BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang.
Segala
sesuatu yang mempunyai keberadaan pastilah mempunyai sumber keberadaan
tersebut. Alam semesta dalam pandangan agama tentulah bersumber pada tuhan yang
menciptkan segalanya. Sedangkan dalam Islam sendiri sumber dari segalanya
adalah Allah Swt.
Untuk
menerangkan eksistensi keberadaan Allah sendiri, bukti yang paling awal yang
bisa kita temui bukan dari luar diri manusia tetapi berada dalam diri manusia
itu sendiri, yakni fitrah yang diciptakan Allah pada manusia dengan naluri yang
tajam yang merasakan bahwa dibalik segala yang ada di alam semesta yang
bersifat terbatas dan berkesudahan ini ada Satu Dzat yang Maujud yang
menciptakan segalanya dan menjadi sumber dari segalanya.
Selanjutnya
Allah menjelaskan akan eksistensi-Nya sendiri lewat ayat-ayat-Nya yang kita
jumpai pada al quran. Melalui Nabi Muhammad al qur'an diinterpretasikan
menggunakan hadith sehingga akal mudah untuk menerima pesan-pesan yang disampaikan
dalam al qur'an tersebut.
Dalam
al qur'an yang ditafsirkan oleh hadith tidak hanya mengandung pesan tauhid
(teologi), tapi juga mengandung banyak nilai pendidikan (tarbiyah) yang bisa
kita pelajari, meliputi sosial, ekonomi, pengetahuan alam dan histori serta
masih banyak lagi jika kita mau mengkaji secara kesluruhannya.
Makalah
ini kami sajikan dengan tujuan untuk mengkaji dan mengetahui perihal tersebut.
Semoga kehadiran tulisan ini memberikan kemanfaatan bagi penulis khususnya dan
khalayak pembaca pada umumnya. Dan bila didapati kesalahan maka kami butuh akan
pengkoreksiaanya agar bisa kami benarkan sesuai garis yang benar.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Allah Sebagai Sumber Segalanya
Allah sebagai
sumber segalanya mengandung pengertian bahwasannya semua yang ada di dunia seisinya
adalah bersumber dari-Nya. Hal ini bisa kita benarkan apabila kita kaitkan
dengan pemikiran beberapa filosof yang beragumen bahwasannya alam seisinya
berasal dari emanasi tuhan, pancaran tuhan yang menghasilkan matahari dan planet-planet
sampai seluruh isinya. Pandangan Islam dan semua agama pun membenarkan bahwa
tuhan adalah sebagai sumber segalanya, Dia lah Dzat pertama yang menciptakan
segalanya.
Hujjah yang
mendukung akan Allah sebagai sumber segalanya adalah bisa kita sandingkan
dengan filsafat ketuhanan (teologi), yakni dalam inti filsafat terdapat tiga realitas
masalah, yaitu tuhan, manusia dan alam.[1] Al
Kindi pun menegaskan bahwasannya falsafat yang paling tinggi dan termulia
derajatnya adalah falsafat utama, yakni ilmu tentang yang Benar Pertama (tuhan)
yang menjadi sebab bagi segala yang benar.[2]
Di sisi lain,
Allah sebagai sumber segalanya tidak hanya berbatas pada perkara materi tetapi
hal yang bersifat immateri pun juga berasal dari Allah. Allah adalah Dzat yang
Maha Tahu dan sumber segala pengetahuan. Allah memberi pengetahuan kepada siapa
pun yang Dia kehendaki dengan cara apa pun yang Dia kehendaki. Karena itu,
mkhluk yang lebih mulia tidak harus memiliki pengetahuan yang lebih banyak
dibanding dengan makhluk yang tidak lebih mulia. Kenyataan ini terungkap dalam
Q.S. Al Baqarah; 31-33
zN¯=tæur tPy#uä uä!$oÿôF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ (#qä9$s% y7oY»ysö6ß w zNù=Ïæ !$uZs9 wÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOÅ3ptø:$# ÇÌËÈ tA$s% ãPy$t«¯»t Nßg÷¥Î;/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ ( !$£Jn=sù Nèdr't6/Rr& öNÎhͬ!$oÿôr'Î/ tA$s% öNs9r& @è%r& öNä3©9 þÎoTÎ) ãNn=ôãr& |=øxî ÏNºuq»uK¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ãNn=÷ær&ur $tB tbrßö7è? $tBur öNçFYä. tbqãKçFõ3s? ÇÌÌÈ
" Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama
(benda-benda) seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu
berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang
benar orang-orang yang benar!. Mereka menjawab: "Maha Suci Engkau, tidak
ada yang kami ketahui selain dari apa yang Telah Engkau ajarkan kepada Kami;
Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana". Allah berfirman: "Hai Adam,
beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman:
"Bukankah sudah Ku katakan kepadamu, bahwa Sesungguhnya Aku mengetahui
rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu
sembunyikan?"
Menurut pemahaman kami, ayat ini
menjelaskan tentang malaikat dan jin yang menganggap dirinya lebih mulia
dibanding Adam ternyata memiliki pengetahuan yang berada dibawah pengetahuan
Adam ketika Allah menguji akan hal tersebut. Namun kenyataanya, Adam bisa
mengalahkan malaikat dan jin padahal Adam saat itu masih kosong pengetahuannya
karena baru diciptakan oleh Allah. Hal ini tidak lain karena segala pengetahuan
berasal dari Allah, Adam mendapatkan pengetahuan yang lebih dibanding malaikat
dan Jin karena sebelumnya Allah memberikan pengetahuan kepadanya.
2. Allah
dan Kitab Suci al-Qur’an
Al-qur’an adalah sumber agama Islam
pertama dan yang utama. Menurut keyakinan umat Islam yang diakui kebenaranya oleh
penelitian ilmiah, al-qur’an adalah kitab suci yang memuat firman-firman Allah, sama benar dengan yang disampaikan
oleh malaikat Jibril kepada nabi
Muhammad sebagai rosul Allah secara berangsur-angsur selama 22 tahun 2 bulan 22
hari, mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah. Tujuanya, untuk menjadi pedoman dan
petunjuk bagi umat manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan
di dunia dan kebahagian di akhirat kelak.[3]
Al-Qur’an
menjadi sumber nilai dan norma umat Islam itu terbagi ke dalam 30 juz, 114
surah, lebih dari 6000 ayat, 74.499 kata atau 325.345 huruf. Al-qur’an yang
terdiri dari 30 juz tersebut, 114 surat itu, sistematikanya ditatapkan oleh Allah
sendiri melalui malaikat jibril yang disampaikan kepada Rasulnya Muhammad. Allah
lah yang menentukan di mana ayat yang turun kemudian disisipkan diantara ayat
yang turun lebih dahulu.[4]
Dalam al-Qur’an sendiri telah memberi
isyarat bahwa permasalahan pendidikan sangat penting, jika al-Qur’an dikaji
lebih mendalam maka kita akan menemukan beberapa prinsip dasar pendidikan, yang
selanjutnya bisa kita jadikan inspirasi untuk dikembangkan dalam rangka
membangun pendidikan yang bermutu. Ada beberapa indikasi yang terdapat dalam
al-Qur’an yang berkaitan dengan pendidikan antara lain; Menghormati akal
manusia, bimbingan ilmiah, fitrah manusia, penggunaan cerita (kisah) untuk
tujuan pendidikan dan memelihara keperluan sosial masyarakat .
Didalam Al-Qur’an juga terdapat banyak
ajaran yang berisi prinsip-prinsip berkenaan dengan kegiatan atau usaha
pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Lukman mengajari
anaknya dalam surat Lukman ayat 12 s/d 19. Cerita itu menggariskan prinsip
materi pendidikan yang terdiri dari masalah iman, akhlak ibadah, sosial dan
ilmu pengetahuan. Ayat lain menceritakan tujuan hidup dan tentang nilai sesuatu
kegiatan dan amal saleh. Itu berarti bahwa kegiatan pendidikan harus mendukung
tujuan hidup tersebut. Oleh karena itu pendidikan islam harus menggunakan
Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam merumuskan berbagai teori tentang
pendidikan islam. Dengan kata lain, pendidiakn Islam harus berlandaskan
ayat-ayat Al-Qur’an yang penafsirannya dapat dilakukan berdasarkan ijtihad di
sesuaikan dengan perubahan dan pembaharuan.
Al qur'an memuat beberapa ajaran yang
keseluruhannya menunjukkan adanya nilai pendidikan yang diajarkan didalamnya,
diantaranya adalah (1) Petujuk Mengenai
Aqidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk ini berintikan keimanan
akan ke-Esaan Tuhan, dan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta
pembalasan kelak. (2) Petunjuk Megenai
Syaari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah
dengan sesama insan demi kebahagian hidup manusia di dunia ini dan di akhirat
kelak. (3) Petunjuk Tentang Akhlak, mengenai
yang baik dan buruk yang harus diindahkan oleh manusia dalam kehidupan, baik
kehidupan individual maupun kehidupan sosial. (4) Kisah-Kisah Umat Manusia di Zaman Lampau.[5]
3. Nabi Muhammad dan Sunnah (Hadits)
Pada dasarnya intisari ajaran islam
merupakan apa yang termaktub dalam al-qur’an. sedangkan hadith ataupun sunnah
rosulullah merupakan penjelasan dari apa-apa yang dimaksudkan oleh al-qur’an.[6]
al-Hadith adalah sumber kedua agama dan
ajaran Islam. Apa yang telah disebut dalam al-qur’an dijelaskan atau dirinci
lebih lanjut oleh Rosulullah dengan sunnah beliau. Karena itu, sunnah Rosul yang
kini terdapat dalam hadith merupakan interpretasi atau penafsiran serta
penjelasan otentik tentang al-Qur’an.
Sebagai sumber agama dan ajaran Islam,
al-Hadith mempunyai peranan penting setelah al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai kitab
suci dan pedoman hidup umat Islam diturunkan pada umumnya dalam kata-kata yang
perlu dirinci dan dijelaskan lebih lanjut, agar dapat dipahami dan diamalkan.
Sebagai utusan Allah, Nabi Muhammad mempunyai wewenang menjelaskan dan merinci
wahyu Allah yang bersifat umum. Dalam surat an-Nahl (16) ayat 44 kalimat kedua Allah
menyatakan, “dan kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu (Muhammad)
menjelaskan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka... “
Tugas menjelaskan wahyu Allah telah dilaksanakan oleh Rosulullah. Pada ayat
tersebut kita dapati bahawasannya Nabi berfungsi dalam menjelaskan wahyu Allah
kepada umat, singkat kata nabi juga berprofesi sebagai seorang pendidik bagi
umatnya. Semua penjelasan yang disampaikan nabi tersebut kita kenal dengan istilah
hadith atau sunnah rosulullah.
4. Allah dalam Pemikiran Pendidikan Islam
Merujuk kepada informasi al-Qur’an bahwasannya
pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada
manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang
Maha Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an sejalan dengan konsep pendidikan Islam
yang dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Penggunaan kata pendidikan dalam pendidikan islam sendiri
terdapat tiga istilah yang digunakan, yaitu al tarbiyah, al ta'lim dan al
ta'dib. Jalaludin memberikan penjelasan tentang tiga istilah tersebut,
bahwasannya kata al tarbiyah, al ta'lim dan al ta'dib semuanya merujuk kepada
Allah. Tarbiyah merupakan bentukan dari kata rabb (رَبٌّ) atau rabba (رَبّا) mengacu kepada Allah sebagi
Rabb al 'alamin. Sedangakan ta'lim mengacu pada kata 'allama, juga merujuk
kepada Allah sebagai Dzat yang Maha 'Alim. Selanjutnya ta'dib seperti termuat
pada sabda Rasulullah Saw. " addabany Rabby faahsana ta'diby"
memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah Swt.[7]
Tarbiyah berasal dari kata Robba, pada
hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik) sekalian alam. Kata
Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata
seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ
وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرا ً
Artinya:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa:24)
Menurut Syed Naquib Al-Attas, al-tarbiyah mengandung
pengertian mendidik, memelihara menjaga dan membina semua ciptaan-Nya termasuk
manusia, binatang dan tumbuhan.[8]
Kata
Rabb di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada
obyek-obyek yang sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata
alam, sesuatu selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut
seperti pada surat Al-A’raf ayat 61:
قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ بِي ضَلاَلَة ٌ وَلَكِنِّي رَسُول ٌ مِنْ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
Artinya:
“Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikitpun tetapi aku
adalah utusan Tuhan semesta alam.”
Pendidikan diistilahkan dengan ta’dib, yang
berasal dari kata kerja “addaba” . Kata al-ta’dib diartikan kepada proses
mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi
pekerti peserta didik. Kata ta’dib tidak dijumpai langsung dalam al-Qur’an,
tetapi pada tingkat operasional, pendidikan dapat dilihat pada praktek yang
dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai pendidik agung dalam pandangan
pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah mengutus beliau kepada manusia
yaitu untuk menyempurnakan akhlak.
Allah juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya Rasul
adalah contoh teladan bagi kamu sekalian.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ لِمَنْ كَانَ
يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا
artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab, 21)
Selanjutnya Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan
tanggung jawab tersebut kepada kedua orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan
demikian status orang tua sebagai pendidik didasarkan atas tanggung jawab
keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban orang tua terhadap anak, mencakup
memelihara dan membimbing anak, dan memberikan pendidikan akhlak kepada
keluarga dan anak-anak.
Pendidikan disebut dengan ta’lim yang berasal dari
kata ‘alama berkonotasi pembelajaran yaitu semacam proses transfer ilmu
pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta’lim dipahami sebagai sebagai proses
bimbingan yang dititikberatkan pada aspek peningkatan intelektualitas peserta
didik.[9]
Proses pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an
ketika penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari
makhluk berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu
pengetahuan langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali
kosong.
Dari ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara
tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan
teologis (nilai tauhid) dan teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam
sesuai al-Qur’an yaitu membentuk akhlak al-karimah.
BAB
lll
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Pembahasan tentang
Allah dalam pemikiran pendidikan Islam meletakkan Allah sebagai pelaku yang
utama dalam pendidikan tersebut. Allah sebagai tuhan yang menciptakan segalanya
merupakan sumber dari segalanya. Semuanya baik yang bersifat materi maupun
immateri bersumber dari Allah. Pengetahuan yang diperoleh manusia merupakan
pancaran yang diberikan Allah kepada manusia tersebut, walaupun manusia
mendapatkan pengetahuan tersebut lewat usaha yang ia jalani, namun kebenarannya
adalah pengetahuan yang ia dapati karena kehendak Allah, sedangkan usaha yang
ia lakukan hanyalah sebab untuk mendapatkan pengetahuan dari-Nya.
Allah
sebagai pendidik yang utama memberikan pengajaran yang disampaikan lewat al
quran yang kemudian dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. Sebagai pendidik kedua
lewat hadith-hadith yang ia sampaikan. Sejalan dengan pembinaan yang dilakukan
Allah terhadap Nabi Muhammad SAW., Allah juga meminta beliau agar membina
masyarakat, dengan perintah untuk berdakwah. Dalam hal ini, Rasulullah
bertindak sebagai penerima al-Qur’an bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk
yang terdapat dalam al-Qur’an dan dilanjutkan dengan mensucikan dan mengajarkan
manusia. Mensucikan diidentikkan dengan mendidik dengan pengetahuan yang
diberikan Allah kepada Rasulullah yang bertujuan untuk membentuk manusia yang
beriman kepada Allah Swt.
Baca juga Artikel yang terkait:
- ALLAH DALAM PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM (FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM)
- MAKALAH INTELEKTUAL ANDALUSIA (SEJARAH PERADABAN ISLAM)
- MAKALAH TENTANG IJTIHAD UMAR BIN KHATTAB (SEJARAH PERADABAN ISLAM)
- MAKALAH ILMU NASIKH WA MANSUKH HADITH (PENGERTIAN, URGENSI, DAN CARA MENGETAHUINYA).
- TAKHRIJ AL-HADITH (Pengertian, Latar Belakang, Proses dan Metode)
- PENGERTIAN ILMU MA'ANI, OBJEK KAJIAN, DAN MANFAATNYA (MAKALAH)
- Teks Pidato “Membentuk Karakter Generasi Muda Berakhlakul Karimah Untuk Kejayaan Bangsa”
- Mensyiarkan Akhlak Rasulullah SAW Kepada Generasi Muda
- KONSEP GENDER DAN ISU GENDER DALAM ISLAM
- Umar Bin Khattab
- Khutbah Jum'at : Mengubah Misi Hidup dari Main-main Menjadi Bukan Main
- MATERI KHUTBAH JUM'AT TENTANG SURAT AL-’ASHR DAN PELAJARAN DI DALAMNYA
DAFTAR
PUSTAKA
Aminuddin,
dkk. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi Umum. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2002.
Harun Nasution. Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press. 1978.
Jalaludin. Teologi Pendidikan
Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2003.
Muhammad
Daud Ali, Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada. 1998.
Rasyidi,
dkk. Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.1988.
[1] Rasyidi, dkk., Islam Untuk Disiplin Ilmu Filsafat,(Jakarta: Bulan
Bintang,1988), h., 102.
[2] Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya,(Jakarta: UI
Press, 1978), h. 15.
[3]
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), 93.
[4]
Ibid., 93-94
[5]
Aminuddin dkk, Pendidikan Agama Islam
Untuk Perguruan Tinggi Umum (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), 57-58.
[6]
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam
(Jakarta: Bumi Aksara, 1992), 76.
[8] Ibid, h., 115.
[9] Ibid, h., 133