HOME

12 November, 2022

MAKALAH ETIKA PENDIDIKAN PADA JENJANG PENDIDIKAN DASAR

 

DAFTAR ISI

 

HALAMAN SAMPUL ………............................................................................ i

KATA PENGANTAR  ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI  ...................................................................................................... iii

BAB I  PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar belakang ................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2

BAB II  PEMBAHASAN ….…………………………..……………………….  3

A. Makna Etika Pendidikan ...............................................................  3

B. Makna Pendidikan Dasar  .............................................................. 6

C. Etika Pendidikan Pada Jenjang pendidikan Dasar  ......................... 7

BAB III   PENUTUP .........................................................................................    16

Kesimpulan ......................................................................................  16

DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................   17

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Hak untuk memperoleh pendidikan di negeri ini, yaitu negara Republik Indonesia. dijamin oleh konstitusi sesuai yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1, yang berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran”. Berdasarkan pasal tersebut  jelas bahwa semua warga negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.

Berkaitan dengan itu, tujuan dari diselenggarakannya sistem Pendidikan Nasional, yaitu pendidikan sebagai proses pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan tujuan  tersebut dibutuhkan berbagai aspek komponen yang menunjang terselenggaranya pendidikan nasional agar berjalan dengan baik, salahsatunya yaitu etika pendidikan. Etika pendidikan dipandang sebagai sesuatu hal yang penting, utamanya dalam terselenggaranya pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan yang dapat dirasakan seluruh segenap masayarakat.

Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari  satu aspek saja, akan tetapi juga dari berbagai aspek juga perlu diperhatikan. Dalam konteks ini etika pendidikan adalah pedomannya. Tanpa pedoman yang baik dalam penyelenggaraan pembelajaran, maka tujuan pendidikan nasional untuk proses pembentukan manusia seutuhnya, kebijakan dalam pembaharuan pendidikan secanggih apapun akan berakhir sia-sia dan tidak mendapatkan hasil yang maksimal.

Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku (akhlak). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian. Etika pendidikan diperlukan agar pelaksanaan dari pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan lancar. etika pendidikan diperlukan disetiap jenjang pendidikan. Tidak hanya pada tataran jenjang pendidikan menengah dan tinggi, etika pendidikan pun juga diperlukan pada jenjang pendidikan dasar.

Berdasarkan uraian di atas, makalah ini disusun dan dibuat untuk membahas bagaimana etika pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan, dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat kerjanya.

 

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan maka dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut :

1 . Apa yang dimaksud dengan Etika pendidikan?

2 . Bagaimana etika pendidikan yang berlangsung pada jenjang Pendidikan Dasar!

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Etika Pendidikan

Etika berasal dari bahasa yunani yaitu kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap. Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.

Etika menurut Franz Magnis Suseno (1989) adalah pemikiran sistematis tentang moralitas, dimana yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan, melainkan suatu pengertian yang leih mendasar dan kritis.

Menurut Solomon, Etika ialah studi tentang cara penerapan hal yang baik bagi hidup manusia yang menurut Solomon, 1984:2, mencakup dua aspek:

1.   Disiplin ilmu yang mempelajari nilai-nilai dan pembenarannya.

2.  Nilai-nilai hidup nyata dan hukum tingkah laku manusia yang menopang nilai-nilai tersebut.

Menurut K. Bertenes, Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam mengatur tingkah lakunya.

Dari pengertian di atas, disimpulkan bahwa Etika merupakan ajaran baik dan buruk tentang perbuatan dan tingkah laku (akhlak). Jadi, Etika membicarakan tingkah laku manusia yang dilakukan dengan sadar di pandang dari sudut baik dan buruk sebagai suatu hasil penilaian.

Etika pada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis, tidak memberikan ajaran, melainkan memeriksa kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan-pandangan moral secara kritis. Etika bisa memiliki banyak arti dan tentu saja arti tersebut saling erkaitan, yaitu : etika bisa dijelaskan sebagai cara pandang manusia atau sekelompok manusia terhadap dua hal yaitu aik dan buruk; etika merupakan ilmu dalam mempertimbangkan perbuatan manusia, sehingga bisa dinilai baik atau buruknya; etika adalah ilmu untuk mengkaji berbagai norma yang ada dalam masyarakat; dan etika merupakan pegangan nilai yang universal atau umum bagi suatu masyarakat. Pada dasarnya etika dibedakan dalam tiga pengertian pokok, yaitu:

a) ilmu tentang apa yang baik dan kewajiban moral,

b) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak atau perilaku menggambarkan nilai etis dan moralitas,

c) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tika adalah niilai-nilai atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

Etika : ilmu yang mencari orientasi. Salah satu kebutuhan manusia yang paling fundamental adalah orientasi. Sebelum kita dapat melakukan sesuatu apapun kita harus mencari orientasi dulu. Kita harus tahu dimana kita berada, dan kearah mana kita harus bergerak untuk memulai tujuan kita. Tanpa orientasi kita tidak tidak tahu arah dan merasa terancam. Etika juga bisa membantu kita untuk mencari orientasi, dengan Tujuan agar kita tidak hidup dengan cara ikut-ikutan saja terhadap beragai pihak yang menetapkan bagaimana kita harus hidup, melainkan agar kita dapat mengerti sendiri mengapa kita harus bersikap.

Etika dan ajaran moral. Sumber langsung ajaran moral bagi kita adalah berbagai orang dalam kedudukan yang berwenang, seperti orang tua dan guru, pemuka masyarakat dan agama, adapun sumber dasar ajaran-ajaran itu adalah tradisi dan adat istiadat, ajaran agama-agama atau ideologi-ideologi tertentu.

Makna atau arti etika lebih mengarah pada tindakan yang sadar dan disengaja. Istilah etika ditinjau dari segi makna atau arti, hampir sama dengan moral, tetapi dalam pemakaian ilmiah, moral biasanya hanya menyangkut kebaikan atau keburukan secara lahiriah atau kelihatan dari apa yang sebenarnya terjadi. Jadi etika adalah suatu perbuatan yang dilakukan dengan sengaja sebagai hasil yang tegas berdasarkan analisa dan akal budi yang menyangkut pemikiran sistematik tentang kelakuan, motivasi dan keadaan batin yang menyadarinya.

Etika bukan suatu sumber tambahan bagi ajaran moral, melainkan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Etika adalah sebuah ilmu, bukan sebuah ajaran. Etika dan ajaran moral tidak berada ditingkat yang sama. Jadi etika kurang dan lebih dari ajaran moral. Kurang karena etika tidak berwenang untuk menetapkan, apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak. Wewenang itu di klaim oleh berbagai pihak yang memberikan ajaran moral. Lebih, karena etika berusaha untuk mengerti mengapa atau atas dasar apa kita harus hidup menurut norma – norma tertentu.

Guna etika setiap orang perlu bermoralitas, tetapi tidak setiap orang perlu beretika, karena etika adalah pemikiran sistematis tentang moralitas. Yang dihasilkannya secara langsung bukan kebaikan melainkan suatu pengertian yang lebih mendasar dan kritis. Ada empat alasan mengapa etika pada zaman kita semakin perlu :

•    Pertama, kita hidup dalam masyarakat yang semakin pluralistik juga dalam bidang moralitas. Setiap hari kita bertemu orang – orang dari suku, daerah, dan agama yang berbeda – beda. Kesatuan tatanan normatif sudah tidak ada lagi.

•    Kedua, kita hidup dalam masa transformasi masyarakat yang tanpa tanding. Perubahan itu terjadi di bawah hantaman kekuatan yang mengenai semua segi kehidupan kita, yaitu gelombang modernisasi.

•    Ketiga, tidak mengherankan bahwa proses perubahan sosial budaya dan moral yang kita alami ini dipergunakan oleh berbagai pihak untuk menawarkan ideologi – ideologi mereka sebagai obat penyelamat. Etika dapat membuat kita sanggup untuk menghadapi ideologi – ideologi itu dengan kritis dan obyektif dan untuk membentuk penilaian sendiri, agar kita tidak terlalu mudah terpancing emosi.

•    Keempat, etika juga diperlukan oleh kaum agama yang di satu pihak menentukan dasar kemaantapan mereka dalam iman keercayaan mereka, dilain pihak sekaligus mau berpartisipasi dengan tidak menutup diri dalam semua dimensi kehidupan masyarakat yang sedang berubah.

Metode etika Ada suatu cara pendekatan yang dituntut dalam semua semua aliran yang pantas disebut etika, ialah pendekatan kritis. Etika paada hakikatnya mengamati realitas moral secara kritis. Etika menuntut pertanggung jawaban dan mau menyingkapkan kerancuan. Etika tidak membiarkan pendapat – pendapat moral begitu saja melainkan menuntut agar pendapat – pendapat moral dikemukakan pertanggungjawaban. Etika berusaha untuk menjernihkan permasalahan moral.

B.  Makna Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar adalah jenjang pendidikan awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar menjadi dasar bagi jenjang pendidikan menengah. Periode pendidikan dasar ini adalah selama 6 tahun. Di akhir masa pendidikan dasar, para siswa diharuskan mengikuti dan lulus dari Ujian Nasional (UN). Kelulusan UN menjadi syarat untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke tingkat selanjutnya (SMP/MTs).

Sekolah dasar (disingkat SD; bahasa Inggris: Elementary School) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid kelas 6 diwajibkan mengikuti Ujian Nasional (dahulu Ebtanas) yang memengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah dasar dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama (atau sederajat). Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun.

Di Indonesia, setiap warga negara berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun. Sekolah dasar diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan sekolah dasar negeri (SDN) di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab pemerintah daerah kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, sekolah dasar negeri merupakan unit pelaksana teknis dinas pendidikan kabupaten/kota.

Pada masa penjajahan Belanda, sekolah menengah tingkat atas disebut sebagai Europeesche Lagere School (ELS). Setelahnya, pada masa penjajahan Jepang, disebut dengan Sekolah Rakyat (SR). Setelah Indonesia merdeka, SR berubah menjadi Sekolah Dasar (SD) pada tanggal 13 Maret 1946.

Budaya pada jenjang Sekolah dasar Sekolah dasar negeri di Indonesia umumnya menggunakan seragam putih merah untuk hari hari biasa, seragam coklat untuk pramuka/hari tertentu, dan pada sekolah-sekolah tertentu menggunakan seragam putih-putih untuk upacara bendera. Upacara bendera dilaksanakan setiap hari Senin pagi sebelum dimulai pelajaran.

Pengelolaan Pendidikan dasar di Indonesia pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu yang dikelola oleh pemerintah biasanya disebut Sekolah Dasar Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri sedang yang kedua dikelola oleh masyarakat biasanya disebut Sekolah Dasar Swasta dan Madrasah Ibtidaiyah Swasta. SD dibawah lingkup Kemendikbud sedang MI dibawah lingkup Kemenag. disamping itu ada pula sekolah dasar dibawah lingkup Kemendikbud berciri khas agama dengan sebutan Sekolah Dasar Islam atau Sekolah Dasar Kristen,dll.

 

C.  Etika Pendidikan Pada Jenjang Pendidikan Dasar

Etika pendidikan menurut Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk mencapai cita-cita luhur tersebut, pemerintah dan masyarakat telah melakukan berbagai usaha dalam peningkatan kualitas pendidikan yang tentu saja sebagian dari peningkatan kualitas itu sudah kita rasakan bersama namun masih kurang optimal. 

Dalam sejarah pendidikan Indonesia, pola serta metode yang dijalankan umumnya menganut serta mengadopsi akar budaya bangsa kita yakni mengedepankan output anak didik yang sopan santun, pintar, berkhlak yang disebut juga etika. Tapi kenyataannya kita dihadapkan pada pergeseran nilai yang menggamarkan adanya pandangan yang berbeda tentang nilai-nilai yang dianut oleh generasi sebelumnya dengan generasi penerusnya.

1. Etika Pendidik/Guru

Kode etik adalah sistem norma, nilai dan aturan profesional tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak benar dan tidak baik bagi profesional. Kode etik menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak profesional.

Dalam proses pendidikan, banyak unsur-unsur yang terlibat agar proses pendidikan dapat berjalan dengan baik. Salah satunya adalah guru sebagai tenaga pendidik. Guru sebagai suatu profesi kependidikan mempunyai tugas utama melayani masyarakat dalam dunia pendidikan. Dalam hal itu, guru sebagai jantung pendidikan dituntut semakin profesional seiring perkembangan ilmu dan teknologi. Etika profesional guru dituntut dalam hal ini. Etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sesuai kode etik profesi keguruan. Berikut adalah kode etik profesi keguruan (dikutip Soetjipto dan kosasi, 1994:34-35).

Kode Etik Guru Indonesia

Guru Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap tuhan yang maha esa, bangsa, dan negara, serta kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia kepada Undang-Undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945. oleh sebab itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan memedomani dasar-dasar sbagai berikut:

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.

2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.

3. Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.

4. Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar.

5. Guru memelihara hubungan dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.

6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.

7. Guru memelihara hubungan seprofesinya, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.

8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.

9. Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.

Dari sembilan kode etik tersebut diatas, makalah ini hanya membahas lima kode etik saja. Berikut secara rinci akan diuraikan satu-persatu.

Pada butir kesembilan Kode Etik Guru Indonesia disebutkan bahwa “Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Dengan jelas bahwa dalam kode etik tersebut diatur bahwa guru di Indonesia harus taat akan peraturan perundang-undangan yang di buat oleh pemerintah dalam hal ini Departemen Pendidikan Nasonal.

Guru merupakan aparatur negara dan abdi negara dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, guru mutlak harus mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan dan melaksanakannya sebagaimana aturan yang berlaku. Sebagai contoh pemerintah mengeluarkan kebijakan yaitu mengubah kurikulum dari kurikulum 1994 menjadi kurikulum 2004 atau kurikulum berbasis kompetensi dan kemudian diubah lagi menjadi KTSP dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. etika guru diantaranya:

1. Etika Guru Profesional Terhadap Peraturan Perundang-Undangan

2. Etika Guru Profesional Terhadap Anak Didik

3. Etika Guru Profesional terhadap pekerjaan

4. Etika Guru Profesional Terhadap Tempat kerja

Dalam kurikulum tersebut, secara eksplisit bahwa hendaknya guru menggunakan pendekatan kontekstual dalam pembelajarannya. Seorang guru yang profesional taat akan peraturan yang berlaku dengan cara menerapkan kebijakan pendidikan yang baru tersebut dan akan menerima tantangan baru tersebut, yang nantinya diharapkan akan dapat memacu produktivitas guru dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan nasional.

Dalam Kode Etik Guru Indonesia dengan jelas dituliskan bahwa guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia seutuhnya yang berjiwa pancasila. Dalam membimbing anak didiknya Ki Hajar Dewantara mengemukakan tiga kalimat padat yang terkenal yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Dari ketiga kalimat tersebut, etika guru terhadap peserta didik tercermin. Kalimat-kalimat tersebut mempunyai makna yang sesuai dalam konteks ini.

Pertama, guru hendaknya memberi contoh yang baik bagi anak didiknya. Ada pepatah Sunda yang akrab ditelinga kita yaitu “Guru digugu dan Ditiru” (diikuti dan diteladani). Pepatah ini harus diperhatikan oleh guru sebagai tenaga pendidik. Guru adalah contoh nyata bagi anak didiknya. Semua tingkah laku guru hendaknya jadi teladan. Menurut Nurzaman (2005:3), keteladanan seorang guru merupakan perwujudan realisasi kegiatan belajr mengajar, serta menanamkan sikap kepercayaan terhadap siswa. Seorang guru berpenampilan baik dan sopan akan sangat mempengaruhi sikap siswa. Sebaliknya, seorang guru yang bersikap premanisme akan berpengaruh buruk terhadap sikap dan moral siswa. Disamping itu, dalam memberikan contoh kepada peserta didik guru harus dapat mencontohkan bagaimana bersifat objektif, terbuka akan kritikan, dan menghargai pendapat orang lain.

Kedua, guru harus dapat mempengaruhi dan mengendalikan anak didiknya. Dalam hal ini, prilaku dan pribadi guru akan menjadi instrumen ampuh untuk mengubah prilaku peserta didik. Sekarang, guru bukanlah sebagai orang yang harus ditakuti, tetapi hendaknya menjadi ‘teman’ bagi peserta didik tanpa menghilangkan kewibawaan sebagai seorang guru. Dengan hal itu guru dapat mempengaruhi dan mampu mengendalikan peserta didik.

Ketiga, hendaknya guru menghargai potensi yang ada dalam keberagaman siswa. Bagi seorang guru, keberagaman siswa yang dihadapinya adalah sebuah wahana layanan profesional yang diembannya. Layanan profesional guru akan tampil dalam kemahiran memahami keberagaman potensi dan perkembangan peserta didik, kemahiran mengintervensi perkembangan peserta didik dan kemahiran mengakses perkembangan peserta didik (Kartadinata, 2004:4).

Semua kemahiran tersebut perlu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan sistematis, secara akademik, tidak bisa secara alamiah, dan semua harus terinternalisasi dan teraktualisasi dalam perilaku mendidik.

Sementara itu, prinsip manusia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagai kesatuan yang bulat, utuh, baik jasmani maupun rohani. Peserta didik tidak hanya dituntut berlimu pengetahuan tinggi, tetapi harus bermoral tinggi juga. Guru dalam mendidik seharusnya tidak hanya mengutamakan pengetahuan atau perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan-tantangan di masa depan. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh pada kehendak dan kemauan guru.

Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang mulia. Sebagai seorang yang profesional , guru harus melayani masyarakat dalam bidang pendidikan dengan profesional juga. Agar dapat memberikan layanan yang memuaskan masyarakat, guru harus dapat menyesuaikan kemampuan dan pengetahuannya dengan keinginan dan permintaan masyarakat. Keinginan dan permintaan ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat yang biasanya dipengaruhi oleh perkembangan ilmu dan teknologi. Oleh sebab itu, guru selalu dituntut untuk secara terus menerus meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan mutu layanannya. Keharusan meningkatkan dan mengembangkan mutu ini merupakan butir keenam dalam Kode Etik Guru Indonesia yang berbunyi “Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya”.

Secara profesional, guru tidak boleh dilanda wabah completism, merasa diri sudah sempurna dengan ilmu yang dimilikinya, melainkan harus belajar terus menerus (Kartadinata, 2004:1). Bagi seorang guru, belajar terus menerus adalah hal yang mutlak. Hal ini karena yang dihadapi adalah peserta didik yang sedang berkembang dengan segala dinamikanya yang memerlukan pemahaman dan kearifan dalam bertindak dan menanganinya.

Untuk meningkatkan mutu profesinya, menurut Soejipto dan kosasi ada ua cara yaitu cara formal dan cara informal. Secara formal artinya guru mengikuti pendidikan lanjutan dan mengikuti penataran, lokakarya, seminar, atau kegiatan ilmiah lainnya. Secara informal dapat dilakukan melalui televisi, radio, koran, dan sebagainya.

Sudah diketahui bersama bahwa suasana yang baik ditempat kerja akan meningkatkan produktivitas. Ketidakoptimalan kinerja guru antara lain disebabkan oleh lingkungan kerja yang tidak menjamin pemenuhan tugas dan kewajiban guru secara optimal.

Dalam UU No. 20/2003 pasal 1 bahwa pemerintah berkewajiban menyiapkan lingkungan dan fasilitas sekolah yang memadai secara merata dan bermutu diseluruh jenjang pendidikan. Jika ini terpenuhi, guru yang profesional harus mampu memanfaatkan fasilitas yang ada dalam rangka terwujudnya manusia seutuhnya sesuai dengan Visi Pendidikan Nasional.

Disisi lain, jika kita dihadapkan dengan tempat kerja yang tidak mempunyai fasilitas yang memadai bahkan buku pelajaran saja sangat minim. Bagaimana sikap kita sebagai seorang guru? Ternyata, keprofesionalan guru sangat diuji disini. Tanpa fasilitas yang memadai guru dituntut untuk tetap profesional dalam membimbing anak didik. Kreatifitas guru harus dikembangkan dalam situasi seperti ini.

Berkaitan dengan ini, pendekatan pembelajaran kontekstual dapat menjadi pemikiran para guru untuk lebih kreatif. Dalam pendekatan ini, diartikan strategi belajar yang membantu guru mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa mengaitkan pengetahuan yang telah dimilikinya drngan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Sementara itu, sikap profesional guru terhadap tempat kerja juga dengan cara menciptakan hubungan harmonis di lingkungan tempat kerja, baik di lingkungan sekolah, masyarakat maupun dengan orang tua peserta didik.

Untuk melihat sikap batin maupun perbuatan lahir dibutuhkan suatu alat, yakni ukuran moral berdasarkan pengalaman dan pengamatan, kiranya dapat kita katakan bahwa sekurang-kurangnya kita mengenal adanya dua ukuran yang berbeda, yakni ukuran yang ada dalam hati kita dan ukuran yang dipakai oleh orang lain waktu mereka menilai diri kita.

2.     Perkembangan Moral Anak

Anak Indonesia memiliki perkembangan moral yang tidak jauh berbeda dengan anak didunia pada umumnya. Faktor-faktor pembentuk munculnya perbedaan moral manusia diantaranya kenyataan hidup, tantangan yang dihadapi dan harapan yang dicita-cita oleh komunitas manusia itu sendiri. Masalah yang paling penting dalam pendidikan moral bagi anak Indonesia adalah bagaimana upaya kita sebagai seorang guru atau orang tua agar setiap perbedaan yang muncul dapat kita arahkan menjadi suatu materi pendewasaan sikap dan perilaku anak dalam sosialisasinya. Tidak ada salahnya kita sisipkan pendidikan yang sesuai dengan tingkat dan pemahaman mereka.

 

3.     Pengaruh lingkungan dan kemajuan IPTEK bagi Anak Didik

Baik buruknya sikap, perbuatan dan perilaku seorang anak yaitu siswa banyak didapatkan dari lingkungan. Pengaruh yang didapatnya biasanya tidak berasal dari diri sendiri melainkan dari lingkungan. Perilaku seorang anak didapat dari efek lingkungan yang tidak sehat dan kurang mendukung, baik itu pada lingkungan keluarganya, lingkungan  sekitar tempat tinggalnya, maupun juga lingkungan di sekolahnya. Untuk itu diperlukan lingkungan yang sehat dan mendukung dalam menumbuhkembangkan sikap, perilaku dan karakter yang memiliki etika. Lingkungan berpengaruh besar dalam mempengaruhi seorang anak memiliki etika yang baik. Untuk itu semua komponen harus menyediakan lingkungan yang baik dan sehat dalam mempersiapkan anak memiliki etika yang baik, yaitu keluarganya, kepala sekolah di sekolahnya, pejabat yang berwenang di lingkungan tempat tinggalnya.

Perkembangan teknologi semakin masyarakat di kalangan anak didik. Hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi orang itu, karena punya anak yang tidak ketinggalan zaman. Orang tua menyadari akan pentingnya HP bagi anaknya dengan berbagai alasan. Sehingga HP, dewasa ini bukan barang  mewah lagi atau bukan kebutuhan sekunder, melainkan kebutuhan primer. HP dipergunakan untuk hal-hal pelayanan, transaksi bisnis dan promosi.

Perkembangan teknologi semakin  meningkat, fungsi HP semakin meluas bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga dipergunakan dalam urusan lain seperti : SMS, MP3, video, kamera, record, sehingga HP menjadi multimedia. Siapa tak tertarik olehnya.

Keberhasilan HP menggoroti pikiran orang tidak disadari imperialisme budaya pun merajalela. Kini HP adalah sukunya anak didik. Hampir semua anak didik mengantungi HP. Mereka merasa PD dengan HP dan seolah-olah menyatakan dirinya “saya orang modern, saya orang teknologi”. Budaya tradisional semakin jauh ketinggalan oleh gaya hidup mewah.

Etika oleh filsafat Yunani besar Aristoteles (384-322 SM) sudah dipakai untuk menunjuk filsafat moral. Secara etimologi berarti adat, kebiasaan. Untuk kasus di atas pengertian etika secara etimologi nampaknya belum cukup, maka ada penjelasan lain yang lebih koperensif tentang pengertian etika yaitu:

1.      Nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.

2.      Kumpulan asas atau nilai moral (kode etik)

3.      Ilmu tentang yang baik atau buruk.

Kalau berorientasi pada teori belajar hakekat belajar adalah adanya perubahan tingkah laku. Pengalaman siswa bagian dari proses pembelajaran, kemampuan menggunakan HP juga bagian dari pembelajaran. Tetapi perubahan tingkah laku atau perilaku yang bagaimana yang diinginkan dalam pendidikan? Untuk itu menjawabnya adalah etika, etika moral seorang siswa. Jadi tujuan pendidikan atau pembelajaran yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang beretika.

 

4.    Pendekatan dan Metode dalam Penanaman Nilai Moral Kepada Anak.

Metode dan pendekatan seringkali digunakan secara bergantian, bahkan keduanya seringkali dikaburkan atau disamakan dalam penggunaannya. Keduanya sebenarnya memiliki sedikit perbedaan yang bisa dijadikan untuk memberikan penegasan bahwa kedua istilah tersebut memang berbeda. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan W. J. S. Poerwadarminta edisi III (2007:275) pendekatan memiliki arti hal yang (perbuatan, usaha) mendekati atau mendekatkan. Sedangkan menurut Kamus Bahasa Inggris arti pendekatan adalah jalan untuk melakukan sesuatu (John M. Echols, 2002:35). Dari dua arti tersebut dapat dipahami bahwa pendekatan setidaknya mengandung unsur sebagai suatu kegiatan yang meliputi: proses perjalanan waktu, upaya untuk mencapai sesuatu dan dapat pula memiliki ciri sebagai sebuah jalan untuk melakukan sesuatu. Terkait dengan hal tersebut di atas, tepat kiranya sebagai pendidik ataupun orang tua memahami bahwa untuk menyampaikan sesuatu pesan pendidikan diperlukan pemahaman tentang bagaimana agar pesan itu dapat sampai dengan baik dan diterima dengan sempurna oleh anak didik. Untuk mencapai ketersampaian pesan kepada anak didik tentunya seorang pendidik atau orang tua harus memiliki ataupun memilih keterampilan untuk menggunakan pendekatan yang sesuai dengan pola pikir dan perkembangan psikologi anak.

 

5.    Pengaruh Pendidikan Etika Terhadap Anak Didik

Menurut pendapat Akhmad Sudrajad, pengaruh pendidikan etika terhadap anak didik, dengan pendidikan etika dapat memungkinkan anak didik:

1.      Mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas.

2.      Menghargai keanekaragaman

3.      Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kredit, inovatif dan bijaksana.

4.      Menunjukkan kemampuan menganalisis, memecahkan masalah dan dalam kehidupan secara bermatabat.

5.      Memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab dan bijaksana.

6.      Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dalam negara Kesatuan Republik Indonesia dengan saling menghargai.

7.      Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis dengan bahasanya dan bakatnya dengan penuh sopan santun.

8.      Menguasai pengetahuan yang diperlukan dengan penuh arif dan bijaksana.

Dari pernyataan tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa pendidikan etika besar pengaruhnya terhadap anak didik, termasuk pencapaian  keberhasilan dalam hidupnya anak didik.

 

6.     Pengembangan Etika dan Moral Siswa

Dalam kehidupan manusia seorang pendidik mempunyai adil pada proses pembentukan karakter. Guru memiliki makna “dipercaya dan dicontoh”. Secara tidak langsung juga memberikan pendidikan karakter pada peserta didiknya. Oleh karena itu, profil guru seharusnya memiliki sifat-sifat yang membawa peserta didiknya kearah karakter atau etika yang kuat atau baik.

Makna di atas, dapat memberikan persepsi mengenai makna dari guru itu sendiri. Sebagai guru dituntut untuk profesional memberikan makna bagi sarjana pendidikan yang akan menjadi penopang estafet mendidik anak bangsa untuk memberikan suatu realita contoh dari diri mereka. Jika moral dan etika buruk, maka buruk juga sikap guru di mata anak didiknya dan terkadang anak didik menjadikan panutan dalam kehidupan sehari-hari mereka, untuk mencapai etika dan moral yang baik kepada siswa. Sudah selayaknya guru yang profesional mampu mengkontruksikan kembali perencanan pendidikan yang dilakukan kepada anak didik untuk mendapatkan apresiasi yang baik dari anak didik. Maka terlebih dahulu guru membenahi moral dan etika mereka dihadapan anak didik dan bukan menjadikan moral dan etika sebagai topeng. Karena jika etika dan moral hanya dijadikan sebagai topeng. Maka suatu saat etika dan moral buruk kembali dan merusak tatanan sebelumnya sehingga menjadikan topeng baik menjadi topeng buruk.


 BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian makalah ini dapat disimpulkan, bahwa etika pendidikan pada jenjang Pendidikan dasar dapat terwujud dengan baik, jika semua komponen melaksanakan dengan semestinya, yaitu:

1.  Etika pendidikan dapat terlaksana dengan baik apabila pelaksanaannya ditunjang dengan etika dari Pendidik (Guru) yang mempunyai kode etik sesuai dengan profesi keguruan yaitu memiliki moral, perilaku, dan karakter yang baik serta professional dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik dan 4 kompetensi pendidik dan pengajar.

2. Karakter, psikologis dan moral anak didik yang harus dimengerti dan dipahami oleh pendidik.

3. Pendekatan dan Metode dalam Penanaman Nilai Moral Kepada peserta didik dalam hal ini yaitu siswa.

4.  Komponen pendukung yaitu keluarga dan lingkungan yang sehat dan mendukung,   penting agar etika pendidikan dapat berjalan dengan baik dan terlaksana dengan maksimal.


DAFTAR PUSTAKA

Hamalik Oemar. 2004. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara.

Harris. 2006. “Etika Profesi”. Diakses Tanggal 9 September 2014 tersedia pada http://www.DuniaGuru.com/index.php?option=com.konten&task=view&id=303&itemid49

http://pendidikanmoraldanetika.blogspot.com/

http://www.wikipedia.org/pendidikan dasar.

Ikbal Hasan. 2002. Pokok-pokok Materi Pendidikan Pancasila. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Kahar Mansyur. 1994. Membina Moral dan Akhlak. Jakarta: rineka Cipta.

Kartadinata. 2004. “Senja Kala Profesi Guru”. Diakses Tanggal 3 Desember 2007 tersedia pada http://www.Pikiran.com/cetak/1104/24/0802.htm

Magnis Suseno, Frans. 1987. “Etika Dasar”. Yogyakarta: Kanisius

Nurhadi dkk., 2004. Pembelajaran Kontekstual. Malang: Universitas Negeri Malang.

Nurzaman. 2005. “Tingkatkan Mutu Siswa Lewat Profesional Guru”. Diakses Tanggal 3 Desember 2007 tersedia pada http://www.Pikiran-rakyat.com/index.php?option=com.conten&task=view&id=162&itemid36.

Soejipto dan Raflis kosasi. 1999. Profesi Keguruan. Jakarta:PT Rineka Cipta.

Syafruddin Nurdin. 2005. Guru Profesional dan implementasi Kurikulum. Jakarta: Quantum Teaching.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...