BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Agama merupakan peranan yang sangat
penting dalam kehidupan manusia. Karena, agama memberikan ketenangan,
pencerahan, solusi, maupun kemajuan yang pesat dalam peradaban manusia. Akan
tetapi fakta menyatakan bahwa agama yang ada didunia ini sangat banyak sekali
perbedaan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Perbedaan itulah
yang menjadikan ketidak cocokan antara penganut dan pelaksana agama yang ada
didunia ini. Perbedaan diantara pengikut agama itulah yang menjadikan secara
visual agama khususnya tampak radikal, fanatik dan penuh pemberontakan.
Hubungan antar kelompok dan antar manusia
sering terjadi Tukar-menukar informasi tentang ide, pikiran dan agama,
tidak begitu aneh.akibat nya berbagai soal selalu timbul. Soal pertemuan suatu
ide, pikiran dan agama yang beraneka ragam memerlukan pemecahan dan harus di
hadapi dengan secara wajar, ilmu ini dapat memegang peranan. Ilmu
ini juga berusaha mencari hubungan antar agama dan mencoba mengungkap kan
terminologi dan istilah agama dalam bahasa yang sederhana sehinga tidak
membingungkan bagi mereka yang ungin memperdalam ilmu ini melalui agama yang di
perlukan.
Masalah tugas dan tujuan ilmu perbandingan
agama merupakan masalah utama yang di hadapi dunia, terutama negara-negara yang
sedang berkembang . ilmu perbandingan agama merupakan salah satu alat yang
tepat untuk memecahkan masalah yang terjadi dalam zaman berkemajuan
teknik tinggi dunia sekarang terasa terlalu kecil karena hubungan manusia
semakin dekat dan sempit.
Pada hakikatnya, antara agama yang satu dengan agama yang
lainnya telah memiliki persamaan dan perbedaan dari berbagai aspeknya, mulai
dari kepercayaan, cara beribadah, nilai-nilai, tingkah laku, hingga aspek
sosial yang mengajarkan interaksi antar manusia. Dilihat dari hal tersebut,
makalah ini akan menjelaskan mengenai ilmu perbandingan agama tentang
metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain.
1.2.
Rumusan
Masalah
1.2.1.
Apa
pengertian ilmu perbandingan agama?
1.2.2.
Bagaimana
metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain?
1.2.3.
Apa faedah mempelajari ilmu perbandingan agama?
1.3.
Tujuan
1.3.1.
Untuk Mengetahui
Dan Memahami Pengertian Ilmu Perbandingan Agama
1.3.2.
Untuk Mengetahui
Dan Memahami Bagaimana Metode-Metode Perbandingan Agama
1.3.3.
Untuk Mengetahui
Dan Memahami Faedah Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Ilmu Perbandungan Agama
Dalam arti yang luas perbandingan ilmu agama adalah suatu cabang ilmu
pengetahuan yang berusahan untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari pada
suatu kepercayan dalam hubungan nya dengan agama lain. Tugas ilmu perbandingan
agama di antara ilmu pengetahuan lain nya di abad ini tidak bisa di remehkan.
Malah ilmu itu telah di kelompokan kedalam “Carpus of humanities”
yang makin meperjelas fungsi nya.fungsi utama yang telah ada akan di
jalankan adalah memahami kehidupan batin, nalar pikiran dan kecendrungan
hati umat beragama. Sehinga dapat di ketahui segi-segi persamaan dan
perbedaan antar agama. Lebih dari itu lagi, ada agama yang datang lebih dahulu
merupakn pengantar terhadap kebenaran agama yang datang kemudian.
Kata agama
dalam bahasa Arab dikenal dengan “din” (Ad-Diin). Diin (Ad-Diin) bisa
berarti adat kebiasaan atau tingklah laku, balasan, ta’at, patuh dan tunduk
kepada Tuhan, hukum-hukum atau peraturan-peraturan.
Abu Ahmadi
dalam bukunya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu perbandingan agama
adalah ilmu yang mempelajari tentang bermacam-macam agama, kepercayaan dan
aliran peribadatan yang berkembang pada berbagai bangsa sejak dahulu hingga
sekarang.
A. Mukti
Ali menjelaskan bahwa yang dimaksud denga ilmu perbandingan agama adalah suatu
cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan
dari pada suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain yang meliputi
persamaan dan perbedaan.
2.2. Metode Perbandingan Agama dengan
Ilmu lain
Sekarang
akan dibahas tentang metode yang dipergunakan untuk memahami agama. Agama sudah terdapat pada semua lapisan
masyarakat dan seluruh tingkat kebudayaan sejak awal permulaan sejarah umat
manusia. Kenyataan ini merangsang timbulnya minat para ahli untuk mengamati dan
mempelajari agama, baik sebagai ajaran yang diturunkan melalui kewahyuan maupun
sebagai bagian dari masyarakat. Lingkungan dan kebudayaan, baik sebagai pemilik
pribadi maupun kelompok. Minat orang untuk mengamati dan mempelajari agama itu
didasarkan atas anggapan dan pandangan bahwa agama sebagai sesuatu yang berguna
bagi kehidupan pribadinya dan umat manusia. Tetapi selain itu ada juga yang
didasarkan atas pandangan yang negatif dengan anggapan yang sinis terhadap
agama, karena agama baginya adalah merupakan khayal, ilusi dan merusak
masyarakat.
Demikianlah
agama telah berada ditengah-tengah manusia sepanjang sejarahnya. Ia merupakan
aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pribadi dan masyarakat. Tidak ada agama
dan juga tidak ada struktur masyarakat yang dapat dianggap sebagai suatu gejala
yang terpisah sama sekali satu sama lain, demikian kata Edward H. Winter.
Berikut
ini akan membahas beberapa metode yang berkaitan dengan Ilmu Perbandingan
Agama:
2.2.1. Metode Fenomenologi
Pendiri
metode ini, yaitu Edmund Husserl, menganggapnya hanya sebagai disiplin filsafat
murni dengan tujuan membatasi dan menambah penjelasan-penjelasan yang murni
psikologis dari proses pemikiran. Segera pendekatan fenomenologis itu
dipergunakan untuk menerangkan lapangan-lapangan seni, hukum, agama, dan
sebagainya. Fenomenologi agama dikembangkan oleh Max Scheler, Rudolf Otto, Jean
Hering, dan Gerardus van der Leeuw. Tujuannya adalah untuk melihat ide-ide
agama, amalan-amalan, dan lembaga-lembaganya dengan mempertimbangkan
“tujuannya”, namun tanpa menghubungkan dengan teori-teori filosofis,
teologis, metafisis atau psikologis.
Ada empat
macam studi secara fenomenologis ini. Pertama, adalah fenomenologi agama secara
umum, yang juga disebut morfologi agama. Yaitu deskripsi fakta-fakta keagamaan
secara teratur, suatu perbandingan diantara satu dengan lainnya untuk
membedakan yang sama dan yang tidak sama. Suatu pengklasifikasian yang rasional
atas dasar analisis yang bersifat empiris dan kategorisasi yang bersifat deskriptif.
Pada prinsipnya dalam fenomenologi agama secara umum seperti mendapatkan
tempat.
Kedua,
adalah fenomenologi agama khusus. Studi ini melahirkan suatu kumpulan fenomena
yang pokok-pokok. Seperti disatu pihak bermacam-macam dewa tumbuh-tumbuhan,
bermacam-macam korban yang berbeda-beda, aneka ragam tipe syaman. Di lain pihak
bisa juga pemilihan kumpulan fenomena itu dengan cara menetapkan data keagamaan
yang ada dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Seperti pada agama suku
bangsa Afrika tertentu. Dalam hal ini pengertian fenomena diselidiki dalam
hubungan masyarakat dengan masyarakat atau kumpulan masyarakat tertentu.
Ketiga
adalah fenomenologi agama refleksi. Disini sebagian merupakan metodologi dan
sebagian merupakan teologi. Kedua prosedur ini dipakai dalam memperinci dan
menganalisis. Demikian juga persoalan yang fundamental dari sesuatu studi agama
seperti hubungan antara masalah-masalah nonagamawi ataupun melulu mengenai
fenomena agama.
Keempat
adalah fenomenologi agama eksistensialis. Di sini titik tolaknya adalah melulu
mengenai kehidupan manusiawi dengan segala sifat-sifat yang dimilikinya,
kualitasnya, kemungkinan-kemungkinannya serta permasalahan-permasalahannya.
Studi ini langsung tertuju kepada cara dimana manusia dalam lingkungan yang
berbeda-beda sejak mula-mula masyarakat berburu sampai masyarakat industri
zaman modern telah menanggapi secara agamawi terhadap segala permasalahan yang
dijumpainya. Terutama dalam hal ini, baik agama ataupun nonagama, orang dapat
memperkembangkan potensi kesadaran diri yang dimilikinya.
2.2.2. Metode Sosiologi
Dari segi
sosiologi, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori. Diantara
teori-teori itu, yang sangat terkenal adalah teori tingkatan. Teori ini
dikemukakan oleh August Comte. Comte biasanya dianggap sebagai pendiri ilmu
sosiologi modern. Teori ini umumnya sebenarnya secara subtansial berdasarkan
pada suatu pandangan khusus terhadap agama.
Penyelidikan
agama secara sosiologis sebenarnya telah menerapkan adanya pengaruh masyarakat
atas agama dan gejala-gejalanya dan sebaliknya juga pengaruh agama atas
masyarakat dan gejala-gejala kemasyarakatan. Di satu pihak idealisme sering
kali tidak mempertimbangkan dipengaruhinya agama oleh faktor-faktor
kemasyarakatan, tetapi dilain pihak banyak pemikiran dan marxistis membuat
kesalahan untuk semata-mata mau mencap agama sebagai satu gejala sosial saja.
Memang
kaum Marxis materialistis kelihatan tidak sangsi memaksakan pendapatnya tentang
agama ini. Mereka cenderung meneliti hal-hal yang berhubungan terutama dengan
ritual, pengalaman-pengalaman agama, dan juga lembaga-lembaganya. Disamping itu
mereka juga memusatkan perhatian kepada ajaran ajaran dan cerita-cerita
keagamaan.
Hal ini
saja sebetulnya sudah merupakan satu problem bagi kaum komunis dalam menetapkan teorinya
kalau mereka insaf bahwa, teori itu adalah hasil dari suatu teori yang lebih
awal yang tingkatannya lebih tidak duniawiah tentang agama. Teori itu tidak
diakui dan tidak cocok bagi kebudayaan-kebudayaan lain, seperti persoalan
tentang Cina modern, tentang status agama mereka menurut orang Markis.
2.2.4. Metode Ilmiah
Suatu
aliran menekankan bahwa untuk mendekati agama itu semestinya sui
generis yang sama sekali tidak dapat dibandingkan atau dikaitkan
dengan metode-metode yang terdapat dalam pelbagai bidang pengetahuan
lainnya. Aliran lain menyatakan bahwa sekalipun bagaimana dan apa pun
masalah yang diteliti, metode yang sah untuk dipergunakan adalah metode
“ilmiah”. Istilah “ilmiah” disini dipergunakan dalam arti ganda.
Dalam arti
sempit, ia menunjukkan metode yang dipergunakan pada ilmu-ilmu alam. Sedangkan
dalam arti yang luas, ia menunjuk pada suatu prosedur yang bekerja dengan
disiplin yang logis dan utuh dari premis-premis yang jelas. Tetapi, sebetulnya
pada dua pendekatan ini terdapat kekurangan.
Dalam
lapangan agama sebenarnya harus dikembangkan metode baru yaitu metode
“sintesis”. Berkenaan dengan aliran kedua yaitu aliran yang berpendapat bahwa
meneliti agama haruslah dengan cara “ilmiah”. Kita mempunyai alasan untuk
menentang pluralisme bahkan dualisme dalam masalah-masalah metode dari ilmu
pengetahuan.
Kebenaran
adalah satu, kosmos adalah satu, oleh karena itu pengetahuan juga satu.
Pengahayatan ini sangat penting. Sekalipun kita tidak setuju dengan
interpretasi positif dari prinsip ini, kita harus menggabungkannya pada
metodologi kita yang didasarkan pada tuntutan ganda. Tuntutan yang pertama
adalah bahwa metode itu harus disatukan. Ini merupakan keharusan. Semua
idealisme dan naturalisme termasuk materialisme bangun dan jatuh bersama-sama
dengan monisme metodologis.
Namun
demikian, untuk memahami suatu kebenaran adalah satu hal, dan untuk memiliki
kebenaran itu adalah satu hal lain. Kita harus realistik bahwa pengetahuan kita
tentang segala sesuatu itu adalah sebagainya saja, dan bahwa hanya Tuhanlah
yang mengetahui keseluruhannya. Tuntutan yang kedua adalah bahwa metode itu
mencukupi untuk sasaran yang diteliti. Dan ini cocok dengan prinsip yang
pertama, yaitu satunya metode.
2.2.5. Metode Antropologi
Antropologi telah memusatkan
perhatiannya kepada kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa tulis baca
dan tanpa teknik. Dengan demikian untuk melakukan praktek antropologis,
diperlukan teknik-teknik tertentu.
Menurut Van Baal, agama tidak dijumpai secara umumnya,
melainkan secara satu persatu, selaku agama satu suku, satu bangsa, sejemaah,
segereja, dan sebagainya. Sebab itu setiap agama harus diteliti sebagai satu
sistem yang meliputi segala seluk beluk yang berhubungan dengannya. Juga harus
selalu didasari bahwa agama adalah satu perwujudan sosial, walaupun yang
percaya atau yang tidak percaya itu adalah pribadi-pripadi. Namun, isi
kepercayaan, tradisi, mitologi, dan upacara-upacara semuanya didapati dari
nenek moyang, kalau agama itu primitif, atau tradisional, dari guru-guru agama,
atau dari pendeta-pendeta setempat, kalau agama itu berdasar atas kitab-kitab
tertentu pada zaman dahulu. Setiap agama memiliki satu sistem yang disusun dari
adat istiadat, upacara dan tradisi-tradisi yang diwarisi dari generasi ke
generasi. Dan memang setiap generasi mengadakan sedikit-sedikit perubahan atau
tambahan terhadap warisan itu, tapi adalah jelas, bahwa setiap generasi dan
individu , mulai menerima agamanya selaku warisan pendahulunya. Itulah
pemahaman Van Baal terhadap agama berdasarkan kitab suci. Metode antropologi
hanya tepat untuk digunakan meneliti agama primitif itu saja.
2.2.6.
Metode Teologi
Metode
teologi yaitu suatu pendekatan yang normatif, subyektif terhadap agama adalah
pendekatan teologis. Pada umumnya pendekatan ini dilakukan dari dan oleh
penganut sesuatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Maka pendekatan
ini bisa juga disebut pendekatan atau metode tekstual, atau pendekatan kitabi,
maka ia selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan deduktif.
2.2.7.
Metode Perbandingan
Seorang ahli sosiologi yang paling
berpengaruh sejak akhir abad ke-19, adalah Max Weber. Ia melihat adanya
hubungan yang nyata antara ajaran protestan dan munculnya kapitalisme. Ia telah
memperkirakan adanya hubungan dalam ajaranCalvinisme tentang Ascetisme dunia
ini yang telah menciptakan suatu disiplin yang rasional dan karya etis
berbarengan dengan menabung yang akan dipakai untuk penanaman modal. Namun
demikian, Weber mengakui bahwa teorinya yang seperti itu harus dites. Akan
tetapi harus diakui, bahwa sumbangan pemikirannya yang utama adalah
uraian-uraiannya yang sangat sistematis mengenai adat istiadat dan kebudayaan
lain dari sosiologi. Tulisannya tentang Islam, Yahudi, agama-agama India dan
Cina sangat berpengaruh. Begitu juga ia telah menghidangkan berbagai kategori
dalam bidang agama, yang sudah dijadikan alat perbandingan dengan
bermacam-macam materi perbandingan pula. Denga demikian, ia dianggap sebagai
pendiri yang sejati dari sosiologi perbandingan. Dan oleh karena perhatiannya yang
khusus terhadap agama, maka ia juga dianggap sebagai tokoh besar dalam bidang
perbandingan agama.
2.3. Faedah Mempelajari
Ilmu Perbandingan Agama
A. Mukti
Ali dalam bukunya Ilmu Perbandingan Agama, mengemukakan bahwa faedah
mempelajari ilmu perbandingan agama bagi seorang muslim adalah:
1. Untuk memahami kehidupan batin, alam
pikiran, dan kecenderungan hati berbagai umat manusia.
2. Untuk mencari dan menemukan
segi-segi persamaan dan perbedaan antara agama Islam dengan agama-agama yang
bukan Islam. Hal ini sangat berguna untuk perbadingan, untuk membuktikan dimana
segi-segi dari agama Islam yang melebihi agama-agama lain, berguna juga untuk
menunjukkan bahwa agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa
agama-agama yang datang sebelum Islam itu adalah sebagai pengantar terhadap
kebenaran yang lebih luas dan lebih penting.
3. Untuk menumbuhkan rasa simpati
terhadap orang-orang yang belum mendapat petunjuk tentang kebenaran, serta
menimbulkan rasa tanggung jawab untuk menyiarkan kebenaran yang terkandung
dalam agama Islam kepada masyarakat.
4. Ilmu ini bukan hanya berguna bagi
para mubaligh, tapi juga para ahli agama Islam, karena pikiran lebih tajam
dengan mempelajari berbagai agama dengan cara membanding dan akan mudah
memahami isi dan pertumbuhannya.
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN:
BAB III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan:
Dapat disimpulkan bahwa ilmu perbandingan agama yaitu ilmu
yang mempelajari tentang gejala-gejala keagamaan, kepercayaan, peribadatan, dan
tentang semua persamaan serta perbedaan yang ada disemua agama yang sudah
berkembang diberbagai bangsa hingga sekarang.
Adapun metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain
yaitu meliputi metode fenomenologi, metode sosiologi, metode psikologi, metode
ilmiah, antropologi, metode teologi, dan metode perbandingan. Semua metode
tersebut dapat mengetahui pebedaan yang ada disemua agama meliputi dari
kepercayaan, peribadatan, dan sebagainnya.
Faedah mempelajari ilmu perbandingan agama salah satunya
yaitu untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara
agama Islam dengan agama-agama yang bukan Islam, serta untuk memahami kehidupan
batin, alam pikiran, dan kecenderungan hati berbagai umat manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi,
Abu. 2010. Perbandingan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.
Ali
Mukti, A. 2002. Ilmu Perbandingan Agama. Yogyakarta: Yayasan
Nida.
Ali
Mukti, A. 1992. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia.
Bandung: Mizan.
Daradjat,
Zakiah, ddk. 1996. Perbandingan Agama 1. Jakarta: Bumi Aksara.
Daradjat,
Zakiah, dkk, 1996. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara.
Jirhanuddin.
2010. Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wach,
Joachim. 1984. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Rajawali.
Dewantara,
A. (2017). Diskursus Filsafat Pancasila Dewasa Ini.
DEWANTARA,
A. W. (2016). GOTONG-ROYONG MENURUT SOEKARNO DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI
MAX SCHELER, DAN SUMBANGANNYA BAGI NASIONALISME INDONESIA (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).