : ilmu yang mencari orientasi. Salah
satu kebutuhan manusia yang paling fundamental adalah orientasi. Sebelum kita
dapat melakukan sesuatu apapun kita harus mencari orientasi dulu. Kita harus
tahu dimana kita berada, dan kearah mana kita harus bergerak untuk memulai
tujuan kita. Tanpa orientasi kita tidak tidak tahu arah dan merasa terancam.
Etika juga bisa membantu kita untuk mencari orientasi, dengan Tujuan agar kita
tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap beragai pihak yang menetapkan
bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa
kita harus bersikap.
Etika dan ajaran moral. Sumber langsung
ajaran moral bagi kita adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang,
seperti orang tua dan guru, pemuka masyarakat dan agama, adapun sumber dasar
ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau
ideologi-ideologi tertentu.
Makna
atau arti etika lebih mengarah pada tindakan yang sadar dan disengaja. Istilah
etika ditinjau dari segi makna atau arti, hampir sama dengan moral, tetapi
dalam pemakaian ilmiah, moral biasanya hanya menyangkut kebaikan atau keburukan
secara lahiriah atau kelihatan dari apa yang sebenarnya terjadi. Jadi etika
adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebagai hasil yang tegas
berdasarkan analisa dan akal budi yang menyangkut pemikiran sistematik tentang
kelakuan, motivasi dan keadaan batin yang menyadarinya.
Etika bukan suatu sumber tambahan bagi
ajaran moral, melainkan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang
ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan
sebuah ajaran. Etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama. Jadi
etika kurang dan lebih dari ajaran moral. Kurang karena etika tidak berwenang
untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak. Wewenang itu
di klaim oleh berbagai pihak yang memberikan ajaran moral. Lebih, karena etika
berusaha untuk mengerti mengapa atau atas dasar apa kita harus hidup menurut
norma – norma tertentu.
Guna etika setiap orang perlu
bermoralitas, tetapi tidak setiap orang perlu beretika, karena etika adalah
pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkannya secara langsung
bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Ada
empat alasan mengapa etika pada zaman kita semakin perlu :
• Pertama, kita hidup
dalam masyarakat yang semakin pluralistik juga dalam bidang moralitas. Setiap
hari kita bertemu orang – orang dari suku, daerah, dan agama yang berbeda –
beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi.
• Kedua, kita hidup
dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan itu terjadi di
bawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita, yaitu
gelombang modernisasi.
• Ketiga, tidak
mengherankan bahwa proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini
dipergunakan oleh berbagai pihak untuk menawarkan ideologi – ideologi mereka
sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi
ideologi – ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk
penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing emosi.
• Keempat, etika juga
diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak menentukan dasar kemaantapan
mereka dalam iman keercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi
dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang
berubah.
Metode etika Ada suatu cara pendekatan
yang dituntut dalam semua semua aliran yang pantas disebut etika, ialah
pendekatan kritis. Etika paada hakikatnya mengamati realitas moral secara
kritis. Etika menuntut pertanggung jawaban dan mau menyingkapkan kerancuan.
Etika tidak membiarkan pendapat – pendapat moral begitu saja melainkan menuntut
agar pendapat – pendapat moral dikemukakan pertanggungjawaban. Etika berusaha
untuk menjernihkan permasalahan moral.
B. Makna
Pendidikan Dasar
Pendidikan dasar adalah jenjang
pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan
dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan menengah.
Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun. Di akhir masa pendidikan
dasar, para siswa diharuskan mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN). Kelulusan UN menjadi
syarat untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs).
Sekolah dasar (disingkat SD; bahasa
Inggris: Elementary School) adalah jenjang paling dasar pada
pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun,
mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid kelas 6 diwajibkan mengikuti Ujian
Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah
dasar dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama (atau sederajat).
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun.
Di Indonesia, setiap
warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni
sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau
sederajat) 3 tahun. Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun
swasta. Sejak diberlakukannya otonomi
daerah pada tahun 2001,
pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di
bawah Departemen Pendidikan
Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah kabupaten/kota. Sedangkan
Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar
nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit
pelaksana teknis dinas pendidikan
kabupaten/kota.
Pada masa penjajahan Belanda, sekolah menengah tingkat atas disebut sebagai Europeesche Lagere School (ELS). Setelahnya, pada masa penjajahan Jepang, disebut dengan Sekolah Rakyat (SR). Setelah Indonesia merdeka, SR berubah menjadi Sekolah Dasar (SD) pada tanggal 13 Maret 1946.
Budaya pada jenjang
Sekolah dasar Sekolah
dasar negeri di Indonesia umumnya menggunakan seragam putih merah untuk hari
hari biasa, seragam coklat untuk pramuka/hari tertentu, dan pada
sekolah-sekolah tertentu menggunakan seragam putih-putih untuk upacara bendera.
Upacara bendera dilaksanakan setiap
hari Senin pagi sebelum dimulai pelajaran.
Pengelolaan Pendidikan
dasar di Indonesia pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu yang dikelola oleh
pemerintah biasanya disebut Sekolah Dasar Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri
sedang yang kedua dikelola oleh masyarakat biasanya disebut Sekolah Dasar
Swasta dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta. SD dibawah lingkup Kemendikbud sedang MI dibawah
lingkup Kemenag. disamping itu ada pula
sekolah dasar dibawah lingkup Kemendikbud berciri khas agama dengan sebutan
Sekolah Dasar Islam atau Sekolah Dasar Kristen,dll.
C. Etika
Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Dasar
Etika pendidikan menurut Undang-undang
No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai cita-cita luhur
tersebut, pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha dalam
peningkatan kualitas pendidikan yang tentu saja sebagian dari peningkatan
kualitas itu sudah kita rasakan bersama namun masih kurang optimal.
Dalam sejarah pendidikan Indonesia, pola
serta metode yang dijalankan umumnya menganut serta mengadopsi akar budaya
bangsa kita yakni mengedepankan output anak didik yang sopan santun, pintar,
berkhlak yang disebut juga etika. Tapi kenyataannya kita dihadapkan pada pergeseran
nilai yang menggamarkan adanya pandangan yang berbeda tentang nilai-nilai yang
dianut oleh generasi sebelumnya dengan generasi penerusnya.
1. Etika Pendidik/Guru
Kode etik adalah sistem norma, nilai
dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan
baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik
menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus
dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan
jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan
melindungi perbuatan yang tidak profesional.
Dalam proses pendidikan, banyak
unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik.
Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi
kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan.
Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional
seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam
hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik
profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto
dan kosasi, 1994:34-35).
Kode Etik Guru Indonesia
Guru Indonesia menyadari bahwa
pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan
negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila
dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas
terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus
1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya
dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:
1.
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
2.
Guru memiliki dan melaksanakan
kejujuran profesional.
3.
Guru berusaha memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
4.
Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.
5.
Guru memelihara hubungan dengan
orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7.
Guru memelihara hubungan
seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
8.
Guru secara bersama-sama memelihara
dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9.
Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang
pendidikan.
Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya
membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.
Pada butir kesembilan Kode Etik Guru
Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam
bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa
guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat
oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.
Guru merupakan aparatur negara dan
abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus
mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan
melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah
mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi
kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi
menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. etika guru diantaranya:
1. Etika Guru Profesional Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan
2. Etika Guru Profesional Terhadap
Anak Didik
3. Etika Guru Profesional terhadap
pekerjaan
4. Etika Guru Profesional Terhadap
Tempat kerja
Dalam kurikulum tersebut, secara
eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam
pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku
dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan
menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu
produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.
Dalam Kode Etik Guru Indonesia
dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk
membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak
didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu
ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani.
Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin.
Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.
Pertama, guru hendaknya memberi
contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga
kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus
diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi
anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman
(2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan
belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang
guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa.
Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk
terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada
peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif,
terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.
Kedua, guru harus dapat mempengaruhi
dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan
menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru
bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’
bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal
itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.
Ketiga, hendaknya guru menghargai
potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa
yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya.
Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman
potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan
peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata,
2004:4).
Semua kemahiran tersebut perlu
dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa
secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam
perilaku mendidik.
Sementara itu, prinsip manusia
seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat,
utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu
pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik
seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual
saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik
jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat
pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi
manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik
tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan
kemauan guru.
Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang
mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam
bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang
memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan
pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan
permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang
biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru
selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan
pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan
mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia
yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.
Secara profesional, guru tidak boleh
dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang
dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi
seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang
dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya
yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.
Untuk meningkatkan mutu profesinya,
menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal.
Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti
penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal
dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.
Sudah diketahui bersama bahwa
suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas.
Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang
tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.
Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa
pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang
memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini
terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada
dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.
Disisi lain, jika kita dihadapkan
dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku
pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru?
Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang
memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik.
Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.
Berkaitan dengan ini, pendekatan
pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif.
Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan
materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa
mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Sementara itu, sikap profesional
guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di
lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan
orang tua peserta didik.
Untuk melihat sikap batin maupun perbuatan lahir dibutuhkan suatu alat, yakni ukuran moral berdasarkan pengalaman dan pengamatan, kiranya dapat kita katakan bahwa sekurang-kurangnya kita mengenal adanya dua ukuran yang berbeda, yakni ukuran yang ada dalam hati kita dan ukuran yang dipakai oleh orang lain waktu mereka menilai diri kita.
2. Perkembangan Moral Anak
Anak
Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak
didunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia
diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi dan harapan yang
dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri. Masalah yang paling penting
dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai
seorang guru atau orang tua agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita
arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam
sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan yang sesuai dengan
tingkat dan pemahaman mereka.
3.
Pengaruh lingkungan dan kemajuan
IPTEK bagi Anak Didik
Baik buruknya
sikap, perbuatan dan perilaku seorang anak yaitu siswa banyak didapatkan dari
lingkungan. Pengaruh yang didapatnya biasanya tidak berasal dari diri sendiri
melainkan dari lingkungan. Perilaku seorang anak didapat dari efek lingkungan
yang tidak sehat dan kurang mendukung, baik itu pada lingkungan keluarganya,
lingkungan sekitar tempat tinggalnya,
maupun juga lingkungan di sekolahnya. Untuk itu diperlukan lingkungan yang
sehat dan mendukung dalam menumbuhkembangkan sikap, perilaku dan karakter yang memiliki
etika. Lingkungan berpengaruh besar dalam mempengaruhi seorang anak memiliki
etika yang baik. Untuk itu semua komponen harus menyediakan lingkungan yang
baik dan sehat dalam mempersiapkan anak memiliki etika yang baik, yaitu
keluarganya, kepala sekolah di sekolahnya, pejabat yang berwenang di lingkungan
tempat tinggalnya.
Perkembangan
teknologi semakin masyarakat di kalangan anak didik. Hal ini merupakan suatu
kebanggaan bagi orang itu, karena punya anak yang tidak ketinggalan zaman.
Orang tua menyadari akan pentingnya HP bagi anaknya dengan berbagai alasan.
Sehingga HP, dewasa ini bukan barang mewah lagi atau bukan kebutuhan
sekunder, melainkan kebutuhan primer. HP dipergunakan untuk hal-hal pelayanan,
transaksi bisnis dan promosi.
Perkembangan
teknologi semakin meningkat, fungsi HP semakin meluas bukan hanya sebagai
alat komunikasi, tetapi juga dipergunakan dalam urusan lain seperti : SMS, MP3,
video, kamera, record, sehingga HP menjadi multimedia. Siapa tak tertarik
olehnya.
Keberhasilan
HP menggoroti pikiran orang tidak disadari imperialisme budaya pun merajalela.
Kini HP adalah sukunya anak didik. Hampir semua anak didik mengantungi HP.
Mereka merasa PD dengan HP dan seolah-olah menyatakan dirinya “saya orang
modern, saya orang teknologi”. Budaya tradisional semakin jauh ketinggalan oleh
gaya hidup mewah.
Etika oleh
filsafat Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjuk
filsafat moral. Secara etimologi berarti adat, kebiasaan. Untuk kasus di atas
pengertian etika secara etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan
lain yang lebih koperensif tentang pengertian etika yaitu:
1. Nilai-nilai dan norma-norma moral
yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah
lakunya.
2. Kumpulan asas atau nilai moral (kode
etik)
3. Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Kalau
berorientasi pada teori belajar hakekat belajar adalah adanya perubahan tingkah
laku. Pengalaman siswa bagian dari proses pembelajaran, kemampuan menggunakan
HP juga bagian dari pembelajaran. Tetapi perubahan tingkah laku atau perilaku
yang bagaimana yang diinginkan dalam pendidikan? Untuk itu menjawabnya adalah
etika, etika moral seorang siswa. Jadi tujuan pendidikan atau pembelajaran yang
dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang beretika.
4. Pendekatan dan Metode dalam
Penanaman Nilai Moral Kepada Anak.
Metode dan
pendekatan seringkali digunakan secara bergantian, bahkan keduanya seringkali
dikaburkan atau disamakan dalam penggunaannya. Keduanya sebenarnya memiliki sedikit
perbedaan yang bisa dijadikan untuk memberikan penegasan bahwa kedua istilah
tersebut memang berbeda. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W. J. S.
Poerwadarminta edisi III (2007:275) pendekatan memiliki arti hal yang
(perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan. Sedangkan menurut Kamus Bahasa
Inggris arti pendekatan adalah jalan untuk melakukan sesuatu (John M. Echols,
2002:35). Dari dua arti tersebut dapat dipahami bahwa pendekatan setidaknya
mengandung unsur sebagai suatu kegiatan yang meliputi: proses perjalanan waktu,
upaya untuk mencapai sesuatu dan dapat pula memiliki ciri sebagai sebuah jalan
untuk melakukan sesuatu. Terkait dengan hal tersebut di atas, tepat kiranya
sebagai pendidik ataupun orang tua memahami bahwa untuk menyampaikan sesuatu
pesan pendidikan diperlukan pemahaman tentang bagaimana agar pesan itu dapat
sampai dengan baik dan diterima dengan sempurna oleh anak didik. Untuk mencapai
ketersampaian pesan kepada anak didik tentunya seorang pendidik atau orang tua
harus memiliki ataupun memilih keterampilan untuk menggunakan pendekatan yang
sesuai dengan pola pikir dan perkembangan psikologi anak.
5. Pengaruh Pendidikan Etika Terhadap
Anak Didik
Menurut
pendapat Akhmad Sudrajad, pengaruh pendidikan etika terhadap anak didik, dengan
pendidikan etika dapat memungkinkan anak didik:
1. Mematuhi aturan-aturan sosial yang
berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.
2. Menghargai keanekaragaman
3. Menunjukkan kemampuan berpikir
logis, kritis, kredit, inovatif dan bijaksana.
4. Menunjukkan kemampuan menganalisis,
memecahkan masalah dan dalam kehidupan secara bermatabat.
5. Memanfaatkan lingkungan secara
bertanggung jawab dan bijaksana.
6. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dalam negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan saling menghargai.
7. Menunjukkan keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, menulis dengan bahasanya dan bakatnya dengan penuh sopan
santun.
8. Menguasai pengetahuan yang
diperlukan dengan penuh arif dan bijaksana.
Dari
pernyataan tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa pendidikan etika besar
pengaruhnya terhadap anak didik, termasuk pencapaian keberhasilan dalam
hidupnya anak didik.
6. Pengembangan Etika dan Moral Siswa
Dalam
kehidupan manusia seorang pendidik mempunyai adil pada proses pembentukan
karakter. Guru memiliki makna “dipercaya dan dicontoh”. Secara tidak langsung
juga memberikan pendidikan karakter pada peserta didiknya. Oleh karena itu,
profil guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang membawa peserta didiknya
kearah karakter atau etika yang kuat atau baik.
Makna di
atas, dapat memberikan persepsi mengenai makna dari guru itu sendiri. Sebagai
guru dituntut untuk profesional memberikan makna bagi sarjana pendidikan yang
akan menjadi penopang estafet mendidik anak bangsa untuk memberikan suatu
realita contoh dari diri mereka. Jika moral dan etika buruk, maka buruk juga
sikap guru di mata anak didiknya dan terkadang anak didik menjadikan panutan
dalam kehidupan sehari-hari mereka, untuk mencapai etika dan moral yang baik
kepada siswa. Sudah selayaknya guru yang profesional mampu mengkontruksikan
kembali perencanan pendidikan yang dilakukan kepada anak didik untuk
mendapatkan apresiasi yang baik dari anak didik. Maka terlebih dahulu guru
membenahi moral dan etika mereka dihadapan anak didik dan bukan menjadikan
moral dan etika sebagai topeng. Karena jika etika dan moral hanya dijadikan
sebagai topeng. Maka suatu saat etika dan moral buruk kembali dan merusak
tatanan sebelumnya sehingga menjadikan topeng baik menjadi topeng buruk.
- MAKALAH ETIKA PENDIDIKAN PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR
- MAKALAH ILMU POLITIK DAN PENDIDIKAN IPS
- MAKALAH ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DAN ILMU ILMU SOSIAL
- MAKALAH MASYARAKAT PEDESAAN DAN MASYARAKAT PERKOTAAN
- MAKALAH KATA SERAPAN DAN ARABISASI
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
uraian makalah ini dapat disimpulkan, bahwa etika pendidikan pada jenjang
Pendidikan dasar dapat terwujud dengan baik, jika semua komponen melaksanakan
dengan semestinya, yaitu:
1. Etika pendidikan dapat terlaksana dengan baik
apabila pelaksanaannya ditunjang dengan etika dari Pendidik (Guru) yang
mempunyai kode etik sesuai dengan profesi keguruan yaitu memiliki moral,
perilaku, dan karakter yang baik serta professional dalam melaksanakan tugasnya
sebagai pengajar dan pendidik dan 4 kompetensi pendidik dan pengajar.
2.
Karakter, psikologis dan moral anak didik yang harus dimengerti dan dipahami
oleh pendidik.
3.
Pendekatan
dan Metode dalam Penanaman Nilai Moral Kepada peserta didik dalam hal ini yaitu
siswa.
4. Komponen pendukung yaitu keluarga dan
lingkungan yang sehat dan mendukung, penting agar etika pendidikan dapat berjalan
dengan baik dan terlaksana dengan maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik Oemar. 2004. Pendidikan
Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.
Harris. 2006. “Etika Profesi”. Diakses Tanggal 9
September 2014 tersedia pada http://www.DuniaGuru.com/index.php?option=com.konten&task=view&id=303&itemid49
http://pendidikanmoraldanetika.blogspot.com/
http://www.wikipedia.org/pendidikan
dasar.
Ikbal Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kahar Mansyur. 1994. Membina Moral dan Akhlak.
Jakarta: rineka Cipta.
Kartadinata. 2004. “Senja Kala Profesi Guru”. Diakses
Tanggal 3 Desember 2007 tersedia pada http://www.Pikiran.com/cetak/1104/24/0802.htm
Magnis
Suseno, Frans. 1987. “Etika Dasar”. Yogyakarta: Kanisius
Nurhadi dkk., 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Nurzaman. 2005. “Tingkatkan Mutu Siswa Lewat Profesional
Guru”. Diakses Tanggal 3 Desember 2007 tersedia pada http://www.Pikiran-rakyat.com/index.php?option=com.conten&task=view&id=162&itemid36.
Soejipto dan Raflis kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta:PT
Rineka Cipta.
Syafruddin Nurdin. 2005. Guru Profesional dan
implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar