KHUTBAH JUMAT PASCA IDUL FITRI 1429H
MENGEMBALIKAN NURANI YANG HILANG
Melalui takwa kita menyadari kehadiran Tuhan dalam kehidupan kita. Karena inti hakikat takwa adalah kesadaran yang sangat mendalam bahwa Allah selalu hadir dalam hidup kita. Takwa adalah kalau kita mengerjakan segala sesuatu kita kerjakan dengan kesadaran penuh bahwa Allah beserta kita, Allah menyertai kita, Allah mengawasi kita dan akan memperhitungkan perbuatan kita. Seperti firman Allah
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Dan Dia bersama kamu di
mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Inilah pengawasan melekat yang sebenarnya. Dengan begitu takwa akan menghasilkan tindakan yang ikhlas, tulus, jujur tanpa pamrih. Dengan takwa kita berbuat baik atau meninggalkan kejahatan bukan karena takut apada atasan, takut orang lain, namun karena dinamika yang tumbuh dalam diri kita sebagai akibat dari takwa. Dengan menyadari kehadiran dan pengawasan-Nya maka kita akan terbimbing ke arah budi yang luhur (akhlakul karimah). Sebuah modal terbesar bagi kinerja kita untuk bisa lebih produktif dalam berkarya dan bekerja di 11 bulan yang akan datang
Kesadaran takwa ini salah satunya dibentuk lewat ibadah puasa Ramadhan ini.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
[2.183] Hai orang-orang
yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Ramadhan baru saja berakhir. Hari ini kita sudah tiba di hari fitri, hari raya kesucian asal. Hari raya kemanusiaan primordial. Marilah kita fahami apa sesungguhnya makna hakiki dari ‘idul fitri. ‘Id artinya “kembali” dan “fitri” berarti “agama yang benar” atau “kesucian” atau “asal kejadian”. Fitrah manusia, adalah merupakan perjanjian primordial manusia dengan Tuhannya ketika masih di alam arwah, sebagaimana dapat kita simak dalam firman Allah QS. al-A’raf : 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami
(bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”, [Al-A’raf, 7.172]
Pada hakikatnya, jiwa dan diri kita, sejak dari awal kodratnya, telah dikondisikan untuk beragama tauhid. Dari sinilah lahir konsep dan keyakinan bahwa setiap bayi yang lahir, dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua orang tuanyalah, yang menjadikan anak tersebut menjadi Nashrani atau Majusi. Seperti sabda Rasul
كل مولود يولد على الفطرة فأ بواه يهودانه أو ينصرانه أويمجسانه (روه بخاري)
Setiap anak Adam itu
dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) kedua orang tuanyalah yang membuatnya
Nasrani, Yahudi atau Majusi (HR Bukhari).
Karena setiap anak terlahir dalam keadaan suci maka dia bersifat hanif, artinya selalu cenderung kepada kesucian dan kebaikan. Dia dilengkapi hati nurani sebagai pusat kedirian kita. Artinya bahwa nilai nilai kesucian (fitrah) yang sebenarnya merupakan nilai-nilai ilahiah itu sudah melekat atau (built in) dalam diri kita sejak dahulu sebelum kita dilahirkan.
Nilai itu merupakan percikan sifat-sifat asma Allah yang 99 (asma’ul husna). Jadi, sifat kasih sayang, pemurah, pemaaf, peduli, tanggung jawab, adil, kreatif dan sebagainya yang merupakan sifat-sifat Allah itu sudah melekat di dalam diri kita. Namun karena nilai-nilai itu selama ini ada yang membelenggu/ menutupi maka sifat-sifat itu tidak keluar. Yang tampak adalah sikap cuek, egois, masa bodoh, pemalas, pemarah, pendendam, sombong, kikir hingga lahir perilaku-perilaku korupsi karena merasa tidak diawasi, tamak, tidak peduli kepada orang lain yang tak punya, maunya rakus semua bidang yang ada hartanya dikuasai. Suara hati/ nurani yang sangat kita butuhkan justru pada saat sekarang ini sulit sekali keluar. Banyak orang sudah dikuasai hawa nafsu dan emosi, kepentingan materi, menghalalkan segala cara, permisif (serba boleh), budaya hedonis, jauh dari nilai-nilai agama. Karenanya setiap orang sulit lagi mempercayai orang lain, sehingga lahir sikap saling curiga, negatif thinking, buruk sangka.
Lihatlah betapa sekarang orang yang sudah kaya semakin rakus menumpuk harta, orang ramai-ramai berebut jabatan, dan ketika sudah mendapatkan jabatan mereka berusaha menumpuk harta untuk memperkaya diri, cuek dengan lingkungan sekitar. Betapa nurani sudah tertutup! Masya Allah! Nyawa sekarang berharga sangat murah, hanya karena permasalahan sepele orang tega membunuh. Rasa kepedulian sosial kita sudah sedemikian rapuh. Rasa malu sudah hilang, Berbuat zina sudah biasa, lelaki menyerupai wanita menjadi trend, berhubungan dengan sesama jenis sudah bukan hal yang aneh lagi, bahka menjadi kebanggaan, melanggar perintah agama sudah menjadi hal biasa bahkan kebanggaan. Lihatlah berapa banyak orang Islam yang melaksanakan sholat dan puasa? Berapa banyak yang telah terang terangan melanggarnya. Maka yang kita butuhan adalah suara hati, nurani, fitrah.
Puasa telah mendidik kita untuk bertaqwa yang antara lain berlaku salam, damai, selamat. Artinya tidak bermasalah. Baik bermasalah dengan Allah maupun dengan sesama. Puasa yang benar yang berdasarkan iman dan ihtisab akan melebur segala dosa kita pada Allah. Keterbukaan dan kesediaan memaafkan, percikan dari sifat Allah, Pemaaf, membuat kita tak bermasalah dengan sesama.
Akhlak pemaaf semacam ini termasuk akhlak yang termulia di dunia dan akhirat. Seperti sabda Rasul “Orang yang mampu memaafkan orang yang mendzaliminya, mau memberi kepada orang yang kikir/ tak pernah memberi, dan menyambung silaturrahim kepada orang yang memutuskannya. Kepada mereka akan dihisab oleh Allah dengan mudah dan dimasukkan ke surga dengan rahmat-Nya. Bagi mereka musuh satu terlalu banyak, kawan seribu terlalu sedikit. Orang demikian pastilah hidupnya tenteram, karena tidak bermasalah kepada siapapun. Dunia menjadi luas baginya. Hidup pun terasa mudah. Di akhiratpun akan berbahagia. Bukankah hanya orang yang bernurani bersihlah yang bisa terselamatkan di hari Qiyamat, hari yang sudah tak ada lagi gunanya kekerabatan dan harta benda.
وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ
dan janganlah Engkau
hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak
laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati
yang selamat (bersih), [QS, 26 Asyuara.87-89].
Apakah
sebenarnya yang dicari manusia? Kebahagiaan! Kebahagiaan yang bagaimana?
Kebahagiaan hakiki adalah di saat kita bertemu dengan dzat Pencipta..
Sejauh-jauh manusia pergi, pasti ada keinginan untuk kembali mudik. Semua orang
tentu rindu pada asalnya Tetapi ternyata tak semua yang ingin mudik bisa
selamat.
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Berbekallah, dan
sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai
orang-orang yang berakal. (QS Al Baqarah : 197)
Orang yang berbekal takwa akan berhati bersih, suara hatinya yang mengemuka, Nuraninya yang berbicara. Ia tak perlu banyak cakap. Doanya mustajab, kata-katanya bernas dan berbobot, mengesankan semua orang. Maka orang yang berpribadi fitri sebagai bentukan Ramadan digambarkan Nabi dia bersih tanpa dosa seperti seorang bayi yang baru lahir dari ibunya. Kharajadzunubahu kayaumin waladathu ummuhu. Lihatlah seorang bayi. Wajahnya polos, tanpa dosa, tak punya emosi, tak mudah marah, kalaupun marah maka ia akan cepat melupakan. Pasrah, diperbuat apa pun oleh orang tuanya ia rela, Semua orang akan merasa senang padanya, ingin mengecup bibirnya dan pipinya yang montok, menggemaskan, mereka berusaha menarik perhatiannya merayu dengan segala cara. Ia tak banyak bicara. Namun ketika dia menangis, maka semua orang berduyun-duyun menawarkan bantuannya.
Pribadi bernurani ini yang kita butuhkan. Apabila semua orang, mulai pemimpin hingga rakyatnya sudah mengedepankan nurani, Kebijakan yang dibuat berdasarkan nurani, maka tentulah tak ada kekacauan. Saat itulah rahmat dan barakah Allah akan diturunkan kepada kita.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jika sekiranya penduduk
negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. [Al A’raf 7.96]
Sekarang hujan yang turun dan tanah kita yang subur tak lagi memberikan barakah kepada kita. Sangat ironis kalau tanah subur penuh kekayaan aneka tambang, minyak, emas, mineral dan sebagainya namun penduduk-penduduknya diliputi kemiskinan, kelaparan dan ketakutan. Persis seperti yang digambarkan oleh Allah dalam Surat An-Nahl 112
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلاً قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَداً مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ (112)
Dan Allah telah membuat
suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram,
rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)
nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka
pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.
Terakhir khatib berpesan agar bekal yang telah kita dapatkan dari Ramadhan ini yaitu kebersihan NURANI dan kefitrahan kita ini jangan kemudian dihancurkan setelah lebaran ini. Apa yang telah kita dapatkan dengan perjuangan berat ini bagai telah merajut benang-benang menjadi kain yang kuat. Marilah kita jaga dan pertahankan sebagai bekal kita untuk perjalanan sebelas bulan ke depan. Seperti firman Allah
وَلا تَكُونُوا كَالَّتِي نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنْ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنْكَاثاً
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang
menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai
kembali, [An-Nahl 16.92]
Apa yang telah kita peroleh dari pendidikan ramadhan itu harus kita jaga kita pertahankan (istiqamah). Karena dengan istiqamah maka hilang segala keraguan ketakutan dan kekhawatiran, karena Allah akan senantiasa menyertai kita, seperti firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِّنْ غَفُورٍ رَّحِيمٍ
Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan:
“Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. Kami lah Pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan di akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 41.30-32]
Upaya mengistiqamahkan diri dapat kita lakukan dengan
1. Senantiasalah berkumpul (berjamaah ) dengan orang-orang baik.
2. Senantiasa mengakrabi Al Quran, dengan membaca dan memahami serta mengamalkannya,
3. Senantiasa menghindari maksiyat
Akhirnya marilah kita memohon kepada Allah, semoga pasca hari raya yang berbahagia ini, seluruh amal ibadah kita diterima oleh Allah dan dikabulkan semua hajat baik kita. Semoga kita diberi kekuatan iman, Islam, dan kesabaran untuk tetap bertaqwa dan semakin meningkat takwa kita, beramal shaleh, mengembalikan nurani kita dan diberi kekuatan untuk bisa menjaga dan memelihara fitrah, nurani kita dan mempertahankan hasil didikan Ramadhan sebagai bekal perjalanan ke depan yang penuh tantangan. Dengan itu diharapkan akan terwujud diri, keluarga, dan masyarakat sakinah, penuh kedamaian, bahagia di dunia dan akhirat dalam naungan dan ridla Allah SWT. Amiin
جعلنا الله وايكم من العا ئدين والفائزين والمقبولين وادخلنا وايكم في زمرة المئمنين تقبل الله منا ومنكم تقبل ياكريم
اعوذ با لله من الشيطان الرجيم والعصر ان الانسان لفي خسر الا الذين أمنوا وعملوا الصلحات وتواصوا بالحق وتواصوا بالصبر
KHUTBAH KEDUA
BACA ARTIKEL LAINNYA YANG BERKAITAN;
- MATERI KHUTBAH JUM'AT TENTANG DENGAN TAQWA KITA GAPAI MASADEPAN YANG GEMILANG SERTA KEHIDUPAN YANG HAKIKI
- MATERI KHUTBAH JUM'AT TENTANG MEMBUKA PINTU RIZQI YANG BARAKAH
- MATERI KHUTBAH JUM'AT TENTANG HUBUNGAN ANTARA DOSA DAN BENCANA
- MATERI KHUTBAH JUM'AT TENTANG AYAT YANG PALING DITAKUTI OLEH ULAMA
- MATERI KHUTBAH JUMAT TENTANG MENSYUKURI NIKMAT ALLAH SWT
- TEKS KHUTBAH JUM'AT TENTANG MARI BERJUANG DI JALAN ALLAH
- MATERI KHUTBAH JUM'AT HIKMAH MORALITAS DAN MAULID NABI
- MATERI KHUTBAH IDUL FITRI TENTANG MENGEMBALIKAN NURANI YANG HILANG
- MATERI KHUTBAH JUM'AT TENTANG PEMUDA-PEMUDA PILIHAN