DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................... 1
DAFTAR ISI...................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah..................................................................................... 5
C. Tujuan....................................................................................................... 5
D. Manfaat...................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an................................................................................. 6
B. Bagian Bagian Al-Qur’an........................................................................... 8
C. Sejarah Turunnya Al-Qur’an...................................................................... 11
D. Pemeliharaan Al-Qur’an............................................................................. 12
E. Tadwin Al-Qur’an...................................................................................... 14
F. Penyempurnaan Al-Qur’an......................................................................... 16
G. Qira’at Al-Qur’an....................................................................................... 20
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................. 24
B. Saran........................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
LATAR BELAKANG
Al-Qur’an merupakan kitab suci umat islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai salah satu mu’jizat Nabi SAW melalui perantara malaikat jibril. Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam yang merupakan sumber hukum tertinggi umat islam diseluruh dunia. Penting sekali bagi kaum muslim untuk mempelajari seluk beluk tentang apa itu Al-Qur’an, dan apa saja yang tekandung didalamnya, karena Al-Qur’an merupakan petunjuk kearah yang sebaik-baiknya. Segala dasar dari ajaran islam yang mengandung serangkaian pengetahuan tentang akidah, pokok-pokok akhlak dan perbuatan semuanya terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Studi Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam yang berlaku sepanjang zaman tidak akan pernah habis dan selesai untuk dibahas. Inilah yang membuktikan kemukjizatan Al-Qur’an sekaligus perbedaan Al-Qur’an dengan kitab suci lainnya. Pengkajian studi ini sangatlah penting bagi umat islam khususnya, agar dapat mengetahui berbagai hal yang terkandung di dalam kitab suci tersebut. Oleh karena itu dibuatlah suatu makalah tentang studi Al-Qur’an, Adapun yang menjadi objek pembahasan makalah ini meliput, definisi Al-Qur’an, wahyu dan ilham, kajian Al-Qur’an di kalangan muslim generasi awal, pendekatan dalam studi Al-Qur’an, perkembangan mutakhir, dan kontribusi para ilmuan barat dalam studi Al-Qur’an
1. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan Al-Qur’an ?
b. Bagaimana cara penjagaan Al-Qur’an ?
2. Tujuan
a. Mengetahui pengertian, sejarah turunnya, serta bagian-bagian Al-Qur’an
b. Mengetahui cara pemeliharaan Al-Qur’an sesuai kaidah yang ada
3. Manfaat
a. Dapat dengan mudah mempelajari Al-Qur’an yang merupakan kitab suci umat islam
b. Dapat menjaga kitab suci Al-Qur’an baik secra tulisan dan lisan
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN AL-QUR’AN
1. Pengertian al-Qur`an secara etimologi
Secara etimologi, para ulama mempunyai beberapa pendapat yang berbeda tentang pengertian al-Qur`an. Perbedaan tersebut terletak pada adanya ulama yang menyebutkan al-Qur`an dengan hamzah ( القُرْآن ) ataukah tidak ( القُرَن ) dan apakah al-Qur`an itu musytāq (ism yang dibentuk dari sebuah kata dan memiliki makna yang berbeda dari kata pembentuknya) atau bukan musytāq.[1]
a. Ulama yang menyebutkan al-Qur`an dengan القُرْآن terbagi ke dalam dua pendapat:
1) Ada yang berpendapat bahwa al-Qur`an adalah “kata bentukan” dari qara’a artinya “membaca”, seperti kata rujhān dan gufrān. Al-Lihyānī (w. 215 H) adalah
di antara yang berpendapat demikian, berdasarkan firman Allah Swt yang artinya:
”Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya, maka ikutilah bacaan itu.” (QS. Al-Qiyāmah [75] : 17-18)
2) Ada yang berpendapat bahwa al-Qur`an adalah “kata sifat”, dari kata dasar alqur’u ( القُرْأ ) artinya “menghimpun”. Sehingga arti al-Qur`an adalah himpunan surat, ayat, kisah, perintah dan larangan, atau dalam arti lain menyimpan intisari dari kitab-kitab suci sebelumnya. Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah az-Zujāj (w. 311 H).
b. Ulama yang menyebut al-Qur`an dengan القُرَن pun ada dua pandangan, yaitu:
1) Ada yang berpendapat bahwa al-Qur`an dari kata qa-ra-na ( قرنََ ) artinya “menyertakan”. Hal ini karena al-Qur`an menyertakan di dalamnya ayat, surat, dan huruf-huruf. Abu Al-Hasan Al-Asy’āri (w. 324) termasuk yang berpendapat demikian.
2) Ada yang berpendapat al-Qur`an dari kata qarā’in (ِ قر اََئن ) artinya “tanda atau penguat”. Hal ini karena menurut mereka ayat satu dengan yang saling menguatkan, demikian menurut Al-Farrā` (w. 207 H).
Pendapat-pendapat di atas juga merupakan penguat bahwa kata al-Qur`an adalah kata jadian atau musytāq.[2] Sedang, yang berpendapat bahwa kata al-Qur`an bukanlah musytāq mengatakan bahwa kata al-Qur`an adalah nama personal atau al-‘A̅ lam as-Syakhsyi. Hal itu sebagaimana disebutkan pada QS. An-Nahḷ [16]: 89: Artinya: (dan ingatlah) akan hari (ketika) Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas mereka dari mereka sendiri dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi saksi atas seluruh umat manusia dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (al-Qur`an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri.
Kata al-Kitāb yang dimaksud adalah nama khusus al-Qur`an sebagaimana nama dari kitab-kitab suci sebelumnya.Secara harfiah Al-Qur’an berarti bacaan sempurna, tidak ada bacaan lain yang mampu menandingi Al-Qur’an Al-karim bacaan sempurna lagi mulia.[3]
Dapat di simpulkan bahwa kata Al-Qur’an berasal dari bahasa arab dengan kata dasar qaraa, yaqra-u, qiratan wa qur-anan yang memiliki makna sesuatu yang dibaca. Selain itu kata Al-Qur’an juga memiliki makna lain yaitu al-jam'u yang memiliki berarti menghimpun atau mengumpulkan. Al-Qur’an menghimpun beberapa huruf menjadi kata, beberapa kata menjadi kalimat, beberapa kalimat menjadi ayat, beberapa ayat menjadi surat dan menhimpun beberapa surat menjadi mushaf. setiap hubungan antara kata-kata maupun kalimat ataupun surat dalam Al-Qur’an tersusun dalam rangkaian kata yang indah, oleh karena itu Al-Qur’an harus dibaca dengan benar huruf demi huruf sesuai dengan kaidahnya, dipahami maknanya agar nantinya makna yang terkandung dalam Al-Qur’an dapat amalkan.[4]
1. Pengertian Terminologi (istilah) al-Qur`an
a. Menurut Mannā’ al-Qatṭạ̄ n:
“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. Dan membacanya adalah ibadah.”
b. Menurut al-Jurjānī (w. 417 H/1079 M):
“Yang diturunkan kepada Rasulullah Saw., ditulis dalam mushaf, dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa keraguan.”
c. Menurut kalangan pakar Usụ l Fikih, Fikih dan Bahasa Arab:
“Kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw. Lafadzlafal nya mengandung mukjizat, membacanya merupakan ibadah, diturunkan secara mutawātir, dan ditulis pada muallaf, mulai dari awal surat al-Fātihah sampai pada surat An-Nās.”[5]
Secara terminologis sebaimana yang telah disepakati para ulama’ dan ahli ushul fikih mendefinisikan Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang mengandung mukjizat yang diturunkan kepada pungkasan para Nabi dan Rasul saw melalui malaikat jibril yang tertulis pada mushaf yang diriwayatkan kepada kita secara mutawatir, bernilai ibadah pabila membacanya, yang dimulai dari surah al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nas.[6]
B. BAGIAN-BAGIAN DARI AL-QUR’AN
1. SURAH
Secara bahasa kata surah jamaknya suwar memiliki arti kedudukan atau tempat yang tinggi. Bila dilihat dari terminologi, surah adalah sejumlah atau kumpulan ayat-ayat al-Quran yang memiliki permulaan dan penghabisan.[7] Surah memiliki arti kumpulan ayat Al-Qur’an yang terdapat awalan dan akhiran. Jumlah surah dalam Al-Qur’an yang disepakati oleh jumhur ulama ada sebanyak 114 surah dan masing-masing diawali dengan basmalah, kecuali surah Baraah. Akan tetapi sebagian ulama menghitungnya 113 surah, karena surah al-Anfal dan surah al-Bara’ah dihitung satu surah mengingat tidak ada pemisah basmalah antara kedua surah tersebut.[8]
a. Macam-macam surah
Dilihat dari panjang pendeknya surah dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu:
1) Surah al - Thiwal, yaitu surah yang jumlah ayatnya lebih dari 100 sampai 200-an ayat atau lebih panjang dari pada yang lain.
2) Surah al - Mi’un, yaitu surah yang jumlah ayatnya sekitar 100-an atau lebih sedikit.
3) Surah al - Matsani, surah yang jumlah ayatnya kurang di bawah al - Mi’un (seratusan ayat),
4) Surah Al - Mufashshal, yaitu surah yang jumlah ayat-ayatnya kurang dari jumlah ayat surah al - Matsani dan dikenal juga dengan sebutan surat pendek.
b. Surah makkiyah dan surah madaniyah
Al-Qur’an diturunkan dikota Mekkah dan Madinah, surah Al-Qur’an yang diturunkan di Mekkah dinamakan Surah Makkiyah dan surah yang diturunkan di Madinah dinamakan surah Madaniyah.
Adapun ciri- ciri Surah Makkiyah dan Madaniyah, yakni :
1) Ciri-ciri Surah Makkiyah :
a) Isinya pendek-pendek.[9]
b) Di dalamnya terdapat ayat-ayat sajdah.[10]
c) Di dalamnya terdappat keterangan adat istiadat orang kafir, orangmusyrik, yang suka mencuri, merampok, membunuh, mengubur hidup-hidup anak perempuannya dan sebagainya.[11]
d) Didalamnya terdapat cerita tentang kemusyrikan.[12]
e) Memuat nasehat dan ibarat dalam aneka kisah.[13]
f) Isinya masalah keislaman.[14]
g) Memuat prinsip-prinsip moral dan pranata sosial yang agung, dan bersifat universal dan insklusif.[15]
h) Di dalamnya terdapat cerita-cerita para Nabi dan umat terdahulu, selain dalam Q.S.al-Baqarah, dan Q.S.al-Maidah.[16]
2) Ciri-ciri Surah Madaniyyah:
a) Kebanyakan Ayat dan Surahnya panjang
b) Memuat hukum pidana (hudud) dalam Q.S.al-Baqarah, Q.S.an-Nisa’, Q.S.al-Maidah, Q.S.ash-shura, dan lain sebagainya
c) Memuat hukum fara’id (Q.S.al-Baqarah, Q.S.an-Nisa’, Q.S.al-Maidah
d) Berisi hukum ibadah (Q.S.al-Baqarah, Q.S.Ali Imran, Q.S.an-Nisa’, , Q.S.al-Maidah, Q.S.al-Anfal, Q.S.at-Taubah,Q.S.al-Hajj, Q.S.an-Nur, dan lain-lain.)[17]
Atau dapat di simpulkan ciri-ciri surah Makkiyah dan Madaniyah adalah sebagai berikut :
1) jumlah ayat-ayatnya surah Makkiyah pada umumnya lebih sedikit dibandingkan surah Madaniyah
2) ayat-ayat yang diturunkan di Mekkah lebih banyak atau 4780 ayat (19/30), sedangkan ayat yang turun di Madinah lebih sedikit 1456 ayat (11/30)
3) ayat Makkiyah ditandai dengan kata-kata Ya Aiyuhannas, sedangkan ayat Madaniyah ditandai dengan kata Ya Aiyuhallazi na’amanu
4) ayat Makkiyah berisi prinsip-prinsip keimanan dan akhlaq, sedangkan ayat Madaniyah berisi peraturan-peraturan yang mengatur hubungan seseorang dengan Tuhan [18]
2. AYAT
Ayat dari segi bahasa berarti tanda, alamat, bukti/ dalil dan mukjizat.[19] Ayat adalah kalam Allah yang berupa bacaan terdiri dari kalimat sempurna, mempunyaipermulaan, dan akhiran dan merupakan bagian dari surah. Ayat adalah bagian dari surah dalam al Qur-an yang tersusun dari kata.[20]
Terdapat perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai jumlah ayat dalam dalam Al-Qur’an. Mereka sepakat bahwa terdapat enam ribu lebih jumlah ayat dalam Al-Qur’an, namun terdapat perbedaan pendapat jumlah angka setelah enam ribu. Ibn Abbas menghitung jumlah ayat al Qur-an sebanyak 6.616 ayat. Penduduk Mekah menghitungnya sejumlah 6.213 ayat. Penduduk Madinah menghitungnya sejumlah 6.214 ayat. Penduduk Bashrah menghitung 6.216 ayat. Penduduk Kufah menghitung 6.236 ayat. Angka simpangannya terletak di antara 213 s/d 616.
C. SEJARAH TURUNNYA AL QUR-AN
Penurunan wahyu al Qu-an pertama terjadi saat malaikat jibril mengunjungi Nabi yang sedang bertakhannus di Gua Hiro dan memintanya untuk membaca. Nabi menjawab : “Ma ana bi qari” (sayat idak bias membaca). Malaikat jibri lmendesakknya dan berkata: “iqra” (bacalah)! Untuk kedua kalinya; dan hal ini diulang sampai tiga kali. Setelah ketiga kalinya malaikat itu membacakan kepadanya lima ayat pertama Surat al-Alaq sebagai Wahyu awal al Qur-an.[21] Pada permintaan ketigalah Nabi membacakan wahyu pertama yang disampaikan oleh jibril. Peristiwa Gua hiro ini terjadi pada tanggal 17 Ramadlan, ketika beliau berusia 40 tahun atau 10 tahun sebelum beliau hijrah.Karena merasa kedinginan berada di dalam gua Hiro Nabi pun pulang ke rumahnya yang kemudian disambut oleh istrinya dengan menyandangkan selimut ke tubuhnya dan turunlah ayat selanjutnya sebagaimana disebut dalam surah al-Mudatstsir.[22]
Adapun pengalaman nabi menerima wahyu yang dijelaskan pada sebuah hadist yang berbunyi: “Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf;dia berkata, telah mengabarkan kepada kami Malikbin Hisyam bin Urwah dari bapaknya dari AisyahUmm al mu’minin, bahwa al Harits bin Hisyambertanya kepada Rasulullah saw. "Wahai Rasulullah,bagaimana caranya wahyu turun kepada engkau?"Maka Rasulullah saw. menjawab: "Terkadang wahyuitu datang kepadaku seperti suara gemerincinglonceng dan cara ini yang paling berat buatku laluterhenti sehingga aku dapat mengerti apa yang disampaikan.Dan terkadang datang malaikat menyerupaiseorang laki-laki lalu berbicara kepadaku, maka akuikuti apa yang diucapkannya". Aisyah berkata: "Sungguhaku pernah melihat turunnya wahyu kepadaNabi pada suatu hari yang sangat dingin lalu terhentidan aku lihat dahi Nabi mengucurkan keringat." (HR:Bukhari).[23]
Nabi tetap aktif menerima wahyu tahap demitahap dari permulan ayat pertama sampai terakhir tanpaketinggalan satu hurufpun. Al Qur-an turun berangsur-ansur selama selama 23 tahunatausepanjanghidupnya, sampaibeberapasaatsebelumNabiwafat. Dengan turunnya ayat secaraberangsur-angsur memberi kesempatan kepada umatIslam untuk menghafalnya ayat demi ayat dan memberikankemantapan kepada umat Islam untuk menerimadan mengamalkan ajaran yang terkandung didalamnya. Setiap kali ayat turun mendorong umat Islamuntuk menghafal dan menulisnya sekaligus. Dengandemikian al Qur-an itu telah terpelihara dari perubahandan penggantian, karena sejak pertama kali turunsampai ayat terkahir melalui hafalan dan tulisan yangdilakukan oleh umat Islam.
D. PEMELIHARAAN AL QUR-AN
Hingga saat ini al Qur-an masih terjaga keasliannya. Hal ini tentu tidak lepas dari pemeliharaan umt isam terhadapnya. Pemeliharaan al Qur-an tebagi menjadi beberapa priode. Diantranya : Pemeliharaan al Qur-an pada masa kenabian Nabi Muhammad SAW. Didominasi dengan cara menghafal. Penurunan al Qur-an yang berangsur-angsur mendukung upaya pmeliharaan al Qur-an dengan cara ini. Kemampuan menghafal pada zaman Nabi juga didukung oleh kebiaasaan masyarakat yang sering membaca syair-syair.
Pemeliharaan al Qur-an pada masa khulafaur Rasidin. Pada masa ini terbagi lagi yakni: Pada masa Abu Bakar Asy Syidiq dimana pemeliharaan al Qur-an pada masa ini dilakukan dengan upaya pengumpulan al Qur-an atas dasar inisiatif dari Umar bin Khatttab.
Pada masa Utsman bin Affan dilakukan dengan upaya penyalinan dan penulisan al Qur-an Pada masa pemerintahan Usman, wilayah Negara Islam telah meluas sampai ke Tripoli Barat, Armenia dan Azarbaijan. Pada waktu itu Islam sudah masuk wilayah Afrika, Syiriah dan Persia. Para hafidz pun tersebar, sehingga menimbulkan persoalan baru, yaitu silang pendapat mengenai qiraat Al-Qur’an. Ketika terjadi perang Armenia dan Azarbaijan diantara orang yang ikut menyerbu kedua kota tersebut adalah Khuzaifah bin al-Yaman. Ia menemukan banyak perbedaan dalam cara-cara membaca Al-Qur’an, bahkan sebagian qiraat itu bercampur dengan dengan kesalahan. Masing-masing mempertahankan bacaannya serta menetang setiap bacaaan yang tidak berasal dari gurunya. Melihat kedaan yang memprihatinkan ini Khuzaifah segera melaporkan kepada Khalifah Usman tentang sesuatu yang telah dilihatnya. Usman segara mengundang para sahabat bermusyawarah mencari jalan keluar dari masalah serius tersebut. Akhirnya dicapai suatu kesepakatan agar Mushaf Abu Bakar disalin kembali menjadi beberapa mushaf untuk dijadikan rujukan apabila terjadi perselisihan tentang cara membaca Al-Qur’an. Untuk terlaksananya tugas tersebut Usman menunjuk satu tim yang terdiri dari empat orang sahabat, yaitu Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Ash dan Abdul Rahman bin Haris bin Hisyam. Hasil kerja tersebut berwujud empat mushaf Al-Qur’an standar. Tiga diantaranya dikirm ke Syam, Kufah dan Basrah, dan satu mushaf ditinggalakan di Madinah untuk pegangan khalifah yang kemudian dikenal dengan al-Mushaf al-Imam. Agar persoalan silang pendapat mengenai bacaan dapat diselesaikan dengan tuntas maka usman memerintahkan semua mushaf yang berbeda dengan hasil kerja panitia yang empat ini untuk dibakar.[24] Sehingga tidak ada perselisihan tentang keabsahan al-Quran.
Pada masa kholifah Ali bin Abi Tholib, pada masa ini banyak bangsa non-Arab yang menjadi muallaf yang merasa kesulitan dalam membaca al Qur-an mushaf utsmani yang tidak ada tanda baca maupun tanda titik yang membedakan suatu huruf dengan huruf yang lain. Hal ini menjadi salah penyebab Ali bin Abi Tholib memberi instruksikepada abu al-Awad ad-Du’ali untuk menyusun kaidah-kaidah bahasa Arab. Maka dari itu munculllah ilmu Nahwu, Ilmu I’rab al Qur-an, juga ilmu Qira’at al Qur-an.[25] . Dengan usahanya itu telah berhasil menghindarkan timbulnya fitnah dan mengikis sumber perselisihan serta menjaga Qur’an dari perubahan dan penyimpangan sepanjang zaman.
E. TADWIN AL-QURAN
1. Pengertian Tadwin Al-Quran
Secara bahasa, kata Tadwin bermakna artinya : “mengikat yang terpisah dan mengumpulkan yang terurai (dari tulisan-tulisan) pada suatu diwaan. Dan kata “diwaan” adalah kumpulan kertas-kertas atau kitab (buku) yang biasanya dipakai untuk mencatat keperluan tertentu. Adapun “Tadwin Al-quran” adalah pengumpulan atau tata letak penulisan al-quran yang berbentuk lembaran atau buku (kitab).
2. Proses Penulisan Al-Quran
a. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah
Nabi SAW , tidak hanya menghafalkan dan membacakannya kepada para sahabat dan kemudian dihafalkann oleh mereka, melainkan beliau menuliskannya dalam lembaran-lembaran . Untuk itu beliau memiliki para penulis wahyu . Apabila ada wahyu yang diturunkan kepada Nabi SAW, beliau memenggil sebagian para penulis wahyu , kemudian memerintahkan mereka untuk menuliskan wahyu yang diturunkan, menunjukkan tempat wahyu itu harus diletakkan , dan tatacara penulisannya sesuai dengan petunjuk penjaga wahyu, yakni malaikat jibril. Selanjutnya beliau memerintahkan beberapa sahabat untuk menulis Al Quran, yaitu Abu Bakar, Umar Bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Tholib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Ubay bin Ka’ab dan Zaid bin Tsabit dan Khalid bin Walid, Tsaid bin Qois.[26]
Pada waktu itu perangkat tulis sulit diperoleh sehingga mereka menuliskan ayat Al-Qur’an pada benda-benda yang mudah diperoleh, seperti daun, pelapah kurma, bebatuan, tulang-belulang dan sebagainya. Seperti yang dikatakan oleh Zaid Ibn Tsabit,”Pada masa Rasulullah SAW., kami menulis Al-Qur’an dari pelapah kurma .
Adapun penyebab timbulnya penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi SAW ialah:
1) Tulisan dapat memperkuat hafalan sehingga Al-Qur’an dapat memiliki sarana-sarana pemeliharaannnya, baik hafalan maupun penetapan (dalam beentuk tulisan).[27]
2) Penyampaian wahyu secara sempurna, sebab penyampaian wahyu bersandarkan para sahabat tidak memadai karena mereka tidak luput dari kelupaan atau kematian, sedangkan tulisan akan senantiasa ada atau kekal dan tidak akan hilang.[28]
b. Penulisan Al-Qur’an pada masa Abu Bakar R.A.
Tatkala Rasulullah meninggal, Abu Bakar Assiddiqlah yang di angkat sebagai khalifah, dan dalam masa pemerintahannya terjadilah peristiwa yammah pada tahun ke-12 hijriyyah,banyak terjadi pembunuhan dikalangan para sahabat dan banyak di antara para aenghafal Al-Qur’an yang meninggal duniahingga menuruit sattu pendapat hingga mencapai 500 orang.Oleh karna itu atas kehendak Allah telah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar, Umar merasa takut bahwa ahli qiraah yang masih tersisa akan banyak terbunuh dan di antara mereka ada yang memiliki Al-Qur’an sehingga semua itu akan hilang dengan kematiannya.Sehingga ia mengisyaratkan kepada Abu Bakar untuk menghimpun Al-Qur’an dalam satu tempat . kemudian Abu Bakar mengutus Zaid ibn Tsabit untuk melakukan pekerjaan yang mulia itu.[29]
Menurut Syekh Muhammad Ali Ash-shabuni, kelebihan mushaf pada masa Abu Bakar diantaranya ialah:
1) penelitian yang sangat berhati-hati, detail, cermat dan sempurna.
2) yang ditulis pada mushaf hanya ayat yang sudah jelas tidak dinaskh bacaannya.
3) telah menjadi ijmak umat secara mutawatir bahwa yang tercatat itu adalah ayat-ayat Al-Qur’an
4) mushaf itu memiliki qiraah sab’ah yang dinuqil secara sahih.
c. Penulisan Al-Qur’an Pada Masa Utsman R.A.
Ketika Utsman memegang kekhalifahan, dan para sahabat berpencar diberbagai Negara dan masing-masing membawa bacaan (al-qira’ah) yang didengarnya dari RasulullahSAW., serta di antara mereka ada yang memiliki bacaan yang tidak dimiliki oleh lainnya, orang-orang berbeda pendapat dalam bacaan. Setiap pembaca (qari) menggunakan bacaannya (qiraat)-nya dan menyalahkan bacaan qari yang lainnya sehingga permasalahan itu menjadi besar dan perselisihanpun semakin memuncak .Krmudian Utsman dan para sahabat bersepakat untuk menyatukan manusia pada satu mushaf agar tidak terjadi perselisihan dan pertentanggan dalam masalah bacaan tersebut.[30]
F. PENYEMPURNAAN PENULISAN AL-QUR’AN
1. Penyempurnaan pada abad ke-1 H sampai abad ke-2 H
Pada zaman Ali ibn Abi Thalib menjadi khalifah sekitar tahun 65-70 Hijriyah, Ziyad ibn Abihi yang menjadi Gubernur di Bashrah (Irak) mendapati banyak orang keliru membaca al-quran apalagi bagi orang-orang non Arab yang telah memeluk Islam karena Islam terus menerus berkembang baik wilayah maupun pemeluknya. Islam tidak lagi hanya dianut oleh orang-orang arab. Banyak orang-orang non arab yang telah memeluk islam, maka sebagai konsekuensi logisnya, benturan-benturan cultural antara dengan orang-orang ‘ajam (non Arab) itupun tidak dapat dielakkan. Sejak saat itulah perkembangan yang dirasa menggembirakan itu ternyata juga membawa kekhawatiran. Kekhawatiran yang dimaksud adalah terancamnya keselamatan kemurnian bahasa Arab. Sebab dikalangan masyarakat islam terutama yang non Arab sering terjadi kesalahan dalam melafalkan ayat-ayat Al-quran.
Hal itu terjadi terutama pada kata-kata yang memang terbuka kemungkinannya untuk dibaca salah.karena tata-tulis al-Mushhaf al-'Utsmani tidak memakai titik dan harakat (Syakal). Karena itu Ziyad ibn Abihi atau 'Abd. Malik ibn Marwan menurut riwayat yang lain dengan seizin Khalifah 'Ali meminta kepada Abu al-Aswad al-Du'ali (w 69 H), yang faham Bahasa Arab untuk memberi tanda baca. Pada awalnya permintaan itu ditolak, Karena Abu al-Aswad merasa harus menjaga otentitas al-Mushaf al-Utsmani. Tapi menurut riwayat, pada suatu saat Abu al-Aswad (w.69 H/638 M) pernah mendengar seseorang di Bashrah membaca ayat-ayat al-quran dengan cara yang salah, sehingga mengubah seluruh pengertian dan maksud yang terkandung di dalam ayat yang dibacanya itu. Ayat yang dimaksud adalah :
إِنَّ اللَّهَ بَرِيْءٌ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ وَ رَسُوْلِهِ.... "
Artinya : Bahwasannya Allah dan Rasul-Nya terlepas (memutuskan hubungan) dengan orang-orang Musyrik….. (Q.S. At-Tuabah [9]:3)
Sumber kekeliruan orang itu dalam membaca ayat tersebut adalah dengan mengkasrahkan "ل" nya. Dan artinya berubah menjadi “Bahwasannya Allah memutuskan hubungan dengan orang-orang musyrik dan rasulnya”. Mendengar kesalahan bacaan tersebut Abu al-Aswad terkejut. Dan sejak peristiwa itulah Abu al-Aswad mulai bekerja, dan hasilnya sampai kepada pembuatan tanda fathah berupa satu titik di atas huruf, tanda kasrah berupa satu titik dibawah huruf, tanda dhammah berupa satu titik di sela-sela atau samping huruf, dan tanda sukun berupa dua titik.
Adapun teknis dalam melaksanakan upaya tersebut adalah bahwa Abu Aswad meminta agar disiapkan seorang staf untuk dijadikan juru tulis, tetapi Ziyad gubernur Bashrah pada saat itu malah menyiapkan sebanyak tiga puluh orang. Namun, abu al-aswad tetap memilih seorang diantara mereka. Orang itu berasal dari kabilah qais. Abu al-aswad kemudian memerintahkan kepada staf yang dijadikan juru tulisnya itu untuk mengambil mushaf dan zat pewarna yang berbeda dengan warna yang digunakan untuk menulis mushaf. Selanjutnya al-aswad berpesan kepadanya: “jika kamu melihat bibibrku terbuka lebar ketika aku menyebutkan huruf berbunyi ‘a’ (fathah) maka letakkanlah satu titik diatasnya, dan jika kedua bibirku agak terkatub ketika aku mengucapkan huruf berbunyi ‘I (kasroh) maka letakkanlalah satu titik dibawah huruf itu, jika bibirku mencuat agak kemuka mengucapkan ‘u maka letakkanlah titik disamping hurup. Sedang jika suaraku berbunyi berdengung (gunnah) maka letakkanlah dua titik diatas huruf itu. Setelah itu, abu al-aswad dengan perlahan-lahan membacakan alquran. Sementara itu juru tulisnya sibuk bekerja sesuai perintah abu al-aswad diatas. Begitu seterusnya… Keadaan tata-tulis ini berlanjut sampai menjelang akhir-akhir abad II Hijriyah. dan adapun tokoh ulama disamping Abu Aswad yang berjasa dalam proses penyempurnaan mushaf dengan memberikan tanda-tanda titik yang bentuk dasarnya sama yaitu Yahya ibnu ya’mur, Hasan al-Bishry, dan Nasr bin ‘Ashmin al-Laitsiy.
Pada tahap berikutnya terjadi perubahan bentuk atau ketentuan harakat berupa huruf. Ide tersebut dicetusakan oleh Khalil bin ahmad, seorang ulama nahwu terkemuka di zamannya, pada sekitar tahun 170 Hijriyah, melalui kreasi al-Khalil tata tulis tersebut disempurnakan dengan cara titik-titiknya dipakai untuk membedakan huruf yang sama, sedangkan tanda bacanya diganti “harakat” atau “Syakal” seperti yang kita kenal sampai sekarang ini.
2. Kesempurnaan penulisan al-qur’an pada abad ke-3
Pada abad ke-3 Hijriyah terjadi penyempurnaan yang lebih lengkap lagi terhadap penulisan al-qur’an. Dimana pada abad ini, para ulama selanjutnya berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al Quran khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad.
Sebagaimana mereka juga membuat tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat, tanda-tanda waqaf (berhenti membaca), ibtida (memulai membaca), menerangkan identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah ayat.
Tanda-tanda lain yang dibubuhkan pada tulisan Al Quran adalah Tajzi yaitu tanda pemisah antara satu Juz dengan yang lainnya berupa kata Juz dan diikuti dengan penomorannya (misalnya, al-Juz-utsalisu: untuk juz 3) dan tanda untuk menunjukkan isi yang berupa seperempat, seperlima, sepersepuluh, setengah Juz dan Juz itu sendiri.
Mereka juga telah memberikan tanda a’in (asyar) untuk setiap sepuluh ayat serta tanda kha (khamasah) untuk setiap lima ayat,dan senantiasa menyebutkan kata-kata Makiyah, serta Madaniyah untuk ayat-ayat Madaniyah. Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Quran disalin dan diperbanyak dari mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad ke16 M.
3. Percetakan Al-Qur’an Mulai pada Abad ke-16 M
Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-pisahkan) dicetaklah Al-Qur’an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada tahun 1694 M. Mushaf utsmani sepenuhnya telah mencapai kesempurnaanya atau dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin cetak ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al Quran. Mushaf Al Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 M dan diterbitkan di St. Pitersburg Rusia.
Cetakan Al Quran yang banyak dipergunakan di dunia islam sekarang ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad karena dialah yang memerintah. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/ 1925 M. Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Quran dicetak dengan tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah. Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang terkemuka Said Nursi.
4. Penyempurnaan Penulisan Al-Quran setelah Masa Kholifah
Mushaf yang ditulis atas perintah ‘Utsman tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Pada masa Khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidakmemadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkrmuka saat itu dan karena itru pula penyempurnaan mulai dilakukan. Dua tokoh yang berjasa dalam hal ini, yaitu ‘Ubaidillah bin Ziyad (w.67 H) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w.95 H).
Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H. Ketika proses penyempurnaan naskah Al-Quran selesai dilakukan tercatat tiga nama orang yang pertama kali meletakkan tanda titik pada mushaf ‘Utsman, yaitu Abu Al-Aswad Ad-Dauli, Yahya bin Yamar, dan Nashr bin ‘Ashim Al-Laits. Adapun orang-orang yang pertama kali meletakkan hamzah, tasydid, Al-raum, dan Al-isymam adalah Al-Khalid bin Ahmad Al-Farahidi Al-Azdi yang diberi kunyah Abu Abdirrahman.
G. QIRO’AT AL-QUR’AN
Pada periode awal kaum muslimin memperoleh ayat-ayat al-Qur’an langsung dari nabi saw, kepada para sahabat dan dari sahabat ini kemudian kepada para tabi’in serta para imam-imam qiraat pada masa selanjutnya. Pada masa Nabi saw, ayat-ayat ini diperoleh dari nabi dengan cara mendengarkan, membaca lalu beberapa sahabat menghafalkannya. Sehingga pada periode ini al-Qur’an belum dibukukan, pedoman dasar bacaan dan pelajarannya langsung bersumber dari Nabi saw, serta para sahabat yang hafal al-Qur’an. Hal ini berlangsung hingga masa para sahabat yang pada perkembangannya al-Qur’an dibukukan atas dasar iktiar dari khalifah Abu Bakar dan inisiatif Umar bin Khattab.
Pada perkembangan berikutnya, al-Qur’an justru tertata lebih rapi karena khalifah Usman berinisiatif untuk menyalin mushaf dan dicetak lebih banyak untuk kemudian disebarkan kepada kaum muslimin di berbagai kawasan.
Setelah masa itu, maka muncullah para qurra’ (para ahli dalam membaca al-Qur’an), merekalah yang menjadi panutan di daerahnya masing-masing dan dari bacaan mereka dijadikan pedoman serta cara-cara membaca al-Qur’an.
Untuk membatasi berkembangnya jumlah qira’at Abu Bakar bin Mujahid hanya memilih tujuh guru al-Qur’an terkenal dan menyatakan bahwa bacaan mereka shahih karena diterima dari Nabi dengan Sanad muttashil (rangkaian periwayatan yang bersambung). Berikut ini adalah para imam qira’at yang terkenal dalam sebutan qira’at Sab’ah[31] :
1. Nafi’al-Madani
Nama lengkapnya adalah Abu Ruwaim Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Nu’aim al-Laitsi, maula Ja’unah bin Syu’ub al-Laitsi. Berasal dari Isfahan. Wafat di Madinah pada tahun 177 H.
Ia mempelajari qira’at dari Abu Ja’far Yazid bin Qa’qa’, Abdurrahman bin Hurmuz, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah al-Makhzumi; mereka semua menerima qiraat yang mereka ajarkan dari Ubay bin Ka’ab dari Rasulullah. Perawi qira’at Imam Nafi’ yang terkenal ada dua orang, yaitu Qaaluun (w. 220 H) dan Warasy (w.197 H).
2. Ibn Kasir al-Makki
Nama lengkapnya adalah Abdullah ibn Kasir bin Umar bin Abdullah bin Zada bin Fairuz bin Hurmuz al-Makki. Lahir di Makkah tahun 45 H. dan wafat juga di Makkah tahun 120 H.
Beliau mempelajari qira’at dari Abu as-Sa’ib, Abdullah bin Sa’ib al-Makhzumi, Mujahid bin Jabr al-Makki dan Diryas (maula Ibn ‘Abbas). Mereka semua masing-masing menerima dari Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Umar bin Khattab; ketiga Sahabat ini menerimanya langsung dari Rasulullah SAW. Perawi qira’at Ibn Kasir al-Makki yang terkenal ada dua orang, yaitu Bazzi (w. 250 H) dan Qunbul (w. 251 H).
3. Abu’Amr al-Basri
Nama lengkapnya Zabban bin ‘Alla’ bin ‘Ammar bin ‘Aryan al-Mazani at-Tamimi al-Bashr. Ada yang mengatakan bahwa namanya adalah Yahya. Beliau adalah imam Bashrah sekaligus ahli qiraat Bashrah. Beliau lahir di Mekkah tahun 70 H, besar di Bashrah, kemudian bersama ayahnya berangkat ke Makkah dan Madinah. Wafat di Kufah pada tahun 154 H.
Beliau belajar qira’at dari Abu Ja’far, Syaibah bin Nasah, Nafi’ bin Abu Nu’aim, Abdullah ibn Kasir, ‘Ashim bin Abu al-Nujud dan Abu al-‘aliyah. Abu al-‘Aliyah menerimanya dari Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Abbas. Keempat Sahabat ini menerima qira’at langsung dari Rasulullah SAW.
Murid beliau banyak sekali, yang terkenal adalah Yahya bin Mubarak bin Mughirah al-Yazidi (w. 202 H.) Dari Yahya inilah kedua perawi qiraat Abu ‘Amr menerima qiraatnya, yaitu al-Duuri (w. 246 H) dan al-Suusii (w. 261 H).
4. Abdullah bin ‘Amir al-Syami
Nama lengkapnya adalah Abdullah bin ‘Amir bin Yazid bin Tamim bin Rabi’ah al-Yahshabi. Nama panggilannya adalah Abu ‘Amr, ia termasuk golongan Tabi’in. Beliau adalah imam qiraat negeri Syam, lahir pada tahun 8 H, wafat pada tahun 118 H di Damsyik.
Ibn ‘Amir menerima qira’at dari Mugirah bin Abu Syihab, Abdullah bin Umar bin Mugirah al-Makhzumi dan Abu Darda’ dari Utsaman bin Affan dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Hisyam (w. 145 H) dan Ibn Zakwaan (w. 242 H).
5. ‘Ashim al-Kufi
Nama lengkapnya adalah ‘Ashim bin Abu al-Nujud. Ada yang mengatakan bahwa nama ayahnya adalah Abdullah, sedang Abu al-Nujud adalah nama panggilannya. Nama panggilan ‘Ashim sendiri adalah Abu Bakar, ia masih tergolong Tabi’in. Beliau wafat pada tahun 127 H.
Beliau menerima qira’at dari Abu Abdurrahman bin Abdullah al-Salami, Wazar bin Hubaisy al-Asadi dan Abu Umar Saad bin Ilyas al-Syaibani. Mereka bertiga menerimanya dari Abdullah bin Mas’ud. Abdullah bin Mas’ud menerimanya dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qiraatnya yang terkenal adalah Syu’bah (w.193 H) dan Hafs (w. 180H).
6. Hamzah al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Hamzah bin Habib bin ‘Ammarah bin Ismail al-Kufi. Beliau adalah imam qiraat di Kufah setelah Imam ‘Ashim. Lahir pada tahun 80 H., wafat pada tahun 156 H di Halwan, suatu kota di Iraq.
Beliau belajar dan mengambil qiraat dari Abu Hamzah Hamran bin A’yun, Abu Ishaq ‘Amr bin Abdullah al-Sabi’I, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Ya’la, Abu Muhammad Talhah bin Mashraf al-Yamani dan Abu Abdullah Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Zainul ‘Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib serta Abdullah bin Mas’ud dari Rasulullah SAW.
Di antara para muridnya yang menjadi perawi qira’at -nya yang terkenal adalah Khalaf (w. 150 H) dan Khallad (w. 229 H).
7. Al-Kisa’i al-Kufi
Nama lengkapnya adalah Ali bin Hamzah bin Abdullah bin Usman al-Nahwi. Nama panggilannya Abul Hasan dan ia bergelar Kisa’i karena ia mulai melakukan ihram di Kisaa’i. Beliau wafat pada tahun 189 H.
Beliau mengambil qira’at dari banyak ulama. Diantaranya adalah Hamzah bin Habib al-Zayyat, Muhammad bin Abdurrahman bin Abu Laia, ‘Ashim bin Abun Nujud, Abu Bakar bin’Ilyasy dan Ismail bin Ja’far yang menerimanya dari Syaibah bin Nashah (guru Imam Nafi’ al-Madani), mereka semua mempunyai sanad yang bersambung kepada Rasulullah SAW. Murid-murid Imam Kisaa’i yang dikenal sebagai perawi yang dikenal sebagai perawi qira’at-nya adalah al-Lais (w. 240 H) dan Hafsh al-Duuri (w. 246 H).
Baca juga artikel yang lain:
- Ulumul Hadist (Ilmu-ilmu Hadist)
- Pengertian Bid'ah
- Konsep Manusia Menurut Aliran Humanisme dan Islam
- Konsep Manusia dalam Prespektif Aliran Psikoanalisa dan Behaviorisme
- Psikologi Perkembangan Pada Masa Anak-Anak
- Keterkaitan Ilmu Pengetahuan dan Agama
- Studi Al-Qur'an
- Studi Fikih (Hukum Islam)
- Urgensi Pengantar Studi Islam
- Etika Politik dan Nilai Pancasila Sebagai Sumber Politik
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Studi Al-Qur’an adalah ilmu yang membahas tentang segala sesuatu yang ada kaitannya dengan Al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam yang berlaku sepanjang zaman tidak akan pernah habis dan selesai untuk dibahas.
Persamaan Al-Qur’an dan wahyu adalah sama-sama perkataan Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril secara beransur-ansur.
Perbedaan Al-Qur’an dan wahyu. Wahyu adalah potongan-potongan Al-Qur’an yang belum disatukan yang sedikit demi sedikit disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril secara berangsur-angsur yang disampaikannya secara rahasia tanpa diketahui oleh orang lain.
Al-Qur’an adalah kalam Allah dengan lafadz-Nya bukan kalam Jibril ataupun Muhammad. Al-Qur’an bisa juga disebut dengan potongan-potongan wahyu Allah yang telah dijadikan satu oleh Nabi Muhammad dan sekertaris Nabi Muhammad (sahabatNya) yang sebelumnya dituliskan secara terpisah-pisah dalam berbagai pelepah tamar, daun-daun kering dan tulang-tulang suci.
Manfaat al-Qur’an ialah untuk mengetahui ihwal kitab Al-Qur’an sejak dari turunnya wahyu yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW, sampai keadaan kitab itu hingga sekarang.Untuk memahamai isi kandungannya. Untuk dijadikan senjata pamungkas
B. SARAN
Dari penjelasan yang telah dipaparkan, penulis menyarankan kepada pembaca, agar dapat memanfaatkan makalah ini sebagai sumber ilmu dan referensi untuk membuat tulisan terkait, yang lebih baik lagi. Selain itu, agar dapat memahami Studi Al-Qur’an meliputi pengertian, sejarah turunnya, pembukuan Al-Qur’an, penamaan Al-Qur’an, pengelompokan surah dan keistimewaan-keistimewaannya. Dan juga mempelajari tentang Ilmu Tafsir yang meliputi pengertian, pentingnya ilmu tafsir, corak-corak ilmu tafsir dan kitab-kitab tafsir yang terkenal.
DAFTAR PUSTAKA
al-Qattan , Manna’ Khalil. 2007. Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an terj: Mudzakir. Jakarta: Halim Jaya.
As Shlih, Subhi. 2004. Membahas Ilmu-Ilmu al Quran terj: Tim Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Asmuni, M. Yusran. 1997. Dirasah Islamiyah 1, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Aziz, Moh.Ali dan Bambang Subandi. 2009. Pengeahuan Tentang Al-Qur’an. Surabaya: Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Deffer , Ahmad Von. 1998. Ilmu al-Qur’an Pengenalan Dasar. Jakarta: Rajawali Press.
Kadir, H.Abd. 2016. Dirasat Islamiyah,. Surabaya: Dwi Putra Pustaka Jaya,.
Setiyawan , Andik. Dkk. 2014. Tafsir-Ilmu Tafsir. Jakarta : Kementerian Agama.
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.
Syuhbah, Muhammad Abu. 2003. Studi Ulumul Qur’an terj: Taufiqurrahman, Bandung, Pustaka Setia.
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. 2012. Studi Al-Qur’an, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya Press.
Zuhdi, Achmad, dkk. 2016. Studi Al-Qur’an . Surabaya : UIN Sunan Ampel Press
http://yhunha-makalah.blogspot.co.id/2015/11/tadwin-al-quran.html
http://makalahpelajaran.blogspot.co.id/2011/04/banyak-sekali-berbagai-pendapat.html
Footnote
[1] Andik Setiyawan, Roli Abdul Rahman dkk, Tafsir-Ilmu Tafsir, (Jakarta : Kementerian Agama, 2014), h. 5
[2] Ibid, 6
[3] M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), 3
[4] H.Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah, (Surabaya: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2016), 40
[5] Andik Setiyawan, Roli Abdul Rahman dkk, Tafsir-Ilmu Tafsir, (Jakarta : Kementerian Agama, 2014), h.7
[6] H.Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah, (Surabaya: Dwi Putra Pustaka Jaya, 2016), h, 42
[7] ibid, 44.
[8] Ibid, 44
[9] Ibid, 49.
[10] Ibid, 183
[11] ibid
[12] ibid
[13] Ibid, 184
[14] H. Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah (Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya, 2016), 49.
[15] Ibid, 184
[16] Ibid, 183
[17] Ibid, 184
[18] M. Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah 1, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), 15
[19] H. Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah (Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya, 2016), 49.
[20] Ibid., 49.
[21] H. Abd. Kadir, Dirasat Islamiyah (Sidoarjo : Dwiputra Pustaka Jaya, 2016), 54.
[22] Ibid., 55.
[23] Ibid., 57.
[25] Achmad Zuhdi dkk, Studi Al-Qur’an ( Surabaya : UIN Sunan Ampel, 2016), 17.
[26] Subhi As Shlih,, Membahas Ilmu-Ilmu al Quran terj: Tim Pustaka Firdaus, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004), h.86.
[27] Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ulumul Qur’an terj: Taufiqurrahman, (Bandung, Pustaka Setia, 2003) hal.27.
[28] Subhi as-Shalih, op.cit. h. 32.
[29] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an terj: Mudzakir, (Jakarta: Halim Jaya, 2007) h. 188
[30] Ahmad Von Deffer, Ilmu al-Qur’an Pengenalan Dasar, (Jakarta: Rajawali Press, 1998) h. 53
[31] DR. H. Abd. Kadir. Dirasat Islamiyah. (Sidoarjo: Dwiputra Pustaka Jaya. 2016). Hal. 74