HOME

25 Februari, 2021

Maf’ul Ma’ah (اَلْمَفْعُوْلُ مَعَهُ)

Maf’ul Ma’ah (اَلْمَفْعُوْلُ مَعَهُ)

Maf’ul Ma’ah adalah isim (kata benda) yang dibaca nashab yang mana disebutkan untuk menjelaskan sebab pekerjaan yang dilakukannya bersamaan dengannya. Letakanya di dalam kalimat setelah huruf wau ma’iyah ("و" معية) yang mempunyai makna “bersamaan”. Wau Ma’iyah berbeda dengan wau ‘athaf, kalau wau ‘athaf yang mempunyai makna “dan”. Untuk membedakannya irob wau ‘athaf sesuai dengan lafadz sebelumnya (معطوف عليه), jika ma’thuf ‘alaih-nya ber-i’rob rafa’, nashab, atau majrur maka ‘athaf juga ber-i’rab rafa’, nashab, atau majrur. Sedangkan wau ma’iyah i’rob-nya selalu nashab. Contoh;

تَعَلَّمَ الطُّلاَّبُ عِلْمَ النَّحْوِ وَ زَلْزَلَةَ الأَرْضِ

Murid-murid sedang belajar Ilmu Nahwu bersamaan dengan goncangan bumi

Lafadz zalzalata (زَلْزَلَةَ) sebagai maf’ul bih ma’ah, huruf wau (و) sebelum lafadz tersebut adalah wau ma’iyah. Contoh lainya;

يَرْقُدُ عِمْرَانُ فِى غُرْفَتِهِ وَ نُزُوْلَ الْمَطَرِ اْلعَزِيْزِ

Imran sedang tidur di ruanganya bersamaan dengan turun hujan.

تَجَوَّلْنَا اِلَى الْمُتَنَزَّهِ اْلعَامِ وَ انْفِجَارَ اْلجَبَلِ

Kita jalan-jalan ke tempat rekreasi umum bersamaan dengan meletusnya gunung.

Maf’ul Min Ajlih (اَلْمَفْعُوْلُ مِنْ اَجْلِهِ)

Maf’ul Min Ajlih (اَلْمَفْعُوْلُ مِنْ اَجْلِهِ)

Maf’ul Min Ajlih adalah isim (kata benda) yang dibaca nashab yang mana disebutkan untuk menjelaskan sebab terjadinya pekerjaan. Untuk ketentuanya maf’ul min ajlih senantiasa memakai mashdar dan menunjukkan hasil akibat dari tindakan yang bersangkutan dengan hati (أفعال القلب).  Contoh;

رَقَصَتْكَ مَرْيَمُ بِشِدَّةٍ غَضْبًا عَلَيْكَ

(Maryam mencubit kamu dengan keras karena marah kepadamu)

Contoh di atas lafadz ghodban (غَضْبًا) sebagai maf’ul min ajlih, hukumnya nashab dan tandanya fathah.  Untuk mempermudah mengetahui maf’ul min ajlih bisa dengan menggunakan kata Tanya “mengapa”  karena maf’ul min ajlih dengan kata tanya tersebut diketahui terdapat hubungan sebab-akibat dari sebuah perbuatan. Mengapa Maryam mencubit kamu dengan keras? Karena marah kepadamu.

 

نُغَامِرُ اِلَى أَنْحَاءِ العَلَمِ تَفَكُّرًا فِى خَلْقِ اﷲِ

Kami berpetualang ke penjuru dunia untuk menghayati ciptaan Allah

مَسَكَتْ عَائِسَةُ جَوَّالَهَا وَرَأَتْهُ مِرَارًا رَجَاءَ اتِّصَالِى

Aisyah selalu memegang dan melihat handponnya karena mengharap ditelepon olehku

عُوْتِبَ لُقْمَانُ عِنْدَ الدِّرَاسَةِ فِى اْلفَصْلِ نِسْيَانَ عَمَلِ اْلوَاجِبَاتِ

Luqman dimarahi ketika belajar di kelas karena lupa mengerjakan tugas

يَبْكِى حَسَنٌ وَحُسَيْنٌ بُكَاءً شَدِيْدًا حُزْنًا عَلَى وَفَاةِ وَالِدِهِمَا

Hasan dan Husain menangis keras karena sedih atas meninggalnya orang tuanya

Munada (الْمُنَادَى)

Munada (الْمُنَادَى)

Munada (dipanggil) adalah meminta supaya datang dengan menggunankan huruf yaa (يَا) atau saudaranya.  Huruf nidak ada 7 diantaranya a (أَ), ai (أَىْ), yaa (يَا), ayaa (اَيَا), aaa (), hayaa (هَيَا), waa (وَا). Untuk penggunaanya huruf-huruf munada dibagi atas 4 hal. Pertama huruf a (أَ) dan ai (أَىْ) digunakan untuk jarak dekat. Kedua huruf ayaa (اَيَا), aaa (), dan hayaa (هَيَا) untuk jarak jauh. Ketiga bisa digunakan jarak dekat dan jauh yaitu huruf yaa (يَا). Keempat waa (وَا) digunakan untuk sesuatu yang mandub mutafajja’ ‘alaihi atau meratapi sesuatu yang dirasakan sakit. contoh وَا سَيَّدَهْ ( wahai tuanku ).

Sedangkan pembagian dan hukum-hukum munada sebagai berikut;



1.      Mufrod ‘Alam (Nama tunggal)

 يَاسَلِمُ، انْصَرِفْ إِلَى سُوْرَابَيَا حَالاً = Wahai Salim, berangkatlah ke Surabaya sekarang

2.      Nakirah Maqsudah (Dimaksudkan ke orang tertentu)

اَيْنَ قَلَنْسُوَتُكُمْ يَاجَدُّ؟ = Di mana kopiah kalian wahai kakek?

Jika kita memaksudkan untuk memanggil orang tertentu, sambil menunjuk seseorang misalnya, maka kata setelah huruf nidaa tersebut menjadi mabni dengan tanda dhommah, sebagai munada.

3.      Nakirah Ghoiru Maqsudah (nakirah tanpa dimaksudkan ke orang tertentu)

يَا بِنْتًا لاَ تَعْمَلِى الضَّوْضَاءَ  = Wahai anak perempuan jangan membuat kegaduhan

4.      Mudhof (مُضَافٌ)

يَا مُقَلِّبَ القُلُوْبِ ثَبِّتْ قُلُوْبَنَا عَلَى دِيْنِكَ = Wahai dzat yang membolak-balikkan hati tetapkan hati kami atas agamamu

5.      Syibhu Mudhof (شِبْهُ مُضَافٍ)

يَا كَثِيْرًا الشَّيْبُ تَذَكَّرِ المَوْتَ = Wahai orang yang banyak ubannya ingatlah mati

يَا قَارِءً  اْلجَرِيْدَةَ لاَ تُطَوِّلْ فِى قِرَائَتِهَا = wahai orang yang membaca koran jangan lama membacanya

Isim Laa (اسم لا التى لنفي الجنس)

Isim Laa (اسم لا التى لنفي الجنس)

Pada pembahasan sebelumnya sedikit sudah membahas tentang laa (لاَ), walaupun belum terbahas semuanya baik tentang macam-macam dan perbedaanya. Terdapat beberapa macam laa (لاَ) dalam ilmu nahwu yaitu laa naafi, laa nahyi, dan laa linafyil jinsi. Berikut akan dijelaskan pengertian dan jenis laa (لاَ) termasuk laa linafyil jinsi yang masuk pada pembahasan manshubatil asmak.

1.      Laa Nafi (لاَ النّافية)

Laa Nafi adalah laa yang bisa masuk pada fi’il (kata kerja) mudhori’ yang berfungsi merubah fi’il tersebut menjadi nafi (negatif) tanpa merubah i’rob-nya. I’rob-nya fi’il tidak menjadi nashab atau jazm, jadi fi’il mudhori’ tetap dalam keadaan rafa’. Contoh;

يَفْتَحُ (mebuka) menjadi لاَ يَفْتَحُ (tidak membuka)

يَكْتُبُ (menulis) mejadi لاَ يَكْتُبُ (tidak menulis)

2.      Laa Nahyi (لاَ الناهية)

Laa Nahyi adalah laa yang bisa masuk pada fi’il (kata kerja) mudhori’ yang berfungsi merubah fi’il tersebut menjadi nahyi  (melarang) dan merubah i’rob fi’il menjadi ber-i’rob jazm. Contoh;

تَفْتَحُ (mebuka) menjadi لاَ تَفْتَحْ (jangan membuka)

تَكْتُبُ (menulis) mejadi لاَ تَكْتُبْ (jangan menulis)

3.      Laa Linafyil Jinsi (لا التى لنفي الجنس)

Berbeda dengan laa nafi dan nahyi yang masuk pada fi’il, Laa linafyil jinsi masuk pada isim yang me-nashab-kan isim (kata benda) nakirah tanpa tanwin. Terdapat 4 syarat agar Laa bisa beramal. Pertama, Laa linafyil jinsi maksudnya me-nafi-kan seluruh jenis yang ada. Kedua, isim laa berupa isim nakirah. Ketiga, laa dan isim-nya tidak dipisah. Keempat, Laa tidak kemasukan huruf jar. Contoh;

لاَ تَلاَمِيْذَ فِي الْمَدْرَسَةِ = tidak ada murid-murid di sekolah

Contoh di atas laa linafyil jinsi menafikan seluruh jenis yang ada bahwa tidak ada siswa di sekolah, dan lafadz تَلاَمِيْذَ sebagai isim laa yang dibaca nasab tanpa tanwin berupa isim nakirah, serta terletak langsung setelah laa.

Hukum isim yang dimasuki laa, yang dinamakan isim laa, ada tiga mu’mal (مُعْمَلٌ), mulghoh (مُلْغَاةٌ), dan mu’mal wa mulghoh (مُعْمَلٌ وَمُلْغَاةٌ).

a.    Mu’mal (berfungsi), maksudnya laa bisa beramal karena memenuhi syarat yang ditentukan. Contoh;

لاَ طَالِبَ شَرِيْرٌ (tidak seorangpun mahasiswa yang nakal)

لاَ عَفْوَ لَكَ (tidak ada maaf untukmu)

لاَ اِنْسَانَ كَامِلٌ (tidak ada manusia yang sempurna)

لاَ رَجُلَ حَامِلٌ (tidak seorangpun laki-laki yang mengandung)

Contoh di atas yang pertama lafadz tholiba (طَالِبَ) adalah isim jenis dan nakirah, ber-i’rob nashab dengan tanda nashab-nya fathah sebab golongan katanya adalah isim mufrad, di-i’robi nashab karena dimasuki laa secara langsung dan laa tidak diulang. Begitu juga dengan contoh yang lainya.

b.    Mulghoh (dibatalkan/tidak beramal), maksudnya isim laa tidak berfungsi karena tidak memenuhi syarat. Contoh;

لاَ حَامِدٌ كَسْلاَنٌ (tidak ada hamid yang pemalas)

لاَ عَلَى القِرْمِيْدِ طَيْرٌ (tidak ada burung di atas genteng)

لاَ فِى السَّاحَةِ قُتْبُلَةٌ (tidak ada bom di haalaman)

العِلْمُ بِلاَ نَحْوٍ كاَ المَرَقِ بِلاَ مِلْحٍ (ilmu tanpa arah seperti kaldu tanpa garam)

Contoh yang pertama isim laa berupa isim ma’rifat, contoh yang kedua dan ketiga laa dengan isim-nya dipisah, contoh keempat kemasukan huruf jar.

c.    Mu’mal Wa Mulghoh (berfungsi dan dibatalkan). Contoh;

·       لاَ قَلَمَ وَلاَ كُرَّاسَةَ فِى الجَيْبِ = tidak ada pulpen dan buku tulis di saku

Lafadz قَلَمَ mu’mal, mabni fathah, isim laa. dan كُرَّاسَةَ mu’mal, mabni fathah, isim laa.

·       لاَ قَلَمَ وَلاَ كُرَّاسَةٌ فِى الجَيْبِ

Lafadz قَلَمَ mu’mal, mabni fathah, isim laa. Dan كُرَّاسَةٌ mulghoh, dibaca rafa’ isim laa berfungsi seperti pengamalanya كان.

·       لاَ قَلَمٌ وَلاَ كُرَّاسَةَ فِى الجَيْبِ

Lafadz قَلَمٌ mulghoh, dibaca rafa’ isim laa berfungsi seperti pengamalanya كان. dan lafadz كُرَّاسَةَ mu’mal, isim laa.

·       لاَ قَلَمَ وَلاَ كُرَّاسَةً فِى الجَيْبِ

Lafadz قَلَمَ mu’mal, mabni fathah, isim laa. Sedangkan lafadz كُرَّاسَةً dibaca nashab, karena ‘athaf ke isim laa.

·       لاَ قَلَمٌ وَلاَ كُرَّاسَةٌ فِى الجَيْبِ

Lafadz قَلَمٌ mulghoh, dibaca rafa’ isim laa berfungsi seperti pengamalanya كان. Sedangkan lafadz كُرَّاسَةٌ mulghoh, dibaca rafa’, karena ‘athaf ke mubtadak.

Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat

  Materi Akidah Akhlak Kelas VII Semester Genap BAB II : Iman Kepada Para Malaikat dan Makhluk Ghaib PEMBAHASAN 1.        Malaikat Pengertia...