HOME

16 Juni, 2016

PENGERTIAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN SEJARAHNYA



 PENGERTIAN PENGEMBANGAN KURIKULUM DAN SEJARAHNYA
A.      PENGERTIAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pengembangan kurikulum adalah proses perencanaan dan penyusunan kurikulum oleh pengembang kurikulum (curriculum developer) dan kegiatan yang dilakukan agar kurikulum yang dihasilkan dapat menjadi bahan ajar dan acuan yang digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai pendidikan yang dinamis. Hal ini berarti bahwa kurikulum harus senantiasa dikembangkan dan disempurnakan agar sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengertian kurikulum yang semakin luas membuat para pelaksana kurikulum memberikan batasan sendiri terhadap kurikulum. Namun perbedaan pengertian tersebut tidak menjadi masalah yang besar terhadap pencapaian tujuan pendidikan, apabila pengembangan kurikulum didasarkan pada landasan dan prinsip-prinsip yang mendasarinya. Hal ini dimaksudkan agar pengembangan kurikulum yang dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari pendidikan nasional. Perwujudan prinsip, aspek dan konsep kurikulum terletak pada guru. Sehingga guru memiliki tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan kurikulum itu sendiri.
Oleh sebab itu, seorang pelaksana kurikulum perlu mengetahui dan melaksanakan   beberapa landasan dan prinsip-prinsip menjadi pedoman dalam pengembangan kurikulum. Namum hal ini sering diabaikan oleh para pelaksana kurikulum, sehingga pencapaian tujuan pendidikan tidak optimal. Hal ini yang mendasari penulis untuk menyusun makalah ini. Makalah ini memaparkan apa yang menjadi landasan- landasan dan prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses pengembangan kurikulum.
B.       SEJARAH PENGEMBANGAN KURIKULUM
sejarah kurikulum pendidikan di indonesia kerap berubah setiap ada pergantian Menteri Pendidikan, sehingga mutu pendidikan di indonesia hingga kini belum memenuhi standar mutu yang jelas dan mantap. Dalam perjalanan sejarah sejak tahun 1945, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004 dan 2006.Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan IPTEK dalam masyarakat berbangsa dan bernegara.Sebab, kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan Undang-Undang 1945, perbedaannya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Perubahan kurikulum didunia pendidikan indonesia beserta tujuan yang ingin dicapai dapat diuraikan sebagai berikut:
1.         Kurikulum 1947
Kurikulum pertama di masa kemerdekaan namanya rencana pelajaran 1947.Ketika itu penyebutan lebih populer menggunakan Leer Plan (Rencana pelajaran) ketimbang istilah Curriculum dalam bahasa inggris.Rencana pelajaran 1947 bersifat politis, yang tidak mau lagi melihat dunia pendidikan masih menerapkan kurikulum belanda, yang orientasi pendidikan dan pengajarannya di tujukan untuk kepentingan kolonialis belanda. Rencana pelajaran 1947 ini lebih mengutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara, dan masyarakat daripada  pendidikan pikiran. Materi pelajaran duhubungkan dengan kejadian sehari-hari,  perhatiaan terhadap kesenian, dan pendidikan jasmani. Pada masa itu juga di bentuk kelas Masyarakat yaitu sekolah khusus bagi lulusan SR 6 tahun yang tidak melanjutkan ke SMP.  Kelas masyarakat mengajarkan keterampilan, seperti pertanian, pertukangan, dan perikanan.Tujuannya, agar anak yang tak mampu sekolah ke jenjang SMP, bisa langsung bekerja.
2.         Kurikulum 1952
Pada tahun 1952 ini di beri nama Rentjana Pelajaran terurai 1952. Kurikulum ini sudah mengarah  pada suatu sistem pendidikan nasional. Yang paling menonjol dan sekaligus ciri dari kurukulum 1952 ini bahwa setiap rencana pelajaran harus memperhatikan isi pelajaran yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.Fokusnya pada pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya dan moral (pancawardhana). Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan, emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
3.         Kurikulum 1964
Kali ini beri nama Rentjana Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral. Mata pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi : moral, kecerdasan, emosional, keprigelan (keterampilan), dan jasmaniah. Pendidikan dasar lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis.
4.         Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan, kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan di tekankan pada upaya untuk membentuk manusia pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
5.         Kurikulum 1975
Kurikulum 1975 menekankan pada tujuan, aagar pendidikan lebih efisien dan efektif. “yang melatarbelakangi adalah pengaruh konsep di bidang manajemen, yaitu MBO (management by objective) yang terkenal saat itu. Metode, materi, dan tujuan pengajaran di rinci dalam Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI).Zaman ini di kenal istilah “satuan pelajaran”, yaitu rencana pelajaran setiap satuan bahasan. Setiap satuan pelajaran dirinci lagi: petunjuk umum, tujuan instruksional khusu (TIK), materi pelajaran, alat pelajaran, kegiatan belajar mengajar, dan evaluasi. Kurikulum 1975 banyak dikritik. Guru dibikin sibuk menulis rincian apa yang akan dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran.
Pada kurikulum kegiatan ini juga menekankan pada pentingnya pelajaran matematika sebagai pedoman untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
6.         Kurikulum 1984 (kurikulum CBSA)
Kurikulum 1984 mengusung process skill approach. Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting. Kurikulum ini juga sering disebut “kurikulum 1975 yang disempurnakan”.Posisi siswa ditempatkan sebagai subjek belajar.Dari mengamati sesuatu, mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan.Model ini disebut Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) atau Student Aktive Learning (SAL).
Kurikulum 1984 ini berorientasi kepada tujtuan interaksional.Didasari oleh pandangan bahwa pemberian pengalaman belajar kepada siswa dalam waktu belajar yang sangat terbatas di sekolah harus benar-benar fungsional dan efektif. Oleh karena itu, sebelum memilih atau menentukan bahan ajar, yang petama harus dirumuskan adalah tujuan apa yang harus dicapai siswa.
7.         Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan.Tujuan pengajaran lebih menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan maslah.
8.         Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikulum ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).Pendidikan berbasis kopetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan.Hal ini dapat diartikan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu yang mampu melakukan perangkat kompetensi yang telah ditentukan.Implikasinya adalah perlu dikembangkan suatu kurikulum berbasis kompetensi sebagai pedoman pembelajaran. Kurikulum ini berorientasi pada hasil dan dampak dari proses pendidikan serta keberagaman individu dalam menguasai semua kopetensi.
9.         Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).Awal 2006 uji coba KBK dihentikan, muncullah KTSP. Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak perbedaan dengan kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan lingkungan dan kondisi sekolah berada.Hal ini dapat disebabkan kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan telah ditetapkan oleh Depertemen Pendidikan Nasional.Jadi pengembangan perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan sepervisi pemerintah Kabupatena/kota.
10.     Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 merupakan kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. Selain itu penataan kurikulum pada kurikulum 2013 dilakukan sebagai amanah dari UU No.20 tahun 2003 tentang pendidikan nasional dan peraturan presiden N0. 5 tahun 2010 tentang rencana pembangunan jangka menengah nasional.
Kurikulum 2013 dikembangkan untuk meningkatkan capaian pendidikan dengan dua strategi utama, yaitu peningkatan efektifitas pembelajaran pada satuan pendidikan dan penambahan waktu pembelajaran di sekolah. Efektifitas pembelajaran dicapai melalui tiga tahap, yaitu:
a.       fektifitas interaksi, akan tercipta dengan adanya harmonisasi iklim akademi dan budaya sekolah. Efektifitas interaksi dapat terjaga apabila kesinambungan manajemen dan kepemimpinan pada satuan pendidikan.
b.      Efektifitas pemahaman, menjadi bagian penting dalam pencapaian efektifitas pembelajaran. Efektifitas tersebut dapat dicapai apabila pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal siswa melalui observasi, asosiasi, bertanya, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.
c.       fektivitas penyerapan, dapat tercipta manakala adanya kesinambungan pembelajaran horizonta dan vertikal.
Penerapan kurikulum 2013 diimplementasikan adanya penambahan jam pelajaran, hal tersebut sebagai akibat dari adanya perubahan proses pembelajaran yang semula dari siswa diberi tahu menjadi siswa yang mencari tahu. Selain itu, akan merubah pula proses penialaiayang semula berbasis output menjadi berbasis proses dan output.
Orientasi kurikulum 2013 adalah terjadinya peningkatan dan keseimbangan antara kompetensi sikap, keterampilan dan pengetahuan. Hal itu sejalan dengan amanat UU no.20 tahun 2003 sebagai mana tersurat dalam penjelasan pasal 35: “kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar yang telah disepakati”. Hal ini sejalan pula dengan pengembangan kurikulum berbasis kompetensi yang telah dirintis pada tahun 2004 dengan mencangkup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu.

TAKHRIJ AL-HADITH (Pengertian, Latar Belakang, Proses dan Metode)

 TAKHRIJ AL-HADITH
A.     Pengertian takhrij al-hadith
Ada istilah yang berkaitan erat dengan takhrij, yaitu takhrij, ikhraj, dan istikhraj. Takhrij berasal dari kata kharraja yang berarti tampak atau jelas. Sedangkan menurut mahmud al-thahhan, secara etimologis, takhrij berarti berkumpulnya dua persoalan dalam satu hal. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa ada pengertian takhrij, yaitu al-istimbat (mengeluarkan), at-tadrib (melatih atau membiasakan), dan at-taujih (mengarahkan).
            Sedangkan menurut ulama ahli hadith, kata tahrij mempunyai beberapa arti, yaitu:
1.      Kata takhrij sama dengan kata ikhraj yang berarti menampakkan hadith kepada orang lain dengan menyebutkan sumbernya. Misalnya, hadith ini dikeluarkan oleh al-bukhori atau ditakhrij oleh al-bukhori. artinya, dia meriwayatkanyadan menyebutkan tempat dikeluarkanya secara independen.
2.      Takhrij kadang-kadang digunakan untuk arti mengeluarkan hadith dan meriwayatkannya.
3.      Takhrij terkadang juga disebut dilalah, artinya petunjuk sumber-sumber asli hadith dan mengacu kepadanya dengan menyebutkan penyusun yang pernah meriwayatkannya.
Secara terminologis, takhrij berarti petunjuk jalan ke tempat atau letak suatu hadith (menyebut sejumlah buku yang di dalamnya terdapat hadith itu) pada sumber-sumbernya yang orisinal berikut sanadnya, dan menjelaskan martabatnya jika diperlukan.
B.     Latar belakang munculnya ilmu takhrij al-hadith
Mahmud al-thahhan mengatakan bahwa pada mulanya ilmu tahrij al-hadith tidak dibutuhkan oleh ulama dan peneliti hadith karena pengetahuan mereka tentang hadith sangat luas dan mantap. Lagi pula, hubungan para ulama dengan sumber hadith aslinya pada waktu itu sangat dekat dan melekat, sehingga ketika mereka hendak menjelaskan validitas suatu hadith, mereka cukup menjelaskan tempat dan sumbernya dalam berbagai kitab hadith. Mereka mengetahui cara-cara kitab sumber hadith itu di tulis, sehingga dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki mereka tidak mengalami kesulitan untuk menggunakan dan mencari sumber dalam rangka mengemukakan suatu hadith. Apabila dibacakan kepada mereka suatu hadith yang bukan dari kitab hadith, maka dengan mudah mereka menjelaskan sumberaslinya.
            Beberapa abad kemudian, para ulama hadith mereka kesulitan untuk mengetahui hadith dari sumber aslinya, terutama setelah berkembang karya-karya besar di bidang syari’ah yang banyak menggunakan hadith sebagai dasar ketetapan hukum, begitu juga dengan ilmu-ilmu yang lain seperti tafsir, sejarah, dan lainnya. Keadaan ini menjadi latar belakang timbulnya keinginan para ulama untuk melakukan takhrij. Upaya yang mereka lakukan adalah dengan menjelaskan atau menunjukkan hadith kepada sumber aslinya, menjelaskan metodenya, dan menentukan kualitas hadith sesuai dengan kedudukannya.
            Hasil jerih payah ulama itu memunculkan kitab-kitab takhrij, diantaranya yang terkenal adalahfawaid al-muntakhabah al-shahab karya abu qasim al-husaini, takhrij al-fawaid al-muntakhabah al-shahab wa al-gharaib karya abu qasim al-mahrawani.
C.     Tujuan dan manfaat takhrij al-hadith
Bagi seorang peneliti hadith, kegiatan takhrij al-hadith ini sangatlah penting. Tujuan dan manfaat takhrij adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui asal-usul riwayat hadith yang diteliti.
2.      Untuk mengetahui seluruh riwayat bagi hadith yang diteliti.
3.      Untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid atau muttabi’ pada sanad yang diteliti.
4.      Adanya syahid dan atau muttabi’ yang kuat dapat memperkuat sanad yang diteliti.

D.     Proses dan metode takhrij al-hadith
1.      Proses takhrij hadith
Mentakhrij hadith berarti melakukan tiga hal, yaitu:
a.       Menulusuri di kitab mana hadith yang diteliti berada. Tahap ini berarti menemukan kitab di mana hadith tersebut berada dan berapa jalur periwatannya.
b.      Membuat bagan sanad periwayat hadith. Tahap ini dimulai dengan menemukan para periwayat hadith itu sendiri dengan rangkaian silsilah sanadnya.
c.       Memberikan penilaian kualitas hadith. Tahap ini dilakukan dengan memeriksa persambungan sanad dan reputasi para periwayat, sehingga diketahui apakah hadith itu sahih atau tidak.
2.      Syarat hadith yang ditakhrij
Hadith yang diteliti harus diambil atau ditakhrij dari sumber-sumber asli hadith yaitu:
a.       Kitab-kitab hadith yang dihimpun sendiri oleh pengarangnya dan lengkap sanadnya sampai kepada rasul, seperti: kutub as-sittah, muwatta’, musnad ahmad, dsb.
b.      Kitab-kitab hadith pengikut kitab hadith pokok (no. 1), seperti: kitab al-jami’u baina sahihaini karya al-humaidi, tahzib as-sunan abi dawud karya al-munziny, kitab tuhfatul asyraf bi ma’rifatil atraf karya al-mazi.
c.       Kitab-kitab selain hadith, seperti kitab tafsir, fiqih, dan sejarah yang didukung hadith, dengan syarat hadith tersebut lengkap sanadnya.
3.      Metode-metode takhrij
Mengenai cara-cara mentakhrij hadith, al-mahdi dan al-thahhan mengemukakan lima metode takhrij sebagai berikut:
a.       Takhrij melalui periwayat pertama (al-rawi al-a’la/sahabat)
Takhrij dengan metode ini dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahi secara pasti perawi pertamanya dari kalangan sahabat. Langkah pertama dari metode ini adalah mengenal nama perawi pertama dari hadith yang akan ditakhrij. Langkah berikutnya adalah mencari nama perawi yang diinginkan dari kitab-kitab al-athraf atau musnad. Bila nama perawi pertama yang dicari telah ditemukan, kemudian dicari hadith yang diinginkan di antara hadith-hadith yang tertera di bawah nama perawi tersebut. Bila sudah ditemukan, maka akan diketahui ulama hadith yang meriwayatkanya.
b.      Takhrij melalui lafadz pertama matan hadith
c.       Takhrij melalui penggalan kata-kata yang ada dalam matan hadith
d.      Takhrij berdasarkan topik hadith
e.       Takhrij berdasarkan status hadith


PENGERTIAN ILMU MA'ANI, OBJEK KAJIAN, DAN MANFAATNYA (MAKALAH)


BAB II
PEMBAHASAN
A.       Pengertian Ma’âni
Kata ma’âni merupakan bentuk jamak dari ( معنى ). Secara leksikal kata tersebut berati maksud, arti atau makna. Para ahli ilmu Bayân mendefinisikannya sebagai pengungkapan melalui ucapan tentang sesuatu yang ada dalam pikiran atau disebut juga sebagai gambaran dari pikiran.
Sedangkan menurut istilah, ilmu ma’âni adalah ilmu untuk mengetahui hal ihwal lafazh bahasa Arab yang sesuai dengan tuntutan situasi dan kondisi
علم يعرف به أحوال اللفظ العربى التى بها يطابق مقتضى الحال
yang dimaksud dengan hal ihwal lafazh bahasa Arab adalah model-model susunan kalimat dalam bahasa Arab, seperti penggunaan taqdîm atau ta’khîr, penggunaan ma’rifah atau nakirah, disebut (dzikr) atau dibuang (hadzf), dan sebagainya. Sedangkan yang dimaksud dengan situasi dan kondisi adalah situasi dan kondisi mukhâthab, seperti keadaan kosong dari informasi itu, atau ragu-ragu, atau malah mengingkari informasi tersebut. Ilmu ma’âni pertama kali dikembangkan oleh Abd al-Qâhir al-Jurzâni.
B.       Objek kajian ilmu ma’âni
Sebagaimana didefinisikan oleh para ulama balâghah bahwa ilmu ma’âni bertujuan membantu agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan muqtadha al-hâl. Agar seseorang dapat berbicara sesuai dengan muqtadha al-hâl, maka ia harus mengetahui bentuk-bentuk kalimat dalam bahasa Arab. Kapan seseorang harus mengungkapkan dalam bentuk taqdîm, ta’khîr, washl, fashl, dzikr, hadzf, dan bentuk-bentuk lainnya. Objek kajian ilmu ma’âni hampir sama dengan ilmu nahwu. Kaidah-kaidah yang berlaku dan digunakan dalam ilmu nahwu berlaku dan digunakan pula dalam ilmu ma’âni. Dalam ilmu nahwu dibahas masalah taqdîm dan ta’khîr, hadzf, dan dzikr. Hal-hal tersebut juga merupakan objek kajian dari ilmu ma’âni.
Perbedaan antara keduanya terletak pada wilayahnya. Ilmu nahwu lebih bersifat mufrad (berdiri sendiri), tanpa terpengaruh oleh faktor lain seperti keadaan kalimat-kalimat di sekitarnya. Sedangkan ilmu ma’âni lebih bersifat tarkîbi (tergantung kepada factor lain). Hasan Tamam menjelaskan bahwa tugas ahli nahwu hanya sebatas mengotak-ngatik kalimat dalam suatu jumlah, tidak sampai melangkah kepada jumlah yang lain. Kajian dalam ilmu ma’âni adalah keadaan kalimat dan bagian-bagiannya. Kajian yang membahas bagian-bagian berupa musnad-musnad ilaih dan fi’il muta’allaq. Sedangkan objek kajian dalam bentuk jumlah meliputi fashl, washl, îjâz, ithnâb, dan musâwah. Secara keseluruhan ilmu ma’âni mencakup delapan macam, yaitu:
1.    أحوال الإسناد الخبري
2.    أحوال المسند إليه
3.    أحوال المسند
4.    أحوال متعلقات الفعل
5.    القصر
6.    الإنشاء
7.    الفصل والوصل
8.    الإيجاز والإطناب والمساواة
Kalimat dalam bahasa Arab disebut al-jumlah. Dalam kaca mata ilmu nahwu dan dari sisi tarkîb (struktur), al-jumlah itu terdiri dari dua macam, yaitu jumlah ismiyah (kalimat nominal) dan jumlah fi’liyah (kalimat verbal). Dilihat dari segi fungsinya, al-jumlah itu banyak sekali ragamnya.

C. Manfaat ilmu Ma’âni
Ilmu ma’âni mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan kalimat (jumlah) bahasa Arab dan kaitannya dengan konteks. Dengan mengetahui hal-hal tersebut kita bisa menyampaikan suatu gagasan atau ide kepada mukhâthab sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dengan melihat objeknya mempelajari ilmu ini dapat memberi  manfaat sebagai berikut:
a. Mengetahui kemukjizatan Alquran berupa segi kebagusan penyampaian, keindahan deskripsinya, pemilihan diksi, dan penyatuan antara sentuhan dan qalbu.
b. Menguasai rahasia-rahasia ketinggian dan kefasîhan bahasa Arab baik pada syi’ir maupun prosanya. Dengan mempelajari ilmu ma’âni kita bisa membedakan mana ungkapan yang benar dan yang tidak, yang indah dan yang rendah, dan yang teratur dan yang tidak.


15 Maret, 2016

SERVICE KEYBOARD (ORGEN) SURABAYA

SERVICE KEYBOARD SEGALA MEREK 
Kami Menerima Panggilan
Kami Berpengalaman Melayani Segala Kerusakan Dari Yang Ringan Sampai Berat 
Hub. ADI WARSITO
Telpn. 081217262829 / 085102297969





MAKALAH HADIST TENTANG HIJAB

  A.   Latar Belakang Telah disepakati oleh seluruh umat Islam bahwa al-Qur’an menjadi pedoman hidup baik tentang syariah maupun dalam keh...